Rabu, 12 Desember 2012

FF- Memory January First



Tittle    : memory January first
Author : JewelsAMD
Genre  : Sad, friendship
Length : Oneshoot
Cast     : All member super junior

Happy Reading ^^


Aku masih menatap tubuhku di cermin, perlahan tanganku mulai membuka satu persatu kancing kemeja, melepasnya dan menggantinya dengan kaos putih polos. Kurebahkan tubuhku perlahan ke ranjang berbalut seprei putih itu. Nafasku naik turun, jujur aku lelah setelah seharian ini melakukan perform dari satu stage ke stage yang lain. Ya, jadwal Super Junior memang padat meskipun hari ini adalah malam tahun baru. Malam dimana semua orang harusnya merasakan kebahagiaan bersama keluarga dan orang-orang dikasihinya, tapi kami justru bekerja keras. Tak apa. Sebenarnya aku juga tak keberatan dengan pekerjaan ini, toh setiap tahun juga seperti ini. Toh setiap tahun aku memang menghabiskan malam tahun baru diluar rumah, berdiri dalam satu stage yang sama bersama para hyungku, dan menyanyi untuk my girls, my angels, E.L.F.
Kualihkan pandanganku menatap sekeliling kamaraku. Banyak yang berubah setahun ini. Bukan hanya pada kamarku tapi juga pada diriku. banyak yang mengatakan aku menjadi lebih pendiam, dan harus kuakui itu memang benar. Selain itu aku lebih sering mengurung diri di kamar, dan menjadikan semua yang kumiliki berwarna putih. Ah putih, bukankah itu warna kesukaan seseorang yang sangat special bagi super junior? Ya, seseorang yang sangat special. Aku mengangkat tubuhku perlahan. Berbalik memandang langit yang menggelap, menerka-nerka bintang tempat dia bersembunyi. Apa di bintang itu? Di bintang yang terletak di jarum jam 12__bintang yang bersinar paling terang, hanya saja terletak begitu jauh dari bintang yang lain__apakah dia bersembunyi di sana? Kurasa bukan, dia bukan orang yang suka bersinar sendirian. Aku kembali mengedarkan pandanganku, mencoba mencari bintang yang lain, meskipun pada dasarnya nanti ketika aku benar-benar menemukan bintang itu aku tak akan bisa melihat wajahnya yang sesungguhnya.
“Yak, Lee Hyuk Jae! Apa yang kau lakukan disini? Kami semua sudah menunggumu, cepat keluar” aku mendengarnya, suara Heechul Hyung, tapi kenapa rasanya begitu berat? Tapi kenapa aku begitu tak ingin meninggalkan kamar ini?
Kupejamkan mataku sekilas, mencoba menyudahi pencarianku, tapi tak berhasil. Aku tak akan pernah berhenti sebelum aku menemukan bintang tempatnya bersembunyi. Kuhela nafas panjang, seakan ingin menyuplai semua oksigen ke dalam paru-paruku. Sedetik kemudian aku kembali mengabsen satu per satu bintang di atas sana.
“Yak! Pabo! Kau dengarkan apa yang hyungmu katakan?!” namja itu kembali bersuara di belakangku. Aku tau. Aku tau dia sangat marah padaku bahkan aku tak perlu bertatap muka dengannya untuk tau hal itu. Tapi entah apa yang membuatku begitu berani mengabaikannya, mengabaikan seorang Kim Heechul, sosok hyung yang begitu kusegani, bukan, bukan hanya kusegani,  tapi juga kutakuti, sangat. Aku terus menatap langit, mencoba mencari bintang yang setahun ini selalu ku cari, bintang yang setiap malam selalu kuteliti ketika langit tengah cerah, ketika tak ada awan kelabu yang menenggelamkannya, juga ketika aku tak tengah sibuk dengan profesiku.
“Hyung, kenapa lama sekali?” aku bisa mendengar suara lain di belakangku. Suara yang entah kenapa selalu terdengar menggemaskan di telingaku, tapi akhir-akhir ini sudah jarang kudengar.
“Tanyakan pada monyet itu, sudah berulang kali aku bicara padanya tapi dia tetap mengabaikanku” kesal. Aku tau kesabaran Heechul Hyung sudah mencapai batas. Ya, siapa yang tak akan marah jika diabaikan selama 10 menit. “Cobalah bicara dengan bahasa hewanmu, aku lelah bicara dengan bahasa manusia padanya” seiring dengan ucapan terakhirnya aku bisa mendengar derap langkahnya yang semakin jauh. Maafkan aku Hyung…
            Diam, hanya itu yang terjadi selama 5 menit berikutnya, sebelum akhirnya aku menarik pandanganku. Cukup. Pencarianku hari ini masih tak menghasilkan apa-apa. Mungkin besok, atau lusa? Entahlah, aku tak tau kapan aku menemukannya. Tapi bukankah aku pasti akan menemukannya? Bukankah dia seorang malaikat? Bukankah Malaikat selalu ada diantara bintang-bintang itu?
“Hyukie..” lagi, suara lembutnya menyadarkanku. Membuatku mau tak mau menoleh dan memasang senyum terbaikku, terbaik? Entahlah, mungkin maksudku terbaik yang kubisa saat ini.
“Aku tau mereka menungguku, kajja kita berangkat!” beranjak dari tempatku semula, menuju tempat namja itu berdiri, ah kenapa rasanya begitu berat? Kenapa kerinduan dan rasa luka ini menahanku untuk bertahan di tempat ini?
Ku ambil jaket yang tersampir rapi di sofa tak jauh dari pintu, lalu melangkah keluar sebelum akhirnya kurasakan tangan Donghae menahanku. “Jangan tersenyum kalau hatimu tak bisa melakukannya juga” katanya lembut tapi berhasil membuatku membeku. Apa sekentara itu? Apa terlihat begitu jelas rasa terluka ini?
***
Sejauh mata memandang, lautan pink menyambut tatapanku. Ini sebuah aprtemen yang besar, dengan perabot mewah disana-sini. Ya, ini apartemen salah satu hyungku, Lee Sungmin. Kami tengah merayakan ulangtahunnya yang ke 27. Ah, kami? bukan, mungkin hanya mereka. Aku disini hanya menjadi patung bernafas yang lebih senang tenggelam dalam pikiranku sendiri, aku bahkan tak tertarik ketika mereka menyanyikan lagu selamat ulangtahun dan menyerahkan kado pada sungmin hyung. Kado, bahkan aku tak menyiapkannya sebelumnya. “Apa dia memberi ucapan untukmu?” akhirnya pertanyaan Shindong hyung yang mampu membuat dinding ketidak pedulianku meluruh. “Belum, mungkin dia masih sibuk” siapapun tak akan bisa dibodohi oleh kata-kata itu, namja itu jelas tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Aku tertunduk lesu, rasa terluka ini kembali menusuk relung hatiku, bahkan semakin dalam dan menyakitkan. Aku tau, aku tau ini semua karenaku.
###
Malam ini harusnya aku mengisi salah satu acara bersama Kyuhyun, tapi karena tiba-tiba tubuhku demam jadi aku meminta member lain untuk menggantikanku. Sedikit sulit memang, banyak dari mereka yang menolak karena ini malam 1 Januari, “Mianhae Hyuk, kami tak bisa, kami takut ketinggalan merayakan ulangtahun sungmin” setidaknya itu yang mereka katakan saat aku membujuknya, meskipun aku sudah menjelaskan jika pulangnya tak akan selarut itu, mereka tetap menolak, ya aku tau persis mereka tak suka jika harus bekerja di malam tahun baru. Tapi setelah sekian lama aku berhasil membujuk Leeteuk Hyung, dan kini hanya tinggal menunggu beberapa menit untuk dia berangkat, aku justru begitu ingin menahannya. Seperti ada sebagian hatiku yang berat melepas kepergiannya. “Apa kau harus pergi?” tanya Sungmin Hyung pada Kyuhyun yang saat itu sudah hampir masuk ke mobil, sedangkan Leeteuk Hyung sudah duduk di bangku kemudi. Aku tau Sungmin Hyung juga tak merelakan kepergian mereka sama sepertiku.
 “Ne, ini tugas. Kenapa? Kau takut merindukanku?” aku masih dapat melihat senyum jahil Kyuhyun sekalipun lawan bicaranya memasang wajah cemas.
“Yak, aku tak akan merindukanmu, hanya saja perasaanku tak enak” lagi-lagi Kyuhyun terkekeh, seakan menganggap perkataan namja pink di depannya hanya sebuah lelucon. “Hm, aku tak akan telat merayakan ulangtahunmu” magnae itu memeluk tubuh hyungnya yang lebih mungil lalu melangkahkan kakinya masuk kebangku depan, disamping Leeteuk hyung.
“Apa tak lebih baik jika kalian diantar?” aku mulai bersuara, entah kenapa kecemasan ini semakin meraung tak jelas. “Aniya, tak baik merepotkan orang” timpal Leeteuk hyung dengan senyum khasnya yang selalu memperlihatkan dimple. Ya, dia memang terlalu baik.
“ah kalau begitu berhati-hatilah memegang kemudi, jangan melajukan mobil diatas kecepatan rata-rata, jangan mengantuk, dan jangan pulang terlalu larut” terdengar seperti ahjumma-ahjummakah?
“Yak ada apa dengan kau dan Sungmin hyung sebenarnya? Kalian aneh” Kyuhyun meninggikan suarnya sedikit kesal. “Aniya..” sesingkat itu kalimat yang kuucapkan, sebenarnya aku juga tak tau apa yang membuatku seperti ini.
“Yasudah, kami pergi dulu” seiring dengan berakhirnya ucapan Leeteuk hyung, berakhir pula bayangan mobil mereka dari hadapan kami, mereka telah menghilang di balik kegelapan, menembus dinginnya malam dan takdir yang begitu mengejutkan.
Hingga detik ke 10 aku masih berdiri di sana, memandang lurus jalanan yang telah mereka lewati, mencoba menggambar kembali bayang-bayang mereka. “Hyukie.. ada apa?” suara lembut itu membuyarkan pandanganku. “Aniya” lagi-lagi hanya kata itu yang sanggup lolos dari mulutku, karena jujur sampai detik ini aku masih tak tau apa yang sebenarnya mengusikku. “Kalau begitu masuklah, aku tak ingin demammu bertmbah parah” Donghae menuntunku, memaksa tubuhku berbalik meninggalkan jalanan gelap itu.
***
Pusing, rasanya seperti terguncang. Ini pukul 24.00, jangan tanya apa yang kami lakukan sekarang, ini jelas tidak seperti apa yang kami harapkan. Berdiri di satu lorong, ke lorong yang lain, menikmati warna putih dengan bau khasnya yang langsung menyeruak masung ke hidung. Aku masih berjalan dari lorong putih yang ini, ke lorong putih yang satunya. Mencoba menyibukkan diri, berharap pikiran-pikiran negative itu tak menyentuhku. “Bagaimana? Sudah ada kabar?” tanyaku pada Donghae yang saat itu berdiri di lorong paling kanan dari tempat kami masuk tadi. Dia terlihat berantakan, tak ada kesan imut yang biasa kutemukan di wajahnya. “Bagaimana?” ulangku. Aku begitu tak sabar, sedikit kucengkram lengan Donghae agar dia menatapku. Meskipun pada akhirnya hanya sebuah gelengan yang ku terima, tapi itu sukses membuat tubuhku merosot kebawah. Cukup. Aku tak sanggup. Rasa cemas ini terlalu besar untukku tampung, sekalipun kami telah membagi kecemasan ini bersama. “Terakhir dokter bilang kondisinya kritis” lanjut Donghae yang semakin membuat dadaku sesak. Kupejamkan mataku erat, entah sudah beberapa tetes air mata yang kukeluarkan, tapi kenapa perasaan ini tak kunjung membaik? Apa air mata tak bisa memperbaiki segalanya?
Sekuat tenaga aku mengangkat tubuhku, menumpukn berat badanku pada kedua kakiku, rasa pusing ini sudah tak kuperdulikan, dengan sedikit terhuyung aku mengambil langkah kecil. “Mau kemana?” pertanyaan itu membuatku menghentikan langkah. Kutolehkan wajahku menghadapnya, dan mencoba memasang wajah selembut mungkin, “Ke lorong satunya, aku sudah berjanji pada Sungmin hyung untuk menemaninya”
***
Sudah 7 jam kami menetap disini, sungguh ini bukanlah hotel yang kami dambakan saat malam tahun baru. Bukan hotel putih dengan perawat yang berlalu lalang menambah sensasi pusing di kepala kami, tapi mau bagaiman lagi, takdir yang membawa kami berada di sini, takdir yang menuntut kami untuk terhanyut dalam rasa cemas yang seolah tak berujung. Aku melirik jam tanganku sekali lagi, perasaan takut ini semakin menghantamku. Aku takut keputusan yang ku ambil ini merupakan sebuah kesalahan. “Aku takut..” tangan namja ini gemetar, aku tau dia juga sama takutnya sepertiku. Tapi yang jelas rasa takut kami berbeda, dia takut kehilangan namja yang masih berbaring lemah diatas ranjang pasien, sedangkan aku?  bukan hanya takut kehilangan, tapi juga takut salah langkah. “Tenanglah hyung, dia orang yang kuat. Dia pasti baik-baik saja” palsu, semua ketegaran yang kutampakkan palsu. Aku seperti pendusta professional, seperti manusia bermuka dua. Tidak, aku tak bisa mencoba menenangkannya padahal sebenarnya hatiku jauh lebih tak tenang dari pada dia.
Terjadi jeda beberapa saat antara kami bersembilan, tak ada satupun dari kami yang sanggup berkata-kata. Bahkan tak ada doa yang keluar dari mulut kami, bukan karena kami lelah. Tapi kami rasa cukup, bukankah manusia juga memilki saat harus berhenti meminta sesuatu? Bukankah manusia terlalu memilki banyak dosa untuk terus meminta sesuatu pada Tuhan? ya, itu yang kami pikirkan. 5 jam sebenarnya tak cukup bagi kami untuk meminta, tapi kami terlalu malu untuk melanjutkannya. “hyukie..” kurasakn genggaman itu, begitu lembut dan hangat untuk tubuhku yang terlampau dingin. “Hmm?” ku palingkan wajahku kearahnya, kucoba memberi ekspresi setenang mungkin. Pangeran ikan itu tak bersuara, dia hanya menarikku dalam pelukannya, membenamkan kepalaku di dadanya. “Jangan berpura-pura tegar lagi” aku terdiam, dia tau? Dia tau kepalsuanku? “Menangislah, aku tau kau yang paling terluka diantara kita..” sial. Perasaan ini, rasa terluka ini, dan kesunyian ini.. seakan bekerja sama mendorong air mata ini keluar. Menangis dalam diam, hanya itu yang bisa kulakukan dalam dekapan Donghae. “Luapkan sepuasmu.. selamanya kau tak bisa memendamnya sendiri..” benar. Kau benar Lee Donghae, aku tak akan pernah tahan memendam ini sendiri. Aku tak akan pernah tahan.
“Kyuhyun, kau sadar?” kalimat itu seakan menamparku, membuatku tersadar jika aku tak pantas menangis saat ini. Ku seka bulir bening itu, menghapus beberapa tetes air mata yang masih tersisa dipipiku. Kutatap namja itu, dia sudah mengerjapkan matanya berkali-kali meskipun belum ada suara yang keluar, tapi syukurlah. Terjadi keheningan yang cukup lama, Kyuhyun masih tak mengtakan apa-apa, sedangkan kami juga hanya bertahan dalam diam dan lebih sering mengucap kata syukur secara pelan. Ya, senyum sumringah mulai terukir dari masing-masing wajah di ruangan ini, meskipun sebenarnya aku masih bisa melihat duka yang lain. ”Aku dimana?” suara serak itulah yang pertama kali memecah keheningan, suara yang meskipun serak masih terdengar merdu, suara yang begitu kami rindukan meskipun hany tujuh jam kami tak mendengarnya. “Kau dirumah sakit” Sungmin hyung menjelaskan dengan raut wajah setengah sumringah setengah prihatin. Aku paham kenapa dia beraut wajah seperti itu, mungkin raut wjahkupun juga sama sepertinya. “Kecelakaan itu, aghht..” Kyuhyun meringis pelan, tangannya memegang kepala, entahlah mungkin dia merasa sakit. “sebentar, ku panggilkan dokter” ucap Siwon sambil berlalu. Setelah itu keadaan hening, kami kembali cemas setelah Kyuhyun mengadu kepalanya sakit.
***
Kami kembali masuk setelah dokter selesai memeriksa Kyuhyun. “Merasa baikan?” tanya Donghae pada sosok yang masih berbaring di ranjangnya. “Sedikit..” jawabnya lirih tapi masih bisa ku dengar dengan jelas. “Leeteuk hyung bagaiman keadaannya?” Deg. Pertanyaan itu, pertanyaan yang begitu takut untuk ku dengar, pertanyaan yang mampu melukis luka baru di hatiku. Aku menunduk, mulutku gemetar, aku tak sanggup menjawab pertanyaannya, bahkan jika tubuhku tak membeku aku begitu ingin menutup telingaku agar tak bisa mendengar jawaban atas pertanyaan itu. “Kenapa hanya diam?” Kyuhyun bertanya sekali lagi setelah sebelumnya tak mendapat tanggapan dari kami. aku semakin menundukkan kepalaku dalam, tanpa kusadari air mata ini kembali menetes. “hyung, dia baik-baik saja kan?” pertanyaan itu serasa menusuk hatiku. Dia baik-baik saja? Ya, dia baik-baik saja, tak ada luka yang parah pada bagian luar fisiknya, hanya saja.. hanya saja.. dia… oh Tuhan, aku tak sanggup melanjutkannya. Bukan, bukan tak sanggup melnjutkannya, tapi aku tak sanggup menerima tadir ini.
Dari sudut mataku, kulihat Shindong hyung menggeleng pelan, memberikan jawaban atas pertanyaan Kyuhyun sebelumnya. Air mata yang tadinya hanya berupa tetes ringan, kini berubah menjadi hujan deras. “Hh, kau bohong kan Hyung? Katakan jika kau bohong! Katakan jika dia masih bisa  diselamatkan!” Kyuhyun berteriak, ada air mata di pelupuknya.
Diam. Itu yang kami lakukan, tak ada salah satu dari kami yang mampu menjawab pertanyaan Kyuhyun. “Aghht” laki-laki itu menggeram kesal, dia bangkit dari tempatnya berbaring, menggeser tubuhnya perlahan ke tepi ranjang, membuat tanganku mengepal semakin erat. “Ah..” ringisnya, aku paham rasa sakit itu, tapi tak banyak yang bisa kulakukan. Aku terlalu pengecut untuk berbuat apa-apa, bahkan untuk sekedar mengeluarkan suara. “APA YANG KALIAN LAKUKAN PADAKU???” itu jauh lebih keras untuk disebut teriakan, suaranya terdengar gemetar, tapi begitu menuntut. Tangannya memeluk selimut erat, seakan dia sendiri malu melihat tubuhhnya. “Ddi..di mana.. kakiku?” aku bisa melihatnya, air mata bening di pelupuknya kini sudah berhasil menjamah tiap lekuk wajahnya, disusul dengan tetes berikutnya. Tangannya melemas, selimutnya ikut turun hingga kini hanya menutupi pinggang sampai kakinya. “itu..itu… itu..” Donghae tak sanggup meneruskannya, membiarkan kalimat itu menggantung di udara, memenuhi ruangan yang semakin hening ini. “itu demi keselamatanmu..” susah payah. Aku tau Sungmin hyung begitu sulit menggapai kalimat Donghae yang terlanjur menggantung, menyambungnya dengan kalimatnya yang langsung membuat hatiku tertohok. Membuatku teringat pada perkataan dokter 7 jam yang lalu, membuatku teringat pada saran yang kuberikan, saran yang mungkin menghadiahkan malapetaka bagi Kyuhyun, ah bukan mungkin, tapi ke-mungkin-an itu sudah pasti terjadi. “hanya itu jalan satu-satunya..” Heechul hyung membuka suaranya untuk yang pertama kali sejak 7 jam yang terakhir. Ya, setidaknya dia membuka mulutnya ketika Kyuhyun membutuhkan penjelasan, ketika tak ada satupun dari kami yang sanggup mengatakannya, setidaknya Heechul hyung ada. Tak seperti aku yang justru hanya membisu, seolah suaraku menghilang, lenyap. Ini memalukan. Jujur, ini menamparku, menampar harga diriku, menampar hatiku.
Kyuhyun hanya diam, tak ada suara lagi, hanya isakannya yang menggema di telingaku. Maaf.. maaf Kyu.. bahkan untuk mengucapkan kata itupun aku harus membatinnya dalam hati. Aku tak sanggup mengatkannya, ya kau pengecut Lee Hyuk Jae. “Kyu, maaf..” miris, rasanya mendengarnya mengucap kata maaf pada Kyuhyun, padahal aku yang seharusnya mengatakan kalimat itu. “Kau! Kau pikir dengan minta maaf semua akan kembali? Kau pikir dengan minta maaf kakiku akan utuh? Leeteuk hyung akan kembali? Semua salahmu Lee Sungmin” laki-laki yang sedari tadi terisak kini kembali bersuara. Seperti pisau, kata-katanya menggores hati kami, bukan hanya sungmin hyung, tapi kami bersembilan. “Aku tau. Aku tau. Tapi setidaknya aku harus meminta maafkan?” dengan sabar namja berpakain pink dengan mata sembab itu menjawab makian Kyuhyun. “tidak. Bahkan maafpun tak pantas kau ucapkan! Seandainya tadi malam kau tak menelfonku dan memintaku untuk segera pulang, Leeteuk hyung tak akan mengemudi dengan kecepatan tinggi. Mobil kami tak akan masuk ke jurang. Kakiku tak akan hilang, dan Leeteuk hyung pasti sekarang tengah berdiri bersama kita!” nafas Kyuhyun terengah disela isaknya yang makin menjadi. “Pembawa sial! Kau mimpi burukku Lee Sungmin!” lanjutnya. “Kyu, tenanglah” Siwon menatap kyuhyun dengan tatapan marah, tapi aku masih bias melihat tetes air mata di pelupuknya. “TENANG? Bagaimana bisa aku tenang dengan kondisiku saat ini? Apa yang akan orang-orang katakan nanti? Seorang Kyuhyun Super Junior hanya memilki satu kaki? Seorang Kyuhyun Super Junior satu-satunya member boyband yang tak bisa dance?  Ini aib Hyung, aib. Dan ini semua karenamu PEMBAWA SIAL” lagi 2 kata itu keluar dari mulutnya. Membuat rasa terluka ini semakin menjadi.
“Cukup Cho Kyuhyun! CUKUP!” entah mndapat keberanian dari mana, aku membuka mulutku untuk pertama kali semenjak dia siuman. “Berhenti memaki Sungmin hyung seolah dia penyebab semua ini. Kau tau? Bukan dia yang pembawa sial! Bukan dia yang mimpi burukmu, tapi aku! Aku Lee Hyuk Jae, bukan Lee Sungmin” dapat kurasakan semua mata di ruangan ini tertuju padaku, membuatku menelan salivaku bulat-bulat,mencoba mengumpulkan keberanian lebih banyak lagi. “malam itu, jika bukan karena aku demam, Leeteuk Hyung tak akan menggantikanku. Dan kalaupun harus ada kecelakaan.. buk..kan dia yang ada di mobil itu, tapi aku..” jemari Hae menggenggam tanganku lembut. Aku tau dia ingin memberikan sedikit keberanian untukku. “dan..kakimu..it..itu.. aku yang mengusulkan pada yang lain untuk menyetujui mengamputasinya tanpa menunggu kehadiran keluargamu.. itu.. saat itu.. yang ada diotakku hanyalah keselamatanmu.. aku tak mau kehilangan saudaraku lagi, cukup Leeteuk Hyung..” nafas terengah, rasa terluka, menyesal, dan takut bercampur menjadi satu. Air mata dan demam yang masih tersisa membuat pandanganku mengabur. “kau..beraninya kau.. Yak kalian beduar benar-benar malapetaka” hanya itu.. hanya itu teriakan terakhir Kyuhyun yang kudengar. Setelah itu pandanganku mengabur dan semua menjai gelap.
###
 “Maaf..maaf.. kumohon maafkan aku..”aku mengucapkannya sambil bersujud di hadapan kaki seseorang yang begitu kukenal. “hyukie.. ireona! hyukie” aku tersadar, lagi-lagi karena suara itu. “Mimpi buruk lagi?” aku hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaannya. “Aigoo, kau harus sering berdoa sebelum tidur. Kajja, mandilah. Sebentar lagi kita akan berangkat” tanpa perlu dijelaskanpun, aku sudah tau kemana kami akan pergi. Tempat yang begitu sering kukunjungi setahun ini.

***
Aku berjalan diantara gundukan-gundukan tanah. Mencoba menggapai satu pusara yang benar-benar kurindukan. Kubenarkan letak jas hitamku, sebelum akhirnya berjongkok disamping pusara dengan nisan bertuliskan ‘Park Jung Soo’. Aku tersenyum sekilas, jemariku tergerak untuk mengusap batu nama itu. Sedangkan Shindong Hyung meletakkan lili putih di atas pusaranya. ”Pagi! Apa kami terlalu pagi membangnkanmu?” aku yang memulai percakapan pagi ini. Entah terlalu banyak yang ingin kusampaikan padanya. “Apa yang kau lakukan disana Hyung? Aku merindukanmu. Rasanya begitu sepi karena tak ada yang mengomeliku saat aku melihat film yadong” aku berhenti sejenak. Mencoba mengatur suaraku agar terdengar se-stabil mungkin. “hyung, maaf. Sampai satu tahunpun, aku masih belum bisa menepati janjiku..aku.. aku belum bisa mendapat maafnya” suaraku serak, sedikit kudongakkan wajahku untuk menahan air mata ini. “Semenjak hari itu, semenjak di rumah sakit, ampai detik ini aku masih belum pernah berbicara dengannya. Mungkin dia masih marah padaku. Ya, aku kan pembawa sialnya..” bibirku mengukir sedikit senyuman miris. Sebuah pisau kembali mengoyak hatiku yang rapuh ini ketika kata ‘pembawa sial’ kembali terlontar dari mulutku. Berat, sakit memang. Tapi itulah kenyataannya. Aku pembawa sial namja itu. “Bagimana jika setelah ini aku berhenti? Rasanya tidak adil bukan jika aku tetap bertahan dan mereka berdua pergi?” jujur, perlu keberanian bagiku untuk mengatakannya. “Hyuk jae..” bisa kudengar suara lirih mereka dibelakangku. Tapi aku tak ingin menghiraukan mereka. Untuk saat ini saja, biarkan aku mengabaikan mereka. “Aku lelah Hyung, aku lelah dihantui rasa bersalah. Kyuhyun, semenjak kakinya diamputasi. Dia membenci kami semua. Kudengar setengah tahun lebih dia terpuruk, masih belum bisa menerima kondisi barunya. Dan baru beberapa bulan yang lalu dia menjadi produser music..” aku menghela nafasku berat, bersiap menuju percakapan yang lebih panjang lagi. “Sungmin hyung, dia juga keluar dari Super Junior, dia bilang dia tak enak dengan Kyuhyun. Kalau dia saja merasa tak enak, lalu.. aku.. aku harus merasa apa hyung? Jawab, jangan diam saja” berakhir, pertahananku hancur, air mata yang coba kubendung meluruh begitu saja. “hyung, jangan bicara begitu. Kumohon berhentilah” aku tau, aku tau mereka semua juga menangis. Aku tau rasa terluka ini bukan hanya ada di hatiku, tapi hati mereka juga. “jika mereka berdua pergi, lebih adil jika aku juga pergi kan Hyung? Bukankah ini yang ELF minta? Bukankah ELF tak ingin pembunuh leader suju tetap menjadi member? Aku lelah hyung, setahun kurasa cukup bagiku untuk berlindung dibelakang mereka ber-7. Cukup hyung, aku tak sanggup lagi. Kumohon hyung, izinkan aku pergi.. aku.. aku..” Shit. Kenapa tangis ini semakin deras? Kenapa tak bisa berhenti? “eunhyuk! Apa maksudmu hah?” marah. Itu yang kutangkap dari nada Heechul hyung. “Mungkin ini tahun terakhirku menjadi Eunhyuk Super Junior. Jujur, kalau ditanya apa aku tak sanggup? Ya, aku tak sanggup dengan teriakan ELF yang memintaku keluar, aku tak sanggup dihantui rasa berdosaku pada Kyuhyun dan Kau, aku.. oh Tuhan.. aku.. bagaimana bisa aku menangis di depanmu? Ini memalukan bukan?!” sedikit tersenyum garing, mencba menyembunyikan tiap tetes dengan segala kepedihannya. “jangan keluar jika itu semua krena aku” sungmin menepuk pundakku pelan, menyadarkanku bahwa sedari tadi ada dia disini. “bukan hanya karenamu. Aku melakukannya karena aku tak ingin melihat ELF terluka lebih lama lagi. Aku tak ingin melihat mereka membuang waktu hanya untuk berdemo, aku tak ingin menimbulkan pertengkaran diantara ELF yang memihakku dan yang tidak, aku.. aku sudah memikirkannya selama setahun, dan kuputusanku adalah.. aku.. berhenti” kuhela nafas panjang. Mencoba menyeka beberapa air mata di pipi dan sudut mataku. “Hyung, tenanglah. Setahun lagi akan kutepati janjiku, aku akan dapat maafnya. Akan kubawa dia kesini. Akan kuletakkan lili putih diatas pusaramu bersama 9 namja tampan. Meskipun saat itu aku bukan Eun Hyuk super junior, meskipun saat itu aku hanya Lee Hyuk Jae dongsaeng seoarng Park jung Soo”


-The End-

alwaysbejewels.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar