Kamis, 21 Februari 2013

INFO MUBANK IN JAKARTA

music bank in jakarta. i'm very excited about it. heheh

eotthoke? have you buy the ticket? oke.. in this post I will share little information. just a little that I know  guys..

MuBank in Jakarta will be held on 3 maret 2013 around 20.00. The duration is 3-4 hours. MuBank's location is GBK Senayan Jakarta.

Afgan and S4 are indonesian artist who perform in Mubank.

There are eight korean artist will entertain their fans in indonesia. They are:

  1. Super Junior
  2. Shinee
  3. 2pm
  4. Beast
  5. Sistar
  6. Infinite
  7. Teentop
  8. Eru

KBS channel will feature MuBank in jakarta (Live) and indonesian channel lokal-Trans Tv and trans 7 (Not Live)

Rabu, 06 Februari 2013

FF Different


Author : JewelAMD
Tittle    : Different
Genre  : Romance, Angst
Cast     : Lee Sang Hwa
               Kim Jong Woon
               Lee Hyuk Jae
Rating : PG13
Length: Oneshot

Halo hai hai, ketemu lagi sama saya :D kali ini saya bawa ff nya Yeye oppa. Hehe, ini ff terakhir sebelum hiatus, soalnya mau UNAS. (mungkin) :P

Happy Reading^^

----------------------------------------------------------------------------------------

*Lee Sang Hwa Pov*

‘Cinta dapat menjadi penghubung antara perbedaan kami, tapi kenapa cinta tak bisa menyatukan kami?’ sebuah pertnyaan yang selalu terngiang ditelingaku, menilisik kedalam sisitem otakku untuk menemukan jawabannya. Tapi taka da. Bahkan selama setahun aku terus memikirkannya, tak pernah ada jawaban atas pertanyaan konyolku itu. Sudah satu tahun kami bertahan dalam hubungan berates namakan ‘cinta’, sedangakn kami sadar jika ada banyak perbedaan antara kami. Kuteguk secangkir kopi yang sejak 5 menit lalu kupesan, rasa manis dan pahit langsung menyeruak masuk kedalam mulutku, memanjakn lidahku dengan dua rasa yang bertolak belakang di saat yang bersamaan, tapi sensasi inilah yang aku sukai. “Maaf terlambat,” suara namja itu langsung membuyarkan konsentrasiku, memaksaku untuk memalingkan wajah kesisi kananku. Kutemukan sebucket mawar putih tengah diulurkan oleh tangan kekar milki namja. “Maaf, hari ini mawarmu terlambat ahgassi” kuukir sebuah senyum simpul dibibirku, sebelum akhirnya mengambil rangkaian mawar di tangannya. “Duduklah Tuan Muda Kim” candaku dan menepu-nepuk kursi di sampingku. Namun namja itu lebih memilih duduk dihadapnku, menenggak kopiku hingga habis dan berkata “Jangan panggil aku seperti itu, kau bukan lagi pegawaiku” desisnya yang menatapku marah. Aku tau, aku tau dia sangat tak menyukaiku memanggilnya ‘Tuan Muda Kim’ tapi aku memang lebih pantas memanggilnya seperti itu. “Tapi aku bisa dibunuh eommaku jika tak memanggilmu seperti itu” protesku dengan sesekali menikmati aroma mawar putih yang tengah kugenggam. “Jangan turuti eommamu, kau dilahirkan bukan untuk jadi garis penurut” cibirnya lalu kembali menjetikkan jarinya memanggil pelayan café. “Yaak, kau pikir aku yeoja seperi apa!” namja itu tak menggubris teriakanku, dia hanya melihat kearah pelayan yang semakin merambat mendekati meja kami.
“Aku mau 2 cangkir seperti apa yang diminumnya” ungkapnya ketika pelayan itu sudah berdiri tepat di meja kami. “Ah, baiklah. Tunggu sebentar” pelayan itu sedikit membungkukkan badannya lalu beranjak dari hadapan kami. “Kalau kau memangilku seperti itu lagi, aku akan menghukumu” tatapannya begitu tajam. Ada aura yang kubenci disekitar kami. “Memangnya kamu mau apa jika aku memanggilmu ‘Tuan Muda Kim’ huhh? Tuan muda kim.. tuan muda kim.. tuan muda..” kata-kataku terhenti, namja itu mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan berhenti pada jarak 1cm. “Sudah kubilang , aku akan menghukummu, jelek” tubuhku membeku saat dia benar-benar menghilangkan jarak antara kami, janntunngku berdebar kencang dan aku harap dia tak mendengarnya. Bagaimnapun.. ini.. first kissku.
“Ehm, maaf” kudorong tubuh namja itu saat kudengar deheman seorang yeoja. Pelayan itu menatap kami sedikit kesal lalu meletakkan pesanan namja itu di meja. “Selamat menikmati” ucap pelayan itu jengkel lalu menghilang dari hadapan kami. Buru-buru kuteguk secangkir kopi yang ada dihadapanku, bisa kulihat dari sudut mataku laki-laki itu tersenyum kemenangan. “Harus berapa kali kubilang kau harus memanggilku ‘oppa’. Apa aku harus melakukan yang seperti tadi lagi Chagi?” “Yaak, mesum!” teriakku sekenanya lalu memalingkan wajahku dari hadapannya. Bisa kurasakan jantungku masih berdetak cepat meskipun namja itu sudah berada pada jarak yang cukup jauh dariku.

***

“Apa yang kau lihat? Aku disini, bukan diluar, Chagi” suara itu menyadarkanku setelah hamper sepuluh menit kami saling diam. Kupalingkan wajahku menatapnya, namja itu menatapku dingin seperti biasa. “Oppa..” aku memanggilnya sedikit pelan, tak tau bagaiman cara untuk memulai mengatakan apa yang kupikirkan seminggu ini. Kuakiu, aku sedikit takut membicarakan hal ini. “hmm..” “Aku lelah oppa, sampai kapan kita harus sembuny-sembunyi seperti ini?” butuh perjuangan keras agar kata itu keluar dari mulutku. Kembali jantungku harus berdegup kencang hanya untuk mengucapkan rentetan kata itu dihadapannya. “Baiklah, nanti malam aku akan megakui hubungan kita pada eomma, kita tak perlu lagi bersembunyi untuk bertemu” aku bisa menemukan keseriusan pada pergerakan bibirnya. “Kau sudah gila oppa!” “Aoa yang membuatmu mengatakan aku gila? Kau lelah untuk bersembunyi, jadi biarkan aku mengakuinya” dia menatapku tajam, lebih tajam dari sebelumnya. Maniknya sepenuhnya menatapku, menyeretku untuk tenggelam dalam bola mata hitamnya yang menawan.
“Tapi bukan itu yang kuinginkan..” mulutku kembali berucap meskipun kali ini terdengar sangat lemahh.”Lalu apa yang kauinginkan? Kau ingin aku melepasmu? Jangan harap Lee Sang Hwa, itu tak akan pernah terjadi” kutundukkan kepalaku dalam, aku tak berani menatapnya. Hatiku sakit mendengarnya berteriak kepadaku. “Aku pulang dulu, nanti malam akan kutelfon” aku merasa teriris pada setiap langkahnya yang meninggalkanku. Dia mencintaiku, teramat sangat mencintaiku. Dan aku benar-benar merasa bodoh untuk berpikir meninggalkannya.

*Author Pov* 

Sosok itu baru saja melangkahkan kaki menuju rumah besarnya, tapi tiba-tiba langkah itu terhenti ketika mendapati sosok ahjumma yang begitu dikenalnya tengah menunggu di depan pintu. Ahjumma yang kerap kali dipanggil pimpinan pelayan itu sedikit membungkukkan badannya ketika melihat majikan berjalan mendekat. “Selamat malam Tuan muda” sapanya begitu ramah pada namja yang bahkan tak menggubrisnya sama sekali. “Nyonya besar ingin bertemu anda” lanjut wanita itu penuh kesbaran pada setiap kalimatnya. “Dia dimana?” “Di ruangannya, Tuan Kim diminta segera kesana” namja itu melirik sekilas pintu besar di ujung lorong ini, lalu menggerakkan tangannya mengibas-mengibas udara. “Kka, istirahatlah” dengan sedikit isyarat dan kalimat dinginnya, mampu membuat pimpinan pelayan tersenyum simpul lalu menunduk memberi hormat, setelah itu pergi.
Namja itu melangkahkan kakinya dengan pasti melewati lorong yang sudah lama tak ia tapak. Tangannya tergerak memutar kenop ppintu tanpa mengetuk terlebih dahulu, membuat wanita yang tengah duduk dibelakang meja kerjanya sedikit terkejut. “Yak Kau! Dari kecil aku mengajarimu sopan santun” bentak wanita itu ketika menemui putranya tengah duduk di depannya. “Jangan buang-buang waktumu hanya untuk mengomel eomma. Apa yang ingin kau katakana?” berbanding terbalik dengan eommanya, sosok itu terlihat lebih santai. Dia hanya duduk diam, berharap wanita itu segera membuka mulut, karena semakin cepat wanita itu bicara, semakin cepat pula wanita itu beranjak dari tempat ini. “Aigoo, kau masih bertanya ada apa?” wanita bernama Kim Hana itu memijat pelipisnya, mencoba mengurangi rasa pusing dikepalanya. Sedangkan tangannya mulai merogoh-rogoh laci mejanya, mencari benda yang sejak sejam lalu dia simpan. “Apa ini? Kau bertemu dengannya?” Hana melempar beberapa potret diri putranya dengan seorang yeoja yang bahkan sangat tak ingin dilihatnya.
Namja itu hanya duduk terdiam dengan tangan yang sibuk membolak-balik lembar foto, matanya terus menatap yeoja itu seakan mengagumi kecantikannya meskipun hamper tiap menit dia menatap foto yeoja itu, tapi tetap kata ‘kyeopta’ menghias bibirnya. “Kudengar dari sekretaris Cha, kalian sering bertemu. Apa yang sebenarnya terjadi?” kembali Hana bertanya dengan nada tinggi. Amarah sudah sampai di ubun-ubunnya dan sebentar lagi akan meletus. “Kalian tak menjalin hubungan special apapun, bukan?” wanita it uterus menyerbu putranya dengan rentetan pertanyaan. “Dia kekasihku Eomma” sukses. Hanya satu kalimat yang keluar dari mulut namja itu, tapi telah sukses meruntuhkan perasaan Hana, membawanya jatuh dan ambruk ke inti bumi. “Ini bukan saatnya bercanda!” entah untuk yang keberapa kalinya Hana berteriak, dia benar-benar berharap jika apa yang dikatakan putra kesayangannya hanya sebuah lelucon. Wajahnya memanas, dia merasa ditampar oleh putranya sendiri. “Aku tak pernah bercanda soal cinta. Dai yeojaku sejak setahun lalu” tukas namja itu tegas, matanya dengan berani menatap eommanya, meyakinkan sosok paruhbaya itu jika dia sungguh-sungguh.

***

 Yeoja itu terpaksa menghenyikan langkahnya ketika mendapati eommanya tengah duduk disofa tepat depan pintu, dengan tatapan yang menuju lurus kearahnya. “Kau pikir ini jam berapa? Kenapa baru pulang?” Tanya Jieun ketika putri semata wayangnya mulai mendekat. “Eomma sudah pulang, tumben sekali..” “Jangan mengalihkan pembicaraan, eomma tanya kau dari mana?” yeoja itu hanya terdiam, dia tau betul jika wanita didepannya sedang marah. “Kau bertemu dengannya?” kembali Jieun bertanya setelah sebelumnya tak mendapat jawaban apa-apa. “Ya kau! Eomma bicara padamu untuk kaujawab, bukan kauabaikan” Jieun menatap geram sosok yeoja dihadapannya. Sedangkan sosok itu hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan berat, meng-iya-kan pertanyaan Jieun sebelumnya. “Harus berapa kali eomma katakan untuk menjauhinya?” yeoja itu menunduk pilu menerima setiap bentakan yang keluar dari mulut eommanya. “Kenapa.. kenapa aku harus menjauhinya? Kenapa cinta tak bisa mempersatukan kami?” yeoja bertubuh mungil itu terisak, hatinya begitu terluka ketika eommanya dengan keras menolak hubungan mereka. “Kau masih bertanya kenapa? Apa kau lupa siapa kita sekarang?”

***

“Kau masih bertanya kenapa? Apa kau lupa siapa kita sekarang?” Hana menggebrak meja kerjanya keras ketika mendengar pertanyaan putranya. “Sepenuhnya yang kaulakukan itu salah Kim Jong Woon. Seumur hidup eomma membesarkanmu untuk mnjadi ahli waris keluarga Kim, dan sekarang kau ingin mencoreng nama keluarga kita?” teriakan Hana memecah kesunyian malam di rumah besar itu. “Aku tak pernah bermaksud untuk mencoreng nama keluarga ini!” balas namja itu cepat dengan suara tak kalah keras dengan eommanya. Wajahnya yang semula terlihat santai, kini mulai melukis garis-garis amarah. “Tapi dengan kau menjdikan dia yeojachingumu, itu sama artinya kau menjtuhkan harga diri keluarga ini. Asal kau tau, yeoja itu tak akan pernah pantas untukmu!” Hana sedikit terengah pada ujung kalimatnya, ditatapnya jam tangan emas yang menggelantung indah dilengan kirinya, sudah hamper satu jam mereka berada di ruangan ini. “Yang tau pantas atau tidak itu hanya aku” Jong Woon menatap penuh amarah pada Hana. Tangannya mengepal erat, mencoba menhan emosi yang menyelubungi tubuhnya. “Kau salah! Yang menentukan pantas atau tidaknya seorang yeoja adalah status sosialnya” wanita paruhbaya itu memberi penekanan pada setiap katanya, berharap tak ada satupun yang terlewatkan oleh Jong Woon. “Eomma..” “Kim Jong Woon, apa kaupikir seorang anak pembantu pantas bersanding denganmu? Apalagi dia itu pembantumu sendiri, jangan bodoh! ” namja berambut hitam itu hanya menunduk, dia sadar betul dengan apa yang eommanya katakana, tapi dia bahkan tak pernah mempermasalahkan itu selama setahun ini.  “Kau harus ingat, jika kau penerus YCoorporation” “Kalau begitu aku tak ingin jadi Kim Jong Woon” potong namja itu cepat, membuat Hana membelalakkan matanya lebar. “Tarik ucapanmu!” teriaknya entah untuk yang keberapa kali mala mini. “Mianhae eomma, jangan suruh aku untuk memilih menjdi putramu atau kekasihnya, karena sampai kapanpun aku tetap memilih Sang Hwa” Jong woon beranjak dari kursinya, meninggalkan eommanya yang masih berdiri terpaku tak percaya.

*Lee Sang Hwa Pov*

Kututup pintu kamarku sedikit kasar hingga menimbulkan suara debuman yangt cukup keras, kuhempaskan tubuhku  diranjang, berlindung dibalik selimut dari rasa dingin. “Kalian tak mungkin bersama, kau dan dia memilki terlalu banyak perbedaan” ini ssudah yang kelima kali kalimat itu membayangiku, meskipun dua telingaku sudah kusumpal dengan bantal, tapi tetap saja getaran kalimat itu mampu menerobos gendang telingaku. Kupejamkan mataku erat, membiarkan hembusan angina yang masuk lewat ventilasi kamarku membelai pipiku lembut, menelisik kedalam sela-sela rambutku hingga menimbulkan kesejukan yang begitu kurindukan. Entah sejak kapan setetes air bening dengan mudahnya mengalir menjelajahi tiap lekuk wajahku. Rasanya hatiku begitu sakit ketika satu per satu ucapan eomma berterbangan dalam otakku. “Meninggalkannya? Mana bisa?” lirihku ketika kuingat jelas penuturan eomma yang menuntutku untuk menjauhinya, bukan, bukan sekedar menjauhinya, tapi meninggalkan namja itu dan cintaku. Kuhela nafas panjang, ‘berbeda’ entah kenapa aku begitu muak mendengar kata itu saat ini. Kuhapus beberapa tetes air mata di pipiku, mencoba memperbaiki setiap luka yang menganga lebar di hatiku, meski sebenarnya aku tau percobaan itu tak kan pernah berhasil.

***

Mentari telah menyapa bumi sudah sejak 6 jam yang lalu, tapi akku masih begitu enggan untuk memulai hariku. Kusisir rambut hitam sebahuku, kujadikan satu lalu kuikat sedikit sedikit tinggi. “Kalau saja hari ini taka da kerja, aku juga malas keluar kamar” dengusku sambil memoles sedikit bedak di wajahku. Kusambar ponsel yang tergeletak tenang di atas ranjang, sedetik kupandangi layarnya, berharap namja itu menghubungiku karena sejak semalam tak ada telfon maupun pesan darinya. Kuraih kenop pintu, kuputar perlahan, dan melesat keluar dari kamar mungil ini. “Kau mau kerja?” suara hangta itu sedikit mengagetkanku, membuat langkahku tertahan diambang pintu. “Makanlah dulu, aku sudah siapkan roti bakar untukmu” kuhela nafas panjang sebelum akhirnya mengikuti langkah eomma dari belakang. Kududukkan diriku di kursi yang terletak didepannya. Perlahan kulahap roti bakarku tanpa menatap kearahnya sedikitpun. “Apa yang kausukai darinya?” “Dia berbeda dengan semua namja yang pernah kukenal”  jawabku masih tetap dengan wajah tertunduk. “Tapi bagaiman bisa kalian melakukan ini? keyakinan kalian berbeda” kali ini perkataan eomma membuatku mengakkan badan, menatapnya dengan kilat mata penuh keyakinan. “Tradisi. Tanpa eomma sadari ini tradisi keluarga kita” aku bisa melihat tatapan bingung dan marah dari wajah eomma, tapi sekuat tenaga aku mencoba tak peduli. “Kakek menikah dengan nenek yang non-muslim, appa yang Kristen menikah dengan eomma, oppa juga begitu, dia juga menikah dengan Gaeul Eonni 3 tahun lalu. Itu tradisi eomma, bagaimana bisa eomma menyalahkan tradisi?” kuselesaikan kalimatku tepat saat eomma mengepalkan tangannya. “Lee Sang Hwa, kautetap harus melupakannya!” “Andwe, aku tak mau! Eomma bisa memberi ijin pada oppa, kenapa tidak denganku?” pelupuk mata ini memanas, aku tak bisa lagi membicarakan hal ini. “Tak bisa. Pokoknya tak bisa!”

*Author Pov*

Seorang gadis tengah duduk pada salah satu meja café yang sepi, hanya ada beberapa orang yang menikmati jam makan siangnya pada 2 atau 3 meja. Yeoja itu mendongakkan kepalany menatap langit yang biru cerah, seolah memperolok hatinya yang justru tengah terluka. Pelupuk matanya memerah, terlalu banyak yang dia pendam dalam hatinnya rapat-rapat. “Aku tau kami berbeda Tuhan, tapi tidaj bisakah cinta menyatukan perbedaan ini?” gumamnya entah untuk yang keberapa kali. Sudah seharian gadis itu termenung di meja ini, meratapi kehidupan yang sepenuhnya tak bisa dia tebak. “Ada masalah apa?” sauara itu mebuyarkan lamunannya, membawanya kembali dalam kehidupan nyata. Yeoja itu sedikit memaksakan senyum kakunya ketika mendapati namja itu duduk disampingnya, menatap penuh Tanya dan kekhawatiran seperti biasa. “tak ada apa-apa” kilah yeoja itu dengan memasang wajah yang seolah tak terjadi apa-apa. “Jangan bohongi aku Lee Sang Hwa” “Oppa..” lirih gadis itu pelan, mencoba meyakinkan sosok dihadapannya, meskipun sebenarnya dia sendiri juga tidak yakin dengan ke-tidak apa-apa-an yang dia maksud. “Jangan bodohi aku! Aku mengenalmu sama seperti Hae mengenalmu. Ada apa saeng?” namja bernama Hyuk Jae itu menggenggam tangan Sang Hwa lembut. Mencoba menyelam dalam pikiran yeoja itu lebih dalam lagi. “Gomawo untuk perhatianmu, tapi mianhae oppa aku belum bisa menceritakanmu” Sang Hwa melepas genggaman Hyuk Jae pelan, membuat namja yang sudah dianggap seperti oppanya sendiri itu tersenyum miris. “Gwencahana ceritakan saat kau siap” sekali lagi dengan berat hati namja itu harus memendam keingintauannya. “Bos, ini jam istirahatkan?” pertanyaan itu keluar dari mulut Sang Hwa, mata berbinarnya menatap Hyuk Jae dan layar ponselnya bergantian. “Ne” “Baiklah, aku pergi dulu oppa” Sang Hwa meletakkan kain lap, mengambil tasnya lalu berlari keluar dari café. “Yak, Lee Sang Hwa! Kau mau kemana?” teriak hyuk Jae yang tak ditanggapi oleh Sang Hwa, yeoja itu sudah berlari cukup jauh.

***

 Mereka masih bertahan dalam ke-diam-an, hanya menundukkan kepala masing-masing dan tak ada yang memulai pembicaraan. Suasana mobil itu terasa hening, berbanding terbalik dengan keramaian taman kota tempat mobil itu berhenti. Angina mulai masuk dalam keheningan yang mereka buat, memberi kesejukan tersendiri bagi dua insan yang kalut dengan pikirannya dan rasa takut. “Aku..” ucap mereka bersamaan lalu kembali meunundukkan wajah. “Biar aku yang duluan” putus sang namja akhirnya. “Eomma sudah tau hubungan kita” jelasnya yang membuat jantung sang yeja bergemuruh, ketakutan yang selama ini dibayangkannya benar-benar menjadi nyata. “Eommaku juga tau” sesal sang yeoja dengan hembusan nafas panjang pada akhir kalimatnya. “Apa yang dia permasalahkan?” Jong Woon menatap lekat yeojanya yang masih tetap menunduk. Sedangkan Sang Hwa terus memejamkan matanya, dia benar-benar tak ingin tau bagaiman ekspresi kekasihnya saat ini. “Chagi, apa yang ibumu permasalahkan? Status sosialkah?” Sang Hwa hanya bisa menggeleng perlahan, mulutnya tak sanggup lagi mengeluarkan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Jong Woon. Namja itu menghela nafas panjang menyadari punggung Sang Hwa berguncang, perlahan tapi pasti tangannya terulur mengangkat wajah yeoja itu. “Uljima..” bisiknya pelan dengan terus mengusap tetes air mata di pipi putih Sang Hwa. “Yesung Oppa..” Jong Woon sedikit tersenyum senang, menyadari jika Sang Hwa memanggilnnya dengan nama kecilnya dan hanya Sang Hwa yang diijinkan memanggilnya seperti itu. “Ne?” “Aku takut..” yeoja itu memalingkan wajahnya, tangannya gemetar, dan lagi-lagi bulir itu jatuh membasahi pipinya. Hatinya begitu terluka setipa mengingat perdebatannya dengan eommanya, sakit, rasanya tetap perih meskipun dia tau inilah konsekuensi hubungannya sejak awal. “Tak ada yang perlu ditakutkan, kita akan membuat mereka berkata ‘iya’ atas hubungan kita” Jong Woon merengkuh tubuh mungil Sang Hwa, mencoba mengurangi rasa takut gadis itu. “Berajnjilah kau tak akan pernah meninggalkanku” bisik Yesung lirih tepat di telinga kekasihnya, gadis itu hanya menganggukkan keplanya pelan dalam dekapan Yesung.

***
Mendung telah pergi, mungkin badai tak akan etrjadi, sekarang yang tersisa hanyalh kecerahan pada hati Sang Hwa. Meskipun pada dasarnya kegundahan itu masih tersisa, tapi bertemu dengan Yesung-mendengar kata-katanya yang menghangatkan, itu telah mamu membuatnya merasa lebih baik. Sang Hwa menyesap kopinya dengan semangat dan wajah berseri, di depannya Hyuk jae hany menopang dagunya, menatap adik sahabatnya dengan bingung. “Kau ini kenapa Lee Sang Hwa?” pertanyaan itu hany dijawab senyuman oleh Sang Hwa, hati gadis itu tengah gembira saat ini, dan dia ingin membagi-bagi senyumnya yang terbatas. “Aku sedang bahagia oppa” ucap Sang Hwa sedikit keras, beruntung sekarang café sudah tutup dan semua karyawan telah pulang. “Sedangkan tadi kau terlihat kalut” protes Hyuk Jae lalu meneguk the hijaunya. “Tuhan dapat memutar balik perasaan orang dengan mudah” kilah Sang Hwa sebelum akhirnya bersenandung sambil menatapi layar ponselnya. “Aigoo, aku memang tak pernah menang beradu kata denganmu” Hyuk Jae mendengus kesal, ditatapnya langit diluar sana yang sudah menggelap. “Sudah malam, kuantar kaupulang” “Aniya, aku tak ingin merepotkanmu, aku bisa pulang sendiri oppa” penolakan, itu yang selalu dia dapat. Hatinya tersenyum miris, sebagia seorang namja dia benar-benar memalukan. “Bagimana bisa kaumerepotkanku jika kau selalu menolak tawaranku?” ada sedikit luka pada kalimat itu, tapi namja itu berusaha menyimpan luka lainnya di hati. “Hahah, kalau begitu bagus. Aku tak ingin eomma mengomeliku sama seperti Haeppa, karena dia sering merepotkanmu” tutur Sang Hwa lembut, gadis itu mulai membereskan bawang-bawang bawaannya. “tapi.. aku..aku..” “Apa oppa?” Tanya Sang hwa dengan sesekali melirik jam putihnya. “Aniya, pergilah” Sang Hwa mengangguk mengerti, ada senyum indah dibibirnya. Yeoja itu melambaikan tangan sebelum akhirnya berjalan menjauhi Hyuk Jae. “Pabo!” namja itu memaki dirinya sendiri, hatinya benar-benar merasa malu. “Apa susahnya mengatakan ‘Lee Sanng Hwa, Saranghaeyo’” rutuknya dalam hati. Diacaknya rambutnya dengan frustasi, sdah sejak 10 tahun lalu dia mencintai yeoja itu, dan itu berarti 10 tahun sudah dia mememndam perasaannya sendiri.

*Lee Sang Hwa Pov*

 Duduk di mobil untuk menemui seseorang, itu sudah menjadi hal yang biasa bagiku. Tapi sekarang, duduk di mobil mewah ini, diantara orang-orang berjas hitam yang menjaga rapat diluar pintu, ini benar-benar manjdi hal baru dan membuatku rishi. “Jadi kau yang bernama Lee Sang Hwa?” Tanya wanita peruhbaya yang sejak beberapa menit lalu duduk disampingku. Wanita itu menggunakan gaun malam hijua yang pasa untuk usianya. “Ne” jawabku takut-takut. Diteulusurinya tubuhku dari atas kebawa, seolah ingin menemukan kesempurnaan pada segala kekuranganku ini. “Tak kusangka selera Jong Woon begitu rendah” cibirnya dengan menyunggingkan bibir sebelah kanannya, ditatapnya dengan jijik diriku entah untuk yang keberapa belas kali.
Kutundukkan wajahku semakin dalam, menutup mulutku rapat-rapat, aku takut membalas ucapannya dan sepertinya nyonya besar ini juga tak mengharapkan tanggapanku. “Ambil ini dan tinggalkan dia” nyonya besar yang kuketahui ibu Yesung itu menyodorkan selembar cek dengan tulisan angka ber-0 banyak, mungkin itu 0 terbanyak pada bilangan cek yang pernah kulihat. “Maksud anda?” “Jangan pura-pura bodoh. Apa cek ini kurang? Atau.. kau ingin aku memberimu cek kosong?” aku benci tatapannya, itu terlalu merendahkan. Tapi taka da yang bisa kuperbuat selain menahan emosi ini agar tak meluap. “Saya benar-benar tak mengerti dengan apa yang nyonya maksudkan” jelasku masih dengan mengatur emosi. “Aku sudah tau yeoja-yeoja sepertimu. Mengambil uang lallu pergi meninggalkannya bukan? Tapi sayang, aku tak akan membiarkanmu bermain-main dengan Jong woonku” tunggu, bermain-main? Dan pa? tipe-tipe yeoja sepertiku? Memangnya kau yeoja seperti apa dimatanya? “Maaf, tapi sepertinya anda keliru menilai saya. Sebaiknya anda simpan kembali cek anda, karean ini bukan permaianan, tapi ini cinta” sedikit kubungkukkan badanku, memberinya hormt, sebelum akhirnya beranjak meninggalkan mobil mewah itu.

*Author Pov*

Jieun mengetuk pintu sebuah ruangan yang sudah sering dia keluar-masuki. Berbeda dari biasanya, kali ini dia masuk bukan untuk membersihkan ruangan itu, tapi untuk menemui majikan kecilnya. “Masuklah” seru suara itu ketika Jieun hendak mengetuk untuk yang ketiga kali. Dengan langkahh kecil tapi penuh kewibawaan, Jieun melabgkah masuk, ditatapnya wajah tuan mudanya yang sebenarnya begitu ingin dia hindari. “Duduklah” perintahnya sekali lagi, dan wanita itu duduk dihadapannya. “Kau Ibu Sang Hwa?” Jieun hanya mengengguk menanggapi pertanyaan Jong Woon. “Kalau begitu aku tak perlu bertele-tele. Nyonya Lee, ijinkan putrimu menjadi milikku” ini sebuang lamaran tiba-tiba. Bayangkan, meminta dirirmu secara langsung di depan eommamu, jauh lebih menegsankan disbanding kudilamar di puncak Eiffel. “Jadi sekarang kaumelamar putriku?” “Entahlah, terserah anda menganggap ini apa, tapi yang jelas aku ingin Sang Hwa menjadi milikku seutuhnya” namja itu kembali mempropogandakan maksudnya. Wajahnya terlihat tenang, tak ada kesan tegang yang dapat ditemui pada namja normal lain ketika melamar kekasihnya pada calon mertuanya. “Maaf Tuan Kim, tapi ini semua tak semudah yang kaubayangkan. Aku tak bisa melepas Sang Hwa untukmu” Jieun menatap lekat manik tuan mudanya dengan yakin. Rahangnya mengatup rapat, semakin menggambarkan garis wajahnya yang tegas. “Tak ada alas an anda untuk menolakku. Aku kaya, tampan, dan mapan” namja bernama Kim jong Woon itu berkata pasti. Nadanya masih terdengar santai karena emosional bukanlah gayanya. “1 yang tak kaumilki, keyakinan. Dari apa yang kalian yakini sudah berbeda, lalu apa yang bisa membuat Sang Hwa bahagia bersamamu?” Jong Woon menghela nafas panjang, tau jika perdebatan ini tak kan berakahir dengan mudah. “Cinta, kami punya cinta. Anda bisa merasakan kebahgiaan hanya karena cin..” “Tapi tak selamanya cinta membawa kebahagiaan, bagaiman jika cinta justru melukaimu?” potong Jieun cepat dengan wajah yang semakin mengeras. “Aku sudah berpengalaman dan cukup tau untuk hal ini, jadi tinggalkan Sang Hwa karena hanya dia yang kumilki” lanjutnya dengan deru nafas yang semakin tak teratur. Marah-marah memang bukan hal yang baik untuk kesehatan Jieun. “Tapi aku berjanji..” “Permisi, aku harus kembai bekerja” lagi-lagi perkataan Jong Woon dipotong oleh Jieun. Wanita paruhbaya itu beranjak dari ruangan itu, sebelum Jong Woon membuka mulut dan kembali meminta Sang Hwa darinya.

*Lee Sang Hwa Pov*

Bisa kurasakan tangann kekar itu mendekapku erat dari belakang. Hangat, ingin rasanya waktu berheti saat ini, saat aku merasakan dunia hanya milki kami. “Aku akan pergi, jelek” mataku membelalak ketika bisikan itu telah sapai di telingaku, dan bersamaan dengan itu, dekapan tangannya mulai mengendur. “Jangan bercanda oppa!” gerutuku pelan. Kubalik badanku menghadapnya dan kutemukan kontak antara kami sudah jauh. “Siapa yang bercanda? Kau tau jelas kita berbeda. Kita tak akan bisa bersama” pelupuk mata ini memanas, rasanya sakit mendengar kata ‘berbeda’ keluar dari mulutnya. “Tapi, kita sudah berjanji..” “Tak ada janji. Kau pikir kau siapa ingin menahanku. Asal kau tau, aku bisa mendapat yeoja yang 100 kali jauh lebih cantik darimu” hancur, sesak, rasanya bumi runtuh di atasku. Kalimat terakhirnya terasa seperti pisau yang menghujam hatiku. “Oppa.. Yesung oppa..” kembali aku melirihkan namanya, mencoba memanggilnya yang semakin menjauh dariku. “Yesung Oppa..”

***

“Yesung Oppa..” aku berteriak cukup keras, keringaat dinginn bercucuran, dan ketika aku membuka mata, aku sadar ini adalah mimpi. Kusandarkan tubuhku pada kepala ranjang, nafasku naik turun tak beraturan, dan sedetik kemudian air mata ini meleleh. Jujur, aku lega karena itu hanya mimpi, tapi aku takut ini menjadi nyata. Oh Tuhan, jangan biarkan apa yang kutakuti benar-benar terjadi. Aku.. tak sanggup kehilangannya.

*Author Pov*

Jong Woon merasa ngeri pada seluruh tubuhnya ketika mendengar kata perjodohan keluar dari mulut eommanya. “Oh ayolah eomma, jangan bercanda” protes Jong Woon yang saat itu berada di ruang makan bersama Hana dan tamunya. “Siapa yang bercanda Jong Woon. Kupikir Min Rin cukup cocok untukmu” ucap Hana sembari menatap yeoja yang duduk di depan Jong woon dengan ramah. “Sudah kubilang, tak ada yang cocok untukku kecuali Sang Hwa” “Kim Jong Woon, jaga ucapanmu!” Jong Woon hanya mengagguk tak peduli paada kata eommanya. “Aku tak akan bertunangan dengannya. Aku pergi dulu” ucap namja itu yang terakhir sebelum meninggalkan ruang makan besar itu.

***

Sang Hwa terus menatap ponselnya, ini sudah 2 hari sejak mimpi buruknya dan sejak saat itu pula Yesung tak menghubunginya. “Mau sampai kapan kaumenunggunya?” pertanyaan Jieun sedikit mengagetkan Sang Hwa, wanita itu duduk disaampin putrinya denga jarak yang cukup jauh. “Lee Sang Hwa, lupakan dia..” kembali ucapan Jieun tak digubris, yeoja itu hanya menatap layar ponselnya dengan sendu. “Eomma memintamu melakukan ini untuk kebaikanmu” “Kebaikanku adalah bersamanya” potong Sang Hwa cepat. Tak seincipun dia menggeser wajahnya memandang Jieun.  “Aku dulu juga mengatakn hal yang sama pada nenekmu, tapi pada nyatanya perbedaan memang tak ditakdirkan untuk bersama” Jieun menghela nafas berat, mencoba menyentuh titik kelunakan hati putrinya ternyata begitu susah. “Jangan katakana apapun! Eomma tak tau apa-apa” Sang Hwa memutar kepalanya, meanatap Jieun tajam dengan kilat emosi. “apa yang eomma katakana ini rrealita. Bukan opini!” Jieun menekan kalimat terakhir yang keluar dari bibirnya, tak diperdulikan seberapa marah putrinya saat ini. “Sudah kukatakan. Ini tradisi” “Ini bukan tradisi, ini kutukan! Mungkin. Kakekmu mati dengan tragis bahkan ketika appamu baru berusia 2tahun” hening, tak ada tanggapan apapun dari Sang Hwa. Yeoja itu masih menunduk manatap layar ponselnya. “Kahidupan rumah tanggaku, sangat hancur, kau tau sendiri seperti apa. Dan Donghae.. bahkan dia harus bunuh diri ketika keluarga istrinya memnitanya bercerai” masih sama. Sang Hwa tak berkutik sedikitpun, meskipun pada dasarnya hatinya terluka mendengar kenyataan yang bahkan terlalu mengerikan untuk diingatnya. “Yang eomma punya hany dirimu, aku tak ingin kausama seperti kami” “Aku tak sama! Akan kubuktikan jika cinta dapat merekatkan perbedaan” kemudian jeda cukup lama, tak ada yang berani berucap. Hanya suara riuh tetangga sebelah yang menghias telinga mereka. Hingga sebuah nomorb asing mengubungi ponsel Sang Hwa. “Yeobseyo. Ah ne, 10 menit lagi”

***

Sang Hwa memasuki sebuah halaman besar yang pernah dia masuki setahun lalu-ketika menggantikan ibunya untuk bekerja. Kepalanya bergerak kekanan-kiri, berharap dapat menemukan sosok yang bgeitu dirindukannya dua hari ini, sosok yang menghilang dari hidupnya begitu saja. “Permisi, anda Nona Lee Sang Hwa?”  seoramng pelayan menghentikan langkahnya, berhenti di depannya dan tersenyum ramah. “Ne,” “Kalau begitu ikuti saya, Nyonya sudah menunggu di ruangannya” Sang Hwa hanya mengangguk, mengikuti setiap derap langkah pelayan rumah itu yang dia tau pasti akan melangkah kemana. Sebuah pint8u cukup besar berdiri dengan agung menunggu kedatangan mereka. Pelayan itu mengetuk pintu dan seseorang didalam sana memberinya ijin. Sang Hwa melangkah dengan ragu memasuki tempat itu, jantungnya berpacu dengan cepat, ada ketakutan yang luar biasa pada dirinya.  “Duduklah,” kata seorang wanita dengan tetap membolak-balik berkas kerjanya, terlihat tak menghargai memang dan itu yang membuat hati Sang Hwa begitu terluka. “Untuk apa anda memanggil saya?” susah payah Sang Hwa mengumpulkan keberaniannya, mengucapkan kalimat itu untuk mempersingkat waktunya di ruangan yang baginya dealah neraka. Hana meletakkann berkas kerjanya, fokusnya beralih pada yeoja muda di hadapannya. “Ah to the point sekali” ucapnya ddengan senyum mengejek. Baginya, Sang Hwa semakin terlihat rendah. Hana menyodorkan selembar kertas hitam dengan pita silver yang membungkusya. “Datanglah, aku mengundangmu” penuturan Hana begitu menusuk Sang Hwa, dengan enggan yeoja itu membaca dua nama yang terukir dengan tinta silver disana. “Kim Jong Woon.. Han Min Rin..” lirihnya yang semakin membuat Hana tertawa lebar. “Mereka akan bertunangan seminggu lagi” tangan Sang Hwa melemas, tubuhnya terpaku, ingin rasanya dia menulikan telinganya, tapi semua sudah terlambat, kalimat setajam belati itu sudah terlanjur menembus gendang telinganya. “Tak usah sekaget itu, memangnya apa yang kau harapkan dari hubungan kalian?” “Jangan permainkan saya, Yesung Oppa tak akan bersikap seperti ini” ucap Sang Hwa yang taak memperdulikan pertanyaan Hana sebelumnya. Yeoja itu memang yakin jika Yesung tak akan setega itu padanya, tapi rasa takut dan terluka tetap padanya ketika tangan mungilnya menggenggam undangan nista itu. “Kalaupun Jong Woon tak menginginkan hal ini, pertunangan ini akan tetap terjadi. Apa kau tak malu menjadi benalu pada kehidupan putraku?” Sang Hwa hanya terdiam. Benalu. Bahkan seumur hidupnya tak pernah sekalipun terpikir kata itu dalam benaknya. “Kau hanya akan menambah beban dan malunya. Apa kau ingin merusak masa depan Jong Woon? Asal kau tau, jika kalian terus berhubungan, aku akan menghapusnya dari ahli warisku” Sang Hwa masih terdiam, mencerna setipa kalimat Hana secara perlahan. “Mimpi buruk..” gumamnya ketika ingatannya melayang pada peristiwa setahun lalu.

>flashback

Sepasang insan itu masih duduk dibawah pohon, menikmati semilir angi dan indahnya langit senja. “Apa yang paling kauiginkan di dunia ini?” Tanya sang yeoja yang saat itu tengah tidur di pangkuan namjanya. “Menjadi seperti appa” namja itu mendongak menatap langit, ada pancar harapan yang besar disana. “Waeyo?” yeoja itu menegakkan badannya, mensejajarkan tubuhnya dengan sang namja. “Karena appa selalu terlihat sempurna di mataku. Aku ingin YCoorporation tumbuh ditanganku, sama seperti apa yang appa lakukan sebelum dia pergi” namja itu menghela nafas panjang, pandangannya tak luput dari langit-langit yang semakin meng-orange. “Kenapa harus YCoorporation?” “Karena itu perusahaan yang appa bentuk dari 0. Aish, kenapa kau cerewet sekali. Kenapa bertanya-tanya seperti ini, jelek?”  namja itu menurunkan pandangannya, menatap yeoja yang begitu antusias melihatnya. Diacaknya rambut yeoja itu dengan lembut. “Aniya, hanya ingin  tau” jawab yeoja itu akhirnya dengan membenarkan letak rambutnya yang berantakan.

>flashback end

Sang Hwa menghela nafas panjangnya berkali-kali, entah sudah berapa oksigen yang memenuhi paru-parunya, tapi rasanya tetap sesak. Hatinya terasa teriris dan jantungnya seperti berhenti berdetak. Dipejamkan matanya sudah sejak 10 menit yang lalu, tapi tak seperti biasanya dia tak menemukan ketenangan dengan hal itu. Entah sejak berapa menit yang lalu, setetes air bening bening menyapu tiap lekuk wajahnya, menggambarkan bagiman dia sangat terluka dengan pengakuan pada hatinya sendiri jika dia menyerah, jika hbungan ini harus berakhir sampai disisni. Disentuhnya dadanya yang terasa sesak, rasanya ada yang menghimpit dirinya hingag seluruh tubuhnya terasa sakit, dan sedetik kemudian tetes keduanya mengalir di susul tetes-tetes berikutnya. “ini bukan tradisi, tapi kutukan” “eomma melakukan ini demi kebaikanmu” “apa kau tak malu menjdi benalu bagi putraku?” “Jika kalian terus berhubungan, aku akan menghapusnya dari ahli warisku” “Aku ingin YCoorporation tumbuh dewasa di tanganku” rentetan kalimat itu semakin menyudutkan Sang Hwa, yeoja itu benar-benar merasa dirinya selam ini bodoh karena berharap bisa melawan takdir. “Ada panggilan masuk, jangan dibiarkan” suara hangat itu memaksa Sang Hwa membuka matanya. Ditatapnya sosok Hyuk Jae sudah duduk didepannya dengan bertopang dagu. Dengan tergesa yeoja itu menghapus sisa air mata yang menggenag di pelupuk dan pipinya. “Aku sudah melihatnya, cepat angkat” perintahnya penuh kelembutan. Dengan sedikit enggan Sang Hwa mendekat menatap layar ponselnya, sedetik kemudian gadis itu meletakkannya kembali, tak ada niatan untuk mendengar suara sosok itu. “Kenapa tak diangkat?” diam. Yeoja itu tak menjawab pertanyaan Hyuk Jae. Ditatapnya hiruk pikuk jalan Seoul saat siang hari. “Arraso, kauingin sendiri? Baiklah aku pergi” namja itu mengangkat tubuhnya, memindahkan bebannya pada dua kaki yang siap menjadi tumpuannya. “Oppa..” langkah Hyuk jae terhenti, ditatapnya sosok Sang Hwa dengan bingung tapi tetap penuh kasih. “Bisakah aku menceritakan apa yang saat itu kutunda?” “Tentu” namja itu kembali menghempaskan tubunya di kursi café tepat di depan Sang Hwa. Kedua tangannya dia lipat di depan dada, terlihat antusias. Perlahan tapi pasti, Sang Hwa mulai menceritakan maslahnya. Mulai dari kisah kasihnya yang sudah salah sejak awal, harapannya untuk melompati takdir, hingga saat ini keputusannya yang secara sepihak ingin mengakhiri hubungannya dengan Yesung.
Sementara itu, Hyuk Jae hanya bisa terpaku, dirinya sendiri juga terlalu rapuh untuk menerima kenyataan jika yeoja yang dicintainya selama 10 tahun, justru mencintai namja lain dengan mati-matian. “Oppa eotthoke?” Tanya Sang hwa akhirnya. “turuti kata hatimu” speechels. Terdengar sangat lumrah, karena memang Hyuk Jae tak bisa berpikir untuk menemukan jawaban yang lebih meyakinkan dari itu.

***

Hari ke 6 semenjak pertemuan Sang Hwa dengan Hana, semua semakin memburuk. Badai benar-benar terjadi, tak ada lagi senyuman yang menghias bibir mungil Sang Hwa. Yeoja itu benar-benar terlihat seperti mayat hidup, tubuhnya kurus kering, pandangannya seallu kosong, seolah jiwanya berada jauh dari raganya. Senja ini, Sang Hwa sedikit menyegarkan pikirannya dengan jalan-jalan di sekitar taman, sedikit tersenyum miris karena tempat ini merupakan tempat yang selalu dia kunjungi bersama namja itu. Sang Hwa terus berjalan, meskipun sudah setengah jam dia berjalan di taman ini, tapi tak sedikitpun ada niatan untuk berhenti. Gadis itu sedikit menghela nafas panjang pada setiap pergerakan kakinya. Ingin rasanya dia lelah dan melupakan segalanya, tapi tak bisa. Rasa lelah ini tak akan mampu mengganti rasa terluka di hatinya. “Lee Sang Hwa..” suara itu mengagetkannya, membuatnya menghentikan langkah, terpaku di tempatnya berdiri manik gadis itu membulat lebar. Dag.. dig.. dug.. jantungnya berdetak perlahan tapi terdengar keras, pelupuknya memanas, ingin rasanya dia menghambur memeluk sosok itu, tapi kenyataan jika esok dia menjdi tunangan orang lain menghentikan niat Sang Hwa. “Jelek, kemana saja kau selama ini? kau ingin larin dariku? Pabo! Bukannya kausudah janji?” sosok itu mememluk Sang Hwa erat. Kerinduan yang selama ini dipendamnya melebur dengan kegembiraan. “Lepaskan aku oppa, aku sudah tak berhak mendapat pelukanmu lagi” “Apa maksudmu?” sontak Jong Woon melepas pelukannya, menatap Sang Hwa dalam-dalam. “Besok, kau akan bertunangan..” “Aish, Jelek! Siapa yang akan menyetujui hal itu. Kalau ada yang bertunangan denganku, itu hanya kau” Yesung mengacak rambut Sang Hwa gemas. Memberinya senyuman yang menurut Sang Hwa itu senyuman terindah yang pernah dilihatnya. “Tapi aku benalu bagi..” Jong Woon meletakkan telunjuknya di bibir Sang Hwa, menahan gadis itu untuk tidak mengatakan yang tidak-tidak. “Diamlah dan ikuti perintahku. Chagi, kita menikah besok” Sang Hwa membelalakkan matanya, menatap tak percaya kea rah Yesung. “Tapi, orangtua kita?” “Menikah dulu, baru setelah itu kita akan dapat restunya” “Apa oppa yakin?” “Tentu”

***

Diluar langit menggelap, hujan deras mengguyur Seoul pagi ini. tapi senyum itu tak luntur dari wajahnya. Yeoja itu terlihat cantik dengan makeup tipis dan gaun putih yang melekat indah di tubuhnya. Sesekali dia mengintip tubuhnya di depan cermin, memastikan jika dia terlihat cantik dengan Jong Woon melihatnya. Ditatapnya jam dinding yang berjalan dengan santainya melewati tiap titik yang melingkari benda lingkaran itu. Masih 10 menit lagi, tapi jantung yeoja itu rasanya tak berhenti berdetak. Berulang kali dia melempar senyuman sekedar untuk mengurangi rasa tegang.
Brakk. Pintu ruangan itu dibuka kasar. Membuat sosok yeoja bernama Sang Hwa itu terperangah. Ditatapnya dengan was-was pintu yang perlahan dibuka dan menampakkan sosok dibaliknya. “Hyuk jae Oppa, kua menakutiku” protes Sang Hwa pada sosok yang diyakininya Hyuk Jae. Sosok itu tetap berdiri di ambang pintu dengan dada naik turun tak karuan. “Sang Hwa.. Jong Woon.. Kim Jong Woon..” Sang Hwa hanya terdiam, menunggu kata sealnjutnya untuk merampungkan kalimat ini. “Dia.. kecelakaan..” kaki Sang Hwa melemas, tak mampu menopang berat badannya. Dadanya terasa sesak, dan senyum yang ditebarnya melenyap entah kemana. “Sapai saat ini polisi belum bisa menemukannya, mungkin terbawa arus” air itu melelh bersamaan dengan dentangan jam di ruangan itu. 10 menit sudah terlewati, harusnya ikrar suci itu dilakukan saat ini. tapi nyatanya, kehidupan ini juistru memberi kajutan yang sangat besar bagi sang Hwa. Teroyak, hati gadis itu benar-benar sakit. Tinggal 10 menit lagi, padahal hanya 10 menit lagi cinta akan benar-benar menyatukan perbedaan. Tapi sepertinya takdir memang sedang tak berpihak pada cinta dan perbedaan. “Oppa, kumohon katakana jika ini lelucon” “aku juga berharap seperti itu, tapi sayangnya ini adalah kenyataannya” Sang Hwa kembali menangis, dadanyasesak, dan dia benar-benar merasa hidup ini sia-sia. “Tuhan, kenapa kaupertemukan kami, jika kami tak bisa bersama?” lirih Sang Hwa dengan tangis yang semakin menjadi.

***

Sang Hwa menatap sungai itu, hatinya masih teroyak, air mata tak kunjung henti mengaliri pipinya. 2 hari sudah namja itu menghilang, namja yang begitu menghias hari-harinya, namja yang harusnya saat ini tengah tersenyum bahagia bersamanya. Tapi nyatanya, namja itu justru diambil Tuhan. Sang Hwa memang tak pernah mengetahui apakah namja itu masih selamat atau tidak, apakah namja itu berada di seoul atau daerah lain, Sang Hwa.. yeoja itu hanya mencoba merelakannya, meskipun ini beribu kali lebih berat untuknya.
Setetes air being kembali jatuh dan dengan cepat gadis itu menghapusnya. Sekarang, dia sadar, jika takdir tak berpihak pada perbedaan. Dan cinta tak semudah itu untuk menyatukan perbedaan.
Mungkin raganya telah pergi, tapi cinta ini tak akan pernah pergi-Lee Sang Hwa-

END-

Eotthoke? Aneh ya? Hehe. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun, karena ini hanya sebuah FanFiction. Mianhae kalok banyak typo. Give your comment oke? Karena kritik anda, saya butuhkan disini.

Temui Saya di: 
Fb: Anni Dina (JewelsELF)
Twitter: amd_elf
Invite you: alwaysbejewels.blogspot.com