Sabtu, 20 Oktober 2012

my story



Aku, Dia, dan Mereka


 
Ini semua tentang aku, dia, dan mereka. Aku mengenalnya ketika kami duduk di bangku SD. Dia orang yang cukup baik, ramah, juga bisa menghargaiku. Dia, namanya Angga.  Sebenarnya kisah ini dimulai ketika kami telah berpisah, ketika masa SMP datang dan memaksa kami untuk meneruskan hidup di tempat yang berbeda. Minggu-minggu awal SMPku tak terlalu baik, aku bukan orang yang mudah untuk bergaul dan mungkin tak banyak yang ingin bergaul denganku. Ya, aku belum mendapat seorang teman. Mungkin, inilah masa terberat dalam hidupku, masa yang tak akan pernah aku lupakan, masa yang akan terus terbayang dalam otakku. Tapi tiba-tiba dia datang dalam kehidupanku, seolah memberi cahaya agar aku beranjak dari tempat yang gelap ini. Dia datang padaku dengan membawa kebahagiaan, membuatku melupakan kenyataan pahit jika sampai detik ini aku belum memiliki seorang teman. Dia terus menghubungiku lewat pesan singkat di ponselku. Dia menceritakan banyak hal lucu yang membuatku tertawa, dia banyak menggodaku hingga aku marah padanya, dia membuat hari-hariku begitu berwarna. Waktu terus berlalu, hidupku semakin membaik. Aku sudah mulai bergaul dengan beberapa teman yang cukup bisa menerimaku, hubunganku dan Angga juga semakin dekat. Dia semakin sering menghubungiku, dia juga memberi banyak perhatian padaku, perhatian yang jelas-jelas kubutuhkan, perhatian yang tak bisa kudapat dari orangtuaku yang mendidikku untuk tak manja. Tanpa ku sadari, perhatian itu memberiku satu rasa yang berbeda, rasa yang membuatku ingin selalu berada di sampingnya, rasa yang membuat jantungku berdetak lebih kencang, rasa yang belum pernah ada di hatiku sebelumnya. Mungkin, ini yang orang sebut dengan ‘cinta’. Angga mungkin sudah berhasil menanam benih cinta di hatiku.
Waktu tak pernah berhenti, semua terus berlalu. Aku dan dia kian dekat. Kini, benih cinta itu telah bertunas,tunas yang begitu indah, yang aku yakini akan terus membuatku bahagia. Dia memburuku dengan semua perhatiannya, yang jelas-jelas tak bisa ku tolak. Semua ini membuatku mengatakan jika dia benar-benar baik.
Seperti yang kukatakan sebelumnya, waktu tak pernah berhenti. Ini akhir kelas tujuh,dan mimpi buruk itu datang lagi. Kemana dia? Angga pergi, tak ada pesan darinya lagi, tak ada lagi perhatian yang di alamatkan untukku, semua itu sirna seperti tertelan bumi. Aku tak bisa menghubunginya, tak ada satu pesankupun yang dia balas. Dia benar-benar menghilang. Rasanya seperti menelan kenyataan pahit lagi, aku seperti berjalan di ruangan yang gelap lagi tanpa ada satu cahayapun yang menemaniku, karena cahaya yang selalu ada di sampingku, kini meninggalkanku. Tapi apa kalian tau apa yang terjadi dengan tunas cinta ini? Dia kian berkembang, tumbuh menjadi pohon cinta yang makin lama makin tinggi. Pohon ini terus tumbuh seakan tak peduli dengan luka yang diukir laki-laki itu di sisi hati yang lain.
Semester baru, aku sudah naik di satu tingkat. Menjadi siswi kelas delapan. Harus kuakui,jika masa-masa SMPku kian membaik, aku sudah memiliki banyak teman sekarang,aku bahkan sudah memiliki teman dekat. Meskipun aku harus kehilangan sahabat-sahabat ku, sahabat 6 tahunku yang menikamku dari belakang. Aku mencoba menguatkan hatiku,mencoba melupakan orang-orang yang tak mengerti arti kesetiaan, orang yang hanya mempermainkan arti persahabatan, orang-orang yang berhasil melukai hatiku lebih dalam dari yang Angga lakukan. Ya, orang-orang itu harus dihapus dari hidupku, mereka tak pantas lagi mendapat kasih sayangku,mereka yang membuatku berada dalam ruangan yang semakin gelap. Dan tiba-tiba dia datang lagi. Sekali lagi, dia menuntunku untuk berjalan meninggalkan ruangan gelap itu, dia kembali menjadi cahayaku, cahaya yang seolah tak akan membiarkanku terpuruk. Angga kembali. Dia kembali membuatku melayang dengan perhatiannya, dia menguatkan hatiku untuk melewati semuanya, dia membuatku melupakan orang-orang yang menikamku, dia membuatku nyaman dengan kehadirannya. Aku bahagia seolah aku tak pernah dilukai olehnya, aku bahagia, bahkan terlalu bahagia untuk menanyakan kemana dia berbulan-bulan ini. Yang jelas aku tak ingin kehilangan dia lagi. kalian tau? Pohon cinta ini terus tumbuh, menjadi pohon yang begitu kuat, menjadi pohon yang tak akan mudah di hancurkan.
Minggu demi mingu berjalan,hari ini satu bulan semenjak dia kembali menghubungiku. Semua tak berjalan seperti yang kuharapkan, Angga memang tak pergi, dia masih ada di sampingku, tapi rasanya hatiku tetap sakit, hatiku begitu tersayat setiap aku mengingat malam itu. Malam dimana dia menceritakan kekasihnya padaku, malam dimana dia membangga-banggakan kekasihnya di hadapanku. Kau tau apa yang kurasakan? Sakit, sangat terluka. Dia terus bercerita tanpa tau apa yang kurasakan, tanpa tau jika orang yang mendengarnya begitu mencintainya, tanpa tau jika orang di hadapannya tak tahan lagi mendengarnya. Aku menggigit bibir bawahku, mencoba menahan tangis, tak mungkin aku menunjukkan rasa sakitku di hadapannya disaat dia tengah bahagia, tak mungkin!  Tuhan, apakah aku salah jika berharap bisa lebih dari sekedar teman? Kurasa iya.
3 minggu setelah dia menceritakan semuanya, dia menghilang lagi. Tak ada kabar darinya, tak ada pesan darinya, tak ada lagi candaan atau godaan darinya. Rasanya sakit, seperti ada yang hilang dari hidupku. Aku, terpuruk lagi. Aku mencoba merelakannya pergi, tapi tak bisa, tak semudah itu. Pohon cinta ini masih terus tumbuh, meskipun aku sakit, meskipun aku terluka, tapi pohon ini tetap bertahan.
                Semester baru, pertengahan kelas delapan, Angga kembali. Saat itu aku bingung harus bahagia atau terluka. Aku tau dia mempermainkanku dengan datang dan pergi dalam hidupku sesukanya, tapi aku tak bisa marah padanya, aku tak bisa mengusirnya dari hidupku, aku terlalu mencintainya.
                13 maret, rasanya seperti mimpi. Malam itu dia mengungkapkan perasaannya padaku, dia memintaku untuk selalu ada di sampingnya. Aku begitu bahagia, kami melewati hari-hari yang begitu indah. Dia semakin memberiku banyak perhatian. Jujur, saat itu aku mengatakan jika dia begitu sempurna.
                23 maret. Semua kesempurnaan itu kian luntur, aku tak bisa menemukan dia yang dulu lagi. Dia semakin dingin. Dia memang tak pergi dari hidupku, tapi aku tak bisa mendapat perhatiannya seperti dulu. Dia benar-benar berubah. Hari itu, ketika aku bertanya dia menganggapku apa, kau tau apa jawabannya? Teman. Ya, hanya teman, tak lebih dari itu. Saat itu rasanya begitu sakit, perih. Untuk apa semua ini? Untuk apa tanggal 13 itu jika aku hanya sebuah teman? Bukankah dia memintaku untuk menjadi kekasihnya dan aku menjawab iya? Tapi kenapa sekarang hanya sebatas teman? Aku menundukkan kepalaku dalam, mencoba menahan tangis yang sudah 2 tahun ini ku bendung. Tapi sial, aku gagal. Malam itu dia berhasil membuatku menangis. Aku terdiam untuk waktu yang lama, berharap dia merubah kondisi ini, berharap dia tertawa lalu mengatakan jika ini semua hanya leluconnya, tapi sepertinya ini memang kenyataannya. Aku terpaku, tubuhku seolah beku, tak ada satu katapun yang bisa keluar dari mulutku. Bagaimana mungkin ini terjadi? Bagaimana mungkin berakhir hanya dalam 10 hari? Setelah aku menantinya hampir 2 tahun. Aku masih berdiri di sana, tak ada kata putus malam itu, karna aku sendiri tak tau apa ada hubungan yang bisa diakhiri. ‘Good Bye’ hanya itu yang kuucapkan sebelum pergi meningglkannya, untuk mengakhiri hubungan yang hanya aku sendiri yang menganggapnya.
                23 Juni. 3 bulan sudah semua berjalan, semenjak aku menyebut kata itu, semenjak aku tak pernah berhubungan dengannya lagi, aku merindukannya. Aku gagal untuk membencinya, aku gagal melupakannya seperti aku melupakan sahabat 6 tahunku. Aku gagal. Aku mencoba untuk bangkit dari tempatku terpuruk, aku sperti jatuh dalam lubang gelap. Aku terjatuh karna cahaya yang selama ini kuagungkan. Harus kuapakan perasaan ini? Dia cinta pertamaku dan aku tak bisa menghapusnya dengan begitu mudah. Pohon cinta ini, aku tak bisa menghancurkannya. Dia sudah berada di hatiku selama 2 tahun, aku tak bisa melepasnya begitu saja. Tuhan, kenapa dia juga menghianatiku? Dia yang selalu menyelamatkanku dari keterpurukan, kini malah mendorongku jauh ke dalam jurang. Apa di hidup ini tak ada kesetiaan? Apa di dunia ini hanya penuh dengan penghianatan?
                9 Juli. Aku terdiam di sini, di depan layar laptop. Menuangkan rasa rinduku padanya lewat kata-kata tak berarti. Satu demi satu aku mulai mengukir kalimat demi kalimat. Sakit, saat aku sendiri tak bisa melupakannya, sedangkan dia mungkin tak pernah menganggap ku ada. Hari ini, setelah semua kisah ini berakhir, setelah tangan ku berhenti untuk menekan huruf-huruf ini, aku akan melepasnya, aku akan mencoba berhenti memikirnya. Untuk apa aku menoleh kebelakang lagi? Sedangkan di depanku sudah ada mereka. Mereka yang selalu menemaniku disaat aku tertawa atau menangis, mereka yang selalu membuatku bangun saat aku mulai memikirkannya. Mereka yang tak bisa memberiku perhatian, tapi mampu menangis ketika aku terluka,tapi mampu tertawa ketika aku bahagia, mereka melakukannya bersamaku, dan itu lebih dari sekedar cukup. Merekalah teman dekatku. Mungkin masalaluku membuatku tak berani menyebut mereka sahabat. Tapi bukannya sahabat hanya sebuah nama? Yang terpenting adalah apa yang kurasakan pada mereka lebih dari sekedar sahabat. Terimakasih dia, dan mereka. Terimakasih karena hadir dalam hidupku. Terimakasih karena telah mengukir kenangan bersamaku, baik yang indah atau yang pahit sekali pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar