Senin, 31 Desember 2012


Oppa oppa merupakan single yang dinyanyikan oleeh Eunhae, Eunhyuk-Donghae. Single ini rilis pada 16 december 2011. Genrenya retro-pop, disco. Single ini ditulis oleh Peter, Youngskey. Dan diproduseri ole one away.

Beriku ini lirik oppa oppa:


Ah, ah, hana, dul, set!
Welcome to the super show!
Let’s go~!!
My name is donghae!
Let’s party tonight!!

Geudae ye maeume bureul jilleo
Naega wonjo yeoja killeo
Monja sseotda, jiwot daga sseotda
Jiwot daga hage hwag kkosheo bolla

Bame jam mot jage michi dorok gaman duji anha
Nareul mallil saenggak haji mara
Geureo daga dachin da

Assa! ppil badasseo bamsae dorok dallil kka
Nugul nae mamdaero bamsae bureul jireulkka
Hey won’t you take me to, funky town
I’m international, baby 1,2,3 let’s go

Naega tteotda hamyeon da wechyeo, oppa, oppa
Tokyo, london, new york, paris, oppa, oppa
I’m so cool, i’m so cool, party like a superstar
I ppeuni deul da moyeora tteotda, oppa, oppa

Iri jeori ippeuni itneun gose gaseo ~(holla)~
Yori jori danimyeon seo shawty shawty ~(holla)~
Oppa oppa rago da bulleo nan gukje jeogin oppa
Jibe gaji marago hajima nan modeun iye oppa

Assa! gibun johda oneul gyesok dallil kka
Nugul nae mamdaero bamsae bureul jireulkka
Hey won’t you take me to, funky town
I’m international, baby 1,2,3 let’s go

Naega tteotda hamyeon da wechyeo, oppa, oppa
Tokyo, london, new york, paris, oppa, oppa
I’m so cool, i’m so cool, party like a superstar
I ppeuni deul da moyeora tteotda, oppa, oppa

Naega tteotda hamyeon da wechyeo, oppa, oppa
Tokyo, london, new york, paris, oppa, oppa
I’m so cool, i’m so cool, party like a superstar
I ppeuni deul da moyeora tteotda, oppa, oppa

I say donghae, you say oppa!Donghae! (oppa!), donghae! (oppa!)
I say eunhyuk, you say oppa!Eunhyuk! (oppa!), eunhyuk! (oppa!)
I say suju, you say oppa!Suju! (oppa!), suju! (oppa)

Naega tteotda hamyeon da wechyeo, oppa, oppa
Tokyo, london, new york, paris, oppa, oppa
I’m so cool, i’m so cool, party like a superstar
I ppeuni deul da moyeora tteotda, oppa, oppa

Naega tteotda hamyeon da wechyeo, oppa, oppa
Tokyo, london, new york, paris, oppa, oppa
I’m so cool, i’m so cool, party like a superstar
I ppeuni deul da moyeora tteotda, oppa, oppa




Jumat, 21 Desember 2012

Memory [sekuel Mr.Nemo]


Author  : JewelAMD
Title       : Memory [sekuel Mr. Nemo] 
Genre   : Romance
Cast       : -Han Min Rin
                  -Cho Kyuhyun
                  -Kim Mi Ran
                  -Lee Donghae
                  -Lee Hyuk Jae
                  -Hangeng
                   -Yesung
                  -Ryeowook
                  -Han Hae Rin
Rating   :  PG13
Length  : Oneshoot
Annyeong, ketemu lagi ni sama author. Sebelumnya nama author itu Anni Dina, tapi sekarang Author ganti nama jadi JewelAMD *Huwee gak ada yang Tanya* jadi ini bukan FF plagiat
Ini FF sekuelnya Mr.Nemo, jadi diharap tidak mengecewakan.  Hehe :Pv disini koment sangat dibutuhkan untuk perbaikan FF author kedepan *weleh-_- author kan masih pemula
WARNING! Ini FF panjang BANGET
Oke, Happy Reading^^,
*Han Min Rin Pov*

Langit terlihat sama saja seperti hari-hari biasanya. Tak ada yang spesial dalam hidupku, semenjak dia yang berharga pergi. Semenjak aku tak pernah bisa melihat wajahnya yang terakhir. Rasanya hidupku benar-benar hampa. Aku belum bisa melepasnya hingga saat ini.

"Kau sudah bangun Min Rin? Ini ada sarapan dan obat untukmu" kata seorang namja dari balik punggungku yang aku yakini adalah Ryeowook.
"Makanlah, kemarin malam kau sudah tak makan." tambah Yesung. Aku tak menjawabnya, bahkan sekedar membalik wajahku untuk melihat kearah merekapun tidak.

Aku memang seperti ini sejak Donghae pergi, menjadi lebih pendiam, mengurung diri di kamar, tak mau bicara dengan siapapun, bahkan keluargaku dan sahabatku. Aku juga sudah tak pernah sekolah, selain karna aku yang tak mau, tapi keluargaku juga melarangku karna kondisiku yang makin melemah.

"Ayolah Min Rin, kau harus makan." pinta Ryeowook kali ini dia sudah ada di depanku, aku hanya membalasnya dengan tatapan kosong.
"Ayolah Min Rin, sampai kapan kau mau bertingkah seperti ini? Kami ini sahabatmu" Yesung mulai bicara, tapi aku tetap diam.
"Ini sudah 2 bulan, harusnya kau sudah bisa melupakannya. Lupakan dia Min Rin. Lupakan" tandas Yesung.

Aku mulai marah dengan perkataannya. Bagaimana mungkin dia menyuruhku untuk melupakan Donghae? Dia benar-benar tak mengerti perasaanku!

"Yesung benar, kau harus melupakannya" kali ini Ryeowook berhasil membuatku tercekat dengan perkataannya. Aku menatap kearah mereka tajam, rasanya dadaku benar-benar sakit mendengar hal itu.
"Pergii! Aku tak ingin melihat kalian! " teriakku dan mereka langsung pergi.

Aku menangis menatap langit, "Kau lihat kan Donghae, betapa mereka tak mengerti perasaanku" gumamku.

Aku mulai menarik tatapanku dari cakrawala, ke dua manik mataku menatap makanan yang ada di piring, di dekatnya ada apel, juga pisau. Aku mulai tersenyum kecut. "Apa aku harus melakukannya lagi? Agar aku bisa secepatnya bertemu denganmu?" batinku.

Aku mulai mengambil pisau itu, mencoba bermain dengan nya tanpa rasa takut. Ku goreskan benda tajam itu ke telapak tanganku, membuat darah segar mengalir, sedangkan aku hanya tersenyum getir. Pisau itu mulai kualihkan ke lenganku, hampir aku menggoresnya, hingga..

"Mau kau apa kan lengan mu itu Min Rin?" tanya Hyuk Jae mengagetkan ku.
"Aku hanya ingin sedikit bermain" jawab ku, ya hanya dia yang bisa membuatku berbicara.
"Kau ini, kenapa suka sekali bermain dengan benda ini? Memangnya tak sakit apa?" namja itu mulai duduk disampingku.
"Setidaknya, luka ini  bisa membuatku melupakan rasa sakit di hatiku" lirihku.

Namja itu mulai meraih telapakku, membalutnya dengan perban.
"Jangan terus bermain dengan pisau. Lihat, lukanya gak bisa hilang, emang kau mau gak cantik lagi?" candanya dan hanya kujawab dengan senyum tipis.
"Kau sudah makan?" kali ini nada suaranya sedikit serius, aku hanya menggeleng.
"Makan lah, apa perlu aku suapi?" tawarnya.
"Tak usah, aku bisa sendiri." tolakku lembut.

***

Pukul 7 pagi, aku baru bangun dan langsung disambut dengan sinar mentari. Ceklek. Seseorang membuka gagang pintu dan langsung masuk kekamarku
"Sarapan mu chagi" sapa wanita yang kupanggil umma itu lembut. Aku hanya terdiam seperti biasanya.
"Dia sudah pergi, kau harus mencoba merelakannya " jelasnya yang lagi-lagi membuatku terluka.
"Kau harus melupakannya demi kesembuhan mu, kau juga harus melakukan cemoterapi chagi" lanjut Umma yang berhasil membuatku menangis. Setelah itu, dia pergi meninggalkanku. "Tak pernakah mereka sadar jika hatiku terasa sakit, tiap mereka menyuruhku melupakan Donghae?" batinku.

Kuambil pisau kemarin yang kusimpan dalam laci, lagi-lagi aku melukai diriku sendiri, salah, bukan melukai, tapi kali ini aku ingin bunuh diri. Ku goreskan pisau itu di lengan ku, dan tiba-tiba Hyuk Jae  datang, dia selalu melindungiku dari perbuatan bodoh, dia seperti malaikat penjagaku.

"Kau melakukan ini lagi. Aish aku sampai bosan melihatnya" ungkapnya lalu merebut pisau itu dari tanganku.
"Kenapa kau selalu mencoba untuk bunuh diri Min Rin?" namja itu mulai memasang wajah serius.
"Aku ingin segera menyusulnya. Aku ingin cepat-cepat bersama dengannya dikehidupan selanjutnya. Aku ingin cepat mati." jelasku.
"Tapi kenapa harus bunuh diri? Suatu saat kan ada waktunya" katanya sambil mengobati luka ku.
"Kapan Hyuk Jae? Aku harus menunggu sampai kapan? Kukira kanker darah akan cepat membunuhku. Tapi aku salah" kini aku mulai menangis.
"Jangan lakukan ini lagi. Aku tak bisa terus menjagamu. Aku akan pergi  Min Rin"
"Kau mau pergi kemana?"
"Aku harus ke rumah orangtuaku di paris."
"Aku mohon jangan tinggal kan aku sendiri" rajukku
"Kau tak sendiri. Masih ada keluargamu, hanya saja kau harus berubah. Kau harus peduli pada mereka" ucapnya meyakinkanku.
"Mereka jahat. Mereka menyuruhku melupakan Donghae. Padahal aku sangat mencintainya" ungkapku.
"Kalau kau masih mencintainya, jangan sakiti dirimu. Aku harus pergi. Aku kesini hanya ingin pamit" katanya yang terakhir sebelum pergi meninggalkan ku.

***

Seminggu setelah kepergian Eunhyuk, aku semakin merasa kesepian. Tak banyak yang bisa kulakulan, hanya terdiam memandang langit, tanpa ada yang bisa kuajak bicara. Terkadang jika rindu pada Donghae, aku akan membaca semua suratnya sambil berderai air mata. Ya, aku merasa kesepian, dan begitu merindukannya, Lee Donghae.
"Kau sedang melihat apa Saeng?" suara seorang namja yang seperti kukenal mengejutkanku, membuatku menoleh kearahnya.
"Hangeng oppa, kau pulang?"kataku berbinar.

Ya, dia oppaku yang sudah 2 tahun ini kuliah di paris.
"Ne, Oppa begitu merindukan mu. Tangan mu?" tanyanya setelah melihat bekas luka di tanganku.
"Aku hanya iseng oppa." dalihku.
"Kau masih pintar berbohong. Oppa sudah tau semuanya, lupakan dia Saeng." ujar Hangeng oppa membuatku terdiam.
"Kupikir Oppa berbeda, kupikir Oppa mengerti perasaanku, tapi ternyata Oppa sama saja seperti mereka." lirihku.
"Bisakah oppa pergi? Aku sedang tak ingin melihat oppa" ucapku selanjutnya.

*Cho Kyuhyun Pov*

Aku baru saja bangun dari tidurku, kulihat disampingku, sudah tak ada siapa-siapa lagi, rupanya namja itu sudah bangun. Aku berjalan meraih gagang pintu yang tak terlalu jauh dari ranjang, aku mulai menyusuri koridor rumah klasik ini. Ya, aku baru sampai dirumah ini kemarin. Aku kesini untuk bekerja di salah satu perusahaan ternama di Seoul, karna aku tak memiliki kerabat disini, jadi kuputuskan untuk menumpang sementara waktu dirumah sahabatku. Aku terus berjalan hingga aku berhenti di depan sebuah pintu putih, sebuah ruangan yang dari kemarin belum kulihat. PYAAR. Terdengar bunyi barang pecah dari dalam. Aku semakin penasaran, aku mulai mendekati pintu itu, tapi tak berani membukanya.

"Ayolah Cho Kyuhyun, kau tak berhak tau apa yang terjadi di dalam. Memangnya kau ini siapa hah" batinku. Aku mulai berjalan menjauhi ruangan itu, berusaha mencari-cari orang dirumah ini, karena jujur, pagi ini rumah terasa begitu sepi. Tapi langkahku terhenti, ketika aku mulai mencium bau amis, ini bau darah, dan itu dari ruangan tadi. Aku memutar langkahku, berjalan kembali ke tempat tadi, ada perasaan tak tenang di hatiku. Lagi-lagi aku terhenti ketika sampai di pintu, nyaliku mengerdil mengingat aku disini hanya menumpang dan tak sopan jika main masuk, tapi bau itu adalah bau darah.

"Ah sial. Aku tak peduli. Aku tak ingin terus menerus penasaran, juga cemas" gumamku.

Aku langsung memutar gagang pintu, dan disambut dengan pecahan gelas. Kedua mataku dibuat terkejut oleh hal lain, seorang yeoja tengah pingsan dengan banyak sayatan di tubuhnya, tangan kanannya sibuk menggenggam pecahan gelas, sedangkan tubuhnya sudah berlumur darah.

"Astaga, apa yang dia lakukan" kataku setengah teriak.

*Han Min Rin Pov*

Aku membuka mataku, sungguh ini bau yang benar-benar ku kenal, bau Rumah Sakit. Kulihat tubuhku penuh dengan perban, aku menyeringai menahan perih,
"Siapa yang menyelematkan ku? Bukankah Hyuk Jae sudah pergi?" gumamku pelan.
"Kau sudah sadar Saeng?" tanya Hangeng Oppa, tapi aku tak berniat menjawabnya, ya aku masih marah dengan perkataannya kemarin. "Terlambat sedikit nyawamu bisa melayang" ucap namja berprawakan tinggi putih, yang tiba-tiba muncul di samping Oppa.
"Kau siapa?" tanyaku pelan.
"Dia Cho Kyuhyun, teman Oppa. Dia yang tadi menyelematkan mu" jelas Oppa.
"Dasar babo. Kenapa kau tadi menyelamatkanku! Padahal aku hampir saja berhasil mati" sentakku pada namja itu.
"Kau ini gila ya? Orang mati aja pengen hidup, kau malah pengen mati" sentaknya balas.
"Terserahku, kau jangan ikut campur hidupku." kata ku yang terakhir, sebelum akhirnya aku membuang muka.

*Cho Kyuhyun Pov*

Aku dan Hangeng masih menatap yeoja itu dari sofa, dia tengah terlelap.

"Dia itu siapa mu?" tanyaku pada Hangeng.
"Dia Saengku, Saeng yang paling aku sayang. Han Min Rin" jelasnya,

"Dia itu gila?" tanyaku blak-blakan. Ya, aku lah Cho Kyuhyun, kalian tau kan bagaimana ke-evil-an ku.
"Sembarangan kau ini. Saengku manis seperti itu kau bilang gila" bantah Hangeng.
"Manis apanya, sakit saja dia masih sanggup membentakku"
"Itu karna kau bertemu dengannya sekarang, coba kalau 2 tahun lalu, mungkin sekarang kau sudah memohon padaku untuk menikahinya"
"Memangnya dia dulu seperti apa?" tanyaku yang mulai penasaran.
"Dulu dia seperti malaikat, begitu cantik, ceria, juga bersinar.."
"Trus apa yang terjadi? Mana mungkin seorang malaikat berubah jadi setan hanya dalam sekejap." potongku.
"Mangkannya dengarkan dulu ceritaku Cho Kyuhyun" kata Hangeng, kali ini dia begitu emosi sampai-sampai menjitak kepalaku.
"Yang aku dengar dari Hae Rin, 2 bulan lalu pacarnya meninggal karna AIDS. Di masa-masa terakhir pacarnya, dia tak bisa berada disampingnya. Bahkan ketika namja itu meninggal, Min Rin tak melihat pemakamannya, karna dia sendiri sedang berjuang melawan kanker darahnya. Kami semua tak ada yang tau penyebab sebenarnya dia ingin mati, tapi sekedar kami tau bahwa dia mencintai Donghae" Hangeng mengakhiri ceritanya, terlihat jelas garis kesedihan di wajahnya.
"Kalau kau ingin tau penyebabnya tinggal tanyakan saja" kataku asal.
"Tapi masalahnya dia tak mau bicara dengan keluargaku, termasuk aku. Satu-satunya orang yang tau penyebabnya adalah Lee Hyuk Jae, adik Donghae. Tapi dia sendiri sudah pergi dari Seoul".

Mataku terus menatap yeoja itu, mungkin aku sedikit tertarik dengan kisah hidupnya.

***

"Jangan memasang wajah seperti itu, apa yang kau ingin dariku?"
"Kenapa kau bisa tau?"
"Setiap kau memasang wajah melas di depanku, pasti kau ada butuhnya." gerutuku, dan namja itu hanya nyengir.
"Kau tau kan Min Rin punya penyakit kanker darah?"
"Ya, kau sudah cerita padaku waktu dirumah sakit"
"Sudah 2 hari ini dia tak meminum obatnya" papar Hangeng memelas.
"Lalu.." aku mulai bingung dengan ucapannya.
"Antarkan obat dan sarapan untuknya. Ku mohon Kyuhyun"
"Ah, kau gila ya! Kemarin saja dia sudah membentakku. Aku tak mau!"
"Setidaknya kan dia masih mau bicara padamu, ayolah Kyu kau kan sahabatku" lagi-lagi Hangeng memelas.

***

Aku memasuki kamar bercat ungu ini seperti apa yang Hangeng inginkan. Sial memang, pagi-pagi begini aku sudah masuk kandang singa hanya karna tak tega melihat wajah memelas Hangeng. Aku meletakkan nampan berisi sarapan dan obat untuk Min Rin di meja kayu seberang ranjang. Ternyata yeoja ini masih tertidur. Kulangkahkan kakiku mendekatinya, kedua mataku mengabsen tiap lekuk wajahnya, 'Sempurna' itu satu kata yang berputar-putar di otakku saat ini. Bagaimana tidak, wajah putih, kulit yang terlihat begitu halus, hidung mancung, bibir mungil yang seksi, dan mata itu.. bulu mata itu.. Itu seperti..

"Hei, apa yang kau lakukan disini?" yeoja itu sudah bangun, matanya sudah membuka, bahkan tengah menatap lekat ke arah ku, membuatku membisu, terdiam. Aku masih terpesona dengan tatapannya. Tatapan itu begitu tajam, namun masih terasa lembut dan hangat, membuatku teringat dengannya, cinta pertamaku.

Waktu itu, 5 tahun lalu. Aku berlari membelah keramaian Seoul, menabrak satu kepala dan kepala lainnya, aku tak peduli jika mereka memaki ku, yang jelas saat ini tujuanku adalah taman dekat perpustakaan itu. Kulihat seorang yeoja memakai drees hijau selutut tengah duduk memandang pohon tinggi di sampingnya, aku melirik jam ku sebentar. Sial, aku telat setengah jam. Aku berjalan mendekatinya dengan ragu.

"Hei, Kyuhyun-ah! Aku disini" sapanya.
"Jeongmal mianhae Mi Ran, aku membuatmu menunggu lama"
"Gwenchana, aku tau kau pasti sibuk" ucapnya lembut, diikuti senyum yang membuatku meleleh.
"Oh ya, tadi kau bilang ada yang mau disampaikan. Apa?" gadis itu diam sejenak. Wajahnya berubah menjadi muram.
"Kyuhyun-ah, aku tak bisa meneruskan hubungan kita lagi"
"Waeyo? Kita kan baru kemarin menjadi pasangan kekasih" tanyaku heran
"Aku tak bisa Kyu, Appa..." ucapannya tertahan.
"Ada apa dengan Appa mu?"
"Appa memintaku untuk bertunangan dengan anak rekan bisnisnya"
"Jadi maksudmu kita.."
"Kita putus." lirih Mi Ran
"Jangan, jangan pergi Mi Ran, aku mohon Mi Ran."
"Aku tak bisa Cho Kyuhyun. Mianhae" ucapnya yang terakhir sebelum menghilang. Aku masih terpaku, tak percaya dengan apa yang ku dengar. Putus dengan Mi Ran? Ini gila. Aku telah menunggunya untuk waktu yang lama, 4 tahun.

"Hei, kau! Apa yang kau lakukan disini?" teriak Min Rin membuyarkan semua lamunanku.
"Aku kesini hanya ingin mengantar obat dan sarapan untukmu" hanya itu yang ku katakan lalu pergi tanpa permisi.

*Han Min Rin Pov*

Hari ini, tanggal ini, aku masih mengingat semuanya. Memory indahku bersama Lee Donghae. Aku membuka pintu kamarku, berjalan menuju balkon untuk pertama kalinya setelah 2 bulan ini. Gerimis, rasa sesak, sakit, hanya itu yang menemani malamku, dan aku bosan dengan semua itu. Aku mulai mengukir beberapa kalimat pada selembar kertas.

-----------------------------
Kau, apa kabar sekarang? Apa AIDS masih menyiksamu? Ya, kurasa tidak.

Apa kau ingat tanggal ini? 11 januari, kau ingat? Itu tanggal dimana kau memintaku menjadi kekasihmu, saat dimana aku langsung menyetujuinya. Kau ingat?
Bodohnya aku, kau pasti mengingatnya, karna kau mencintaiku, sangat mencintaiku. Seperti yang kau katakan pada semua suratmu. Donghae, andai saja saat itu Tuhan tak memanggilmu, pasti sekarang tengah mengadakan pesta 1 tahun kita. Ya, Donghae aku harap seperti itu.

Saat ini langit sedang gerimis, dan aku harap tak berubah menjadi hujan. Kau tau kan, aku benci dingin, dan tak ada lagi yang bisa menghangatkanku, apalagi semenjak kau pergi jauh dari dunia. Aku begitu merindukan mu Lee Donghae, aku rindu dengan perasaan berdebar saat aku membuka suratmu, atau perasaan bahagia ketika aku menulis balasan untukmu, juga aku rindu memanggilmu Mr. Nemo. Yang jelas aku merindukan mu, tapi kenapa kau tak menjemputku Donghae? Aku sudah lama menunggumu, aku sudah berusaha untuk segera menyusulmu agar kita bisa cepat bersama dalam kehidupan selanjutnya, tapi kenapa kau tak menjemputku? Apa kau lupa padaku?
-----------------------------

Aku mengakhiri tulisanku, kulipat kertas itu menjadi pesawat, kuterbangkan kelangit membelah rerintik hujan, berharap sampai ke tangan Donghae, meskipun aku tau itu tak mungkin.

*Cho Kyuhyun*

Aku duduk di ayunan depan rumah, entah kenapa hari ini aku begitu ingin menikmati gerimis. Ada yang tak tenang di hatiku sejak aku masuk kamar Min Rin tadi pagi, otakku terus berputar mengenang memory ku dengannya, Kim Mi Ran.

PLUK. Sebuah pesawat kertas jatuh tepat di depan ku, ke dua tanganku tertarik meraihnya. Kubuka perlahan kertas itu, mataku menyapu tiap kata yang tertera disana. Ya, aku tau sekarang, apa alasannya ingin mati, dia ingin segera hidup bersama kekasihnya, dalam kehidupan selanjutnya.

Aku mengalihkan tatapanku pada sosok yang tengah duduk lemas diatas sana, dia menangis di atas sana, punggungnya bergetar, ke dua tangannya memeluk lututnya, yeoja itu, mengingatkanku lagi pada Kim Mi Ran.

Waktu itu, 3 bulan setelah dia pergi meninggalkan ku, tiba-tiba saja aku melihat sosoknya lagi di depan rumahku. Dia duduk sendirian di depan pintu, penampilannya berubah, begitu acak-acak an, rambutnya yang biasa rapi kini terlihat kusut, kantong matanya membengkak, bibirnya juga pucat. Punggungnya bergetar hebat membuatku tersadar jika dia tengah menangis. Kedua tangannya dilingkarkan di ke dua lututnya.
"Jika kau mau, kau boleh memeluk ku" kataku singkat.
Mi Ran melepas tangannya dari lutut putihnya, beralih melingkarkannya padaku, dia menangis dalam dekapanku untuk waktu yang lama, aku melirik tangannya, cincin itu masih melingkar di jari manisnya, membuat dadaku terasa sesak, hati ini terasa begitu sakit.
"Laki-laki itu, mengkhianati ku Kyu, dia jahat" lirihnya, aku tau dia begitu terluka, tapi aku yakin rasa terlukanya tak lebih dari ku. Aku membuyarkan semua lamunanku, tatapan ku kini tertuju pada yeoja itu lagi. Apa kau juga sama kesepiannya seperti Mi Ran saat itu? Entah kenapa pertanyaan itu terus tertanam di hatiku, melihatnya seperti itu, duduk menangis, memeluk lututnya sendiri, membuatku begitu ingin mengahampirinya, menawarinya menangis di pelukanku, dan ikut merasakan kepedihan yang kau pendam selama ini, tapi tak bisa, karna kau bukan Kim Mi Ran, kau Han Min Rin.

***

Pagi ini, aku mengantarkan sarapan untuk yeoja itu lagi. Seperti kemarin, yeoja itu masih terbuai dengan mimpinya, dia masih tidur. Aku meletakkan nampan itu diatas meja kayu seperti kemarin, kali ini aku tak berniat untuk langsung pergi, aku ingin sedikit melihat-lihat disini. Sebuah foto berbingkai kerang terpampang rapi diatas meja kecil samping tempat tidur. Itu fotonya dan.. mungkin namja itu adalah Lee Donghae. Aku menatapnya begitu seksama, DEG. senyum ini aku mengenalnya, lagi-lagi ini senyum khas milik dia, Mi Ran.

Semenjak Mi Ran datang ke rumahku seminggu yang lalu, kami jadi tinggal serumah. Aku begitu bahagia saat itu, banyak waktu yang kulalui bersamanya. Kami mencuci, memasak, bahkan sampai belanjapun bersama, kami seperti suami-istri. Hari itu, aku mengajaknya pergi ke taman hiburan, kami bermain banyak wahana, dan dia banyak tersenyum, senyum khas yang begitu melelehkan. Bibirnya sedikit di tarik, 2 lesung pipinya membuatya terlihat makin manis. Oh Tuhan, dia begitu indah.

"Hei, Cho Kyuhyun kenapa kau selalu ada di kamarku hah?" tanya yeoja itu lagi-lagi membuatku terkejut.

*Han Min Rin Pov*

Aku baru membuka mataku, dan lagi-lagi aku melihat namja itu di kamarku.

"Hei, Cho Kyuhyun kenapa kau selalu ada di kamarku hah?" tanyaku.
"Hanya mengantar obat dan sarapan mu" jawabnya singkat lalu pergi meninggalkanku.

Aku menghela nafasku panjang, kedua mataku terasa memanas, ya aku merasakan kesepian yang teramat sangat. Tak terasa sudah 2 bulan aku hidup seperti ini, pendiam, emosian, juga sendiri. Apalagi semenjak Eunhyuk pergi, tak ada lagi yang bisa kujadikan tempatku bertumpu, tak ada lagi yang bisa kujadikan luapan rasa rinduku, tak ada. Lalu keluargaku? Mereka juga tak bisa. Mereka tak memahamiku, cintaku, dan rasa rinduku yang begitu besar padanya. Mereka, jahat.

***

Aku mulai membuka pintu itu lagi, berjalan ke balkon untuk yang ke dua kalinya setelah 2 bulan ini. Bintang. Itu yang ingin ku lihat sekarang. Aku ingin tau, apa aku masih lebih indah dari bintang-bintang seperti yang dia katakan. Aku terdiam mematung, rasanya hatiku sesak lagi. Tangis yang kemarin coba kupendam, kini mengalir dengan mudah. Ya, lagi-lagi aku begitu merindunya, bayangan namja itu selalu hadir dalam tatapanku. Membuat dada ini semakin sesak, seperti ada yang mengoyak hatiku. Aku berjalan mendekat tepi balkon, pikiran ku kacau. Aku terus berjalan, tak peduli meskipun ada pagar pendek yang menghalangi, aku tetap ingin menembusnya. Aku ingin segera terjun bebas ketanah, berharap malaikat pencabut nyawa segera membawaku.

*Cho Kyuhyun Pov*

"Kau gila?" kutarik tubuh yeoja itu cepat, sebelum jatuh ke tanah.
"Ya, aku memang gila. Aku gila jika aku tak segera mati" teriaknya padaku.

Yeoja itu menangis, menangis seperti hari itu, dimana dia memeluk ke dua lututnya. Aku terdiam, perasaan itu datang lagi, perasaan ingin menawarinya menangis dipelukanku, aku tau dia sangat ingin memeluk seseorang, tapi kurasa bukan aku. Aneh, ada perasaan sakit ketika melihatnya seperti ini, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa untuknya. Seperti perasaan yang dulu kurasakan pada Mi Ran, tapi jauh lebih berarti.

Aku terus duduk disampingnya, memandangnya menangis dalam waktu yang lama. Membuatku ikut merasakan  rasa sakitnya, dia terus menangis seolah tak peduli jika ada aku disampingnya. Yeoja itu makin mengeratkan pelukan di lututnya, tangisnya juga semakin menjadi, aku tau saat ini lukanya semakin perih. Tak ada yang bisa kulakukan, aku hanya terdiam di sampingnya, menunggunya merasa membaik. Meskipun aku tau, ini akan memakan waktu lama.

Tengah malam, kami masih berada di balkon. Yeoja itu masih duduk disana, sedangkan aku bertahan dengan kebisuanku. Angin mulai berhembus, dingin menggeluti tubuh kami, tapi sepertinya Min Rin masih belum puas memuntahkan kepedihannya.

Jam 1 malam, yeoja itu hanya terdiam di tempatnya tadi, wajahnya yang putih masih di sembunyikannya di balik lutut, tapi punggungnya sudah tak bergetar lagi. Berulang kali aku mencoba memanggilnya, tapi dia tak menjawab, hanya terdengar helaan nafasnya. Aku yakin dia tidur. Aku mengangkat tubuhnya masuk ke dalam, ku baringkan dirinya diatas tempat tidur, kubenarkan selimutnya hingga menutup sempurna tubuh kurusnya. Aku tak langsung beranjak, entah kenapa aku begitu ingin menatapnya. Kenapa yeoja ini begitu mirip Mi Ran? Entahlah. Aku meraih tangan mungilnya yang sudah membeku, menggenggam nya sebentar, berharap ada sedikit kehangatan yang bisa kualirkan padanya. Kulirik jam disamping tempat tidur. Ini sudah dini hari, aku tak boleh terlalu lama disini. Aku mulai beranjak dari tempatku duduk, tatapan ku masih tertuju padanya.

***

Ini 2 minggu sejak kejadian malam itu. Entah kenapa aku jadi sering mengunjunginya, aku jadi selalu ingin melihat wajahnya, setidaknya minimal sehari aku melihatnya sekali meskipun hanya dalam beberapa detik. Tak jarang juga sekelebat wajahnya hadir dalam pikiranku, membuyarkan konsentrasiku, bahkan sering kali aku tak bisa menyelesaikan pekerjaanku hanya karnanya. Aku tak tau kenapa, apa mungkin karna dia begitu mirip dengan Mi Ran? Ya, kurasa begitu. Aku menapaki jalanan setapak menuju rumah Hangeng. Hatiku begitu tak tenang, jangan tanya kenapa, karna aku sendiri tak tau. Yang jelas dari tadi aku terus memikirkan yeoja itu, bayangannya seolah terus berada disampingku, mengikuti semua yang kulakukan, dan tersenyum padaku, senyum yang sama seperti di foto itu. Aku tau ini hanya bayangan, yeoja itu tak akan mungkin membuat dadaku sesak lagi, membuat tangis itu pecah lagi. TES. TES. Aku mimisan, kucoba untuk menghapusnya dengan beberapa tisu, tapi.. TES. TES. TES. TES. Darah itu semakin deras keluar, aku pergi ke kamar mandi berniat membasuhnya dengan air, tapi kepalaku pusing, tiba-tiba semua gelap, dan aku tak tau apa-apa.

*Cho Kyuhyun Pov*

Aku baru saja keluar dari kamar mandi setelah pulang dari kerja. Entah kenapa sekarang aku begitu ingin melihat wajah Min Rin, padahal tadi pagi aku sudah melihatnya ketika aku mengantarkan sarapan dan obat di kamarnya. Aku terus berjalan dengan pasti, seperti ada sesuatu yang menarik ku untuk menemuinya. Tunggu, aku berhenti sebentar. Apa alasan ku jika aku nanti masuk ke kamarnya? Dia pasti akan memburu ku dengan ribuan pertanyaan yang menyebal kan. Aku memutar tubuhku, berniat untuk pergi, tapi kaki ku serasa berat untuk ku gerakkan. Hei, ada apa dengan ku? Perasaanku mulai tak tenang, serasa ada yang mengganjal di relung hatiku. Nekat, ku raih kenop pintu dan kuputar perlahan, seberti biasa pintunya tak dia kunci. Aku masuk dengan was-was, mataku terus mencari sosok yeoja itu, tapi tak menemukannya diatas ranjang. Aku memutar bola mataku lebih keras, mencoba menemukannya. Dan yak, dia pingsan di dekat pintu kamar mandi. Aku mendekati tubuhnya yang tak sadar, dia terlihat begitu lemas dan pucat, hidungnya mengeluarkan darah cukup banyak. Tak membuang waktu aku langsung menggendongnya dan membawanya ke Rumah Sakit.

***

Aku menatap yeoja itu terbaring lemas diatas ranjang rumah sakit. Dia masih belum sadarkan diri, tubuhnya masih begitu lemas dan pucat. Meskipun Dokter bilang bahwa dia tak apa-apa, tapi aku tetap mencemaskannya. Ku genggam tangan mungilnya dengan lembut, mata ku terus menatapnya, berharap dia cepat siuman.

Tak lama, Hangeng masuk dan duduk di sofa yang sedikit jauh dari ranjang, dia terlihat tak seperti biasanya, wajahnya begitu muram. Aku mendekatinya dan duduk disampingnya.

"Apa yang dokter katakan lagi padamu?" tanyaku membuka pembicaraan.
"Tak ada" jawabnya singkat.
"Ayolah kau tak bisa bohongi aku Hangeng, Saengmu baik-baik saja kan?"
"Untuk saat ini dia baik-baik saja, tapi dokter tak bisa menjaminnya nanti" dia berhenti, menghela nafasnya sebentar.
"Dia bisa hidup sampai sekarangpun itu merupakan suatu keajaiban. Mereka bilang keajaiban tak mungkin bertahan lama, tapi..." ucapannya tertahan
"Tapi apa?"
"Tapi masih ada kemungkinan dia bisa bertahan, jika dia mau cemoterapi " katanya yang terakhir.
"Suruh saja dia melakukannya"
"Itu yang selalu kami coba tiap hari, tapi dia menolaknya" kini terlihat, nadanya berubah menjadi keputusasaan.

Namja itu pergi meninggalkan ku lagi, hanya tinggal aku dan Min Rin di ruangan itu, berdua saja. Aku menghampirinya, dia masih belum siuman. Benarkah dia hidup hanya karna keajaiban? Tak mungkin, dia pasti bisa bertahan tanpa keajaiban itu. Aku meraih telapaknya, menggenggam erat jari jemarinya, aku mencoba meraih puncak keningnya, dan memberi sebuah kecupan di tempat itu.

"Donghae jangan pergi, bawa aku, bawa.." yeoja itu merintih. Ya, dia sudah sadar, tapi aku tak bahagia. Rasanya hatiku begitu panas, kecewa, dan sedih. Aku yang ada disini, disampinya, aku yang menggenggam tangannya, aku yang menggendongnya, tapi kenapa nama Donghae yang dia panggil duluan? Bukan aku, Cho Kyuhyun.

*Han Min Rin Pov*

Aku dimana ini? Tempat ini sepi, tak ada apa-apa, hanya hampa dan gelap. Aku berjalan kesana kemari, mencoba mencari jalan keluar, tapi tak kutemukan. Aku hanya berputar-putar di tempat itu selama berkali-kali. Aku terdiam, mataku mencoba mencari nyawa lain dalam kegelapan tapi aku tak menemukan apa pun. Terdiam, itu yang aku lakukan, karna kupikir begini jauh lebih baik. Seseorang memakai baju putih berdiri di depanku, dia bersinar. Aku sedikit mendongakkan kepalaku untuk melihat wajahnya, dan... Donghae? Namja itu sudah ada di depan ku.

"Kau kesini Donghae? Kau ingin menjemputku kan?" aku menjingkrak kesenangan. Karna inilah penantianku. Tapi namja itu tak menjawabku, dia melangkah mundur sambil tersenyum padaku.
"Kau mau kemana?"
"...." mulutnya tak bicara apa pun, tapi matanya seolah mengatakan jika dia akan pulang kerumahnya.
"Donghae, jangan pergi, bawa aku, bawa." rintihku, tapi dia tak peduli, dia tetap pergi meninggalkan aku, dengan tetap memberiku senyum manis.

"Han Min Rin?" aku mendengar seseorang memanggil ku. Aku terbangun dari mimpi burukku. Aku duduk meringkuk memeluk lutut ku sendiri, menangis ketakutan. Kenapa? Kenapa dia pergi meninggalkanku? Kenapa dia tak membawaku? Apa itu artinya dia sudah tak menginginkanku? Dia sudah tak ingin bersama denganku di kehidupan selanjutnya? Aku terus menangis sesenggukan, makin lama makin deras. Tidak Han Min Rin! Buang semua pikiran bodohmu itu, yakinlah dia akan selalu menunggumu, dan pasti aku dan dia bisa bersama di kehidupan selanjutnya, seperti rencana awal kami.

"Kau tak apa Min Rin?" suara Kyuhyun membuyarkan semua pemikiran gilaku, ke dua tangannya diletakkan di pundak ku, tatapannya tertuju pada mata sembabku. Aku tau, dia ingin menenangkanku, tapi ini justru membuatku risih.
"Aku tak apa, jangan pedulikan aku!"

*Cho Kyuhyun Pov*

Melihatnya terbangun tak membuatku bahagia, padahal itu yang ku tunggu-tunggu sejak tadi. Semua itu karna dia menyebut nama Donghae, dia merintih karna Donghae, dan aku yakin dia menangis juga karna Donghae. Saat ini dia menangis seperti malam itu, malam dimana dia menerbangkan pesawat itu, malam dimana dia ingin bunuh diri. Semua air mata itu karna Donghae, sial! Kenapa harus Donghae, kenapa bukan aku? Pertanyaan itu selalu berada dalam benak ku, membuat amarah ku membuncah. Hei, apa aku jatuh cinta padanya?

Yeoja itu semakin menangis tak terkendali, kedua lengannya memeluk lututnya sendiri, membuatku tersadar bahwa dia merasa kesepian, bahwa dia butuh orang untuk di peluk. Miris, itu yang kurasakan sekarang, ketika aku harus menatapnya seperti ini untuk yang ke tiga kali, tapi aku hanya mematung tak bisa berbuat apa-apa. Kuberanikan diriku, kuletakkan lenganku di pundaknya, tatapanku kutujukan untuknya. Bodohnya, aku berusaha untuk menenangkannya, tapi aku begitu tak tenang ketika aku menatap matanya.
"Kau tak apa Min Rin?" aku mulai khawatir padanya.
"Aku tak apa, jangan pedulikan aku!" sentaknya, dia membuang lenganku menjauhi pundaknya, membuat hatiku begitu sakit seperti ada yang menusuk-nusuk.

***

Sudah 3 hari aku tak bekerja. Lebih memilih tinggal di rumah sakit, aku terlalu mengkhawatirkan yeoja itu, hingga tak berani meninggalkannya. Meskipun aku tau dia masih punya keluarga yang akan menjaganya.

Sekarang, detik ini, yeoja itu masih terlelap dengan mimpinya. Dia masih terlihat begitu polos, tanpa ada wajah setan yang tiap hari membentakku. Aku membuka tirai perlahan, secepat kilat sinar mentari masuk dan menyilaukannya, membuatnya sedikit menggeliat. Aku hanya tersenyum, itu sudah pasti. Setiap melihatnya aku akan tersenyum, senyum alami yang tiba-tiba saja muncul. Kulihat lagi wajahnya, 'sempurna' masih kata itu yang ku ucap tiap aku melihat wajahnya yang manis. Dan kali ini, ada perasaan lain, rasa berdebar di jantung yang luar biasa. Aku sudah berumur 24 tahun, aku sudah cukup dewasa untuk mengatakan jika perasaanku adalah cinta. Ya, aku jatuh cinta padanya, Han Min Rin.

***

Dia sudah pulang, dan aku begitu bahagia. Aku tak perlu terlalu mencemaskannya lagi karna ku pikir dia sudah membaik, justru aku lah yang kurang baik, aku seperti orang gila. Tiap hari aku terus memikirkannya, melihatnya berjalan di dekatku, mengikuti semua yang kulakukan, dan dia seperti menjawab semua yang kubicarakan. Ah, itu membuatku kacau. Aku tak bisa tidur hanya untuk memikirkannya. Mau sampai kapan aku seperti ini? Mau sampai kapan aku memendam perasaan ini? Tidak. Aku harus menghentikannya.

Aku melangkah dengan pasti menuju kamar yeoja itu. Kulihat dia duduk di tepi tempat tidur menatap lurus luar jendela.
"Ada yang ingin kukatakan padamu" aku mengawali pembicaran.
"Pergilah, aku tak ingin menanggapi perkataan siapapun" sentaknya tanpa melihat ke arah ku.
"Aku mencintaimu"
".." dia hanya terdiam, tapi aku tau dia mendengar kata-kataku dengan jelas.
"Jadi apa jawaban mu?"
yeoja itu melirik ku tajam, begitu tajam, hingga aku menyesal karna mengatakannya.
"Kau minta aku menjawabnya? Aku tau kau sudah paham jawabanku." dia menghela nafas sebentar.
"Tidak. Aku sudah menjawabnya. Pergilah" dia menyentakku. Dia ingin aku pergi.

Aku berjalan lunglai meninggalkannya. Ada perasaan sakit yang teramat sangat di dadaku.

*Han Min Rin Pov*

Aku duduk di tepi ranjang. Tatapan ku melekat pada rumah Donghae yang ada di luar sana. Aku rindu kesana, aku rindu kamar putih yang ada disana, aku rindu merawat seseorang yang tampan disana, aku rindu semuanya. Andaikan sekarang aku bisa melakukannya, andaikan semua itu bukan sekedar memory, andaikan dia masih ada. Pikiran itu memenuhi otak ku sekarang, disusul dengan mimpi buruk ku ketika di rumah sakit yang mulai terngiang jelas dalam benak ku. Aku menghembus nafasku panjang, kurasakan ada seseorang yang berjalan di belakangku, dan aku tak peduli itu, aku masih bertahan menatap rumah Donghae. Namja itu mulai bicara padaku, tapi aku mengusirnya. Aku sedang tak ingin meladeni siapapun.

"Aku mencintaimu" katanya membuatku tercengang, tapi ku coba bersikap wajar. Aku terus diam, karna memang tak ada yang harus aku jawab. Dia hanya menyatakan perasaannya, dan dia tak memintaku menjawab, begini memang lebih baik.
"Jadi apa jawaban mu?" aku menatapnya tajam, bagaimana mungkin dia menanyakan hal ini, sedangkan dia tau pasti jika aku akan menolaknya. Apa ini hanya leluconnya? Apa dia hanya ingin mempermainkan aku? Sial, memang dia pikir dia siapa? Hanya seorang Cho Kyuhyun.
"Kau minta aku menjawabnya? Aku tau kau sudah paham jawabanku." aku menghela nafas sebentar, mencoba menahan amarahku.
"Tidak. Aku sudah menjawabnya. Pergilah" aku mengatakannya cukup keras dan dia langsung pergi.

*Cho Kyuhyun Pov*

Sudah 2 hari aku hidup seperti ini, semakin gila. Aku tak pernah bisa tidur, kejadian hari itu terus terngiang di kepalaku, lingkar mataku semakin menghitam, membuatku semakin terlihat memalukan. Aku tak pernah menyesal karna sudah mengatakannya, aku juga tak pernah menyesal karna aku menanyakan jawabannya. Hari itu, aku sudah tau jika dia akan menjawab 'tidak' . Tapi aku tetap menanyakannya, aku hanya ingin mendengar jawaban dari mulutnya langsung, dan sesekali berharap jika dia akan menjawab 'iya'.

Ini pertama kalinya aku mencintai seseorang, setelah aku berpisah dengan Mi Ran beberapa tahun lalu. Awalnya aku beranggapan jika mereka berdua sama, tapi aku salah. Memang ada banyak kemiripan antara mereka, tapi lebih banyak lagi perbedaan mereka. Min Rin memang memiliki senyum, mata, juga kebiasaan yang sama seperti Mi Ran. Tapi semenjak 2 hari lalu aku tau satu hal yang berbeda antara mereka, satu hal yang begitu besar, yang membuat Min Rin jauh lebih spesial. Kesetiaan. Setidaknya Min Rin masih memiliki itu, meskipun itu tak di tujukan untukku, meskipun itu untuk Donghae. Ah, aku harus mengakuinya, meski aku terlalu sakit untuk mengatakan itu benar. Semua kenyataan ini membuat ku teringat hari itu, membuat ku mengingat memory itu, memory terakhirku bersamanya, Kim Mi Ran.

3 bulan, itu waktu yang lama bagiku, waktu yang begitu berharga. Hidup bersama Mi Ran dibawah 1 atap yang sama, benar-benar membahagiakan.
"Chagi, bangunlah. Sudah pagi" dia menarik-narik lenganku, mencoba membangunkanku yang tengah terlelap.
"Ah, ini kan hari libur" aku semakin membenamkan wajahku diantara bantal-bantal.
"Bangunlah, kalau kau menolak, aku tak akan memasak untukmu"
"Ne, ne. Aku bangun" aku beranjak dari tempat ku, pergi ke kamar mandi, sekedar membasuh muka. Setelah keluar aku sudah tak melihatnya, mungkin dia sudah berada di dapur, tengah membuat masakan enak untukku. Aku berjalan keluar hendak  menyusulnya, tiba-tiba ponsel Mi Ran bunyi, suatu nomer dengan nama Choi Siwon menghubunginya, tanganku bergetar hebat. Namja ini untuk apa dia menelfon Mi Ran?

"Yeobseyo, Mi Ran? Choi Mi Ran?"  dia memanggil Mi Ran dengan marga yang berbeda, marganya. Membuatku sangat sakit.
"...."
"Berhentilah bersikap dingin padaku. Temui aku di kafe depan taman kota" namja itu menutup sambungannya.

Aku memakai bajuku, mengambil jaket juga kunci mobil ku.
"Kau mau kemana?" tanya Mi Ran dari dapur.
"Pergi sebentar. Kau jangan kemana-mana" jawabku singkat lalu pergi.

Aku sudah sampai di kafe yang dia maksud. Aku melihat sosok namja tegap duduk di samping jendela.
"Choi Siwon?" aku memastikannya.
"Kau? Mana Mi Ran?" nampaknya laki-laki itu terlihat terkejut.
"Tak ada. Dia di rumahku."
"Dia menyuruhmu datang?"
"Tidak. Dia malah tak tau apa-apa"
"Jadi yang mengangkatnya.."
"Aku.." kami diam untuk beberapa saat.
"Untuk apa kau menemuinya?" aku memulai
"Yang jelas untuk memperbaiki hubunganku dan istriku"
"Istri? Kau masih menganggapnya istri setelah apa yang kau lakukan padanya? Setelah kau mengkhianatinya dan membuatnya datang padaku?" aku tersenyum getir.
"Waktu itu, dia sudah sangat tersiksa karna sudah di jodohkan denganmu. Sekarang kau mau menyiksanya lagi?" lanjutku.
"Justru itu, aku menemuinya untuk meminta maaf padanya. Aku menyesal" nada suaranya memelas.
"Tunggu tadi kau bilang apa? Paksaan? Perjodohan? Apa maksudmu? Kami tak dijodohkan" dia menambahkan
"Apa kau yakin? Jangan berbohong padaku!" aku semakin ragu meneruskan arah pembicaraan ini.
"Aku yakin. Aku sendiri yang melamarnya di kafe ini, tepat di kursi yang kau duduki sekarang." aku tercekat dengan ucapannya barusan. Aku langsung berlari meninggalkannya tanpa permisi, kupacu mobil ku mencari kebenaran. Sial, sebenarnya siapa yang membohongiku? Siapa yang harus kupercaya? Sebagian diriku ingin percaya pada Mi Ran, tapi sebagian lagi pada Siwon. Entah kenapa untuk hal yang satu ini, aku jadi ragu pada Mi Ran.


***


Ban mobil ku terhenti. Aku memasuki sebuah apartemen mewah milik seorang yeoja.
"Ceritakan padaku yang sebenarnya"
"Aku tak bisa Kyu,"
"Aku tau kau sahabatnya, tapi kau juga sahabatku kan?" yeoja itu mengangguk.
"Ceritakan padaku yang sebenarnya. Aku tak ingin terlihat makin menjijikkan, karna di bodohinya" tandasku.
"Jangan bicara seperti itu Kyu"
"Kenapa? Itu memang benar. Aku mohon"
"Aku tak ingin kau semakin terluka Kyu"
"Ceritakanlah, aku tak kan terluka" aku mencoba meyakinkan, dan akhirnya dia menyerah.
"Mi Ran mengenal Siwon di kafe dekat taman kota. Awalnya mereka hanya sms-an biasa, saling telfon, dan akhirnya mereka pacaran diam-diam di belakangmu. 3 februari, Siwon melamar Mi Ran. Dia langsung menerimanya, karna dia pikir..."
"Dia pikir apa?"
"Dia pikir keluarga Choi, lebih kaya dari pada keluarga Cho" dia menahan kata-kata nya.


3 februari, itu tanggal dimana dia memutuskam hubungan kami, jadi hari itu, setelah dia dilamar Siwon, dia memutuskanku. Kenapa dia begitu kejam? Kenapa dia tega membohongiku?
Aku beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.
"Kyu, kau tak apa?" yeoja itu terus menanyakan keadaanku, tapi aku tak mengubrisnya.

Kupacu mobil ku lebih cepat dari yang tadi, pikiranku benar-benar kalut. Aku membuka pintu rumahku kasar, dan menutupnya keras. Kulihat dari sudut mataku, Mi Ran menatapku penuh kejut.


TING TONG. Bel berbunyi, kubiarkan yeoja itu membukanya.
"Siwon? Kau disini?" yeoja itu berkata teramat pelan, seperti ketakutan.
"Aku yang menyuruhnya kesini"
"Maksudmu?"
"Aku ingin dia membawamu pergi."
"Cho Kyuhyun, sebenarnya kau ini kenapa?"
"Kau yang kenapa Choi Mi Ran?" aku membentaknya cukup keras, ku beranikan diriku untuk menyebutnya dengan marga suaminya.
"Kau tau aku mencintaimu, kau tau aku tak pernah bisa melupakanmu, tapi kenapa kau menghianatiku? Tapi kenapa kau malah menikah dengannya karna dia lebih kaya dariku? Kenapa kau bohong jika kau dijodohkan Appamu? Kenapa?" aku menyerangnya dengan ribuan pertanyaan, aku marah padanya.
"..." dia hanya diam, menundukkan kepalanya.
"Jawab aku Choi Mi Ran!" kali ini aku tak bisa menahan amarahku lagi.
"Bawa dia pergi. Dan untukmu Mi Ran, jangan pernah datang ke hidupku lagi"

Aku menghela nafas panjang. Memoriku dengan Mi Ran sudah berakhir.
"Kau kenapa? Apa yang membuatmu terlihat kacau seperti ini?" tiba-tiba saja Hangeng muncul. Aku terdiam, apa aku ceritakan saja pada Hangeng? Aku tak bisa membiarkan diriku terus seperti ini.
"Ah, aku jatuh cinta lagi"
"Ha? Kau jatuh cinta? Akhirnya setelah sekian lama, kau sembuh juga"
"Sialan kau, kau pikir aku sakit apa hah?" protesku
"Tapi Saeng mu menolak ku."
"Jadi, kau menyukai Saengku?" aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.
"Ah, kenapa rasanya sakit sekali?"
"Kau benar-benar mencintai Saengku?"
"Bukan hanya mencintainya, tapi aku juga ingin memilikinya" aku menghela nafas panjang.
"Bersabarlah, kau tau kan dia baru saja melewati masa sulit, dia baru kehilangan pacarnya, jadi tak semudah itu dia move on" Hangeng mulai ceramah, dan aku hanya mendengarnya.

***

Aku berjalan menuju ruang kerja tuan Han. Aku mulai memasuki ruangan bercat putih itu, seorang namja dan yeoja paruh baya tengah duduk disana, sepertinya mereka menungguku.
"Oh, kau sudah datang? Duduklah" sapa Ahjumma lembut. Aku langsung duduk didepan dua orang itu.
"Mianhae Ahjussi, untuk apa memanggil ku kemari?"
"Apa kau punya perasaan pada Min Rin?"
"Ani" jawabku tergagap.
"Tak usah berbohong, kemarin ahjumma sudah mendengar semuanya" aku tercekat.
"Aku mohon jaga dia, emosinya sedang tak terlalu baik. Ahjumma tak tau lagi harus menitipkannya pada siapa. Jadi kau mau kan menikah dengannya?" aku terkejut dengan tawaran mereka. Menikah dengan putrinya? Aku mau, tapi..

"Tapi kan Min Rin sudah menolakku"
"Masalah itu, serahkan saja pada kami" Ahjussi mencoba meyakinkanku, dan aku hanya mengangguk.

*Han Min Rin Pov*

Tap. Tap. Tap. Langkah itu semakin mendekat ke arahku. Tapi aku tak mengubrisnya, aku masih menatap bintang di atas sana.
"kau masih belum tidur?"  tanya namja paruh baya yang berdiri di samping istrinya.
"..." hening, aku tak berniat menjawabnya.
"Kau sudah dewasa, sudah saatnya bagimu menikah" Umma menggenggam tanganku lembut.
"Kyuhyun namja yang tampan bukan? dia juga baik" Tambahnya.
Aku masih terdiam. Aku  tau mereka akan menanyakan hal ini, tapi aku tak menyangka akan secepat ini.
"Menikahlah dengannya Min Rin"  tandas appa.
"bukannya aku sudah menjawab Kyuhyun? kalian pikir jawabanku akan berubah?" aku menghentikan kata-kataku sebentar, mencoba mengatur amarahku.
"Tidak. Jawabanku masih sama seperti itu. Pergilah!" aku membentak mereka untuk yang kesekian kali, tapi baru kali ini aku merasa jika mereka berat meninggalkanku.


***


Muak? Ya, pasti. Itu sata kata yang terus terngiang di kepalaku. Semenjak Umma dan Appa datang ke kamarku hari itu, semakin banyak yang datang kesini. Mulai dari Yesung, Ryeowook, Hae Rin, dan yang terakhir Hangeng oppa. Mereka mengatakan hal yang sama, memintaku menikah dengan Kyuhyun seperti yang orangtua ku lakukan. Dan kuberi jawaban yang sama pula, 'TIDAK'.


*Hangeng Pov*


Ku putar kenop pintu, masuk dalam kamar yang sudah tak asing lagi bagiku. Aku duduk di tepi tempat tidur, mencoba bicara pada yeoja yang bahkan tak melirikku sama sekali. Aku menghela nafas sebentar, sebelum memulai pembicaraan rumit.
"Menikahlah dengan Kyuhyun Saeng" aku menghentikan kata-kataku, mencoba melihat ekspresinya dari sudut mataku, dan ternyata datar.
"Kyu orang yang baik, dia juga tampan. Tak ada alasan bagimu untuk menolaknya" aku menambahkan
"Kau salah oppa, justru banyak alasanku untuk menolaknya, dan jawabanku masih tidak"
"Tapi setidaknya kau pikirkan umma, dia sudah sakit parah karna memikirkanmu" aku kembali meliriknya, mencoba mencari ekspresinya, tapi masih sama. Datar.
"Mungkin dengan kau menikah, kondisi umma akan semakin membaik"
"..." hening, dia tak menjawab apa-apa.
Aku beranjak dari tempatku duduk, mungkin ucapanku akan sia-sia. Aku berjalan gontai meninggalkan kamar itu, kupikir aku bisa mengaturnya karna aku oppanya, tapi aku salah. Aku bahkan tak pantas dipanggil oppa. Sejak kecil aku adalah pembangkang, ada saja yang membuat appa marah padaku. Ketika aku masuk SMP, aku lebih memilih sekolah di luar Seoul, hidup menyendiri tanpa orang tua, seminggu sekali aku pulang kesini untuk melihat saengku, hanya sekali. Ketika SMA, aku memutuskan untuk pergi ke Inggris, tanpa peduli saat itu appa sedang sakit karena kecelakaan, tapi aku tetap pergi, setahun sekali aku pulang ke Seoul, lagi-lagi hanya untuk melihat saengku, aku tak peduli dengan orangtuaku. Masa-masa kuliah, aku malah pergi ke Paris, saat itu umma sudah melarangku, tapi aku tak peduli. Aku malah membentaknya keras, memakinya. Mungkin itulah yang membuat umma mendapat serangan jantungnya untuk yang pertama kali. Aku bahakan tak pernah pulang ke rumah lagi, aku juga tak pernah mengirim e-mail untuk Hae Rin, ataupun Min Rin lagi. Aku sudah tak peduli lagi dengan keluargaku. Tak heran jika banyak yang mengira Min Rin lah anak sulung keluarga Han, tapi sebenarnya aku. Hinggga berbulan-bulan lalu, aku mendapat kabar jika Min Rin mengidap kanker darah, aku juga mendengar jika emosinya semakin kacau, jadi kuputuskan untuk kembali ke Seoul.

Tadi, kupikir aku bisa merubah pemikiran Min Rin, tapi ternyata aku tak bisa. Aku gagal mewujudkan keinginan umma, aku gagal menebus kesalahanku pada umma, aku gagal membuat umma bahagia, aku gagal. Aku terus menangis, aku tak ingin kehilangan dia, umma.

*Han Min Rin Pov*

Hangeng oppa pergi, dan tinggal aku sendiri. Ucapannya tadi benar-banar terngiang di kepalaku.  Aku menghela nafas sebentar, teringat hari itu, dimana umma dan appa datang ke kamarku untuk yang ke sepuluh kali, masih dengan topik yang sama. Menikah dengan Cho Kyuhyun. Hari itu, aku juga menolaknya bahkan   dengan intonasi yang keras dan kasar, tanpa peduli perasaan mereka.  Aku tak pernah menyangka jika itu menjadi kunjungan terakhir umma, jika itu menjadi penolakan terakhirku pada yeoja paruhbaya itu, jika itu menjadi permintaan terakhirnya padaku, sebelum dia tertidur lama di Rumah Sakit,  koma. Mataku memanas, mungkin setelah ini aku menangis, aku tak bisa menyembunyikan kegelisahanku lagi. Mungkin aku tak bisa bersikap santai di hadapan mereka lagi. Mungkin aku akan semakin kacau.

Malam mulai larut. Salah. Mungkin ini lebih tepat kusebut dini hari. Jam 2 pagi, tapi aku tetap tak bisa tidur. Aku terlalu pusing untuk memikirkan keadaan ummaku, aku memyesal.  Tapi aku tak atau apa yang kusesali. Mungkin aku menyesal karna menolak Kyuhyun. Mungkin aku menyesal karna membentak umma. Mungkin aku menyesal karna mencoba bersikap tegar. Mungkin aku menyesal karna terlalu kacau . Mungkinkah aku menyesal karna mempertahankan Donghae? Tidak, aku tak boleh menyesalinya.

***

Sinar mentari terasa begitu menyilaukan, memaksa mataku untuk membuka, padahal  baru saja terpejam.  
“bangunlah ini sudah siang Min Rin” Kyuhyun? Dia berani datang kesini setelah menghilang berhari-hari dari hadapanku? Setelah membuat semua kekacauan ini?
“matamu bengkak, kau habis menangis?” dia mulai menunjuk-nunjuk mataku.
“bukan urusanmu”
“ayolah Min Rin, kau ini kenapa? Apa salahnya menangis karna khawatir pada umma mu?” ia terkekeh kecil, tapi aku tak peduli.
“jeongmal mianhae, aku tak bermaksud membuat ummamu memintamu menikah denganku. Hari itu aku hanya ingin curhat pada Hangeng, tapi tak kusangka ummamu mendengarnya” dia menghela nafas panjang. Aku tau dia menyesal, tapi apa gunanya penyesalan itu? Toh, ini semua sudah terjadi. Apa dengan penyesalan itu bisa membuat umma sadar? Apa dengan penyesalan dapat menghentikan ku membentak umma hari itu? Tak bisa. Tak ada gunanya.
“kau tak ingin menjenguknya?” tawar Kyuhyun.

***

Aku berjalan melewati lorong-lorong putih. Untuk pertama kalinya aku keluar dari kamarku. Untuk pertama kalinya aku berjalan diantara kerumunan orang. Dan untuk pertama kalinya aku membuka pintu ini, menemukan wanita itu tertidur lemas diatas ranjang, tubuhnya ditempeli alat-alat yang bahkan aku tak tau itu apa. Dia, koma. Aku berjalan mendekatinya, mataku memanas, tapi aku berusaha menahannya. Aku menggigit bibir bawahku untuk mengurangi sakit di hatiku, tapi sia-sia, tak bisa. Ku raih tangannya, kugenggam dengan lembut, berharap dia tau jika aku berada disini.
“umma..” aku memanggilnya begitu pelan, dan tak ada reaksi apapun.
“ini aku Min Rin” suaraku sedikit bergetar, tapi aku berusaha agar terdegar  stabil.
“mianhae karna aku baru menjenguk umma” aku berkata lagi, tapi dia tak memberi reaksi apapun padaku. Apa dia marah? Tentu.
“jawab aku umma..” kali ini suaraku benar-benar bergetar.
“aku tau umma marah padaku. Aku tau aku salah. Aku tau aku banyak membuatmu menangis, tapi kumohon jawab aku. Setidaknya marahi aku” aku sudah tak bisa membendungnya, tangisku pecah.
“umma, kenapa diam? Jawab aku, ku mohon” aku semakin mengeratkan genggamanku.
“bangunlah, aku janji  jika umma bangun, aku akan menikah dengan Kyuhyun” 4 pasang mata menatapku terkejut, sama hal nya sepertiku. Mungkin aku sudah gila karna mengatakannya, tapi jika itu bisa membuat  umma bangun. Why not?
“sadarlah umma. Ku mohon. Aku akan menepati janjiku”
“….” Tak ada reaksi apapun. Aku hendak beranjak dari tempat ku duduk, tiba-tba.. ada yang menggengam tanganku. Umma, dia sadar. Dia membuka matanya. Dia tengah tersenyum padaku. Ada setitik air di sudut matanya. Tit. Tit. Tit. Tiba-tiba saja garis itu berubah lurus. Umma, dia telah pergi. Dia bangun hanya sesaat, sekedar memberi ucapan perpisahan, atau mungkin sekedar ingin aku menepati janjiku. Mewujudkan keinginan terakhirnya.

***

Sebuah pintu ruangan telah terbuka, beberapa kerabat dan keluarga telah menungguku disana. Aku berjalan di Altar, menuju namja tegap yang tengah menungguku di ujung sana. Sebuah gaun putih telah melekat dengan indah di tubuh kurusku. Ya, janji tetaplah janji. Hari itu, umma sudah sadar meskipun hanya sekejap. Meskipun tak bisa membuatku bahagia, tapi aku harus tetap menikah dengan Kyuhyun. Aku tak ingin menjadi pengecut yang lari dari janji.

*Cho Kyuhyun Pov*

 Aku masuk ke dalam kamar Min Rin, yang mungkin bisa dibilang kamarku sejak tadi pagi. Semenjak  kami mengucap janji suci di depan Pendeta. Meskipun dia hanya terpaksa, dia tetap istrriku.  Aku mengambil bantal dan meletakkannya di sofa, aku tau dia tak akan sudi tidur seranjang denganku. Aku merebahkan tubuhku pelan. Kulihat dia masih belum tidur, masih menatap lekat rumah yang berada di seberang sana.
“harusnya yang berada di kamarku sekarang adalah Donghae” dia berkata pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.
“harusnya yang mengucap janji bersamaku bukan namja lain” dia semakin mengeraskan suaranya.
“aku sudah menghianati Donghae hanya karna namja yang tak seberapa ku kenal” kali ini aku tau dia bicara padaku. Aku terus mendengarnya dengan mata terpaejam.
“apa Donghae di atas sana marah padaku?” dia mulai bertanya padaku, tapi aku tak menjawabnya.
“dia pasti tak mau menungguku lagi. Dia pasti tak mau bersama ku di kehidupan selanjutnya” dia mulai menangis, membuatku merasa tak tega. Rasanya saat itu juga aku ingn meraihnya, membuatnya berada dalam dekapanku. Tapi aku tak bisa, aku teralu pengecut untuk melakukannya.
“jika Donghae pergi meninggalkanku. Lalu aku harus bersama siapa? Aku tak ingin kehilangan dia” dia meneruskan kata-kataya. Cukup! Rasanya aku ingin berteriak padanya.  Jika Donghae meninggalkanmu, ada aku disisimu, Cho Kyuhyun. Gadis itu membenamkan wajahnya dibalik lututnya, merangkul lututnya sendiri dan menangis disana. Apa kau sekesipian itu hingga kau menangis sendiri. Hingga kau memeluk lututmu sendiri. Hingga kau berpura-pura bicara sendiri hanya untuk mengatakan hal itu padaku?

***

Aku baru saja masuk ke kamar dan yeoja itu belum tidur. Kau tau apa yang dia lakukan? Menatap rumah Donghae seperti kemarin. Ku ambil bantal lalu merebahka diriku dia atas sofa. Ini malam kedua kami, tapi aku masih tak berani bicara padanya, dan sepertinya dia juga tak berniat bicara langsung denganku. Aku menatapnya diam-diam dari sofa. Saat ini dia terlihat lebih banyak pikiran dari kemarin.
“aku lelah hidup” lagi-lagi dia berpura-pura bicara sendiri. Tapi aku tau sebenarnya dia bicara padaku.
“jika aku mati sekarang, mungkin Donghae akan memaafkanku” ha? Apa yang dia katakan? Ingin mati? Lelucon.
“andai saja hari itu aku tak berjanji pada umma. Aku tak akan merasa bersalah seperti ini” dia meneruskan kata-katanya. Aku mohon jangan teruskan, ini membuatku telihat buruk Han Min Rin.

***

“kita harus pindah” kataku pada yeoja yang hanya memandangku datar.
“aku sudah membeli rumah di daerah perumahan yang cukup jauh dari sini”
“….” Dia tak menjawab apa-apa. Hanya memandangku datar yang bahkan aku tak tau artinya apa. Aku menghela nafas sebentar, aku tak tau sampai kapan dia akan bertahan seperti ini padaku, membisu tak mau bicara sedikitpun. Kecuali ketika dia berkeluh kesah padaku saat malam, setelah itu dia membisu lagi.
“kajja, bereskan barang-barangmu. 5 menit lagi kita berangkat” aku mengatakan hal itu, lalu pergi meninggalkannya. Aku tau ini akan sangat berat baginya, tapi mau bagaimana lagi. Aku sudah tak tahan melihatnya begitu kacau, tiap malam dia tak pernah tidur hanya untuk menatap rumah Donghae.

*Han Min Rin Pov*

Aku menatap punggung Kyuhyun yang mulai menghilang di balik pintu. Apa yang dia bilang? Pindah? Mungkin ada benarnya juga. Aku sudah lama menunggu matiku di kamar ini, rasanya bosan juga. Jadi apa salahnya untukku mendapat kamar baru dalam penantian kematianku. Aku mengemasi beberapa baju, dan memasukkannya dalam koper. Ya, aku akan rindu rumah di depan sana. Aku akan rindu semua memory yang kuukir di tempat itu.

***

Aku memasuki sebuah kamar yang penuh dengan warna orange. Cukup indah, kurasa malaikat maut akan suka tempat ini, mungkin dia aka segera menjemputku. Aku mulai membereskan barang-barang ku. Rumah ini lebih kecil dari rumah ku sebelumnya. Tapi, masih tergolong besar jika hanya ditinggali 2 orang. Rumah bergaya eropa, yang lebih menitik beratkan pada kata glamour ini benar-benar memanjakan mata. Ada dua kamar di rumah ini, satu untukku yang menghadap kearah taman, dan satu lagi untuk Kyuhyun yang terletak disamingku. Cukup adil bukan? Karna kami tak tidur dalam satu kamar, jadi aku tak perlu dihantui rasa berdosa pada Donghae. Aku bisa hidup jauh lebih tenang.

***

Ini malam pertamaku tidur di kamar baruku. Rasanya ada yang hampa, tapi aku tak tau. Yang jelas, sesuatu yang hampa itu membuatku tak bisa tidur. Aku bergerak terus, mencoba mencari posisi yang tepat, tapi masih tak bisa tidur. Aku bangun dari posisiku, mencoba bertanya pada diriku sendiri apa yang sebenarnya mengusikku, tapi aku tak terlalu pintar untuk mengetahuinya. Ah, ini bisa membuatku makin gila. Biasanya jika seperti ini, aku akan menceritakannya pada Kyuhyun. Meskipun tak secara langsung, meskipun saat itu aku berpura-pura bicara sendiri, tapi aku tau dia mendengarkanku. Dia memang tak merenspon apapun, tapi itu justru yang kuinginkan. Hanya mendengar tak perlu bicara. Karna aku hanya ingin berbagi, dan hanya dia yang ada disisiku. Setidakny a setelah aku bercerita padanya, persaanku jauh lebih plong.

*Co Kyuhyun Pov*

7 hari waktu yang lama bagiku untuk tinggal dengan Min Rin, tapi tak ada yang berarti. Dia masih sama membisunya seperti waktu itu. Ceklek. Aku membuka pintu kamarnya, mendapatinya masih terlelap di balik selimut. Kuletakkan sarapannya di meja samping tempat tidur, setelah itu aku pergi bekerja. Kehidupanku memang datar, tak ada yang indah sama sekali. Pagi hari setelah mengantar sarpannya aku akan bekerja, malam hari ketika aku pulang, dia sudah pura-pura tidur. Jadi, tak ada kontak langsung antara kami. Dia tak pernah keluar kamar saat aku ada di rumah. Sepertinya aku masih bukan apa-apa baginya, sepertinya dia masih tak menginginkanku.

*Han Min Rin Pov*

Ceklek. Kudengar pintu itu tertutup lagi. Ku buka mataku perlahan, dan aku menemukan sarapanku di samping tempat tidur. Aku beranjak dari ranjangku, memastikan jika namja itu sudah pergi. Setelah itu baru aku mandi dan memakan sarapanku. Aku memang seperti ini, aku tak mau keluar kamar ketika dia berada di rumah. Aku tak mau meatap wajahnya karna tak mau membuatku merasa semakin bersalah pada Donghae, membuatku merasa mengkhianati janji kami.
Aku berjalan kesudut kamar yang lain. Mawar merah itu telah berada di sana, mawar merah itu telah menghiasi vas kesayanganku. Aku menghela nafas sebentar, air mataku kembali menetes ketika mengingat memory ku bersama Mr. Nemo

“Min Rin, kau paling suka bunga apa?” namja itu bertanya padaku. Dia terus tersenyum meskipun dia begitu lemas.
“bunga ya? Aku tak punya”
“aish, kau ini yeoja bukan sih!”
“yak Donghae. Aku ini yeoja. Kau sendiri, bunga apa yang paling kau suka?”
“mawar merah” dia menjawab dengan pasti, tanpa ragu.
“waeyo?
“mawar itu indah, aku selalu tertarik dengan batagnya yang berduri”
“aish, duri itu menyakitkan” protesku
“justru karna dia memiliki duri dia jadi special. Justru karna dia punya duri orang lebih menghargainya”
“lalu kenapa harus mawar merah? Kan masih ada mawar lain” aku terus bertanya layaknya anak TK yang baru saja mendapat buku cerita baru.
“Entahlah, pkoknya aku suka.” Katanya yang terakhir sebelum akhirnya meninggalkanku.

Aku menghapus air mataku, sedikit tersenyum getir.  Ya, kau benar, mawar merah itu indah. Aku menyukainya Donghae. Aku menyukainya karna kau menyukainya, aku menyukainya karna setiap aku melihat mawar merah, aku bisa melihat senyummu hari itu.

***

Ini malam yang harusnya terlihat indah. Entah kenapa hujan turun, dan membuatnya tak terlihat indah lagi. Aku masih terduduk di samping tempat tidur, menanti maut datang kepadaku. Aish, dunia memang indah, tapi apa arti kata indah jika tak bahagia. Aku tak peduli apa yang terjadi ketika aku nanti mati, yang  jelas saat itu aku bisa menemukan kebahagian karna aku bersamanya. Ceklek. Aku mendengar suara seseorang membuka pintu kamarku. Secepat kilat aku merebahkan tubuhku, memejamkan mataku, dan mengatur nafasku agar terlihat seolah tidur.

*Cho Kyuhyun Pov*

Aku baru saja pulang kerja, kulihat lampu kamar Min Rin masih meyala. Jadi kuputuskan untuk masuk dan melihatnya. Entah kenapa hari ini aku begitu merindukannya. Ku buka kenop pintu perlahan, kudapati dia tengah terbaring di atas ranjang.aku mendekatinya, memandanng tiap lekuk wajahnya yan slalu sempurna. Dia begitu cantik dan menawan, tapi lebih cantik lagi jika dia tersenyum, jika dia membuang semua masalah dan pikiran negatifnya. Dia pasti akan jadi lebih dari sempurna. Ku benarkan posisi selimutnya, aku tau dia tak begitu suka dingin. Aku terus berdiri di tempat ini. Memuaskan rasa rindu yang tengah menggeluti hatiku. Sesekali berharap dia membuka matanya lalu tersenyum simpul padaku. Hah, itu hanya terjadi dalam mimpiku. Dia tak kan pernah berlaku semanis itu. Aku menghela nafas sebentar, sebelum akhirnya berjalan mendekati pintu, mematikan lampu, lalu menatap yeoja itu. Kuputar tubuhku, kuraih kenop pintu, dan…
“aku lelah” dia bergumam dengan mata terpejam, tapi aku tau dia bicara padaku.
 “aku sudah tak bisa menunggu lagi” dia masih bergumam, tapi sedikit lebih keras.
“maafkan aku jika esok adalah harinya” tunggu, apa maksudnya? Aku mulai tak paham .
“maafkan aku jika kau berpikir aku bodoh. Aku..” dia menahan ucapannya, suaranya sedikit bergetar.
“aku hanya ingin bahagia” kata-kata terakhir ini, dia menekankata ‘bahagia’, apa artinya? Apa dia sebegitu tak bahagianya hidup denganku?
Aku berjalan mendekatinya, mencoba bertanya apa maksud semua ucapannya, tapi aku tertahan. Sekarang, detik ini juga, dia menangis dalam kebisuan di tengah kegelapan malam.
“tidurlah sudah malam”hanya itu yang kuucapkan, setelah itu aku pergi meinggalkannya. Aku terlalu pengecut untuk meminta penjelasan darinya. Hatiku juga terlalu lemah untuk melihatnya menangis seperti tadi.

***

Pagi ini sama seperti kemarin. Aku mengantar sarapan Min Rin, dan dia masih terlelap. Entah kenapa hari ini aku begitu ingin tinggal di rumah, aku begitu ingin berada di sampingnya, menatap tiap lekuk wajahnya. Tapi ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Akhirnya mau tak mau aku tetap bekerja, maskipun aku tau separuh nyawaku masih berada disana, pikiranku masih dipenuhi bayangan wajahnya. Oh Tuhan, tolong hentikan semua ini. Aku harus bekerja sekarang. Dia tak boleh terus berada di otak ku.
Waktu terus berlalu, sudah 5 jam aku duduk di depan komputer, tapi pekerjaanku belum selesai juga. Pikiranku melayang jauh ke tempat yeoja itu. Ah, aku tak bisa terus seperti ni. Aku beranjak dari tempat ku duduk, berniat membeli kopi di bawah. Tapi tak sengaja tangan ku menyenggol foto Min Rin hingga terjatuh dan pecah. Deg. Rasanya jantungku berhenti berdetak, rasa cemas mulai menggeluti hatiku, dalam beberapa detik  aku terpaku dalam posisiku. Tenanglah Cho Kyuhyun semua akan baik-baik saja. Ku ambil foto Min Rin lalu kusuruh Office Boy membersihkan serpiahn bingkai tadi. Aku terduduk kembali di kursi, rasanya aku sudah tak ingin meminum kopi. Tanganku mulai bergerak lincah di atas keyboard,mengukir kata demi kata pada sebuah monitor. Aku berusaha menyelesaikan pekerjaanku lebih cepat, tapi aku tak bisa. Pikiranku terlalu kalut untuk bisa fokus. 1 jam berlalu, tapi waktu terasa lebih lama bagiku. Pekerjaan ini belum selesai juga, sedangkan pikiranku semakin gelisah. Aku terus menarik nafas panjang lalu menghembuskannya, mencoba mencari ketenangan. Tapi tak ada hasil. Aku mulai mempercepat gerakan tanganku, mungkin aku mulai frustasi sekarang. Ah, cukup! Aku harus pulang sekarang atau aku akan gila. Kuambil kunci mobilku, aku langsung melejit keluar. Menyusup antara mobil-mobil Seoul. Masa bodoh dengan pekerjaanku, sekarang  yang terpenting adalah aku pulang.

*Han Min Rin Pov*

Ketika aku membuka mataku, hal yang pertama menyambutku adalah sarapan, tak ada yang lain. Aku melihat tiap sudut rumah ini, sepi. Rasanya lelah juga tiap hari harus seperti ini.
“kapan kau akan menjemputku?” aku mulai bertaya pada dia, Lee Donghae.
“aku lelah Donghae…” aku menahan kata-kataku, bibirku begetar, mataku memanas.
“aku lelah berpura-pura tegar” sekarag, aku tengah menangis.
“aku lelah berpura-pura bisa hidup sendiri” aku menghela nafas panjang.
“aku lelah untuk sabar menunggumu” aku berhenti sejenak, mencoba mencari cela untuk menenangkan diri.
“jika aku pergi sekarang, apa kau akan menjemputku?”
“….” Seperti yang kuduga, hening. Dia tak akan pernah menjawab pertanyaanku. Aku berjalan gontai kesudut kamar, mengambil sebuah benda, lalu menggoreskannya di lenganku. Aku ingin mati perlahan, aku ingin menikmati hembusan angin terlebih dulu, aku ingin melihat darah mengalir dari lenganku, makin lama makin deras dan akhirnya tak tersisa, aku ingin menikmati kamar ini, sebelum akhirnya nanti aku benar-benar pergi. Darahku terus mengalir, nafasku mulai sesak, tapi tak ada garis ketakutan sedikitpun di wajahku. Kapanpun aku siap mati. Kapanpun. Bahkan jika detik ini Donghae meminta nyawaku, aku siap. Sekarang dadaku mulai sesak, pandanganku mengabur, dansemua menghitam, gelap.

*Cho Kyuhyun Pov*

Aku langsung memarkirkan mobilku, berlari masuk kedalam rumah. Sepi. Benar-benar sepi. Apa selalu seperti ini keadaan rumah ketika aku kerja? Apa dia tetap tak mau keluar kamarnya? Aku terus melangkah, entah harus kemana agarperasaan ini berubah jadi tenang. Aku tetap malangkah megikuti kemauan kaki ku, dan.. aku berhenti disini, didepan pintu kamar  yeoja itu. Haruskah aku membuka pintu nya? Bagaimana jika dia tengah terjaga? Dia pasti akan sangat marah. Tidak, aku tak mau dia membenciku. Cukup dengan dia mengacuhkanku, aku tak ingin semakin terluka dengan dia membenciku. Aku memutar tubuhku, berjalan meninggalkan kamar itu meskipun begitu berat. Perasaanku semakin kalut, firasatku semakin tak enak. Aku menolehkan lagi wajahku ke pintu kamarnya. Ayolah Cho kyuhyun, beranikan dirimu. Bagaimanapun dia tetap istrimu. Aku berjalan meuju pintu itu, memberanikan diriku untuk membukanya. Kulangkahkan kakiku masuk dan aku tak menemukannya di ranjang. Dimana dia? Aku menatap sudut ruangan yang berbeda, dan aku menemukannya tengah tergeletak di lantai. Apa ini? Dia mencoba bunuh diri lagi?

***

Aku menatapnya yang masih belum tersadar juga di atas tempat tidur. Sungguh aku seperti di tampar begitu keras. Rasanya sakit sekali melihatnya terbaring lemas disana, rasanya begitu memalukan ketika aku tak bisa mejaganya. Kenapa dia mencoba bunuh diri lagi? Bukannya dia sudah lama tak melakukannya? Apa mungkin dia begitu tak bahagia denganku?

*Han Min Rin pov*

Ketika aku bangun hari sudah malam, aku tau saat ini aku berada di rumah sakit.
“kau sudah sadar? Syukurah. Aku begitu mencemaskanmu Han Min Rin” namja itu menghampiriku, dia terenyum padaku. Sedangkan aku hanya menangis. Aku menagis untuk kegagalanku, aku menangis karna Donghae tak kunjung menjemputku.
“tenanglah. Berhentilah menangis” dia mencoba menenangkanku, tapi tak bisa.
“ini sudah malam. Istirahatlah ” dia mengusap rambutku, setelah itu dia berbaring di sofa. Kami berada dalam keheningan  untuk waktu yang lama. Hingga akhirnya aku mulai bicara.

*Cho Kyuhyun Pov*

“Donghae tak menjemputku” dia bicara padaku dengan suara bergetar
“padahal aku sudah ingin bertemu dengannya” yeoja itu terlihat benar-benar kalut
“aku ingin segera menemukan kebahagiaan ku” Deg. Rasanya ada yang menusukku.
“harusnya dia menjemputku, aku sudah lelah hidup” mendengarnya aku semakin sakit. Aku harap aku bisa berteriak padanya, memintanya menghentikan keluhannya tentang Donghae, tapi sayangnya kau terlalu pengecut.
“apa Donghe sudah tak ingin bersamaku?” hilang sudah kesabaranku. Telingaku sudah tak sanggup mendengarnya.
“sudah malam, tidurlah” hanya itu yang bisa ku ucapkan. Setidaknya setelah itu dia akan terdiam.

***

2 hari semenjak accident bunuh diri itu, sampai sekarang aku belum bekerja, aku masih takut meninggalkannya sendiri, aku takut untuk kehilangannya. Malam ini aku datang ke kamarnya, kulihat dia sudah terbaring diatas ranjang, tapi aku tau dia belum tidur. Aku menemukan beberapa surat purple yang tengah dia genggam begitu erat. Ya, ini surat dari Lee Donghae. Aku tersenyum getir, sampai kapan dia akan menyimpan memory nya dengan Donghae? Ah, ini terlalu sakit. Aku meraih surat-surat itu dan meletakkannya di meja. Aku berjalan ke arah pintu, tapi kali ini tak langsung pergi. Aku tau dia akan menceritakan semua rasa lelahnya padaku, rasa lelahnya karna Dongahae, rasa lelahnya yang jelas-jelas membuatku terluka. Tapi mau bagaimana lagi, aku memang sakit, tapi aku tak bisa membiarkannya memndam semua sendiri, aku tak tega.
“malam ini Ulang tahun Donghae”dia memulai ceritanya dan lagi-lagi tentang Donghae? Tak ada cerita yang lain kah? Tak ada kah yang ingin kau bagi denganku selain memory mu bersama namja itu?
“tahun lalu aku tak bisa mengucap happy birthday, dan tahun ini pun aku juga tak bisa” dia menangis untuk Donghae, membuatku semakin terluka.
“andai saja dia masih hidup, aku ingin membuat pesta kejutan untuknya” nadanya menceritakan seolah dia bahagia.
“aku akan membuatkannya kue, dan berdiri disampingnya ketika dia meniup lilin” dia terus berbicara tanpa peduli perasaanku.
“aku..” belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, aku keluar dari kamarnya. Aku menangis, aku tak bisa lagi menyembunyikan rasa sakitku. Tak bisa kupungkiri jika kesabaranku selama ini tak bisa kuteruskan.

***

Rasanya kepalaku ingin pecah melihat tugas yang begitu menumpuk, ditambah masalahku dengan Min Rin. Aku terus memandang monitor, tak berniat mengerjakannya.
“minumlah kopi dulu Kyuhyun-ah”
“aku sedang tak mengingkannya” aku menjawabnya cuek, tanpa memalingkan pandanganku dari layar monitor.
“waeyo? Dulu kau sangat suka meminum kopi ketika stres” aku mulai penasarn dengan yeoja ini. Bagaimana dia tau kebiasaanku? Min Rin saja yang istriku tak tau. Ku dongakkan kepalaku untuk melihat wajahnya.
“Choi Mi Ran?” aku tergagap.
“jangan panggil aku dengan marga Choi. Aku sudah tak berhak.” Dia berkata seperti itu sambil menunjukkan jari manisnya yang sudah tak bercincin.
“… ” aku terdiam, terlalu terkejut denangn kehadirannya.
“5 tahun tak bertemu dengan mu, kau makin tampan Kyu” aku tak peduli dengan ucapannya.
“apa yang kau lakukan di kantorku?”
“bekerja. Itu mejaku” dia menunjuk meja yang ada di hadapanku.
“kenapa kau membuntutiku hah?”
“aku tak membuntutimu. Mungkin kita memang berjodoh”
“terserah apa yang kau katakan. Aku tak peduli. Sekarang pergi dari mejaku!” aku mengusirnya cukup keras.

***

Aku baru saja masuk rumah. Kulihat kamar yeoja itu sudah gelap. Aku masuk kekamarnya, melangkah mendekatinya. Kudapati dia tengah terlelap, begini mungkin lebih baik. Aku tak harus mendengarnya menceritakan Donghae lagi. Aku tak harus menahan rasa sakit saat dia berkeluh kesah padaku, setidaknya untuk malam ini. Ku usap rambutnya, ku hapus beberapa air mata yang tersisa di pipinya. Kulihat dia tengah menggenggam sebuah bingkai. Aku tertarik untuk melihat foto siapa yang ada disana. Kuambil bingkai itu perlahan, berusaha agar tak membangunkannya. Ketika foto itu sudah ada di tanganku, sedikit menyesal, kenapa aku tadi harus mengambilnya. Jika aku tak mengambilnya aku tak kan terluka lagi, aku juga tak akan tau jka yang dipeluknya adalah foto Dongahae. Aku berjalan keluar, lagi-lagi aku menangis untuk seorang Han Min Rin.

***

Pekerjaanku lagi-lagi harus terbengkalai, karna sampai sekarang aku belum berniat untuk menyentuhnya, hanya menatapnya datar.
“kau sakit ya Kyu?”  yeoja itu meletakkan telapaknya di dahiku. Raut wajahnya terlihat begitu cemas.
“ani. Singkirkan tangan mu itu”
“apanya yang tidak? Kau demam Kyu!” dia memarahiku, tapi itu malahmembuatku tertawa, membuatku teringat masa laluku dengannya.
“ini hanya demam biasa, sebentar lagi juga sembuh. Bekerjalah sana” aku mengusirnya. Tapi dia tetap berdiri disampangku.
“ku bilang pergilah. Aku ingn meneruskan pekerjaanku. Kau pikir dengan berdiri di sini aku bisa sembuh?” kali ini dia menurutiku. Aku mencoba meneruskan pekerjaanku, aku tau yeoja itu terus memperhatikanku. Sesekali dia datang lagi ke mejaku, memeriksa demamku, lalu menanyakan keadaanku apa aku baik saja. Aku tau dia begitu mencemaskanku, dulu jika dia melakukan hal ini padaku aku begitu senang, dulu ketika dia memegan kepalaku, jantungku akan berdetak cepat. Tapi sekarang rasanya biasa saja. Apa aku sudah tak mencintainya? Apa Han Min Rin sudah berhasil merebut hatiku dari Kim Mi Ran?
“Kyuhyun?  Gwenchana? ” ia membuyarkan semua lamunanku.
“ne.Dari tadi kau menanyakan hal itu, aku sampai bosan.” Aku bangkit dar tempatku duduk, lalu berlalu meninggalkannya.
“kau mau kemana?”
“memangnya itu urusanmu? ” aku menjawabnya tanpa menoleh.

***

Hari ini aku pulang ke rumah lebih cepat karna merasa tak enak badan. Aku langsung masuk ke kamarku tanpa mengunjungi Min Rin. Badanku terlalu lemah untuk berjalan kesana, lagi pula aku tak ingin dia melihat wajah pucatku. Aku langsung merebahkan diri ku di ranjang, pikiranku melayang pada Mi Ran. Dia masih seperti dulu, dia masih sama baiknya. Meskipun dia pernah menyakitiku, tapi aku tak pernah bisa membencinya.  Apa dia masih mencintaiku? Entahlah. Aku tak peduli, aku sudah tak mencintainya. Sekarang hatiku sepenuhnya untuk Min Rin, tak ada lagi orang lain. Aku tau sekarang aku masih bukan siapa-siapa bagi Min Rin, aku tau sampai detik ini Donghae lah yang dia cintai. Tapi itu tak bisa merubah perasaanku. Aku mencintainya, lalu apalagi yang bisa membuatku berpaling? Jika dia tak mencintaiku sekarang, aku akan membuatnya mencintaiku nanti. Aku yakin hal itu, seperti Min Rin yakin jika dia bisa hidup bersama Donghae di kehidupan selanjutnya.

*Han Min Rin Pov*

Ini jam 1 malam, tapi aku masih tak bisa tidur. Entah kenapa perasaanku jadi tak enak. Dari tadi kyuhyun belum datang ke kamarku, apa dia belum pulang? Aku terus memutar tubuhku, mencoba tenang. Mencoba meyakinkan diriku bahwa Kyuhyun akan baik-baik saja. Aku berjalan keluar kamar, sedikit perasaan takut mulai menggeluti ku, kubuka pintu sebuah kamar perlahan. Aku mencoba mengintip ke dalamnya, ternyata dia sudah tidur. Hari ini, mungkin dia sedang tak ingin melihatku, mungkin dia sudah bosan datang kekamarku dan hanya mendengar tentang Dongahe, mungkin dia juga marah padaku yang tak bisa menjadi istri untuknya. Aku membalikkan tubuhku, bejalan menjauhi kamar itu. Rasanya ada perasaan sakit ketika tau dia pulang tanpa mengunjungiku,rasanya aku ingin marah padanya karna melupakan aku hari ini,rasanya aku tak ingin jauh darinya. Tuhan, perasaan apa ini? Tolong hentikan saat ini juga, aku tak ingin sakit terlalu lama.

*Cho Kyuhyun Pov*

Aku baru saja membuka mataku, rasanya begitu berat, kepalaku juga terasa pusing. Aku melirik jam di sampingku, sudah jam 9. Aku berusaha bangkit, tapi tak bisa, rasa sakit di kepalaku seolah tak mengijinkanku untuk beraktivitas. Kuputuskan untukk membiarkan tubuhku kembali terpejam, kurasa demam yang kemarin ku sepelekan sekarang semakin parah. Baru sekitar 15 menit aku tidur, mataku kembali terjaga lagi. Ku dengar seseorang menekan bel rumahku, mau tak mau aku harus membukanya.
“Mi Ran? Kau kenapa kesini?” aku terjekut ketika melihat sosoknya berdiri di depan pintu rumahku
“menjengukmu. Kau tak tau kan jika aku begitu mencemaskanmu?” dia langsung masuk tanpa permisi
“kau! siapa yang mnyuruhmu masuk? Tak sopan”
“aku. Bukannya dari dulu aku bebas keluar masuk rumahmu” dia berjalan ke dapur, mengambil sebuah mangkuk lalu menungkan bubur yang sudah dia bawa.
“itu dulu Kim Mi Ran, saat aku masih mencintaimu, sebelum kau menghianatiku” aku mengatakan hal itu cukup jelas
“Kyu, tak bisakah kau melupakan hari itu?”
“tak bisa. Aku akan melupakannya jika kau sudah benar-benar mati” dia menangis, membuatku merasa bersalah karna mengucapkannya.
“kau ingin aku mati? Kau sudah tak mencintaiku?” dia menatap tepat di manik mataku.
“aku sudah tak mencintaimu”
“Kyu, tak bisakah kita memulainya seperti dulu?” dia berjalan mendekatiku, menggenggam lembut tanganku.
“kau gila ya? Aku sudah menikah. Aku sudah punya istri yang lebh kucintai”
“istri? Aku tak peduli. Mana dia? Aku tak melihatnya. Apa kau hidup bahagia dengannya?”
“ne. ” aku menjawab dengan singkat. Harus kuakui, aku sedikit ragu.
“kau bohong. Aku sudah tau semuanya Kyu, aku tau jika dia tak mencintaimu”
“kau tau apa tentang cinta? Dari dulu kau tak pernah tau cinta. Jika kau tau cinta, kau tak akan meninggalkanku hanya demi uang” aku berkata cukup keras, entah kenapa aku menjadi emosi ketika dia menyebut ‘cinta’.
“Kyu..” dia menahan ucapannya. Kali ini dia benar-benar menangis.
“beri aku kesempatan lagi, aku akan menebus semua kesalahanku.”
“aku sudah katakan padamu jika aku sudah punya istri. Apa kurang jelas?” aku semakin memperjelas ucapanku.
“aku tak peduli Kyu, aku akan buktikan jika aku jauh lebih baik dari istrimu”
“terserah ucapanmu”
“aku akan selalu ada untukmu Kyu,datanglah padaku jika kau membutuhkanku” katanya yang terakhir sebelum pergi dari rumahku.

*Han Min Rin Pov*

Hari ini aku bangun lebih siang dari biasanya, kulihat meja samping tempat tidur, tak ada sarapan,tak seperti biasanya. Apa Kyuhyun benar-benar marah padaku sampai-sampai tak mau masuk lagi ke kamarku?  Aku berjalan mendekati pintu. Sebenarnya aku ingin keluar dan mengambil sarapanku sendiri,tapi langkahku terhenti ketika aku mendengar suara seorang yeoja.
“aku akan selalu ada untukmu Kyu,datanglah padaku jika kau membutuhkanku” kata yeoja  itu. Aku tak tau dia siapa, tapi kata-katanya berhasil menembus jantungku, rasanya sakit. Aku kembali masuk ke kamarku. Rasanya aku ingin marah pada Kyuhyun karna membawa yeoja lain masuk ke sini. Tapi aku tak bisa. Apa hak ku? Ini rumahnya kan? Aku hanya menumpang di sini, lagi pula siapa aku baginya? Bukan  siapa-siapa.

*Cho Kyuhyun Pov*

Sudah 2 hari aku tak masuk kerja dan yeoja itu selalu datang ke rumahku. Dia memasakkan makanan untukku, membersihkan rumahku, dan mengganti kompresku. Lebih tepatnya dia merawatku seperti seorang istri. Jujur aku tak bisa menolaknya, dia memberi semua yang ku butuhkan. Dia memberi semua perhatian yang tak bisa diberi Min Rin selama kami menikah. Untuk saat ini, dia memang jauh lebih baik dari Min Rin, tapi aku jauh lebih mencintai Min Rin dari pada dia.
“Kyu, ini sarapanmu. Aku suapi ya?” dia membuyarkan lamunanku.
“tak perlu, kondisiku sudah membaik” aku meraih mangkuk yang ada di tangannya.
“kau pulanglah, semalaman kau berada di sini untuk merawatku” lanjutku.
“tak apa. Aku lebih senang berada di sampingmu” dia memberiku senyum khasnya, senyum yang dulu sempat membuat ku tak bisa melepasnya.
“jangan terus seperti ini Mi Ran, aku sudah punya Min Rin”
“kenapa kau lebih memilihnya Kyu. Jelas-jelas dia tak tau cara memperlakukanmu”dia menghela nafas panjang.
“saat kau sakit dimana dia? Dia tak merawatmu, sekedar untuk melihat keadaanmupun tidak” tambahnya
“Mi Ran..”
“aku mohon Kyu, beri aku kesempatan. Aku mohon beri aku tempat di hatimu lagi”
“pulanglah. Istirahatkan dirimu. Lupakan semuanya, aku tak mau kau terluka jika tetap menyimpan harapan kosong ini”
“Kyu..”
“ku bilang pulanglah. Sekarang aku bukan memintamu, tapi mengusirmu” aku membentaknya. Rasanya aku tak ingin lagi mendengar semua permintaan gilanya.

***

Malam ini rasanya aku begitu merindukan Min Rin, sudah 2 hari aku tak datang ke kamarnya. Apa yang dia makan ketika aku tak ada? Bagaimana keadaannya? Apa dia merindukanku? Semua pertanyaan itu rasanya ingin ku tanyakan sendiri padanya, tapi aku masih terlalu pengecut untuk melakukannya. Ceklek. Aku membuka pintu kamarnya, dia masih belum tidur, menatap lurus kearah jendela. Mungkin dia menatap bintang, atau mungkin bulan. Aku berjalan mendekatinya, kurasa dia menyadari kehadiranku dan menoleh kearahku.
“apa dia diatas sana melihat kita?” dia bertanya padaku.
“dia? Maksudmu Ummamu?”
“bukan, Donghae” saat itu juga rasanya hatiku benar-benar sakit.
“selama ini aku terus memikirkan hal itu” dia menghentikan kata-katanya, lalu menatap langit lagi.
“aku selalu berpikir , apa yang dia lakukan sambil menungguku” dia meneruskan ucapannya, tanpa bertanya apa aku baik-baik saja.
“aku juga selalu berpikir, bagaimana jika sekaranglah waktunya”
“cukup!”aku membentaknya. Aku tak tahan lagi mendengar ucapannya. Terlalu menyakitkan.
“aku ini suami mu Min Rin. Bagaimana mungkin kau membahas namja lain di hadapanku?” aku mengucapkannya dengan begitu tegas.
“apa kau tak memikirkan bagaimana sakitnya hatiku?” aku semakin mendekatinya, wajahnya nampak ketakutan. Ekspresi apa itu?
“secara logika, orang mengatakan kau milikku. Tapi selama ini yang ku rasakan aku tak bisa memiliki apapun dari mu. Hatimu, semua untuknya. Apalagi cintamu, sepertinya tak akan mungkin aku mendapatkannya. Bahkan pikiranmu, semua itupun tentang Donghae, lalu mana untuk Cho kyuhyun? Apa tak ada sama sekali?” aku membentaknya, rasa sakit ini seolah membuang akal sehatku.
“Kyu….” Dia memanggilku cukup pelan.
“mwo? Kau ternyata masih ingat nama ku. Kupikir yang di otak mu hanya Donghae, Donghae, dan Donghae”  nada suaraku sedikit mencomooh. Kulihat beberapa tetes air mata membasahi pipinya.
“selama ini aku sudah bersabar Min Rin, tapi ternyata kau tak sadar juga. Setiap aku kesini bukan tentang donghae yang ingin kudengar, tapi kau terus menceritakannya. Apa kau pikir aku bisa terus bersabar? Tidak! ” lagi-lagi, aku mengatakannya cukup keras. Aku meningalkan kamar itu, tak peduli dengan yeoja yang menangis di belakangku. Perasaanku terlalu sakit untuk memikirkannya.
Aku berjalan ke kamarku, mengambil jaket dan kunci mobilku. Setelah itu, aku memacunya dalam kecepatan tinggi,  membelah dinginnya malam. 20 menit kemudian roda mobilku benar-benar berhenti, aku mengambil ponselku dan menekan beberapa nomor di sana.
“yeobseyo, ada apa Kyu?” seseorang disana menjawab panggilanku
“datanglah ke taman. Aku menunggumu” ucap ku yang terakhir sebelum menutup telfon itu.
Ku putuskan untuk duduk di kursi taman, menatap langit yang makin lama makin menggelap. Hah, apa kau puas Lee Dongahe melihatku seperti ini? Melihat aku tak bisa mendapatkan cintanya? Sebenarnya apa rencanamu untuknya? Jika kau berniat hidup bersamanya, kenapa sampai saat ini kau tak menjemputnya?
“ehm” suara deheman itu membuyarkan semua  pikiran bodohku.
“kau sudah datang?” aku menjawabnya tergagap.
“aish, kau memikirkan apa? Sampai tak tau jika aku datang”
“ani. Ayo ikut aku” aku meninggalkannya masuk ke mobilku, diikuti langkahnya.
“sebenarnya ada maslah apa?” dia bertanya padaku ketika kami sudah berada di mobil.
“itu bukan urusanmu”

***

Aku mengibas-ngibaskan kakiku di sela-sela air. Menendang-nendangnya dengan emosi. Rasanya aku ingin menumpahkan amarahku di sini, melupakan semua masalah yang begitu mencekikku.
“jadi kau menyuruhku datang kesini hanya untuk melihatmu bermain air?”
“ah, aku hanya ingin membuang semuanya Mi Ran. Aku lelah memendam semua rasa sakit ini”
“kau, memanggilku karna kau punya masalah dengannya?” aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.
“sebenarnya ada apa denganmu Kyu? Dulu setelah aku menyakitimu kau bisa meninggalkanku, kenapa sekarang tak bisa?” dia menatapku penuh arti.
“kau benar, ada apa denganku? Aku sendiri tak tau” aku semakin menendang air-air itu.
“Kyu, apa kau benar-benar mencintainya?” dia berkata pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.
“aku begitu mencintainya Kim Mi Ran. Bahkan terlalu mencintainya hingga tak bisa meninggalkannya”
“meskipun sampai detik ini dia tak mencintaiku, meskipun sampai detik ini hanya Donghae yang ada di pikirannya” lanjutku
“apa kita benar-benar tak bisa memulainya dari awal lagi? aku ingin kita seperti dulu Kyu” dia semakin mendekatiku.
“aku sudah terlalu pusing dengan masalahku. Ku mohon jangan menambahnya”

***

Ku buka mataku perlahan, rasanya kepalaku begitu berat, mungkin karna aku terlalu banyak minum semalam. Mataku menerawang ke tiap sisi tempat ini. Hei aku dimana? Aku mencoba berjalan ke luar, dan kulihat dia tengah tidur di sofa.
“Kyu, kau sudah bangun?” dia membuka matanya tiba-tiba.
“ne. kenapa kau tidur di sini? Harusnya aku saja” aku berjalan untuk duduk di sampingnya.
“mana mungkin aku tega melakukannya. Kau kan baru saja sembuh” dia tersenyum padaku.
“kau mau sarapan apa? Biar ku masakkan”tawarnya.
“terserah kau saja”
Aku berjalan kesudut ruangan ini, kulihat ada banyak fotoku dan dia yang masih dia bingkai dengan rapi.
“kau masih menyimpan foto ini?” aku sedikit berteriak karna dia berada di ruangan yang berbeda denganku.
“foto yang mana?”
“yang kau letakkan di samping televisi”
“aku tak bisa membuangnya Kyu. Foto itu terlalu berarti untukku”
“berarti?” aku berjalan mendekatinya.
“itu foto yang kita ambil saat kencan pertama kita Kyu, apa kau lupa?”
“ani” aku menjawabnya singkat
“atau jangan-jangan kau sudah membuangnya?” dia membuatku tercekat.
“…” aku terdiam, aku tak tau harus menjawab apa. Aku takut melukai perasaannya lagi.
“kau sudah membuangnya ya? Tak perlu merasa bersalah seperti itu, itu semua juga kesalahanku”
“…” lagi-lagi aku terdiam.
“kalau saja hari itu aku tak meniggalkanmu demi Siwon, mungkin kita sekarang hidup bahagia”
“aku mohon berhentilah membahas semua itu” aku meninggalkannya begitu saja.

*Han Min Rin Pov*

Rasanya benar-benar sepi. Semenjak kejadian malam itu, dia tak pulang ke rumah. Aku tak tau dia menghabiskan malamnya di mana, aku tak tau dia bersama siapa saat ini, aku juga tak tau apa yang akan di lakukannya nanti, dan semua ketidak tau-an ku benar-benar membuatku terluka. Aku beranjak dari ranjang Kyuhyun. Sudah 2 malam aku tidur di kamarnya, berharap dia kembali, tapi sampai detik ini hal itu belum terjadi. Aku menghela nafas panjang, ada suatu yang berbeda di hatiku, sesuatu yang bukan hanya rasa sakit, tapi juga rasa penyesalan. Aku merasa sakit saat Kyuhyun membentakku, tapi tak bisa kupungkiri jika aku menyesal karna membiarkannya pergi malam itu. Kulangkahkan kakiku kedepan pintu, tiap waktu aku selalu berdiri di sini, menunggu kedatangannya yang bahkan aku tak tau pasti kapan itu terjadi. TING TONG. Suara bel rumah, aku langsung membukanya tanpa basa-basi.
“kau Han Min Rin?” seorang yeoja dengan suara yang begitu kukenal tengah berdiri di depan pintu.
“ne, masuklah” dia langsung masuk dan duduk di kursi tamu.
“kau terlihat begitu kacau, menjijikkan” hah, apa-apaan ini? Dia baru bertemu denganku dan berani mencomoohku?
“kau beraninya mengatakan hal itu padaku! Sebenarnya kau ini siapa?”
“aku? Aku Kim Mi Ran, mantan Kyuhyun” deg. Rasanya aku begitu hancur mendengarnya.
“Kyuhyun? Dia dimana sekarang?”
“apa kau punya hak untuk tau dimana dia? Kau tak punya hak Han Min Rin”
“apa dia bersamamu?”
“ne. 2 hari ini dia bersamaku” aku menggenggam tanganku kuat, aku mencoba mengatur emosiku.
“kenapa? kau mau marah? Kau tak punya malu untuk marah padanya?” nadanya menantangku
“…” hening. Aku tak tau harus menjawab apa.
“sebagai seorang istri yang tak penah menyentuhnya atau sekedar memikirkannya, apa kau masih pantas marah?” kata-katanya begitu tajam.
“sebagai seseorang yang tak pernah mendapat balasan atas cintanya, juga sebagai seseorang yang terus mendapat cerita orang masu lalu istrinya, apa dia tak boleh datang kemantan kekasihnya?”
“…” tanganku gemetar, aku menangis. Aku tau ini semua salahku. Aku tau, aku tak pantas marah padanya.
“kau menangis sekarang? Menangis untuk apa?” dia memburuku dengan semua kata-kata tajamnya.
“kau pikir 2 hari ini aku bahagia? Tidak Han Min Rin. Aku sangat menderita. Aku sudah tak tahan melihat Kyuhyun seperti ini”
“kyuhyun…”
“dia jauh lebih kacau darimu. Setiap dia tidur hanya namamu yang dia panggil,hanya kau” yeoja itu meninggikan suaranya.
“…” aku masih terdiam. Aku terlalu menyesal hingga tak tau harus bicara apa.
“Kyuhyun begitu mencintaimu. Jadi aku hanya memberikan dua pilihan untukmu” dia menghentikan ucapannya sebentar.
“kau tinggal pilih. Mencintainya seperti dia mencintaimu, atau melepasnya dan membiarkannya bersamaku” lanjutnya yang terakhir sebelum akhirnya meningglkanku.

***

Sinar mentari masuk kekamar Kyuhyun melalui cela jendela. Aku masih terdiam disini, menatap foto yang terpajang rapi dinding, foto namja yang begitu ku rindukan 3 hari ini. Pikiranku semakin kacau semenjak kedatangan  Mi Ran, aku semakin menyesal dan kehilangan Kyuhyun. Aku melangkahkan kaki ku gontai, berjalan meraih ponselku yang sejak 30 menit lalu bergetar.
“yeobseyo” aku menjawabnya malas.
“Han Mn Rin, kau kah itu?” suara namja yang seperti ku kenal.
“ne. ini siapa?”
“nae, Lee Hyuk Jae”
“oh”
“kau dimana? Bisa bertemu sekarang?”
“ne. Tunggu aku di kafe dekat taman 15 menit lagi”
Aku merapikan diriku, setelah itu langsung pergi ke kafe dengan taxi.

***

Aku berjalan memasuki sebuah kafe, kulihat EunHyuk sudah duduk di meja dekat kaca.
“jeongmal mianhae. Aku terlambat”
“gwenchana, aku juga baru sampai. Kau mau pesan apa?” tawarnya
“apa saja”
“aku begitu merindukanmu Min Rin”
“benarkah? Lalu kenapa kau pergi hari itu?” suaraku bergetar.
“kau tau, semenjak kau pergi semua tak berjalan lancar” aku mulai menangis sambil memukul lengannya.
“ada apa? Ceritakan padaku Min Rin” dia mengusap kepalaku, meraihku dalam dekapannya.
“semenjak kau pergi aku semakin kesepian, umma meninggal, dan aku harus menikah dengan namja lain” aku semakin mengeratkan pelukanku, berharap rasa sakit ini sedikit berkurang.
“apalagi? Ceritakan semua padaku”
“aku takut hyungmu marah hyuk jae, aku takut dia tak mau menungguku lagi”
“jangan bicara seperti itu, dia pasti menunggumu”
“tapi aku sudah menghianatinya. Aku sudah menikah dengan Kyuhyun” dia mengahapus air mataku,memberikan senyum terbaiknya padaku.
“untuk apa dia marah. Surat terakhirnya bilang jika kalian akan hidup bersama di kehidupan selanjutnya. Dia tak mengatakan jika dia melarangmu untuk bahagia dengan namja lain di kehidupan sekarang. Ketahuilah Min Rin, yang dia inginkan adalah kau hidup dengan wajar. Bukan mengisolasi hidupmu sendiri”
“tapi aku sudah menghianatinya”
“kau tak menghianatinya. Ayo lah, jika aku saja tak marah karna kau menikah, apalagi hyungku yang jauh lebih baik dariku”
“…”aku terdiam, memikirkan semua yang dikatakan EunHyuk.
“ceritakan padaku bagaimana hubunganmu dengan Kyuhyun” dia melepaskan pelukan kami. Menatap ku dengan raut wajah yang begitu ramah.
“kami tak punya hubungan apa-apa. Aku menikahinya karna itu permintaan terakhir umma, setelah menikahpun aku tak pernah membiarkannya menyentuhku. Aku juga tak terlalu tau banyak tentang dia karna kami tak parnah berbicara secara langsung” aku menghela nafasku panjang, penyesalan itu datang lagi.
“Min Rin, kau menyiksanya”
“aku tau..” lagi-lagi aku menghela nafasku panjang
“kau tau tapi kau masih melakukannya?” EunHyuk sedikit meninggikan suaranya, mungkin dia juga kesal dengan perlakuanku.
“aku baru menyadarinya malam itu. Malam dimana dia marah padaku. Malam terakhir aku melihatnya sebelum dia pergi dan tak pulang”
“kau marah padanya?” aku terdiam sebentar. Memastikan apa yang kurasakan pada Kyuhyun saat ini.
“awalnya aku sedikit terluka karna dia tak pulang ke rumah,tapi sekarang rasa terluka itu berubah menjadi penyesalan” nada suaraku semakin pelan. Namja itu tersenyum lagi padaku.
“kau mencintainya Min Rin”
“kau gila? Tak mungkin. Selamanya aku hanya mencintai Donghae”
“apanya yag tak mungkin? Kalian tinggal dalam satu rumah, dia juga memberimu perhatian, jadi mudah saja bagimu untuk mencintainya”
“…” senyap. Aku masih terdiam.
“aku dan hyungku tak masalah jika kau mencintainya” namja itu menggenggam tanganku. Mencoba meyakinkanku.

***

Aku masuk ke dalam kamar Kyuhyun, pikiranku semakin kalut. Kulihat jam sudah menunjuk pukul 00.00 tapi aku masih belum ingin tidur, aku masih memikirkan apa yang dikatakan EunHyuk dan Mi Ran.
“Donghae.. benarkah aku mencintainya?”
“aku bingung dengan perasaanku sendiri” aku mulai menangis, mataku terus menatap langit yang semakin gelap.
“aku takut kehilangannya. Aku tak mau dia kembali pada Mi Ran, itu terlalu sakit Donghae” aku mungkin dianggap gila karna bicara sendiri, tapi aku yakin Donghae di atas sana mendengarnya.
“…” aku terdiam untuk waktu yang lama, memikirkan baik-baik perasaanku saat ini.
“ijinkan aku untuk  mencintainya Lee Donghae” lirihku.

*Cho Kyuhyun Pov*

Aku memasuki sebuah rumah yang sudah lama kutinggalkan. Masih sama seperti dulu, rumah ini selalu sepi. Kedua mataku menatap lekat sebuah pintu yang tertutup rapat, pintu yang menjadi saksi bisu pertengkaranku dan dia malam itu. Aku masih terdiam di tempat ini, rasanya ada sebagian hatiku yang menuntunku untuk masuk, tapi sebagian lagi yang masih terluka menahanku. Mungkin malam ini belum  saatnya aku menemuinya, aku harus menahan rasa rinduku padanya. Mungkin dia masih butuh waktu untuk sendiri. Aku berjalan ke kamarku, aku terlalu terkejut dan tak percaya dengan apa yang ku lihat. Yeoja itu, dia tengah tidur disini, di ranjangku. Aku menutup pintuku lagi, perasaanku masih belum stabil untuk bertemu dengannya. Aku tak mau membentaknya lagi, rasanya begitu terluka ketika harus melihatnya menangis karna diriku. Aku berjalan meninggalkan kamarku, memilih untuk merebahkan diriku di sofa.

*Han Min Rin Pov*

Aku bangun lebih pagi dari yang kuduga. Mataku bengkak, kurasa aku terlalu banyak menangis semalam. Aku melangkahkan kakiku keluar dari kamar Kyuhyun, tapi langkahku tertahan ketika aku melihat sosoknya yang tengah terlelap di atas sofa. Ku beranikan diriku untuk mendekatinya. Rasa rindu ini menuntunku untuk menatap wajahnya dari jarak yang begitu dekat. Aku mengusap rambutnya, menyentuh wajahnya untuk memastikan apakah ini nyata. Kyuhyun, dia benar-benar pulang. Aku meneteskan beberapa butir air mata kebahagiaan, Tuhan apa seperti ini rasanya jatuh cinta lagi?
“Min Rin?” dia terbangun, membuatku menyesal karna mendekatinya.
“apa aku mengganggu tidurmu?”
“ani. Duduklah disini” tanpa basa-basi aku langsung duduk di sampingnya. Cukup lama kami bertahan dalam keheningan.
“apa kau baik-baik saja? Matamu bengkak”
“ne. hanya kurang tidur” jujur, aku sedikit canggung dengan situasi ini
“…” hening, tak ada satu katapun yang keluar dari mulut kami. Hingga akhirnya dia beranjak dari posisinya.
“Kyu..” aku menghentikan langkahnya
“mwo?”
“aku merindukanmu. Jangan pergi lagi, jangan temui Mi Ran lagi. Itu menyakitiku” namja itu berjalan mendekatiku.
“saranghae” dia hanya membisikkan satu kata untukku, tapi satu kata itu begitu berharga. Satu kata yang berhasil membuat jantungku berdetak lebih kencang.
“nado saranghae” jawabku dengan berbisik pula.
“mulai detik  ini, aku tak akan pernah meninggalkan mu Cho Min Rin”
“…” aku terdiam. Masih terpaku.
Dia semakin mendekatkan wajahnya ke arahku, menghapus jarak antara kami. Untuk waktu yang cukup lama, dan aku tak menolaknya.

***

Hidupku jauh lebih berarti semenjak hari itu. Aku bisa tersenyum lagi, aku bisa tertawa, dan aku bisa mencintai. Aku menjalani hari-hari yang bahagia dengannya. Aku sudah tak canggung lagi untuk bicara dengannya. Sekarang kami tidur dalam satu kamar. Jika dulu dia yang selalu menyiapkan sarapan untukku, sekarang aku yang harus menyiapkannya. Aku mengerjakan tugas rumah saat dia kerja, dan satu hal yang benar-benar membuatku merasa hidup, ketika aku menanti kepulangannya. Tuhan, terimaksih untuk semuanya.

*Cho kyuhyun Pov*

2 bulan itu, aku merasa seperti hidup di langit. Bahagia. Itu satu kata yang menggambarkan kehidupanku dan Min Rin saat itu. Kami menjalani hidup layaknya pasangan yang lain. Dia mencintaiku, dan aku juga mencintainya. Jujur itu hidup yang begitu kunantikan. Hingga berjam-jam yang lalu, hal itu kembali membawaku ke bumi, menyadarkan ku jika selama ini nyawanya diambang kematian. Aku berjalan ke sebuah ruangan putih, pikiranku kacau. Aku tak sanggup melihatnya seperti ini, terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit.
“Kyuhyun..” dia memanggilku begitu pelan, membuatku berjalan mendekatinya.
“aku disini”
“apa yang dokter katakan? Kanker ku makin parah?”
“tidak. Kau hanya perlu istirahat. Tidurlah chagi” lagi-lagi aku harus berbohong padanya. Ya, bagaimana mungkin aku mengatakan yang sebenarnya pada Min Rin. Aku tak akan sanggup mengatakan jika hidupnya tak akan lama lagi, jika keberuntungan sudah tak memihak padanya lagi.
“jangan bohongi aku Kyu” dia menggenggam tangan ku lembut. Memberikan senyumnya diantara bibir pucatnya.
“kau ingin terus bersamakukan? Setidaknya di kehidupan ini” aku mencoba menahan tangisku.
“ne. Aku ingin bahagia dengan mu. Ada apa sebenarnya?”
“lakukan cemoterapi, kumohon” aku sedikit ragu untuk mengatakannya. Tapi hanya ini jalan satu-satunya.

*Han Min Rin Pov*

“lakukan cemoterapi, kumohon” ucapanku Kyuhyun yang terakhir membuatku tercekat. Aku menggeleng perlahan.
“kau ingin cepat-cepat bertemu Donghae?”
“mungkin dulu aku menolaknya untuk mempercepat matiku. Tapi sekarang aku menolaknya karna kau Kyu, setelah cemoterapi nanti aku akan semakin jelek, rambutku akan rontok. Aku takut setelah itu kau akan pergi meninggalkanku” aku menangis, aku terlalu takut untuk membayangkan hal itu.
“percayalah padaku itu tak akan pernah terjadi. Aku tak akan pernah meninggalkanmu”dia mengeratkan genggaman tanganku
“kau mau melakukannya?”
“aku akan melakukannya untukmu”

***

Waktu terus berlalu, aku yakin kanker ini semakin menggerogoti tubuhku. Cemoterapi yang kujalani tak banyak membantuku. Aku kehilangan banyak rambutku, bahkan tak ada satu helaipun yang tersisa, tapi semua terasa sia-sia. Sebentar lagi aku akan mati, tinggal menunggu waktu saja. Aku menatap Kyuhyun yang masih tidur di sofa rumah sakit. Sudah seminggu aku terbaring di sini, dan tak ada tanda-tanda yang menunjukkan aku akan pulang. Aku merasa semakin lemah. Rasanya sebagian diriku takut kehilangan Kyuhyun, sebagian lagi merindukan Donghae.
“chagi? Kau tak tidur?” namja itu berjalan mendekatiku, dia terlihat kacau.
“…” aku tak menjawabnya. Hanya menangis melihatnya.
“ada apa? Ada yang sakit?” wajah lelahnya tampak cemas.
“aku hanya takut, aku takut meninggalkanmu” tangisku semakin menjadi
“sudah tidurlah. Sudah tiga hari kau tak tidur. Itu tak baik untuk kesehatanmu”
“jika besok harinya, berjanjilah jika kau tak kan menangis”
“jangan katakana hal aneh. Tidurlah”

***

Pagi ini aku semakin lemah, kurasa separuh tenaga ku sudah hilang entah kemana. Mataku menatap namja yang sejak tadi memperhatikanku dari jarak yang begitu dekat.
“Kyu, kau belum makan kan? Belilah makanan aku tak mau melihatmu sakit”
“aku tak mau. Bagaimana jika kau pergi saat aku tak ada?” dia menolakku begitu keras.
“aku  pernah merasakannya Kyu, aku tau rasanya sakit saat tak bisa melihat kepergian orang yang kita cintai” aku mengatur nafasku. Mengumpulkan kekuatanku untuk meneruskan ucapanku.
“pergilah. Aku tak akan pergi jika kau tak ada” aku meyakinnya, dan akhirnya dia mau.

*Cho Kyuhyun Pov*

Aku membuka pintu itu lagi, ku dapati Min Rin tengah terbaring lemas di sana. Dia semakin pucat, tapi dia tetap tersenyum padaku.
“Kyu, ini waktunya. Dia sudah menjemputku”
“tidak. Ini tak boleh terjadi” aku mencoba menahan tangisku.
“kita baru saja merasa bahagia chagi. Kau tak boleh secepat ini meninggalkanku” suaraku bergetar. Kulihat dari sudut mataku, dia tengah menangis.
“tak bisakah kau memintanya untuk pergi? Tak bisakah kau memintanya untuk membiarkanmu bersamaku?”
“Kyu.. aku mencintaimu. Tapi aku jauh lebih mencintainya. Jangan memintaku untuk memilih diantara kalian berdua. Itu akan melukaimu, karna aku pasti memilihnya” dia semakin menangis
“aku akan merebutmu darinya di kehidupan selanjutnya” aku menahan tangisku.
“aku akan menunggunya” lirihnya. Tangan yeoja itu semakin dingin, nafasnya tak karuan,wajahnya kian memutih, dan kini dia benar-benar tak ada. Dia sudah pergi.
Aku  tak bisa lagi membendungnya. Tangis yang sedari tadi ku tahan, kini meleleh membasahi pipiku. Terimakasih Cho Min rin, kau sudah membiarkan ku hadir dalam hidupmu. Kau sudah membiarkanku mencintaimu. Selamanya, kau akan menjadi memory terindah dalam hidupku.

-THE END-