Rabu, 09 Juli 2014

FF-Different (sekuel)part 2



Author : JewelAMD
Tittle    : Different (sekuel) part 2
Genre  : Romance, Angst
Cast     : Kim Jong Woon
              Kim Soo Hyun
   Lee Sang Hwa
               Lee Hyuk Jae
  Kang Hae Bin
              And other cast
Rating : PG13
Length: chapter (sekuel)
Annyeong! Saya kembali membawa part dua dari ff chapter pertama saya. Sebenernya ini sudah selesai sejak seminggu yang lalu, tapi karena mood saya untuk mengetik hilang, jadi nganggur di hape selama berhari-hari. Sebelumnya maaf kalo ada bebrapa bagian yang terkesan aneh, dan banyak typo bertebaran. Anggep aja itu seni abstrak. Kritik dan saran jangan lupa.. oke.
HAPPY READING :D
-------------------------------------------------------------------------------

“Pulaglah, sudah sore. Jieun pasti akan mengkhawatirkanmu” ucap Hana-ibu Jong Woon-pada sosok yeoja yang tengah mengupas aple di depannya. “Aku bukan anak kecil lagi Nyonya” kilah Sang Hwa dengan sedikit senyum tipis di bibirnya. “Pulanglah, aku tak ingin ada pertumpahan darah” Hana meraih pisau dan apel yang ada di genggaman Sang Hwa. Dia sadar betul, Lee Jieun tak akan sudi membiarakan putrinya berada di sini. Apalagi dengan masa lalu Hana yang pernah memaki-maki putrinya.
“Nyonya..” “Pulanglah, Jong Woon sudah sangat senang kau menjagaku” Hana menydorkan tas kecil Sang Hwa, member senyuman tulusnya pada yeoja itu.  Harus diakui, wanita itu memang banyak berubah pada Sang Hwa. Tak ada kebencian seperti dulu. “Baiklah, aku akan secepatnya kesini” Sang Hwa melambai perlahan, ;punggungnya bergerak meninggalkan Hana. Seorang pelayan yang berdiri di depan pintu sedikit membungkuk, lalu membukakan pintu untuknya. Sang Hwa hanya berjalan pelan meninggalkan rumah ini. Sejujurnya dia masih ingin berada di sini, masih ingin menata kenangan manisnya dengan Jong Woon di rumah ini. Dia masih ingat betul bagaimana pada mulanya mereka bertemu, bagaiman Jong Woon menanggapi dengan begitu dingin saat dirinya memperkenalkan diri sebagai pelayan. Ya, cinta mereka berawal dari sebuah kebencian, cukup lumrah dan terdengar fanfiction sekali, tapi itulah realita kehidupan cinta mereka.
Sang Hwa menghentikan langkahnya ketika dia menyadari ini bukan jalan untuk pulang. Dia terlalu linglung untuk sekdar menyadari kemana langkahnya membawanya. Adis itu menghela nafas berat sebelum akhirnya memutuskan untuk berjaalan ke taman di samping kanan jalan ini. Didudukkannya tubuhnya pada saalah satu bangku taman dengan bunga yang mengelilinginya. Sang Hwa kembali menutup matany, ingin merilekskan pikirannya sejenak, aqkhir-akhir ini otaknya terlalu tegang. Di hirupnya oksigen banyak-banyak, seolah oksigen adalah barang limited edition yang harus segera di burunya, lalu dengan perlahan dia menghembuskannya. Gadis itu cukup bersyuku hyuk jae tak ada di Seoul beberapa hari ini, urusan pekerjaan, itulah yang dikatakan Hyuk Jae saat dia pamit. Perlahan Sang Hwa mulai membuka matanya. Ada garis-garis kebingungan yang tampak di wajahnya, sejujurnya dia tak tau bagaimana nanti dia bertemu dengan Hyuk Jae dengan predikat barunya, namjachingu. Harus dia akui, malam itu, malam dimana Sang Hwa menghubu8ngi Hyuk Jae setelah dia mimpi buruk, adalah malam dimana dia menjadi gadis paling tak berotak di dunia. Saat itu dia terlalu panic, tubuhnya menggigil takut, di dalam mimpinya Jong Woon tengah  bersanding dengan yeoja yang lebih cantik darinya. Dan itu membuatnya spontan menghubungi Hyuk Jae dan memintanya menjadi kekasih Sang Hwa. Cukup mencengangkan memang, Sang Hwa sendiri tak percaya dengan apa yang dikatakannya setelah dia menutup ponselnya malam itu. “Bodoh!” umpatnya pada diri sendiri. Buksn tanpa alasan Sang Hwa memaki dirinya bodoh, tapi mau bagaimana lagi, nas sudah menjadi bubur. Dan seorang Hyuk Jae terlalu berhati malaikat untuk mendapati kenyataan jika malam itu hanya sebuah kesalahan. “Biarlah…” tertahan, kata-kata itu dibiarkannya menggantung di awang-awang. Gadis itu mendengus perlahan, sepertinya tak ingin merampungkan kalimtany sebelumnya.

***

Kim Soo Hyun mendengus kesal di depan cermin. Dia sudah sangat lelah mendapati ponselnya bordering sangt keras, telefon dari eommanya. 20 missedcall dan 5 pesan, rekor terbaru yang pernah dilakukan eommanya. “Datang atau kau bukan anakku lagi” Soo Hyun mengancingkan kancing terakhir di kemeja hitam yang dia kenakan. Mulutnya beregerak berlebihan, menirukan kata-kata Kim Seo Il di pesannya tadi. Dia benar-benar kesal harus menjalani acara idiot semacam ini. Blind date, satu hal konyol yang selalui mengahntui dirinya saat di mokpo, dan ternyata kencan buta sialan itu juga membuntutinya sampai di Seoul. Ponselnya kembali bordering,  “Berani taruhan, pasti dia” sedikit membuat taruhan dengan dirinya sendiri, Soo Hyun berjalan mendekati ranjang_tempat ponselnya meraung-raung tak sabar. “Yeobseo” “Ya Kim Soo Hyun, kua sudah berangkat? ” tepat. Suara yang begitu antusias serasa memukul rumah siputnya dengan keras. “Masih akan,” namja itu menjawab dengan enteng. Di sambarnya kunci mobil putihnya yang terbaring tenang di atas ranjang, tepat di samping ponselnya tadi tergeletak. “Kau ini! Sudah kubilang agar jangan sampai..” “Arro, tak boleh terlambat, tak boleh membuatnya menilaiku rendah, dan.. Aku harus berangkat sekarang juga” dengan cepat Soo Hyun menutup sambungannya. Moodnya sudah sangat buruk dengan dating menemui yeoja itu, dan dia tak bberniat memperburuk moodnya lagi dengan ceramah panjang eommanya.

***

Sang Hwa menatapi lalu nlalalng orang di taman ini dengan bosan. Entah sudah berapa lama dia duduk di sini, bosan mulai dating, tapi ada satu sudut pada dirinya yang menahan tubuhnya untuk bertahan di tempat ini. Sesuatu yang dia sendiri tak tau itu apa, tapi itu terasa berharga. Untuk pertama kalinya dia menatap jam tangan di lengan kirinya, dan dia begitu terkejut dengan kenyataan yang ada. 3 jam, sudah 3 jam dia terduduk di taman ini. Itu waktu yang lama bagi seorang Lee Sang Hwa yang tak suka penantian. Terutama, menanti hal yang belum jelas bagaimana bentuknya. Sang Hwa menghambuskan nafas panjang, janntungnya berdegup cepat, pikirannya kembali melayang pada mimpinya. Semua terlihat sama, tak ada yang berbeda. Hanya saja di sini tak ada Kim Jong Woon, namja itu masih menghilang. “Sial!” suara umpatan itu membuat Sang Hwa sedikit terhenyak. Di dongakkan kepalanya mencari sumber suara yang familiar itu. Sang Hwa menolehkan keplanya kekanan-kekiri, mencoba mencari identitas sang pemilik suara. “Damn!” dan umpatan itulah yang membuat sang Hwa berhasil menemukannya. Seorang namja yang berdiri diantara kerumunan anak kecil, dia terlihat sangat tampana dengan rambut hitamnya yang selaras dengan warna kemejanya. Entah ini mimpi di siang bolong atau imajinasi, tapi Sang Hwa tetap berlari. Batinnya bergemuruh, dia bahagia, melihat sosok itu di depannya membuatnya melayang ke awang-awang. “Tak masalah ini mimpi, tak masalah” gumamnya perlahan, dia memang tak mempermasalahkan ini mimpi atau tidak, ini.. terasa begitu nyata. “Tuhan, jika ini mimpi jangan pernah membuatku bangun” berhenti. Langkahnya telah mencapai titik maximal. Tanpa ba-bi-bu lagi dia langsuk memeluk sosok itu begitu erat. Ketegaran yang sedari tadi dipertahankannya runtuh, tangisnya merembes membasahi bagian depan kemeja sosok itu. “Jahat! Kau kemana saja? Aku merindukanamu” di peluknya sosok itu semakin erat, Sang Hwa tak ingin kehilangan untuk yang kedua kalinya. “Aku tak mengenalmu, ahgassi”pernyataan itu begitu menampar Sang Hwa. Dengan cepat dia melepaskan pelukannya. Menatap sosok itu untuk sekali lagi memastikan. “Benar, tak ada yang berbeda” batiinnya membenarkan dugaannya. Matanya, bibirnya, hidungnya, rahangnya, semua benar-benar milik Kim Jong Woon. “Yesung oppa, ini aku Lee Sang Hwa” yeoja itu mencoba meyakinkan sosok di depannya. “Aku tak mengenalmu, dan aku bukan Yesung” “Jangan bercan..” ucapan Sang hwa terhenti ketika ponsel namja di depannya bordering cukup keras. Dilihatnya sosok itu mengangkat telefonnya dengan kesal. “Ya aku sudah disini. Dimana yeoja itu?” jantung Sang Hwa berdegup kencang. Yeoja? Entah kenapa pikirannya kembali melayang ke mimpi malam itu, juga keperkataan Hyuk Jae saat di rumah sakit. “dia.. memilki yeoja lain?” batin sang Hwa sedikit bertanya-tanya, dia membeku. “Arraso, aku akan kesana” dia menutup sambungannya. Dan tanpa menatap Sang Hwa dia langsung beranjak dai hadapan yeoja itu.

***

Soo Hyun mendesah memandang segelas kopinya datar. Jantungnya bertalu-talu, berdegup semakin keras. Bukan karean yeoja yang ada di depannya, tapi karena yeoja lain, yeoja asing yang beberapa menit lalu memeluknya. “jadi, apa pekerjaanmu?” Park Shin Hye-yeoja yang sedang duduk di depan Soo Hyun-menyesap teh nya dengan anggun. Rambutnya yang panjang di biarkan tergerai, dia masih memakai blazernya, benar-benar terlihat jelas seorang wanita karir. “Fotografer” singkat, padat dan jelas merupakan salah satu motto dalam hidupnya. Jantungnya masih berdetak cepat, dan dia cukup menggerutu akan hal ini. “Sehebat apa wanita itu hingga bisa membuatku gila?!” batinnya berteriak frustasi. Dia tak pernah mengenal yeoja tadi, tapi jantungnya mengisyaratkan hal lain. “Kau baik-baik saja?” “Tentu” Soo Hyun meneguk kopinya, mencoba merilekskan otaknya. “Tapi sedari tadi kau terlihat tak menikmati kopimu” merasa tak puas dengan jawaban pasangan blind datenya, Shin Hye mulai membuka mulutnya lagi. “Kopiku sangat enak, hanya saja yang tak bisa kunikmati adalah duduk di depanmu” tertegun, itulah ekspresi yang Soo Hyun tanngkap dari wajah Shin Hye. “Aku pulang dulu, permisi” namja itu meninggalkan beberapa uang di mejanya, dan sedetik kemudian dia benar-benar pergi dari hadapan yeoja itu.

***

Sang Hwa memasuki halamn rumahnya dengan gontai. Beberapa menit yang lalu, ketika dia masih di taman, eommanya mengubunginya, memintany untuk pulang. Akhirnya, dengan hati yang masih suram dan hati yang masih penuh, yeja itu muali mengambil langkah. Berjalan di antara kerumunan orang-orang berpakaian hangat, dan took-toko yang membisu. Bebrapa dari mereka sudah tutp, tapi ada juga yang masih berdiri menunggu pelanggannya. Hingga akhirnya dia smpai di sini, di halaman rumahnya, dengan kondidi batin yang cukup terguncang. Segulung harapan telah dia ucapkan pada setiap pergerakan kakinya, berharap apa yang terjadi beberapa menit lalu hanyalah sebuah mimpi. Tapi ternyata apa yang dia harpkan sebagai mimpi-itu adalah suatu kenyataan yang tak bisa di elak.
Entah untuk yang keberapa kali Sang Hwa menghela nafasny begitu panjang hari ini-salah satu hal yang akan dia lakukan ketika masalah mengerubunginya. Dia tak tau bagiman cara menerima kenyataan ini, orang yang dia yakini Kim Jng Woon telah melupakannya. Orang yang dia harapkan selama setahun ini telah memilki yeoja lain. Remuk, hancur. Seperti di tusuk dengan tombak pada masa penjajahan, atau sebuah pisau tumpul mencoba mengiris lehermu. Pada dasarny itu semua melukai. Sang Hwa menpuk pipinya perlahann, mencoba menyadarkan dirinya sendiri bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk menangis. Meskipun kedua matanya terasa sesak, dia harus menahannya. Dia sudah di depan pintu, tinggal memutar kenopnya, dan orang rumah akan langsung memandangnya. Dia tak mau eommannya melihat dirinya menangis. Dia haru sbisa tersenyum. Meskipun bibirnya terasa kering, tak bisa membentuk lengkungan indah itu untuk saat ini. Digigitnya ujung bibir merahnya yang indah, sebelum akhirnya tergerak membuka pintu itu. Dia sudah bersiap-siap dengan wajah senangnya yang di paksakan, tawanya yang terdengan kaku, juga teriakan ’Eomma, aku pu..lang.’ dan wajah itu benar-benar tak isa bersandiwara lagi, ketika matany menangkap sosok itu tengah terduduk di sofa ruang tamunya-membolak balik majalah berisi artikel tentang pelukis terkenal milik Sang Hwa.

***
Soo Hyun merasakan dentuman keras di keplanya, sedikit pusing dan fokusnya menghilang. Dia benar-benar meras bodoh karena membiarkan gadis itu masuk kepikirannya. Tadi-ktika dia mengndarai mobil untuk pulang, dia hamper menbrak pejalan kaki di perempatan depan took bertuliskan Tous Les, dan beberapa menit yang lalu dia hamper terjatuh dari tanggga-karena gadis itu. Soo Hyun masih bisa merasakan tangan gadis itu di tubuhnya, memluknya dengan erat. Dan suaranya yang selembut sutra kembali membelai daun telinganya. Seperti candu, dia ingin mersakan sentuhan gadis itu lagi. Meskipun dasarnya dia tak mengenal secara detail siapa orang asing itu. Tapi tubuhnya merasakan hal yang tak asing. Sama seperti saat dia dating ke Seoul, ketika dia berdiri di balkon apartemennya dan memandang kota ini laksana miniatur,
Dia mrasakan kedekatan yang sama seperti yang dia rasakan pada gadis itu. Kedekatan yang membuat dirinya nyaman, taka sing, dan kini kedekatan itu berubah menjadi sebuah candu. Soo Hyun mengacak rambutnya frustasi, dia belum pernah merasakan hal ini pada gadis lain,. Setidaknya dalam ingatannya. Yang dia tau, dia adalah lelaki dingin yang selalu menolak wanita dengan berpuluh kepribadian pada setiap kencan buta yang di rancang eommanya. Tapi entah kenapa, gadis itu, saat ini-pada pertemuan pertama mereka yang hanya berdurasi beberapa menit, telah mampu menembus dinding tebal Kim Soo Hyun, mencabik-cabik saraf fokusnya dan kini seakan merampas jiwa normalnya. Dia hmpir menjadi namja gila hanya dengan memikirkan gadis itu.
Nada dering ponselnya menggema begitu keras, Soo Hyun meninggalkan balkon dan engambil ponselnya yang tergeletak di atas ranjang. “Yeobseo” angkatnya, dia tak terlalu tertarik untuk melihat siapa yang menghubunginya. Baginya, semakin cepat dia mengangkat, semakin cepat orang itu bicara, semakin cepat orang itu bicara, semakin cepat dia menutup telefonnya dan tidur. Ia ingin mengistirahatkan otaknya sedetik saja. “Aish, lama sekali mengangkatnya” gerutu seorang wanita paruh baya di ujung sana. Siapa lagi jika bukan Kim Seo Il. “Aku tak menenteng ponselku kemana saja eomma, jadi berhenti menggerutu” terlihat jelas dari intonasi bicaranya jika kali ini dia tak ingin memiliki perdebatan kecil dengan eommanya. “Arraso, bagimana kencanmu? Dia cantik kan? Benar-benar sempurna. Lallu pakah kalian bertukar nomor ponsel?” serentet pertanyaan langsung menyerbu Soo Hyun, dan namja itu benar-benar merasa sial harus menghadapi eommany ketika titik fokusnya sendiri telah di curi seseorang. “Kencanku biasa saja. Dia cantik tapi tak sempurna. Dan kami tak bertukar nomor ponsel” semua pertanyaan itu terjawab sudah, Soo Hyun hendak mematikan sambungan telefonnya ketika tiba-tiba suara itu kembali melontarkan pertanyaan. “Kau tertarik padanya?” “Aniya. Dan jangan coba-coba membuat pertemuan antara kami lagi” kali ini Soo Hyun benar-benra mengakhiri sambungan telefonnya dengan Kim Seo Il, di tekannya tombol power yng menandakan ponsel itu sudah tak aktif saat ini.  Laki-laki itu menghantamkan tubuhnya ke ranjang, membenamkan wajahnya di antara bantal-bantla empuk. Pikirnya, dia akan lebih baik saat bangun tidur nanti.

***

Hyuk Jae masih membolak-balik majalah Sang Hwa. Dia memang cukup tertarik dengan lukisan, tapi bukan itu alasannya menyentuh benda persegi panjang itu. Dia hanya tak tau bagaimana memulai pembicaraan ini. Terlalu banyak yang ingin dia katakana hingga dia tak tau bagimana mengawalinya. Lki-laki itu sedikit melirik ke aarah yeojanya, dan dia cukup heran dengan tingkah membatunya. “Bukankah kau suka kopi?” laki-lki itu melirik secangkir kopi_tadi eomma Sang Hwa membuatkannya_yang masih utuh tak tersentuh. “Kau punya masalah?” dan gadis itu lagi-lagi hanya diam. Seolah yang di depan Hyuk Jae kini hanhya raganya, nyawanya berada di suatau tempat tersembunyi. Hyuk Jae mulai menutup majalahhnya dan meletakkannya di atas meja. Tangannya tergerak menggenggam telapak lembut gadis itu. “Sang Hwa? Lee Sang HWa?” gadis itu sedikit tersentak. Kesadarannya kembali noramla saat ini. “Ye oppa?”Sang Hwa sedikit tersenyum.meskipun pada dasarnya Hyuk Jae tak akan pernah tertipu dengan lengkunagn kaku di wajahnya. “Apa aku membuatmu tak nyaman?” Tanya Hyuk Jae sakartis. Sang Hwa hanya menundukkan kepalanya, kedatangan hyuk jae yang tiba-tiba memang membuatnya tak nyaman, tapi bukan itu yang mengacaukan pikirannya saat ini. “Aniya, aku hanay merasa lelah” Pong. Terlalu banyak kebihongan yang dia berikan pada lelaki ini. Lelaki yang begitu sabar berdiri di sampingnya. “Mianhae.. aku terlalu senang berada di Seoul hingga tak memberiatumu akn mampir ke sini” sedikit menghela nafas. Dan Sang Hwa benar-benar bisa membaca penyesalan Hyuk jae. “Aku pulang dulu” sosok itu mengusap rambut Sang Hwa pelan, beranjak dari duduknya, dan berjalan memunggungi gadis itu. “Oppa..” yeoja itu menggigit bibirnya, sedikit ragu. Dia tak tau harus mengatakn hal ini atau tidak. Dia kembali. Apa perkataan itu tak member luka pada Hyuk Jae? Ap Hyuk jae masih bisa tersenyum ketika dirinya mengatakan hal itu? Tidakkah Lee Sang Hwa terlalu egois jika mengatakannya? “Berhati-hatilah..” hanya itu yang sanggup dia ucapkan dari pemikiran panjangnya. Lagi-lagi dia bberbohong. Berbohong pada pria sebaik itu, merupakan dosa besar dalam hidupnya. “Tentu, aku akan berhati-hati untukmu” dan detik itu juga Sang Hwa melelh, bukan karena di merasa tersanjung, tapi dia merasa berdosa. Sangat amat berdosa.

***

Taman hiburan sedikit lenggang hari ini. Gadis itu berdiri pada urutan ke lima sedangkan di belakangnya masih ada beberapa antrean lagi. Sang Hwa mencengkram tasnya sedikit erat. Pikirannya cukup kacau hari ini, jadi dia memutuskan untuk sedikit berjalan dan entah kenapa bianglala muncul begitu saja di otaknya. Sekali lagi dioa menghembuskan nafas panjang, otaknya terasa hamper pecah sejak kemarin, dan dia berharap bisa menemukan titik terang dalam perjalanannya kali ini.
Pintu itu terbuka. Beberapa orang mendesak keluar, dan beberapa orang lagi mendesak masuk. Sang Hwa sedikit terombang-ambing, tubuhnya terlalu kecil untulk berkompetisi dengan segerombol orang itu. Kepalanya menoleh mencari tempat yang pas, dan dia telah memutuskan untuk pergi ke sisi kanan. Gadis itu benar-benar menikmati perjalanan kali ini sampai dia menatap sosok itu. Sosok yang berdiri di sisi yang berlawanan dengannya, sosok yang begitu terlihat dingin dengan kaos putih dan headphone yang melingkar di lehernya. Dengan sedikit ragu sang hwa mulai berjalan ke sisi itu, sisi kiri. Mentap sosok itu sebentar untuk memastikan, sebelum akhirnya bibirnya tergerak “Yesung Oppa..” tak ada balasan apa-apa, sosok itu mash menatap lurus pemandang di luar sana. “Yesung oppa..” kali in Sang Hwa memberanikan diri menepuk pundaknya, ada senyum di bibir gadis itu. Dia benar-benar merasa takdir berpihak padanya, suatu keberuntungan takdir mempertemukan mereka untuk yang kedua kali. “Mwoya?” sosok itu membalik badannya, matanya membulat kaget. “Aish, kau lagi” “Oppa, kau ingat aku?” ada tatapan berbinar di mata Sang Hwa, segulung harapan itu mungkin sekarang akan menjadi kenyataan. “Ne, kau yeoja yang tiba-tiba memelukku dan memanggilku dengan nama anehkan?” laki-laki itu sedikit mendengus, dia benar-benar menyselai keputusannya untuk naik bianglala hari ini. “Tepat. Yesung oppa aku tau kau kemarin hanya bercanda” “Mwoya? Kau panggil aku apa?”  Sang Hwa sedikit mengigit bibirnya. Entah kenapa ada sebagian dari dirinya yang mersa ragu. “Yesung Oppa..” ulangnya sekali lagi. “Sudah kubilang, aku bukan yes.. yes.. ah siapalah yang kau sebut tadi” sosok itu mengepalkan tangannya, suarany meninggi. Dia tak bisa menahan emosinya ketika seseorang mengganggapnya orang lain. “Kau salah orang Ahgassi, berhentilah menggangguku” Sang Hwa hanya terdiam, dia tak tau harus berbicara apa. Lebih tepatnya terlalu takut untuk membuka mulutnya saat ini. “Aku berharap ini pertemuan terakhir kita” dan sosok itu menghilang bersamaan dengan kerumunan orang yang saling dorong, ada yang mendorong masuk, dan ada yang mendorong keluar. Sementara Sang Hwa hanya terdiam, dia memegang jantunngnya. Terasa sakit ketika sosok itu menyebut kata terakhir. Benarkah? Benarkah dia ingin yang terakhir?
***

Soo Hyun mengangkat tubuhnya, melilitkan handuk, dan beranjak dari kamar mandi. Dia tau ponselnya bordering, tapi dia tak perlu terburu untuk mengangkatnya. Satu-satunya orang yang akan menghubunginya, siapa lagi jika bukan eommanya? Setidaknya itulah yang Soo Hyun pikirkan. “Yeobseo” “Gwencahanayo? Kenapa tadi pagi kau tak mengangkat telefonku?” seperti biasa, selalu antusias dan menggebu-nggebu. “Ponselku tertinggal di rumah, ada apa?” namja itu mulai mendekati lemarinya, mengeluarkan kaos coklat juga celana berwarna senada. “Ah itu, eomma sudah menyiapkan rencana blind datemu selanjutnya” dengan senyum tanpa dosa, wanita itu mulai menjelaskan. “Namanya Oh Hani, 2 tahun lebih muda darimu, seorang model, neomu yeppoda” Soo Hyun mendengus. “Aish, eomma kupikir kau sudah berhenti” handuk yang tadi melilit panggangnya tergeletak sudah dilantai kamarnya, tergantikan oleh celana pendek yang memperlihatkan kaki kokohnya. “Aku tak akan pernah berhenti Kim Soo Hyun. Sebelum kau punya pacar” “Berhentilah eomma, aku tak suka” Soo hyun meletakkan ponselnya di ranjang, tepatnya di atas sprei putih. Tangannya menekan tombol loudspeaker, hingga suara eommanya yang cerewet itu terdengar keras. Dia mulai mendekati kaosnya dan memakainya. “Setidaknya coba lihat dulu. Hari sabtu besok jam 4 sore di café yang kemarin. Okey?” namja itu meraih ponselnya, menekan tombol normal dan mendekatkannya kembali ke telinga. “Aku menolak seperti apapun juag tak ada artinya” Kim Soo Hyun membaringkan tubuhnya di ats ranjang. Rasanya tubuhnya akan remuk. “Ah kau pintar, baiklah jaljjayo. Ph..” “Eomma” dengan cepat namja itu memotong ucapan eommanya. “Apa.. aku pernah tinggal di seoul?” pabo. Itulah umpatan Soo Hyun pada dirinya. Dia tak percaya akan bertanya hal ini. Untuk apa? Pembuktian? “Geurom. Saat umurmu satu tahun kau pindah kesana. Kita tinggal selaa 5 tahun di seoul. Kau tak ingat? Ah iya, saat itu kau masih terlalu kecil” “5 tahun?” Soo Hyun mulai mengulang pernyataan eommany. Nadanya lebih terdengar seperti sebuah pertanyaan. “Selama itukah?” “Nde, kau bahkan memilki teman dekat. Kang Hae Bin” ada senyum di bibir Soo Hyun. Sekaranng, ia tau keanapa dia merasa dekat dengan seopul, karena.. dia pernah tinggal disini. Dan bicara soal yeoja itu, mungkin dia memang benar-benar salah orang. “Eomma, aku bisa minta alamat Kang Hae Bin?”

***

Soo Hyun menatap ke sekeliling. Dia harusnya sudah sampai disini sejak 15 menit lalu, tapi karena kebiasaan barunya_bangun terlambat_dia baru bisa manpakkan kakinya di depan perusahaan ini. “Rambut pendek coklat, kulit putih” dia sedikit menggumam, kepalanya menoleh ke kanan-ke kiri, mencari sosok dengan ciri-ciri yang sama. Kemarin, ketika dia menghubungi hae bin lewat nomor ponsel yang di beri eommanya, yeoja itu meminta Soo hyun menemuinya di sini, di depan perusahaan tempat dia kerja. “Oi tomat” Soo Hyun membalikkan badannya tepat ketika tangan lembut itu mendarat di pundaknya. Seorang wanita dengan rambut coklat pendek, kulit putih, juga blazer abu-abu menyambut tatapannya. “Kang Hae Bin?” “Aish, panggil aku noona, aku dua tahun diatasmu” yeoja itu-kang hae bin-memukul lengan Soo Hyun pelan, bibirnya mengukir sebuah senyuman yang cukup manis.”Jinja? kau terlihat seumuran” “Aish, kau lupa padaku?” soo hyun hanya bisa tersenyum kikiuk untuk mengungkapkan penyeslannya. “Mianhae” “Gwencahanyo, kajja!” kang hae bin menrik-narik lengan soo hyuhn, berharap tubuh itu sedikit tergeser,seinci saja. “Eodiga?” “Cari makan. Ini jam makan siangku”

***

“Jadi sekarang kau tinggal di seoul?” hae bin mengunyah makan siangnya degan tenang, mereka sedang ada di warung topoki. Hanya itu yang bisa mereka temukan di dekat tempat kerja Hae Bin. “hany sementara. Oh ya, kau jadi apa di perusahaan itu? Jangan office girl..” soo hyun menyuapkan topoki ke mulutnya, mengunyah, lalu menalannya. “Paboya!” dan sebuah pukulan mendarat mulus di kepala Soo Hyun. Membuat laki-laki itu sedikit tersedak. “Aku desainer interior” soo hyun hanya menganggukan kepalanya. Dia piker, diam mungkin akan selamat. “Kau tomat. Kerja apa?” “Fotografer. Ya! Kenapa kau selalu memanggilku tomat?” suara namja itu sedikit tinggi, hingga membuat bebrapa pengunjung menatapnya. “tak usah teriak bodoh. Aish,” hae bin sedikit menggerutu, diusap-usapnya telinganya untuk mengurangi dentuman akibat teriakan Soo Hyun. “Dulu, pipimu chubby dan merah, seperti tomat. Omo, kau juga tak ingat ini?” lagi-lagi soo hyun hanya tersenyum kikuak dan menggeleng. “Aniya,”

***

Gelap. Langit mendung. Tak ada mentari seperti semestinya. Hanya awan kelabu yang menutupi cakrawala. Dengan hati semendung cakrawala, Sang Hwa berjalan mengikuti langkah kakinya membawanya. Berulang kali dia mendengus kesal. ‘Aku harap ini pertemuan terakhir kita’ kalimat itu seperti sebuah momok yang menendang segulung harapan dan kebahagiaan dari hidupnya. Batin yeoja itu terlalu rapuh untuk menrima kenyataan ini. Kim Jong woon, pria yang dia nnanti selama setahun kini membuangnya. Pria itu tak mengaharpkan pertemuan lgi. Sakit rasanya ketika kenyataan itu kembali berputar di otaknya. Dia hamper memiliki sesuatu yang lebih inndah dari apapun yang berharga di dunia, dia hamper memilki itu. Tapi semua hancur begitu sja dalam sekejap, hanya dalam sekdip mata. “Dia.. tak menginnginkanku. Hyuk oppa benar” ada setetes air mata yang tergelincir hingga jatuh membasahi pipi gadis itu. “Dan kenapa ketika aku hamper bahagia, semua hancur. Apa aku tak di ijinkan bahagia?” Sang hwa menumpukan badannya pada kursi kayu di tempat itu. Tangannya mengusap air mata, mencoba menghentikan. Tapi justru air mata itu tak mau berhenti. Dadanya terlanjur sobek, dan kini luka ini tengah menganga lebar. “Permisi, bisa geser?” Demi Tuhan, suara itu adalah suara yang paling dia rindukan. Mereka.. bertemu lagi. Saat itu membuangnya, saat pria itu bahkan tak menginginkan pertemuan. “Neo? Aish,” laki-laki itu membalik tubuhnya, hendak beranjak ketika Sng hWa mengngkat kepalanya dan manic mereka bertemu. “Yesung oppa..” dengan sigap gadis itu menahan sosok itu. Dia tak membalik badannya, tapi setidaknya tak beranjak. “Kenapa kau membenciku? Kenapa kau begitu ingin melupakanku? Apa karena yeoja?” air mata Sang Hwa semakin mendesak keluar. “Jika kau sudah menmukan yeoja yang lebih baik dariku, taka pa tinggalkan aku. Tapi jangan membenciku, jangan mencoba melupakanku” berat. Lidah Sang Hwa serasa kelu mengataakannya. “Harus ku katakan, aku bukan yesung” sosok itu membalik tubuhnya, meletakkan badannya di samping Sang Hwa. “Aku punya keluarga, aku punya akta kelahiran. Aku punya album foto yang tak kusentuh karna terlalu tebalnya. Aku juga punya msa lalu. Bagaimana aku bisa menjadi Yesung sedangkan itu bukan namaku” Sang Hwa hanay membeku, air matanya terus menetes. Bukan Kim Jong Woon. Berarti melunturkan segala kebahagiaan yang tersisa dalam hidupnya. “Cheoneun, Kim Soo Hyun Imnida” Soo Hyun tersenyum sekilas sebelum akhirnya lemas di antar kerumunan. Sedangkan sag hwa hanya mematung, tangisnya menyeruak keluar bersamaan hujan yang mulai menuruni cakrawala. “Dia.. bukan Kim Jong Woon?”

***

Untuk pertama kalinya Sang Hwa menginjakkan kakinya keluar rumah setelah tiga hari yang lalu, setelah dia bertemu Kim Soo Hyun. Jujur, sebenarnya sebagian hatinya juga tak dapat menerima kenyataan itu. Kenyataan jika Kim Soo Hyun bukanlah Kim Jong Woon. Juga kenyataan jika sampai detik ini dia tak tau dimana letak Kim Jong Woon.”Kau tak enak badan?” “Ah aniya” sang hwa sedikit memaksakan senyum, di teguknya secangkir the yang sejak 10 menit lalu dihidangkan di hadapannya. Hari ini Kim Hana mengundangnya minum teh di rumah besarnya, dan Sang Hwa tak punya pilihan selain dating. Harus di akui, jika dia terlalu lama bersembunyi di balik selimut tebalnya. “Kudengar, kau memiliki hubungan dengan Hyuk Jae” sedikit terkejut, Sang Hwa kembali mletakkan cangkir teh nya. Wajahnya bertambah masam, dia benar-benar tak menyangka akan kebodohannya. “Ne nyonya, mianhae” Kim Hana tersenyum renyah, tangannya mengusap telapak Sang Hwa lembut. “Untuk apa kau minta maaf?  Yang kaulakukan sudah benar. Kau tak mungkin menunggu Jong Woon selamanya” Sejujurnya, Sang Hwa sadar. Perkataan Hana sepenuhnya benar. Tapi dia tak bisa merubah apapun, saat ini Jong Woon tetap satu-satunya namja di hatinya. Sang Hwa lebih memilih diam, terjadi keheningan yang cukup panjang antara mereka. “Nyonya..” akhirnya Sang Hwa sendiri yang memecah keheningan “Nde?” “Apa.. Yesung oppa memiliki saudara kembar?” Hana menundukkan wajahnya, raut wajahnya sedikit menyesal. “Molla” dahi Sang Hwa sedikit berkerut, bingung. “Jong Woon bukan anak kandungku, saat umurnya satu tahun aku menemukannya di depan gerbang rumah” terperanjat. Kali ini Sang Hwa kembali mengetahui satu rahasia besar dari Kim Jong Woon. “Jika oppa bukan anak kandung, mungkinkah namja itu.. namja yang berwajah sama itu.. adalah saudara kembaranya?” batin Sang Hwa mulai bertanya-tanya. Segala hal yang tak terduga mungkin saja terjadi dalam sebuah kehidupan fanfiction. “Kalau dia bukan Yeye, lalu kemana oppa saat ini?  Kim Jong Woon. Benar, Kim Jong Woon terlalu lama menghilang dan entah kapan author akan mengeluarkannya dari persembunyian. Mengobati kerinduan pembaca akan sosok main cast di kisah ini. “Oppa, where are you?” sekali lagi, batin Sang Hwa mengulang pertanyaannya.

***

Soo Hyun hnya terdiam melongo melihat gadis di depannya. Sedikit meragukan pakah eommanya bisa menilai seorang wanita atau tidak. Oh Hani, itu namanya.  Gadis itu berpakaian minim, memkai sepatu prada, tas bermerk yang Soo Hyun tak tau pasti itu merek apa, tapi yang jelas itu cukup menguras dompetmu. “Oppa seharusnya kau memilih restaurant ternama, atau melakukan dinner, itu lebih romantis” Soo Hyun menghembuskan nafasnya pelan. “aku tak terlahir romantic untukmu” tak terlahir romantic untukmu. Bukan berarti dia tak romantic, hanya saja dia tak ingin bertingkah romantic untuk gadis di depannya. “Menarik,” Soo Hyun hanya tersenyum mencibir menanggapinya. Dia terlalu lelah duduk di depan yeoja ini. Sebagian dirinya cukup muak, sebagian dirinya lagi bahkan sudah merasa jijik. “Oh Chagi-ah” Soo Hyun sedikit berteriak, di panggilnya sosok yeoja berkaos putih yang baru memasuki café. Kakinya di tuntun untuk semakin mendekati sosok itu. “Ya! Kenapa dipanggil tak menoleh?” “Mwo? Kau memanggilku?” yeoja itu sedkit beingung. Wajahnya terlihat ke-heran-an. Belum semp;at gadis itu bersuara lgi, Soo Hyun sudah menariknya menuju suatu meja yang berisi seoarang yeoja. “Hani-ssi..” “Nde?” “Ige.. nae yeojachingu”

-tbc-

Thank’s for reading. Kritik dan sarannya ya..
Kunjingiii :      http://alwaysbejewels.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar