Aku, Dia, dan Mereka
Ini
semua tentang aku, dia, dan mereka. Aku mengenalnya ketika kami duduk di bangku
SD. Dia orang yang cukup baik, ramah, juga bisa menghargaiku. Dia, namanya
Angga. Sebenarnya kisah ini dimulai
ketika kami telah berpisah, ketika masa SMP datang dan memaksa kami untuk
meneruskan hidup di tempat yang berbeda. Minggu-minggu awal SMPku tak terlalu
baik, aku bukan orang yang mudah untuk bergaul dan mungkin tak banyak yang
ingin bergaul denganku. Ya, aku belum mendapat seorang teman. Mungkin, inilah
masa terberat dalam hidupku, masa yang tak akan pernah aku lupakan, masa yang
akan terus terbayang dalam otakku. Tapi tiba-tiba dia datang dalam kehidupanku,
seolah memberi cahaya agar aku beranjak dari tempat yang gelap ini. Dia datang
padaku dengan membawa kebahagiaan, membuatku melupakan kenyataan pahit jika
sampai detik ini aku belum memiliki seorang teman. Dia terus menghubungiku
lewat pesan singkat di ponselku. Dia menceritakan banyak hal lucu yang
membuatku tertawa, dia banyak menggodaku hingga aku marah padanya, dia membuat
hari-hariku begitu berwarna. Waktu terus berlalu, hidupku semakin membaik. Aku
sudah mulai bergaul dengan beberapa teman yang cukup bisa menerimaku, hubunganku
dan Angga juga semakin dekat. Dia semakin sering menghubungiku, dia juga
memberi banyak perhatian padaku, perhatian yang jelas-jelas kubutuhkan,
perhatian yang tak bisa kudapat dari orangtuaku yang mendidikku untuk tak
manja. Tanpa ku sadari, perhatian itu memberiku satu rasa yang berbeda, rasa
yang membuatku ingin selalu berada di sampingnya, rasa yang membuat jantungku
berdetak lebih kencang, rasa yang belum pernah ada di hatiku sebelumnya.
Mungkin, ini yang orang sebut dengan ‘cinta’. Angga mungkin sudah berhasil
menanam benih cinta di hatiku.
Waktu
tak pernah berhenti, semua terus berlalu. Aku dan dia kian dekat. Kini, benih
cinta itu telah bertunas,tunas yang begitu indah, yang aku yakini akan terus
membuatku bahagia. Dia memburuku dengan semua perhatiannya, yang jelas-jelas
tak bisa ku tolak. Semua ini membuatku mengatakan jika dia benar-benar baik.
Seperti
yang kukatakan sebelumnya, waktu tak pernah berhenti. Ini akhir kelas tujuh,dan
mimpi buruk itu datang lagi. Kemana dia? Angga pergi, tak ada pesan darinya
lagi, tak ada lagi perhatian yang di alamatkan untukku, semua itu sirna seperti
tertelan bumi. Aku tak bisa menghubunginya, tak ada satu pesankupun yang dia
balas. Dia benar-benar menghilang. Rasanya seperti menelan kenyataan pahit
lagi, aku seperti berjalan di ruangan yang gelap lagi tanpa ada satu cahayapun
yang menemaniku, karena cahaya yang selalu ada di sampingku, kini meninggalkanku.
Tapi apa kalian tau apa yang terjadi dengan tunas cinta ini? Dia kian
berkembang, tumbuh menjadi pohon cinta yang makin lama makin tinggi. Pohon ini
terus tumbuh seakan tak peduli dengan luka yang diukir laki-laki itu di sisi
hati yang lain.
Semester
baru, aku sudah naik di satu tingkat. Menjadi siswi kelas delapan. Harus
kuakui,jika masa-masa SMPku kian membaik, aku sudah memiliki banyak teman
sekarang,aku bahkan sudah memiliki teman dekat. Meskipun aku harus kehilangan
sahabat-sahabat ku, sahabat 6 tahunku yang menikamku dari belakang. Aku mencoba
menguatkan hatiku,mencoba melupakan orang-orang yang tak mengerti arti
kesetiaan, orang yang hanya mempermainkan arti persahabatan, orang-orang yang
berhasil melukai hatiku lebih dalam dari yang Angga lakukan. Ya, orang-orang
itu harus dihapus dari hidupku, mereka tak pantas lagi mendapat kasih
sayangku,mereka yang membuatku berada dalam ruangan yang semakin gelap. Dan
tiba-tiba dia datang lagi. Sekali lagi, dia menuntunku untuk berjalan
meninggalkan ruangan gelap itu, dia kembali menjadi cahayaku, cahaya yang
seolah tak akan membiarkanku terpuruk. Angga kembali. Dia kembali membuatku
melayang dengan perhatiannya, dia menguatkan hatiku untuk melewati semuanya,
dia membuatku melupakan orang-orang yang menikamku, dia membuatku nyaman dengan
kehadirannya. Aku bahagia seolah aku tak pernah dilukai olehnya, aku bahagia,
bahkan terlalu bahagia untuk menanyakan kemana dia berbulan-bulan ini. Yang
jelas aku tak ingin kehilangan dia lagi. kalian tau? Pohon cinta ini terus
tumbuh, menjadi pohon yang begitu kuat, menjadi pohon yang tak akan mudah di
hancurkan.
Minggu
demi mingu berjalan,hari ini satu bulan semenjak dia kembali menghubungiku.
Semua tak berjalan seperti yang kuharapkan, Angga memang tak pergi, dia masih
ada di sampingku, tapi rasanya hatiku tetap sakit, hatiku begitu tersayat
setiap aku mengingat malam itu. Malam dimana dia menceritakan kekasihnya
padaku, malam dimana dia membangga-banggakan kekasihnya di hadapanku. Kau tau
apa yang kurasakan? Sakit, sangat terluka. Dia terus bercerita tanpa tau apa
yang kurasakan, tanpa tau jika orang yang mendengarnya begitu mencintainya,
tanpa tau jika orang di hadapannya tak tahan lagi mendengarnya. Aku menggigit
bibir bawahku, mencoba menahan tangis, tak mungkin aku menunjukkan rasa sakitku
di hadapannya disaat dia tengah bahagia, tak mungkin! Tuhan, apakah aku salah jika berharap bisa
lebih dari sekedar teman? Kurasa iya.
3
minggu setelah dia menceritakan semuanya, dia menghilang lagi. Tak ada kabar
darinya, tak ada pesan darinya, tak ada lagi candaan atau godaan darinya.
Rasanya sakit, seperti ada yang hilang dari hidupku. Aku, terpuruk lagi. Aku
mencoba merelakannya pergi, tapi tak bisa, tak semudah itu. Pohon cinta ini
masih terus tumbuh, meskipun aku sakit, meskipun aku terluka, tapi pohon ini
tetap bertahan.
Semester baru, pertengahan kelas
delapan, Angga kembali. Saat itu aku bingung harus bahagia atau terluka. Aku
tau dia mempermainkanku dengan datang dan pergi dalam hidupku sesukanya, tapi
aku tak bisa marah padanya, aku tak bisa mengusirnya dari hidupku, aku terlalu
mencintainya.
13 maret, rasanya seperti mimpi.
Malam itu dia mengungkapkan perasaannya padaku, dia memintaku untuk selalu ada
di sampingnya. Aku begitu bahagia, kami melewati hari-hari yang begitu indah.
Dia semakin memberiku banyak perhatian. Jujur, saat itu aku mengatakan jika dia
begitu sempurna.
23 maret. Semua kesempurnaan itu
kian luntur, aku tak bisa menemukan dia yang dulu lagi. Dia semakin dingin. Dia
memang tak pergi dari hidupku, tapi aku tak bisa mendapat perhatiannya seperti
dulu. Dia benar-benar berubah. Hari itu, ketika aku bertanya dia menganggapku
apa, kau tau apa jawabannya? Teman. Ya, hanya teman, tak lebih dari itu. Saat
itu rasanya begitu sakit, perih. Untuk apa semua ini? Untuk apa tanggal 13 itu
jika aku hanya sebuah teman? Bukankah dia memintaku untuk menjadi kekasihnya
dan aku menjawab iya? Tapi kenapa sekarang hanya sebatas teman? Aku menundukkan
kepalaku dalam, mencoba menahan tangis yang sudah 2 tahun ini ku bendung. Tapi
sial, aku gagal. Malam itu dia berhasil membuatku menangis. Aku terdiam untuk
waktu yang lama, berharap dia merubah kondisi ini, berharap dia tertawa lalu
mengatakan jika ini semua hanya leluconnya, tapi sepertinya ini memang
kenyataannya. Aku terpaku, tubuhku seolah beku, tak ada satu katapun yang bisa
keluar dari mulutku. Bagaimana mungkin ini terjadi? Bagaimana mungkin berakhir
hanya dalam 10 hari? Setelah aku menantinya hampir 2 tahun. Aku masih berdiri
di sana, tak ada kata putus malam itu, karna aku sendiri tak tau apa ada
hubungan yang bisa diakhiri. ‘Good Bye’ hanya itu yang kuucapkan sebelum pergi
meningglkannya, untuk mengakhiri hubungan yang hanya aku sendiri yang menganggapnya.
23 Juni. 3 bulan sudah semua
berjalan, semenjak aku menyebut kata itu, semenjak aku tak pernah berhubungan
dengannya lagi, aku merindukannya. Aku gagal untuk membencinya, aku gagal
melupakannya seperti aku melupakan sahabat 6 tahunku. Aku gagal. Aku mencoba
untuk bangkit dari tempatku terpuruk, aku sperti jatuh dalam lubang gelap. Aku
terjatuh karna cahaya yang selama ini kuagungkan. Harus kuapakan perasaan ini?
Dia cinta pertamaku dan aku tak bisa menghapusnya dengan begitu mudah. Pohon
cinta ini, aku tak bisa menghancurkannya. Dia sudah berada di hatiku selama 2
tahun, aku tak bisa melepasnya begitu saja. Tuhan, kenapa dia juga
menghianatiku? Dia yang selalu menyelamatkanku dari keterpurukan, kini malah
mendorongku jauh ke dalam jurang. Apa di hidup ini tak ada kesetiaan? Apa di
dunia ini hanya penuh dengan penghianatan?
9 Juli. Aku terdiam di sini, di
depan layar laptop. Menuangkan rasa rinduku padanya lewat kata-kata tak
berarti. Satu demi satu aku mulai mengukir kalimat demi kalimat. Sakit, saat
aku sendiri tak bisa melupakannya, sedangkan dia mungkin tak pernah menganggap
ku ada. Hari ini, setelah semua kisah ini berakhir, setelah tangan ku berhenti
untuk menekan huruf-huruf ini, aku akan melepasnya, aku akan mencoba berhenti
memikirnya. Untuk apa aku menoleh kebelakang lagi? Sedangkan di depanku sudah
ada mereka. Mereka yang selalu menemaniku disaat aku tertawa atau menangis,
mereka yang selalu membuatku bangun saat aku mulai memikirkannya. Mereka yang
tak bisa memberiku perhatian, tapi mampu menangis ketika aku terluka,tapi mampu
tertawa ketika aku bahagia, mereka melakukannya bersamaku, dan itu lebih dari
sekedar cukup. Merekalah teman dekatku. Mungkin masalaluku membuatku tak berani
menyebut mereka sahabat. Tapi bukannya sahabat hanya sebuah nama? Yang
terpenting adalah apa yang kurasakan pada mereka lebih dari sekedar sahabat.
Terimakasih dia, dan mereka. Terimakasih karena hadir dalam hidupku.
Terimakasih karena telah mengukir kenangan bersamaku, baik yang indah atau yang
pahit sekali pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar