Sabtu, 27 April 2013

Different (sekuel) PART 1



Author : JewelAMD
Tittle    : Different (sekuel) part 1
Genre  : Romance, Angst
Cast     : Kim Jong Woon
              Kim Soo Hyun
   Lee Sang Hwa
               Lee Hyuk Jae
              And other cast
Rating : PG13
Length: continue(sekuel)

Annyeong. Thor comeback ni.. ini sekuel Different. Ff berseri pertama aku. Okee, Happy reading :D

------------------------------------

*Lee Sang HwaPov*

Aku masih memandang tubuhku di depan cermin,melenggak-lenggokkan gaun putihku yang terlihat indah, rambut panjangku digulung ke atas dengan dihias mahkota kecil di atasnya. “Mirip princess” kepalaku dengan PD-nya mengangguk meng-iyakan ucapan batinku sebelumnya, dan seulas senyum tips entah kenapa begitu mudahnya terukir di bibirku hari ini. Aku kembali duduk di tempatku, tak ingin terlalu banyak berkeringat karena tak ingin riasan wajahku luntur.  Aku ingin tampil cantik, setidaknya ini adalah peristiwa sekali seumur hidup. Tubuhku menegang saat kuraskan ada tangan yang menepukku dari belakang, sebuah tangan kekar yang mengusap pundakku perlahan tanpa mengucap sepatah-katapun. “Nu..nuguseo?” dengan keberanian yang sangat minim, aku masih berusaha bertanya padanya, meskipun saat ini badanku terasa kaku, tak bisa berbalik menatapnya.
Hingga menit ke tiga sosok itu masih diam, tak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya. Kepalanya yang cukup berat bersandar di pundakku, bisa kurasakan hembusan nafasnya yang berat seolah ada ribuan beban yang bergelanyut manja pada gas CO2 yang dibuangnya. “Kkkau.. siapa?” tanyaku sekali lagi dengan kadar ketakutan yang lebih tinggi, tapi sosok itu masih diam seribu bahasa, hanya hembusan nafasnya yang menjawabku. “Aish, jinja. Sebenarnya kau ini sia…” kuhentikan kata-kataku ketika tubuhku benar-benar menatapnya. Manikku menatap mata sendunya dengan sempurna, sosok itu terlihat kacau dengan rambut kusut dan air mata yang menggenang di pelupuknya. “Oppa..” terluka, shock, dan benar-benar tak tega ketika aku mendapatinya berdiri di depanku dengan kondisi seperti ini. Sosok itu harusnya tengah memakai jas rapi sepertiku, rambut yang disisir beraturan dan air mata yang bahagia. Tapi sekarang, untuk apa air mata itu ada disana? “Oppa, waeyo? Ada masalah?” kumajukan kakiku selangkah mendekatinya, tapi namja itu memundurkan dirinya dua langkah. “What happen?” kembali aku mendekat, tapi lagi-lagi dia menjauh. Kami seperti dua magnet berkutub sama yang ssaling di dekatkan, tolak-menolak. Sadar jika aku mengalami penolakan, entah kenapa aku merasa sakit. Air mata ini merembes keluar, entah untuk yang keberapa kali aku melangkah mendekatinya, dan entah untuk yang keberapa kali pula dia melangkah menjauhiku. Bisa kulihat air matanya yang semakin deras mengucur, hingga kurasakan tubuhnya semakin pudar, pudar, memudar, dan akhirnya lenyap di hadapanku.

***

“Oppa..” lirihku ketika perlahan mataku mulai membuka. Ada air mata bening di sudut mataku, dan aku belum berniat untuk menghapusnya. Membiarkan butiran hangat itu jatuh membasahiku, berharap ada sedikit beban yang terbawa pergi seiring tangisanku yang mulai menetes. Sudah satu tahun laki-laki itu pergi meninggalkanku, meskipun sebagian hatiku telah mencoba merelakannya, tapi sebagian hatiku yang lain masih merindukannya-membutuhkan laki-laki itu untuk ada di sisiku. Dan sialnya, bagian inilah yang lebih dominan. Bagian dimana aku masih mengharapkan dia ada, bagian dimana cinta ini masih untuknya, dan bagian yang selalu menghadirkan dirinya dalam setiap mimpiku. Kuhapus air yang telah membasahi pipiku, menghembuskan nafas panjang seolah aku lelah, ah aniya~ bukan seolah, tapi aku benar-benar lelah. Aku lelah menunggu kedatangannya, aku lelah mengharapkan keberadaannya, aku lelah terhadap takdir yang memberiku harapan palsu, aku.. lelah.
“Sang Hwa, ireona!” teriakan suara hangat dari balik pintu dengan tangan mengetuk benda persegi kayu itu membuatku sedikit terbuyar dari pemikiran panjangku. “Yak ppalli ireona. Hyuk Jae sudah menjemputmu” aku terdiam, mengerjapkan mataku sebentar, mengatur agar suaraku tak terdengar serak karena habis menanngis. “Ye eomma, suruh dia menunggu” ucapku ketika pintu itu telah terbuka.

*Author Pov*

 Hening, hanya hembusan nafas mereka yang terdengar di tengah-tengah alunan lagu 7 years of  love yang memang sengaja di putar oleh pemilik mobil itu. Tak terdengar suara percakapan atau canda diantara mereka. Sudah seperempat jam mereka terjebak dalam hiruk pikuk jalan raya Seoul, tapi selama itu mereka hanya saling membuang muka, memandang jalanan yang mulai di padati besi beroda empat. Sesekali Sang Hwa memainkan jarinya, kebiasaan yang akan dia lakukan ketika dia mulai bosan atau gugup. Sedangkan Hyuk Jae lebih memfokuskan dirinya pada jalanan yang entah kenapa hari ini terasa sangat sesak.
5 menit kemudian tak ada bedanya, mereka masih tetap diam hingga ke-empat roda mobil Hyuk Jae berhenti di sebuah pelataran Rumah Sakit. “Mau kujemput jam berapa?” tanya hyuk jae sambil melepaskan seat belt, berniat membukakan pintu untuk yeoja yang tengah duduk di sampingnya. “Tak usah” tolak Sang Hwa lembut dengan bibir yang membentuk lengkungan mempesona. “Tapi..” “Sungguh aku bisa pulang sendiri” potong yeoja itu cepat. Hyuk jae hanya menganggukkan kepalanya, membuka pintu mobil dan lagi-lagi tangan gadis itu menahannya. “Oppa tak perlu, aku lebih suka jika aku membuka pintuku sendiri” lagi-lagi namja itu ditolak dan dia tak bias berbuat apa-apa kecuali menggangguk patuh. “Kalau ada apa-apa telfon aku” tawar sosok itu dari balik kemudi, sedangkan yeoja itu telah berdiri di luar mobilnya. “Ye oppa, berhati-hatilah”

***

Sosok itu telah sampai di ujung lorong rumah sakit, seperti biasa pintu dengan angka J-20 adalah tujuannya. Perlahan tangan mungilnya tergerak mengetuk pintu rumah sakit itu secara pelan, sebelum ahirnya dia memutuskan untuk masuk tanpa menunggu teriakan ‘masuklah’ dari dalam sana. “Ah, rupanya ada ahjumma. Mianhae, kupikir Ny.Kim sedang sendiri” ucap yeoja itu setelah beberapa saat sebelumnya menunduk memberi hormat pada wanita paruhbaya yang dia panggil Hwang ahjumma. “Gwechana, sbentar lagi aku juga akan pulang. Kau jaga nyonya ne? merepotkan?” sahut wnita bernama Hwang Sebyu itu dengan ramah. “Ah nde, sama sekali tak merepotkan” Sang Hwa tersenyum sekilas akhirnya mengalihkan pandangannya pada sosok yang terbaring lemah di ranjang pasien, tatapan matanya sayu, dia tak tega melihat wanita yang satu tahun lalu terlihat kuat, kini justru terlihat rapuh. “Dia belum bangun, semalam dia tak tidur, mkungkin sekarang Nyonya lelah” jelaas Hwang ahjumma sambil mengikuti arah pandang Sang Hwa. “Omona, aku harus segera bekerja. Ada banyak hal yang harus kukerjakan di rumah” Sang Hwa menarik sudut bibirnya, melambaikan tangan pada sosok Hwang ahjumma yang lenyap di balik pintu.

***

Sang Hwa menutup novelnya ketika dirasa ranjang pasien itu bergerak. “Ah, Nyonya sudah bangun?”  ucapnya sambil meletakkan novel di atas sofa, melangkahkan kakinya mendekati wanita paruhbaya itu. “Dimana pelayan hwang?” Tanya wanita itu lirih dengan suara serak khas seseorang yang baru saja terbangun dari tidurnya. “Hwang ahjumma kembali kerumah Nyonya, dia bilang ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan” jelas Sang Hwa lembut dengan tangan yang sibuk menuangkan air hangat kedalam baskom. “Kau sendiri untuk apa disini? Harus berapa kali kubilang jika aku tak ingin melihatmu?” tekan wanita itu pada setiap kalimatnya. “Dan harus berapa kali pula saya bilng, jika saya tak peduli hal itu. Eoh, lihat ini sudah jam 10. Saya akan membantu Nyonya membersihkan diri” Sang Hwa membasahi handuk kecilnya, memerasnya, lalu mengusapkannya pada permukaan kulit wanita itu, memberikan efek yang cukup segar pada tubuh yang satu bulan ini hanya bisa terbaring di ranjang rumah sakit. Bias dirasakan bagaimana perubahan tubuh wanita bermarga kim itu setahun ini. Semakin kurus, pucat, dan lebih sakit-sakitan. Entah kemana daya tahan dan ketegaran yang dulu dia punya. Wanitaitu terelalu pusing memikirkan kondisi putranya yang kian melemah, dibanding memikirkan kodisis jntungnya yang kian memburuk. “Nyonya harus lebih sering memperhatika kondidi nyonya” “Kau piker, kau siapa bias mengatur hidupku?” Sang Hwa hanya tersenyum sekilas menanggapi pertanyaan Hana. “Aku Lee Sang Hwa, calon menantu Nyonya. Apa nyonya lupa?” hanay senyum getir yang menjawab godaan Sang Hwa. Wajahnya terlihat semakin pucat, perasaan sakit kembali berkecauk pada diri wanita itu. “Kau berbicara aseolah Jong Woon masih ada” jawaban singkatnya seolh petir menyambar yeoja manis lawan bicaranya. “Jangan memberiku harapan bodoh lagi, aku sudah cukup tertekan dengan kepergian putraku yang tiba-tiba” setetes air mata jatuh membasahi pipi Hana, selama ini dia selalu menyimpan dukanya dari setiap orang, entah kenapa hari ini dia begitu ingin membaginya dengan yeoja yang dulu begitu ingin dia singkirkan. “Cepat bantu aku membersihkan diri, aku ingin segera makan” Hana mencoba mencari topic lain, tak ingin lebih lama melihat reaksi shock Sang Hwa. “Ya! Kau tak mendengarku?” sentak wanita itu sekali lagi, membuat Sang Hwa sedikit terjingkat. “Ne, Nyonya”

***

 Langkah sosok itu terlihat gontai, hatinya benar-benar kacau, pikirannya melayang paada perkataan Hana tadi. Seperti sebuah tamparan keras yang kembali mengingatkannya pada kenyataan pahit yang ingin dia lupakan. “jangan beraharap lagi” setidaknya itulah yang tadi Hana ucapkan ketika Sang Hwa menutup pintu rumah sakit untuk pulang. Hati gadis itu benar-benar kalut, seperti ada kabut tebal yang menyelimuti relung hatinya. “Tak bisa..” gumamnya pelan, wajahnya menunduk dalam, sedangkan kakinya terus memmbawanya melangkah meleawati garis-garis putih. “Dia masih ada, Tuhan, dia masih ada kan?” mulutnya terus berkicau tak jelas. Kakinya mulai lemaas, dia tak ingin berhenti setidaknya ketika hatinya masih sesuram ini. Kim Jong Woon, sebenarnya dia adalah main castnya, tokoh utama yang berhasil menggerogoti tubuh kuat Kim Hana, tokoh utama yang berhasil membuat Lee Sang Hwa terlihat begitu mengerikan selama setahun ini, tokoh utama yang begitu dicintai seorang Lee Sang Hwa, tapi sayangnya tokoh utma itu kini menghilang. Entah sudah berapa ratus orang yang Hana kerahkan untuk mencarinnya, tapi sampai setahun ini pencarian itu tak membuahkan hasil. Polisi bahkan telah menyatakan Jong Woon tewas terbawa arus deras, sebuah pemakaman tanpa jasad sudah dilakuakn, tapi entah kenapa relung hati Sang Hwa masih begitu enggan mengakuinya. “Dia masih hidup, aku bias merasakannya” itu yang selalu Sang Hwa katakan ketika orang-orang mulai memintanya untyk melupakan Jong Woon. Tapi entah kenapa hari ini dia tak bias mengatakan hal itu padaa Hana, ada satu titik apada hatinya yang menahan mulutnya untuk mengucapkan kalimat itu. Satu spot yang Sang Hwa sendiri benci untuk mengakuinya, titik keraguan. “Dia masih ada” gumanya berulang kali, tak bias dipungkiri jika spot keraguan itu memang ada pada dirinya, tapi perasaan jika Jong Woon masih hidup tetap bertahan pada sisi hatinya yang lain.

Tin.. tin..

Sebuah klakson ditekan keras hingga menghasilkan bunyi yang begitu memekakkan telinga. Sang Hwa mengangkat kepalany karenadia benci tipe kebisingtan yang seperti ini. Lewat matanya yang mengabur dia bias melihat besi beroda empat itu melaju ke arahnya, ada sedikit ketakutan yang tergambar di wjahnya, tapi tubuhnya terlalu rapuh untuk berlari, dia hanya bisa membeku, menutup matanya rapat-rapat. 3 menit kemudian roda-roda itu mulai beradu dengan aspal, berhenti tepat 5cm di depan raga itu. “Yak! Kau ini bodoh atau mau mati?” seorang namja berperawakan tinggi, berambut hitam, dengan kacamata yang menyembunyikan mata sipitnya keluar dari mobil itu dengan sedikit kesal. Tangannya yang terbentuk dengan sedikit otot terpampang jelas lewat kaos tanpa lengannya. Dia benar-benar sosok lelaki yang hampir mendekati kata sempurna. “Yak ahgassi, kau tak mendengarku?” Sang Hwa hanya bias terdiam mematung di tempatnya sementara laki-laki itu kembali membentaknya. Kepalanya begitu pusing, pandangannya mengabur sehingga untuk melihat rupa orang yang membentaknya saja tak bisa. “Mianhae” ucap Sang Hwa lemah tanpa menunduk meberi horamta sedikitpun. Yeoja itu membalik tubuhnya, meneruskan langkahnya dengan sempoyongan dan tangan yang terus-menerus memijit pelipis kepalanya. “Yak! Ahgassi, Gwenchanayo?” teriak laki-laki bermata sipit itu ketika melihat tubuh Sang Hwa ambruk di atas aspal.

***

Beautiful adalah satu kata yang yeoja itu ucapkan ketika kakinya menapak lahan rerumputan yang cukup luas. Ada banyk bunga mekar di tempat ini, termasuk mawar puti, bunga kesukaan yeoja yang tengah memandang tempat ini kagum. Sekilas yeoja itu mengernyitkan keningnya, dia ingat betul jika seul tengah mengalami musim dingin, tapi ini membuat korea terlihat seolah musim semi. Gadis itu berjalan lagi, kali ini langkahnya sedikit berat, dan dia baru sadar jika dia tengah menggunakan dress pengantin yang begitu elegan. Dia melirik ponsel yang sedari tadi digenggamnya, dan.. “Sial, kurang 10 menit lagi” umpat gadis itu kesal, sebelum akhirny mencoba berlari dengan gaun pengantinnya yang begitu panjang. Gadis itu menemukan karpet merah yang memanjang seperti altar, dengan rasa penasaran dan perasaan dag dig dug yang tak karuan, gadis itu mulai berjalan. Ah, bukan, itu terlalu cepat untuk di sebut berjalan, tapi terlalu lambat untuk disebut berlari. Diujung sana, dia menmukan sosok laki-laki berjas putih senada dengan gaun yang dia kenakan tengah berdiri membelakanginya. “Nuguya?” Tanya gadis itu ketika jarak antara dia dan laki-laki itu terpaut sekitar 10 meter. Sosok itu tak menjawab pertanyaan gadis itu, dia hanya membalik wajahnya dan memasang senyum yang.. demi Tuhan akan membuat semua yeoja terhipnotis karenanya. Gadia itu tersenyum lebar ketika sosok itu benar-benra terlihat jelas di depan matanya, ada rasa rindu yang begitu besar yang mendorongnya untuk bberalari mendekati prianya. Seulas senyum terukir di bibir merah tipisnya. Dia benar-benar tak bisa menggambarkan kebahagiaannya, bahkan jika kebahagiaan ini berwujud mungkin akan jauh lebih indah dari pelangi. “Oppa..” gadis itu menghentikan langkahnya ketika jarak mereka hanya tinggal dua langkah. Dihisapnya ribuan oksigen karena dadanya terasa sesak hanya karean melihat sosok itu. “Yesung oppa..” seperti seekor anak merpati yang sayapnya tertembak, begitulah perasaan gadis itu saat ini. Baru saja dia melayang berharap bisa bertemu sesuatu yang lebih indah dari pelangi. Tapi sekarang dia jatuh lagi ke bumi, melihatnya kerasnya bebatuan dan terjalnya tebing-tebing, ketika dilihatnya sosok itu kembali lenyap sewperti buih di depan matanya.

***

“Yesung oppa..” kepala Sang Hwa bergerak gusar, keringat dingin mulai membasahi dahinya. “Andwe! Jangan tinggalkan aku lagi ppa, jebal..” teriakan histeris itu membuat wanita paruhbaya yang sejak 15 menit lalu duduk tegang di sofa rumah sakit tergerak untuk mende4kati ranjang putrinya, membelai lembut rambut hitamnya. “Sang Hwa, Lee Sang Hwa” ucapnya seraya menepuk pipi putrinnya perlahan, berharap sosok itu segera keluar dari dunia mimpinya. “Sang Hwa, Ireona” Hyuk Jae ikiut bersuara, enath sejak kapan dia mulai berdiri di samping Ny. Lee
Perlahan mata itu mulai terbuka, sekujur tubuhnya gemetaran, antara takut dan dingin. “Eomma..” tangannya terulur meraih tubuh wanita di depannya. Yeoja itu tak bersuara, hnya air mata yang perlahan mulai membasahi baju eommanya. “Wae?” Tanya wanita itu dengan nada khawatir. Tapi hanya gelengan pelan yang menjawabnya, tak ada keberanian untuk bercerita. Gadis itu terlalu bingung bagaiman cara memulai ceritanya, terlalu rumit dan menyakitkan. “Kenapa dia harus dating? Kenapa?” batin Sang Hwa bertanya keras –pada dirinya. Dia tak tau harus senang atau sedih dengan kehadiran laki-laki itu di mimpinya. Suah hamper setahun ini laki-laki itu menhilang bagai di telan humi, tapi entah kenapa akhir-akhir ini sosok it uterus menghantuinya, kembali menjadi tokoh utama pada setiap bunnga tidurnya. “Aku tau aku gagal eomma, tapi kenapa Tuhan memperjelasnya?” tangis yepja itu semakin menjadi, seperti ada garam yang ditabur di atas lukanya yang masih menganga lebar tatkala sekelebat mimpinya kembali memenuhi otak Sang Hwa. Gaun pengantin, altar, penantian 10 menit, laki-laki itu yang menunggu di ujung altar, dan namja itu yang tiba-tiba menghilang seperti buih. Sungguh seperti duka lama yang di ulang berali-kali. Kegegalan di depan altar, kegagalan mempersatukaa cinta di atas perbedaan, adealah memori pahit yang begitu Sang Hwa ingin lupakan. Tapi sepertinya, scenario Tuhan inin dia mengingat setiap memori dan kagagalan yang pernah dia ukir. “Sabarlah..” hanya kalimta itu yang keluar dari bibir wanita itu, dai tau betul bagaiman luka yang dialami putrinya, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. “Permisi, biar aku panggil dokter Cho terlebih dahulu” sela Hyuk Jae.

***

Namja itu memasuki pint terakhir di ruangan ini, kembali nuansa putih memnuhi ruangan ini seperti ruang-ruang sebelumnya, dan namja ini tak mempermasalahkannya karena putih member kesan simple, sesuai kepribadiannya. Namja itu melihat sebuah ranjang king size di bagian kiri ruangan-yang ternyata adalah kamarnya-juga sebuah pintu yang tanpa dilihatpun dia sudah itau itu adalh kamar mandi. Sosok itu meletakkan ranselnya diata ranjang, dia tak terlalu tertarik unntuk istirahat karena ini masih terlalu terang untuk tidur. Perlahan tubuhnya mulai merpatkan ke balkon. Dia cukup bersyukur karena apartemennya berada di atas hingga dia bisa melihat rangkuman kota Seoul dari sini. Hembusan angin mulai menilisik kesela-sela rambutnya, menyelimuti tubuhnya dengan rasa dingin yang jelas-jelas menusuk tulangnya. Sialnya, dia hanya memkai baju tanpa lengan yyang hanya sedikit memberi kehangatan. Namja itu memasukkan jemarinya kedalam saku bajunya, berharap dia tak mati menggigil hanya karena berdiri di balkon apartemennya sendiri. Dari sini Seoul terlihat indah dengan cahaya orange senja yang mengenai ujung gedung-gedung . Indah. It’s very beautiful.
Laki-laki itu menggosokkan telapaknya, berdri I balkonnya memang dingin, tapi dia tak ingin beranjak, dia ingin lebih lama menikmai kecantikan seoul yang terasa taka sing lagi baginya. Sekali lagi dia menggosokkan telapak tangannya, dan dia benar-benar merutuki kebodohannya yang lebih memilih memakai baju tanpa lengan di banding mantel di musim dingin.  Sedetik kemudian ponselnya bergetar, dengan tergesa dia merogoh sakunya dan mengeluarkan benda itu dari sana. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang begitu di kenlanya. “Damn! Bagaimana aku bisa lupa?!” tanpa ba-bi-bu lagi tangannya mulai menekan tombol hijau di suudut kiri bawah ponselnya. “Yeobseo” angkatnya “Kau sudah sampai di Seoul?” Tanya seorang wanita di ujung sana. “Sudah eomma, mianhae aku lupa menguhubungimu” namja itu memindahkan tubuhnya dri balkon, berjalan memasuki kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. “Ya! Kim Soo Hyun, baru beberapa jam kau meninggalakan rumah, tapi kau sudah nelupakan eommamu!” omel wanita itu kesal. “Aniya, bukan begitu. Tadi aku ada urusan sebentar” jelas sosok bernama Soo Hyun itu dengan telaten. “Urusan apa yang membuatmu melupakan eomma huh?” namja itu tersenyum. Selalu saja seperti ini, eommanya selalu saja cemburu layaknya anak SMP yang baru saja jatuh cinta. “Mmebawa seorang yeoja ke rumah sakit. Dia pingsan di depanku, bgaimana bisa aaku mengabaikannya?” Soo Hyun beranjak dari ranjangnya, menutup pintu kaca yang menghubungkannya dengan balkon. Dia tak inhgin menikmati anginn dingin lebih banyak lagi hari ini. “Apa eomma bisa mempercayai ucapanmu?” “Tch,” Soo Hyun mendengus kesal, disembunyikan tubuhnya di balik selimut rapat-rapat, dia benar-benar menggigil saat ini. “Terserah eomma saja” selalu, pada setiap perdebatan kecilnya dengan wanita itu dia yang akan selalu mengalah. “Jaga kesehatanmu disana, banyal-banyaklah istirahat” namja itu sedikit terkekh mendengar ucapan eommanya, dia bukan anak SD yang akan berpariwisata bersama temannnya, dia seorang pria dewasa sekarang. Soo Hyun memindahkan ponsel ke telinga kirinya dan berkata, “Aku tak akan bisa menjaga kesehatanku jika eomma meneleponku lebih lama lagi. Kudengar radiasi ponsel bisa memasak popcorn dan mendidihkan air, mungkin kepalku juga akan…” “ne, ne, kau hanya cukup memnita eomma mneutup telepon. Tak perlu menguliahiku sepanjang ini” potong wanita itu cepat dan hanya dijawab kekehan pelan dari putranya. Jelas sangat mudah jika dia ditunutut untuk to the point, itu memnag kepribadiannya. Tapi dia sadar betul jika itu akan terasa tidak sopan jika dilkaukan pada orang tuanya, terlebih eommanya. “Hentikan tawamu Kim Soo Hyun. Beristirahatlah” dan berakhirnya dengan berakhirnya suara hangat itu, sambungan itu terputus.

***

“Makannlah ini Lee Sang Hwa, kau butuh makan malam untuk tenagamu” entah sudah berapa kali Hyuk jae menyebut kalimat itu di depan Sang Hwa, tapi gadis itu tak berkutik. Sejak sadar dari pingsannya 2 jam yang lalu, gadis itu hanya berdiam diri. Dari wajahnya tergambar seolah ada ratusan pikiran yang memenuhi otaknya, benar-benar kacau. “Sesuap saja” mohon Hyuk jae, tangannya telah melayangkan sesendok nasi di depan Sang Hwa, tapi dengan perlahan gadis itu menepisnya. “Dokter bilang kau pingsan karena kelelahan dan banyak fikiran. Ditambah lagi maagmu kambuh. Sejak tadi pagi kau belum makan, dan kau juga akan melewatkan makan malam mu?” ”Oppa, aku baik-baik saja. Aku hanya ingin sendiri. Hari inii saja” Sang Hwa menunduk dalam. Ini untuk pertama kalinya Hyuk Jae marah padanya, dan dia tak mau menatp mata itu, lebih tepatnya terlalu takut. “Terserah katamu saja” hyuk Jae mendengus kesal. Diletakkannya kembali sendok yang beberapa menit lalu dia genggam, membereskan makanan dan meletakkannya di meja yang tak jauh dari ranjang. “Kuletakkan disana, jika kua lapar, makanlah” namja itu meangkah memunggungi Sang Hwa, berjalan mendekati pintu dan memutar kenopnya. “Ah satu lagi” dia manhan langkahnya, membiarkan tubuhnya berdiri di ambang pintu, memutar kepalanya hingga menatap gadis itu kembali. “Pada setiap cerita, tokoh utama mungkin saja terganti. Tapi pada kisah cintamu, apakah munkin tokoh utama itu terganti?” mata laki-laki itu menatap lurus tepat ke manik Sang Hwa, membuat kepala gadis itu berputar keras untuk membalas pertanyaannya. “Oppa..” “Aku pulang dulu, istirahatlah” potong namja itu cepat, sebelum akhirnya benar-benar beranjak dari ruangan itu.

***
Hyuk Jae duduk di kursi tman rumah sakit, dia tak akan pernah tega meninggalkan Sang Hwa sedirian, apalagi malam-malam begini. Sudut bibir kirinya sedikit terangkat, member kesan jika dia sendiri begitu malu dengan dirinya. Terlalu pengecut. Entah kenapa dengan mudahnya predikat itu bersandang pada dirinya. “Apa susahnya mengucapkan ‘Lee Sang Hwa saranghaeo’? ” Hyuk Jae mndengus kesal atas kebodohannya. Dia tau Sang Hwa sadar akan perasaannya, bahkan sebelum mulutnya mengucapkan kata itu, tapi entah rasanya beda, dia inginn mengucapkannya, memperjelas perasaanya pada sosok itu.
Perlahan dia mulai meneguk kopi yang sebelumnya telah dia beli. Berdiri di taman tengah malam saat musim dingi, ah dia sangat berharap jika esok dia tak akan demam ataupun flu, dia masih harus menjaga Sang Hwa. Ditatapnya lengan sebelah kirinya, sebuah gelang warna hitam melekat disana. Gelang yang dulu memilki pasangan, tapi kini pasangan itu hilang bersamaan dengan pemilkinya yang telah pergi. “Hae, aku tak bisa menepati janjiku” lagi-lagi dia tersenyum hambar, matanya hampr meneteskan air mata, tapi mati-matian Hyuk Jae menhannya. Pikirannya kembali melayang ke masa lalu, lebih tepatnya 10 tahun yang lalu.

___flashback__

2 namja itu masih duduk di bawah pohon, memandangi seoorang yeoja yang masih bergulat dengan bola basketnya. Sudah hamper setengah jam dia bermain disini, 14 kali melakukan shooting, dan tak ada satupun dari tembakannya yang masuk. Dengan polosnya dia mengerucutkan bibirnya, mendribble bolanya dengan keras seolah itu adalah Lord Voldemort-musuh terbeesar Harry potter salah satu film favoritenya-yang begitu dia benci. Dua namja yang duduk jauh darinya saling pandang dan kemudian terkekeh geli. “Dia lucu” ucap salah satu dari mereka yang membawa botol mineral. “Kau salah, dia cantik” bantah sosok namja satunya, berambut merah kecoklatan. “Yak Lee Hyuk Jae, apa kau sedang merayu adikku?” “Entahlah, aku hanya mengatakan yang \sebenarnya” jawab namja bernama lee hyuk jae itu sebelum akhirnya menyambar botol milki sahabatnya dan menenggak setengahnya. “Setelah kau memujinya, kau akan bilang jika kau mencintainya? Hahah, leluconmu cukup lucu tuan Lee” cibir Lee Donghae pada sahabatnya yang masih menatap lekat adik perempuannya. “Kalau kukatakan aku mencintainya, bagiamana? Another lee” Lee Hyuk Jae mengalihkan pandangannya kea rah donghae, menatap namja itu dengan serius. “Jangan bercanda. Kau itu namja playboy, bagaiman mungkin kau mencintai Lee Sag Hwa, bahkan disaat dia belum mengenal cinta” “apa salahnya? Aku akan menungggu sampai ddia remaja dan mulai mengenal c-i-n-t-a” hyuk mengeja setiap huruf pembentuk kata sacral itu dengan jelas, membuat donghae terkekeh geli di depannya. “Apa perasaanmu se-serius itu?” “Tentu kakak ipar” balas hyuk cepat dia menunjukkan gummy smile-nya yang menurut sebagian yeoja itu mempesona. “Rsanya aneh kau memanggilku seperti itu, aku jauh lebih mudah darimu 6 bulan” protesan namja itu tak di hiraukan oleh hyuk jae, laki-laki itu ntengah sibuk meneguk sisa air mineral dalam botol yang dia genggam. “Kalau begitu, berjanjilah padaku kau akan menjadi pendamping hidup sang Hwa. Yaksho?” “Yaksho” jawab hyuk jae cepat. Donghae menarik botol minuman yang di genggam hhyuk jae, berniat menuangnya ke dalam mulut, tapi.. “Ya pabo! Ini minumanku, kenpa kau yang habiskan?!”

__flashback end__

Hyuk Jae tersenyum getir mengingat kejadian itu. “Janji? Pendamping hidupnya?” dumalnya frustasi, dia benar-benar merasa bodoh karena mebuat janji itu dengan donghae. “mengucapkannya saja tak pernah, bagaiman bisa aku menjadi pendamping hidupnya?” rutuk namja itu pada dirinya. Kembali dia meneguk sisa kopinya yang mulai dingin hingga habis.  Rasa terluka kembali menyayat hatinya tatkala bayangan Sang Hwa yang selalu menyebut nam Jong woon disetiap mimpinya kembali menghias benaknya. Ingin rasanya dia membuka mata gadis itu lebar-lebar, memperjelas bahwa yang ada di sisinya sekarang adalah Lee Hyuk Jae, bukan Kim Jong Woon.

***

 Seorang yeoja tengah duduk memandang salah satu pohon besar pada taman bermain, tempat yang dulu sering dia datangi bersama namjanya. Tak banyak orang di tempat ini, hanya ada dirinya yang seolah menunggu kedatangan seseorang. Entah seseorang itu siapa, yeoja itu tak tau pasti, dia hanya ingin menunggu seseorang. Kakinya terasa sangat berat untuk melngkah meninnggalkan tempat ini. Dia sudah bosan menungggu, dia bahkan lupa waktu, tak tau berapa menit yang ia lewatkan di tempat ini, yang jelas sekarang jarum jam tangannya menunjuk pukul 8 pagi. Perlahan terdengar gemirisik langkah yang mendekat ke arahnya, dengan hati-hati gadis itu membalikkan wajahnya. “Oppa..” lagi-lagi sosok itu dating ke hadapannya dengan senyum mempesona yang membuat takluk setiap yeoja. “Bogosippho” bibirnya tergerak menyuarakan kerinduannya. Setetes air bening menetes begitu saja. Dia berharap sosok itu tak akan lenyap begitu saja seperti biasanya. “Kau kemana saja?” yeoja itu hany bertanya, tanpa berjalan mendekatinya. Dia takut, takut jika dia mendekat sosok itu akn menjauhinya, takut jika dia mnedekat sosok itu akan kembali lenyap. “Oppa kenapa kau diam saja?” tanyanya lagi, tapi prianya hany terdiam menebar senyum. “Oppa, andwe!” yeoja itu berteriak keras ketika dilihatnya sosok Jong Woon kembali lenyap di hadapannya. “Yesung oppa, bogosippho”

***
“Oppa andwe!” hyuk jae memutar kepalany sigap ketika lagi-lagi gadis itu mengigau. Telinganya menajam, berharap nama itu tak di sebutnya untuk kesekian kali. “Yesung oppa, bogosippho” harapan itu meluntur begitu saja, hatinya hancur. Rasanya sakit melihat gadis yang dicintainya menyebut-nyebut namja lain, sedangkan dia yang ada disisi gadis itu saat ini. “Lee Sang Hw, ireona” dengan sigap dia mengguncang tubuh rapuh itu, dia tak ingin sosok itu tenggelam dalam mimpinya lebih lama lagi. “Oppa..” ada air mata di sudut mata gadis itu. Kembali rasa rindu dan kehilangan membuatnya terlihat semakinrapuh di depan namja ini. “Kau memimpikannya lagi” dengus Hyuk Jae frustasi. Matanya merah, dia terluka, tapi dia bukan siapa-siap untuk marah.
Sang Hwa hanya menganggukkan kepalnya, membenarkan jika dia memimpikan namja itu lagi-entah untuk yang keberapa kali. Disandarkan tubuhnya pada bahu ranjang rumah sakit. “Meskipun sampai 50 tahun lagi aku menunggu, aku tak akan pernah bisa menyentuh hatimu” sang Hwa hanya terdiam, membuat Hyuk semakin geram. Adis itu benra-benar takut menatap Hyuk Jae saat ini. “Kenapa kau tak bisa merelakan kepergiannya? Sudah satu tahun, dan perasaanmu masih tak berubah” Hyuk Jae menghela nafas sebentar, membiarkan oksigen masuk memenuhi paru-parunya. “Dia selalu hadir dalam mimpimu, kaena kau tak bisa melupakannya” Sang Hwa semkain mengatupkan mulutnya rapat. Otaknya bekerja keras, perlahan hatinya membenarkan perkataan Hyuk Jae. “Ini sudah setahun..” batin yeoja itu mengulang perkataan Hyuk jae, seakan dirinya sendiri baru sadar betapa lamanya waktu telah berlalu. Sang Hwa memejamkan matanya, setetes air bening kembali meluncur begitu saja dari pellupuknya. Batinnya begitu teruka ketika menyadari namjanya pergi terlalu lama. Bahkan setelah satu tahun dia terus menunggu, tapi sosok itu tak kembali juga. Dia yakin Jong Woon masih hidup, tapi mengharapkan laki-laki itu kembali sama seperti menelan duri. Terasa pedih tatkala mimpi-mimpi itu dating, membawa kenangan pahit atas kegagalannya di alatar, membawa luka baru ketika namja itu juga dating dan tiba-tiba hilang seperti buih. “Aku mencintaimu Lee Sang Hwa, tidakkah kau sadar hal itu?” pengakuan Hyuk jae barusan membuat Sang Hwa sedikit terperanjat. Dia sadar betul akan perasaan Hyuk Jae sejak dulu, tapi dia tak menyangka jjika namja itu akan mengungkapkan persaannya di saat seperti ini. “Sejak 10 tahun yang lau aku mencintaimu, aku selalu beridir di sampingmu, aku rela kau menganggapku kakak, asalkan aku tetap bisa berada di dekatmu” hyuk kembali menyudutkan Sang Hwa, membuat yeoja itu semakin terpuruk dengan pikirannya. “Tapi itu dulu sang Hwa,, dulu aku hany ingin disampingmu, tapi sekarang aku ingin kau menjadi milkku. Kau..” “Oppa kumohon jangan teruskan!” Sang Hwa hanya bisa berteriak lemah. Gadis itu bergidik ngeri ketika namja yang saat ini di depannya mengucapkan rentetan kata cinta. Dia tau, Hyuk Jae laki-laki yang baik. Tapi entah kenap dia tak inngin Hyuk jae mencintainya, dia tak ingin ada seseorang yang meminta hatinya secara langsung seperti ini, cukup seorang Kim Jong Woon, dia tak bisa menyimpan nama llain di hatinya. “Salahkah aku jika mencintai Yesung Oppa? Salahkah aku?” lirih, suara yeoja itu bahkan hamper tak terdengar di sela isak tangisnya. “Tapi kau terluka setiap memimpikannya, aku tak tau apa yang kau mimipikan, tapi kau selalu menangis dan berteriak histeris. Untuk apa kau mempertahankannya huh? Dia sudah mati!” seperti ada ribuan pisau yang menancap di dadanya, perih, gadis itu amat sangat terluka mendengar pemaparan Hyuk jae. “Tapi persaanku mengatakn dia masih hidup!” “Jika dia msih hidup, dia akan kembali padamu sejak setahun lalu. Atau mungkin.. dia sudah bertemu wanita lain? Dia suda tak menginginkanmu Sang Hwa , sadarlah” terdiam, itu yang yeoja itu lakukan. Dia benar-benra menangis. Perlahan persaan takut mulia merambatr mendekatinya. “dia menginginkanku” “Gadis bodoh! Jika dia masih hidup, bahkan sekarang dia belum juga kembali. Dia pasti menemukan yeoja yang lebih canti darimu” setan dan malaikta mulai beradu. Entah mana yang bisa memenuhi otak Sng Hwa. Gadis itu hanya termenung dalam ketakutannya. “Aku.. hanya ingin kau membuka hatimu untk orang lain sang Hwa” ucap Hyuk jae akhirnya. Nadanya melemah, tangannya terulur mendekap tubuh Sang Hwa yang membeku. Dia sadar, gadis itu tengah ketakutan saat ini. “Mianhae..” dan bersamaan dengan itu air mata sang hwa kembali meleleh membasahi kemeja Hyuk jae.

***

 “Aish eomma, sudah kubilang, hentikan semua kegiatan bodoh itu” Soo Hyun mendengus frustasi. Digulngkan tubuhnya yang memeluk guling ke sisi kanan ranjang. Dia langsung menghubungi eommanya ketika membaca pesan singkat dari wanita itu yang dikirim 5 jam yang lalu. “Ya! Kau berani mangati eommamu bodoh?!” “Ah aniya, bukan begitu maksudku. Tapi.. ah pokoknya aku tak mau datang” penolakan. Namja itu selalu menolak jika eommanya sudah menyuruhnya untuk dating ke acara.. “Blind date. Apasalah kencan buta huh? Kenapa ka uterus mengutuk hal yang sudah eomma susun dengan rapi?” seperti biasa, wanita di ujung sana akn mengomel panjang lebar. Membuat suami dan putrinya hanya bisa menggelang menatap ke arahnya. “Dan kenapa pula eomma harus menyusun acara konyol ini? Apa eomma piker putramu yang tampan ini tak laku?” “Ne” potong wanita bernama Kim Se oil itu cepat. Membuat Soo Hyun mendengus frustasi. “Lihat umurmu sudah berapa, dank au belum juga mnedapat pasangan” tambahnya ketika sebelumnya tak mendapat jawaban apapun dari putranya. “Jika aku mau, aku bisa membawakanmu puluhan yeojaku, tapi aku memang sedang tak ingin” Kim Seo Il tersenyum mengejk. Dia tak terlalu tertarik dengan jawabn soo hyun yang lebih terdengar seperti alibi. “Aku tak butuh puluhan Kim Soo Hyun, satu saja kau tak bisa” “Aish, sudah kubilang itu karena aku tak mau” namja itu beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan ke dapur dan meneguk segelas mineral, rupanya perdebatan ini cukup menguras tenaganya. “Dia perempuan yang cantik. Rambutnay panjang, dia wanita karir dan tinggal di Seoul. Anak teman eomma, kau pasti menyukainya” Soo Hyun hanya berdehem sebelum akhirnya menuangkan segelas air lagi dan meneguknya tanpa sisa. “Biar nanti eomma suruh Sebyu mengirim fotonya lewat email” laki-laki itu kembali berjalan ke kamaranya. Dia benar-benar lelah menghadapi eommanya. “Sudahlah, hentikan. Aku tak tertarik” jelasnya. “Eomma tak peduli. Alamat dan waktunya kan eomma kirim lewat pesan. Pastikan kau tak akan terlambat, dan jangan membiarkannya menilai rendah penampilanmu” kim se oil berhenti sebentar, menghela nafas beratnya, dan kemudian.. “Ingat! Eomma tak suka penolakan. Arrachi?” “Yak! Berhenti menjadi dictator eomma”

***

Yeoja itu kembali duduk di bangku taman ini, bingung, dia tak tau kenap dirinya selalu tersesat di tempat ini. Terlalu ramai, bising, dan banyak anak-anak yang berlarian disana sini. Pikirannya mulai bosan, berteriak ingin pergi, tapi hatinya menahannya. Di hembuskan nafasnya berat, sekilas dia melirik jam tangannya, dan akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Baru dua langkah, tapi kakinya tertahan ketika dia rasakan sebuah tangan menggenggam erat pergelangan tangannya. Dengan hati-hati yeoja itu mengangkat kepalanya, mencoba mencari identitas si pemilik tangan itu. Dan, lagi –lagi dia dibuat terperanjat oleh jalan cerita yang dbuat authr ini. “Oppa.. ” dia terbang, melayang. Dia suka bayangan itu berada di sisinya saat ini. Jika senyum itu bertebaran di bibir Sang Hwa. Tapi tak ada senyum yang biasa laki-laki itu sunggingkan. Dia, saat ini terlihat lebih kelam dari biasanya. Cukup lama mereka saling pandang, taka ad satupun dari mereka ynag berbicara. Perlahan Sang Hwa mulai melangkhakna kakinya maju, ingin mantap sososk itu lebih ddekat, memastika apa dia benar-benar Kim jong Woonnya. “Oppa..” langkahnya terhenti ketika ada suara lembut dari belakang sosok itu. “Kau kemana saja? Aku sudah lama menunggu” suara itu, suara seoarng wanita. Tanganny bergelanyut manja di lengan Kim Jong Woon. Sang Hwa hany etrdiam, mentap tak percaya. Hatinya sakit melihat namjanya disenth orang lain. Perlahan, bayangan Jong Woon dan yeoja itu mulai menghilang.

***

“Jangan tinggalkan akku oppa, jebal..” keringat dingin telah menyelimuti tubuh Sang Hwa. Dia bangun terduduk, tubuhnya gemetar, takut. Dia ingin menangis, tapi tak ada air mata yang keluar dari indera penglihatannya. Dengan tergesa dia mengacak-acak tempat tisurnya, mencari letak ponsel putihny pemberian yesung. Foto sepasang yeoja dan namja menyabut pengelihatannya. Dengan cepat ditekannya tombol kontak, dia tak ingin tterlalu larut mentapi fotonya dengan Jong Woon setahun lalu. Dengan lihainya jemari Sang Hwa mencari-cari setiap nama di kotak ponselnya, da sedetik kemudian dia menemukan nomor yang dicarinya.  “Yeobseo” angkat seseorang di ujung sana, hening, Sang Hwa hany terdiam. Tubuhnya semakin gemetar takut. “Lee Sang hwa!” nada suara itu meninggi. Dia bukan marah, dia hany terlalu cemas. “Are You okay?” “Oppa..” potong sang Hwa cepat. Nafasnya yang naik turun jelas terdengar. Ditutupnya kelopak matanya sebelum akhirnya bibirnya kembali berucap “Jadilah namjachinguku”


_TBC_

Eotthoke? Mian banyak typo. Dan.. mintak kritk dan sarannya ya.. give your comment please .. :D