Tittle : memory January first
Author :
JewelsAMD
Genre :
Sad, friendship
Length :
Oneshoot
Cast :
All member super junior
Happy Reading ^^
Aku masih
menatap tubuhku di cermin, perlahan tanganku mulai membuka satu persatu kancing
kemeja, melepasnya dan menggantinya dengan kaos putih polos. Kurebahkan tubuhku
perlahan ke ranjang berbalut seprei putih itu. Nafasku naik turun, jujur aku
lelah setelah seharian ini melakukan perform dari satu stage ke stage yang
lain. Ya, jadwal Super Junior memang padat meskipun hari ini adalah malam tahun
baru. Malam dimana semua orang harusnya merasakan kebahagiaan bersama keluarga
dan orang-orang dikasihinya, tapi kami justru bekerja keras. Tak apa.
Sebenarnya aku juga tak keberatan dengan pekerjaan ini, toh setiap tahun juga
seperti ini. Toh setiap tahun aku memang menghabiskan malam tahun baru diluar
rumah, berdiri dalam satu stage yang sama bersama para hyungku, dan menyanyi
untuk my girls, my angels, E.L.F.
Kualihkan
pandanganku menatap sekeliling kamaraku. Banyak yang berubah setahun ini. Bukan
hanya pada kamarku tapi juga pada diriku. banyak yang mengatakan aku menjadi
lebih pendiam, dan harus kuakui itu memang benar. Selain itu aku lebih sering
mengurung diri di kamar, dan menjadikan semua yang kumiliki berwarna putih. Ah
putih, bukankah itu warna kesukaan seseorang yang sangat special bagi super
junior? Ya, seseorang yang sangat special. Aku mengangkat tubuhku perlahan. Berbalik
memandang langit yang menggelap, menerka-nerka bintang tempat dia bersembunyi.
Apa di bintang itu? Di bintang yang terletak di jarum jam 12__bintang yang
bersinar paling terang, hanya saja terletak begitu jauh dari bintang yang
lain__apakah dia bersembunyi di sana? Kurasa bukan, dia bukan orang yang suka
bersinar sendirian. Aku kembali mengedarkan pandanganku, mencoba mencari
bintang yang lain, meskipun pada dasarnya nanti ketika aku benar-benar
menemukan bintang itu aku tak akan bisa melihat wajahnya yang sesungguhnya.
“Yak, Lee Hyuk
Jae! Apa yang kau lakukan disini? Kami semua sudah menunggumu, cepat keluar”
aku mendengarnya, suara Heechul Hyung, tapi kenapa rasanya begitu berat? Tapi
kenapa aku begitu tak ingin meninggalkan kamar ini?
Kupejamkan
mataku sekilas, mencoba menyudahi pencarianku, tapi tak berhasil. Aku tak akan
pernah berhenti sebelum aku menemukan bintang tempatnya bersembunyi. Kuhela
nafas panjang, seakan ingin menyuplai semua oksigen ke dalam paru-paruku.
Sedetik kemudian aku kembali mengabsen satu per satu bintang di atas sana.
“Yak! Pabo! Kau
dengarkan apa yang hyungmu katakan?!” namja itu kembali bersuara di belakangku.
Aku tau. Aku tau dia sangat marah padaku bahkan aku tak perlu bertatap muka
dengannya untuk tau hal itu. Tapi entah apa yang membuatku begitu berani
mengabaikannya, mengabaikan seorang Kim Heechul, sosok hyung yang begitu
kusegani, bukan, bukan hanya kusegani,
tapi juga kutakuti, sangat. Aku terus menatap langit, mencoba mencari
bintang yang setahun ini selalu ku cari, bintang yang setiap malam selalu
kuteliti ketika langit tengah cerah, ketika tak ada awan kelabu yang
menenggelamkannya, juga ketika aku tak tengah sibuk dengan profesiku.
“Hyung, kenapa
lama sekali?” aku bisa mendengar suara lain di belakangku. Suara yang entah
kenapa selalu terdengar menggemaskan di telingaku, tapi akhir-akhir ini sudah
jarang kudengar.
“Tanyakan pada
monyet itu, sudah berulang kali aku bicara padanya tapi dia tetap
mengabaikanku” kesal. Aku tau kesabaran Heechul Hyung sudah mencapai batas. Ya,
siapa yang tak akan marah jika diabaikan selama 10 menit. “Cobalah bicara
dengan bahasa hewanmu, aku lelah bicara dengan bahasa manusia padanya” seiring
dengan ucapan terakhirnya aku bisa mendengar derap langkahnya yang semakin
jauh. Maafkan aku Hyung…
Diam,
hanya itu yang terjadi selama 5 menit berikutnya, sebelum akhirnya aku menarik
pandanganku. Cukup. Pencarianku hari ini masih tak menghasilkan apa-apa.
Mungkin besok, atau lusa? Entahlah, aku tak tau kapan aku menemukannya. Tapi
bukankah aku pasti akan menemukannya? Bukankah dia seorang malaikat? Bukankah
Malaikat selalu ada diantara bintang-bintang itu?
“Hyukie..” lagi,
suara lembutnya menyadarkanku. Membuatku mau tak mau menoleh dan memasang
senyum terbaikku, terbaik? Entahlah, mungkin maksudku terbaik yang kubisa saat ini.
“Aku tau mereka
menungguku, kajja kita berangkat!” beranjak dari tempatku semula, menuju tempat
namja itu berdiri, ah kenapa rasanya begitu berat? Kenapa kerinduan dan rasa
luka ini menahanku untuk bertahan di tempat ini?
Ku ambil jaket
yang tersampir rapi di sofa tak jauh dari pintu, lalu melangkah keluar sebelum
akhirnya kurasakan tangan Donghae menahanku. “Jangan tersenyum kalau hatimu tak
bisa melakukannya juga” katanya lembut tapi berhasil membuatku membeku. Apa
sekentara itu? Apa terlihat begitu jelas rasa terluka ini?
***
Sejauh mata
memandang, lautan pink menyambut tatapanku. Ini sebuah aprtemen yang besar,
dengan perabot mewah disana-sini. Ya, ini apartemen salah satu hyungku, Lee
Sungmin. Kami tengah merayakan ulangtahunnya yang ke 27. Ah, kami? bukan,
mungkin hanya mereka. Aku disini hanya menjadi patung bernafas yang lebih
senang tenggelam dalam pikiranku sendiri, aku bahkan tak tertarik ketika mereka
menyanyikan lagu selamat ulangtahun dan menyerahkan kado pada sungmin hyung. Kado,
bahkan aku tak menyiapkannya sebelumnya. “Apa dia memberi ucapan untukmu?” akhirnya
pertanyaan Shindong hyung yang mampu membuat dinding ketidak pedulianku
meluruh. “Belum, mungkin dia masih sibuk” siapapun tak akan bisa dibodohi oleh
kata-kata itu, namja itu jelas tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Aku
tertunduk lesu, rasa terluka ini kembali menusuk relung hatiku, bahkan semakin
dalam dan menyakitkan. Aku tau, aku tau ini semua karenaku.
###
Malam ini
harusnya aku mengisi salah satu acara bersama Kyuhyun, tapi karena tiba-tiba
tubuhku demam jadi aku meminta member lain untuk menggantikanku. Sedikit sulit
memang, banyak dari mereka yang menolak karena ini malam 1 Januari, “Mianhae
Hyuk, kami tak bisa, kami takut ketinggalan merayakan ulangtahun sungmin” setidaknya
itu yang mereka katakan saat aku membujuknya, meskipun aku sudah menjelaskan
jika pulangnya tak akan selarut itu, mereka tetap menolak, ya aku tau persis
mereka tak suka jika harus bekerja di malam tahun baru. Tapi setelah sekian
lama aku berhasil membujuk Leeteuk Hyung, dan kini hanya tinggal menunggu
beberapa menit untuk dia berangkat, aku justru begitu ingin menahannya. Seperti
ada sebagian hatiku yang berat melepas kepergiannya. “Apa kau harus pergi?”
tanya Sungmin Hyung pada Kyuhyun yang saat itu sudah hampir masuk ke mobil,
sedangkan Leeteuk Hyung sudah duduk di bangku kemudi. Aku tau Sungmin Hyung
juga tak merelakan kepergian mereka sama sepertiku.
“Ne, ini tugas. Kenapa? Kau takut
merindukanku?” aku masih dapat melihat senyum jahil Kyuhyun sekalipun lawan
bicaranya memasang wajah cemas.
“Yak, aku tak
akan merindukanmu, hanya saja perasaanku tak enak” lagi-lagi Kyuhyun terkekeh,
seakan menganggap perkataan namja pink di depannya hanya sebuah lelucon. “Hm,
aku tak akan telat merayakan ulangtahunmu” magnae itu memeluk tubuh hyungnya
yang lebih mungil lalu melangkahkan kakinya masuk kebangku depan, disamping
Leeteuk hyung.
“Apa tak lebih
baik jika kalian diantar?” aku mulai bersuara, entah kenapa kecemasan ini
semakin meraung tak jelas. “Aniya, tak baik merepotkan orang” timpal Leeteuk
hyung dengan senyum khasnya yang selalu memperlihatkan dimple. Ya, dia memang
terlalu baik.
“ah kalau begitu
berhati-hatilah memegang kemudi, jangan melajukan mobil diatas kecepatan
rata-rata, jangan mengantuk, dan jangan pulang terlalu larut” terdengar seperti
ahjumma-ahjummakah?
“Yak ada apa
dengan kau dan Sungmin hyung sebenarnya? Kalian aneh” Kyuhyun meninggikan
suarnya sedikit kesal. “Aniya..” sesingkat itu kalimat yang kuucapkan,
sebenarnya aku juga tak tau apa yang membuatku seperti ini.
“Yasudah, kami
pergi dulu” seiring dengan berakhirnya ucapan Leeteuk hyung, berakhir pula
bayangan mobil mereka dari hadapan kami, mereka telah menghilang di balik
kegelapan, menembus dinginnya malam dan takdir yang begitu mengejutkan.
Hingga detik ke
10 aku masih berdiri di sana, memandang lurus jalanan yang telah mereka lewati,
mencoba menggambar kembali bayang-bayang mereka. “Hyukie.. ada apa?” suara
lembut itu membuyarkan pandanganku. “Aniya” lagi-lagi hanya kata itu yang
sanggup lolos dari mulutku, karena jujur sampai detik ini aku masih tak tau apa
yang sebenarnya mengusikku. “Kalau begitu masuklah, aku tak ingin demammu
bertmbah parah” Donghae menuntunku, memaksa tubuhku berbalik meninggalkan
jalanan gelap itu.
***
Pusing, rasanya
seperti terguncang. Ini pukul 24.00, jangan tanya apa yang kami lakukan
sekarang, ini jelas tidak seperti apa yang kami harapkan. Berdiri di satu
lorong, ke lorong yang lain, menikmati warna putih dengan bau khasnya yang
langsung menyeruak masung ke hidung. Aku masih berjalan dari lorong putih yang
ini, ke lorong putih yang satunya. Mencoba menyibukkan diri, berharap
pikiran-pikiran negative itu tak menyentuhku. “Bagaimana? Sudah ada kabar?”
tanyaku pada Donghae yang saat itu berdiri di lorong paling kanan dari tempat
kami masuk tadi. Dia terlihat berantakan, tak ada kesan imut yang biasa
kutemukan di wajahnya. “Bagaimana?” ulangku. Aku begitu tak sabar, sedikit
kucengkram lengan Donghae agar dia menatapku. Meskipun pada akhirnya hanya sebuah
gelengan yang ku terima, tapi itu sukses membuat tubuhku merosot kebawah.
Cukup. Aku tak sanggup. Rasa cemas ini terlalu besar untukku tampung, sekalipun
kami telah membagi kecemasan ini bersama. “Terakhir dokter bilang kondisinya
kritis” lanjut Donghae yang semakin membuat dadaku sesak. Kupejamkan mataku
erat, entah sudah beberapa tetes air mata yang kukeluarkan, tapi kenapa
perasaan ini tak kunjung membaik? Apa air mata tak bisa memperbaiki segalanya?
Sekuat tenaga
aku mengangkat tubuhku, menumpukn berat badanku pada kedua kakiku, rasa pusing
ini sudah tak kuperdulikan, dengan sedikit terhuyung aku mengambil langkah
kecil. “Mau kemana?” pertanyaan itu membuatku menghentikan langkah. Kutolehkan
wajahku menghadapnya, dan mencoba memasang wajah selembut mungkin, “Ke lorong
satunya, aku sudah berjanji pada Sungmin hyung untuk menemaninya”
***
Sudah 7 jam kami
menetap disini, sungguh ini bukanlah hotel yang kami dambakan saat malam tahun
baru. Bukan hotel putih dengan perawat yang berlalu lalang menambah sensasi
pusing di kepala kami, tapi mau bagaiman lagi, takdir yang membawa kami berada
di sini, takdir yang menuntut kami untuk terhanyut dalam rasa cemas yang seolah
tak berujung. Aku melirik jam tanganku sekali lagi, perasaan takut ini semakin
menghantamku. Aku takut keputusan yang ku ambil ini merupakan sebuah kesalahan.
“Aku takut..” tangan namja ini gemetar, aku tau dia juga sama takutnya
sepertiku. Tapi yang jelas rasa takut kami berbeda, dia takut kehilangan namja
yang masih berbaring lemah diatas ranjang pasien, sedangkan aku? bukan hanya takut kehilangan, tapi juga takut
salah langkah. “Tenanglah hyung, dia orang yang kuat. Dia pasti baik-baik saja”
palsu, semua ketegaran yang kutampakkan palsu. Aku seperti pendusta
professional, seperti manusia bermuka dua. Tidak, aku tak bisa mencoba
menenangkannya padahal sebenarnya hatiku jauh lebih tak tenang dari pada dia.
Terjadi jeda
beberapa saat antara kami bersembilan, tak ada satupun dari kami yang sanggup
berkata-kata. Bahkan tak ada doa yang keluar dari mulut kami, bukan karena kami
lelah. Tapi kami rasa cukup, bukankah manusia juga memilki saat harus berhenti
meminta sesuatu? Bukankah manusia terlalu memilki banyak dosa untuk terus
meminta sesuatu pada Tuhan? ya, itu yang kami pikirkan. 5 jam sebenarnya tak
cukup bagi kami untuk meminta, tapi kami terlalu malu untuk melanjutkannya.
“hyukie..” kurasakn genggaman itu, begitu lembut dan hangat untuk tubuhku yang
terlampau dingin. “Hmm?” ku palingkan wajahku kearahnya, kucoba memberi
ekspresi setenang mungkin. Pangeran ikan itu tak bersuara, dia hanya menarikku
dalam pelukannya, membenamkan kepalaku di dadanya. “Jangan berpura-pura tegar
lagi” aku terdiam, dia tau? Dia tau kepalsuanku? “Menangislah, aku tau kau yang
paling terluka diantara kita..” sial. Perasaan ini, rasa terluka ini, dan
kesunyian ini.. seakan bekerja sama mendorong air mata ini keluar. Menangis
dalam diam, hanya itu yang bisa kulakukan dalam dekapan Donghae. “Luapkan
sepuasmu.. selamanya kau tak bisa memendamnya sendiri..” benar. Kau benar Lee
Donghae, aku tak akan pernah tahan memendam ini sendiri. Aku tak akan pernah
tahan.
“Kyuhyun, kau
sadar?” kalimat itu seakan menamparku, membuatku tersadar jika aku tak pantas
menangis saat ini. Ku seka bulir bening itu, menghapus beberapa tetes air mata
yang masih tersisa dipipiku. Kutatap namja itu, dia sudah mengerjapkan matanya
berkali-kali meskipun belum ada suara yang keluar, tapi syukurlah. Terjadi
keheningan yang cukup lama, Kyuhyun masih tak mengtakan apa-apa, sedangkan kami
juga hanya bertahan dalam diam dan lebih sering mengucap kata syukur secara
pelan. Ya, senyum sumringah mulai terukir dari masing-masing wajah di ruangan
ini, meskipun sebenarnya aku masih bisa melihat duka yang lain. ”Aku dimana?”
suara serak itulah yang pertama kali memecah keheningan, suara yang meskipun
serak masih terdengar merdu, suara yang begitu kami rindukan meskipun hany
tujuh jam kami tak mendengarnya. “Kau dirumah sakit” Sungmin hyung menjelaskan
dengan raut wajah setengah sumringah setengah prihatin. Aku paham kenapa dia beraut
wajah seperti itu, mungkin raut wjahkupun juga sama sepertinya. “Kecelakaan
itu, aghht..” Kyuhyun meringis pelan, tangannya memegang kepala, entahlah
mungkin dia merasa sakit. “sebentar, ku panggilkan dokter” ucap Siwon sambil
berlalu. Setelah itu keadaan hening, kami kembali cemas setelah Kyuhyun mengadu
kepalanya sakit.
***
Kami kembali
masuk setelah dokter selesai memeriksa Kyuhyun. “Merasa baikan?” tanya Donghae
pada sosok yang masih berbaring di ranjangnya. “Sedikit..” jawabnya lirih tapi
masih bisa ku dengar dengan jelas. “Leeteuk hyung bagaiman keadaannya?” Deg.
Pertanyaan itu, pertanyaan yang begitu takut untuk ku dengar, pertanyaan yang mampu
melukis luka baru di hatiku. Aku menunduk, mulutku gemetar, aku tak sanggup
menjawab pertanyaannya, bahkan jika tubuhku tak membeku aku begitu ingin
menutup telingaku agar tak bisa mendengar jawaban atas pertanyaan itu. “Kenapa
hanya diam?” Kyuhyun bertanya sekali lagi setelah sebelumnya tak mendapat
tanggapan dari kami. aku semakin menundukkan kepalaku dalam, tanpa kusadari air
mata ini kembali menetes. “hyung, dia baik-baik saja kan?” pertanyaan itu
serasa menusuk hatiku. Dia baik-baik saja? Ya, dia baik-baik saja, tak ada luka
yang parah pada bagian luar fisiknya, hanya saja.. hanya saja.. dia… oh Tuhan,
aku tak sanggup melanjutkannya. Bukan, bukan tak sanggup melnjutkannya, tapi
aku tak sanggup menerima tadir ini.
Dari sudut
mataku, kulihat Shindong hyung menggeleng pelan, memberikan jawaban atas
pertanyaan Kyuhyun sebelumnya. Air mata yang tadinya hanya berupa tetes ringan,
kini berubah menjadi hujan deras. “Hh, kau bohong kan Hyung? Katakan jika kau
bohong! Katakan jika dia masih bisa
diselamatkan!” Kyuhyun berteriak, ada air mata di pelupuknya.
Diam. Itu yang
kami lakukan, tak ada salah satu dari kami yang mampu menjawab pertanyaan
Kyuhyun. “Aghht” laki-laki itu menggeram kesal, dia bangkit dari tempatnya
berbaring, menggeser tubuhnya perlahan ke tepi ranjang, membuat tanganku
mengepal semakin erat. “Ah..” ringisnya, aku paham rasa sakit itu, tapi tak
banyak yang bisa kulakukan. Aku terlalu pengecut untuk berbuat apa-apa, bahkan
untuk sekedar mengeluarkan suara. “APA YANG KALIAN LAKUKAN PADAKU???” itu jauh
lebih keras untuk disebut teriakan, suaranya terdengar gemetar, tapi begitu
menuntut. Tangannya memeluk selimut erat, seakan dia sendiri malu melihat
tubuhhnya. “Ddi..di mana.. kakiku?” aku bisa melihatnya, air mata bening di
pelupuknya kini sudah berhasil menjamah tiap lekuk wajahnya, disusul dengan
tetes berikutnya. Tangannya melemas, selimutnya ikut turun hingga kini hanya
menutupi pinggang sampai kakinya. “itu..itu… itu..” Donghae tak sanggup
meneruskannya, membiarkan kalimat itu menggantung di udara, memenuhi ruangan
yang semakin hening ini. “itu demi keselamatanmu..” susah payah. Aku tau
Sungmin hyung begitu sulit menggapai kalimat Donghae yang terlanjur
menggantung, menyambungnya dengan kalimatnya yang langsung membuat hatiku
tertohok. Membuatku teringat pada perkataan dokter 7 jam yang lalu, membuatku
teringat pada saran yang kuberikan, saran yang mungkin menghadiahkan malapetaka
bagi Kyuhyun, ah bukan mungkin, tapi ke-mungkin-an itu sudah pasti terjadi.
“hanya itu jalan satu-satunya..” Heechul hyung membuka suaranya untuk yang
pertama kali sejak 7 jam yang terakhir. Ya, setidaknya dia membuka mulutnya
ketika Kyuhyun membutuhkan penjelasan, ketika tak ada satupun dari kami yang
sanggup mengatakannya, setidaknya Heechul hyung ada. Tak seperti aku yang
justru hanya membisu, seolah suaraku menghilang, lenyap. Ini memalukan. Jujur,
ini menamparku, menampar harga diriku, menampar hatiku.
Kyuhyun hanya
diam, tak ada suara lagi, hanya isakannya yang menggema di telingaku. Maaf..
maaf Kyu.. bahkan untuk mengucapkan kata itupun aku harus membatinnya dalam
hati. Aku tak sanggup mengatkannya, ya kau pengecut Lee Hyuk Jae. “Kyu, maaf..”
miris, rasanya mendengarnya mengucap kata maaf pada Kyuhyun, padahal aku yang seharusnya
mengatakan kalimat itu. “Kau! Kau pikir dengan minta maaf semua akan kembali?
Kau pikir dengan minta maaf kakiku akan utuh? Leeteuk hyung akan kembali? Semua
salahmu Lee Sungmin” laki-laki yang sedari tadi terisak kini kembali bersuara.
Seperti pisau, kata-katanya menggores hati kami, bukan hanya sungmin hyung,
tapi kami bersembilan. “Aku tau. Aku tau. Tapi setidaknya aku harus meminta
maafkan?” dengan sabar namja berpakain pink dengan mata sembab itu menjawab
makian Kyuhyun. “tidak. Bahkan maafpun tak pantas kau ucapkan! Seandainya tadi
malam kau tak menelfonku dan memintaku untuk segera pulang, Leeteuk hyung tak
akan mengemudi dengan kecepatan tinggi. Mobil kami tak akan masuk ke jurang.
Kakiku tak akan hilang, dan Leeteuk hyung pasti sekarang tengah berdiri bersama
kita!” nafas Kyuhyun terengah disela isaknya yang makin menjadi. “Pembawa sial!
Kau mimpi burukku Lee Sungmin!” lanjutnya. “Kyu, tenanglah” Siwon menatap
kyuhyun dengan tatapan marah, tapi aku masih bias melihat tetes air mata di
pelupuknya. “TENANG? Bagaimana bisa aku tenang dengan kondisiku saat ini? Apa
yang akan orang-orang katakan nanti? Seorang Kyuhyun Super Junior hanya memilki
satu kaki? Seorang Kyuhyun Super Junior satu-satunya member boyband yang tak
bisa dance? Ini aib Hyung, aib. Dan ini
semua karenamu PEMBAWA SIAL” lagi 2 kata itu keluar dari mulutnya. Membuat rasa
terluka ini semakin menjadi.
“Cukup Cho
Kyuhyun! CUKUP!” entah mndapat keberanian dari mana, aku membuka mulutku untuk
pertama kali semenjak dia siuman. “Berhenti memaki Sungmin hyung seolah dia
penyebab semua ini. Kau tau? Bukan dia yang pembawa sial! Bukan dia yang mimpi
burukmu, tapi aku! Aku Lee Hyuk Jae, bukan Lee Sungmin” dapat kurasakan semua
mata di ruangan ini tertuju padaku, membuatku menelan salivaku
bulat-bulat,mencoba mengumpulkan keberanian lebih banyak lagi. “malam itu, jika
bukan karena aku demam, Leeteuk Hyung tak akan menggantikanku. Dan kalaupun
harus ada kecelakaan.. buk..kan dia yang ada di mobil itu, tapi aku..” jemari
Hae menggenggam tanganku lembut. Aku tau dia ingin memberikan sedikit
keberanian untukku. “dan..kakimu..it..itu.. aku yang mengusulkan pada yang lain
untuk menyetujui mengamputasinya tanpa menunggu kehadiran keluargamu.. itu..
saat itu.. yang ada diotakku hanyalah keselamatanmu.. aku tak mau kehilangan
saudaraku lagi, cukup Leeteuk Hyung..” nafas terengah, rasa terluka, menyesal,
dan takut bercampur menjadi satu. Air mata dan demam yang masih tersisa membuat
pandanganku mengabur. “kau..beraninya kau.. Yak kalian beduar benar-benar
malapetaka” hanya itu.. hanya itu teriakan terakhir Kyuhyun yang kudengar.
Setelah itu pandanganku mengabur dan semua menjai gelap.
###
“Maaf..maaf.. kumohon maafkan aku..”aku
mengucapkannya sambil bersujud di hadapan kaki seseorang yang begitu kukenal. “hyukie..
ireona! hyukie” aku tersadar, lagi-lagi karena suara itu. “Mimpi buruk lagi?”
aku hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaannya. “Aigoo, kau harus sering
berdoa sebelum tidur. Kajja, mandilah. Sebentar lagi kita akan berangkat” tanpa
perlu dijelaskanpun, aku sudah tau kemana kami akan pergi. Tempat yang begitu
sering kukunjungi setahun ini.
***
Aku berjalan
diantara gundukan-gundukan tanah. Mencoba menggapai satu pusara yang
benar-benar kurindukan. Kubenarkan letak jas hitamku, sebelum akhirnya
berjongkok disamping pusara dengan nisan bertuliskan ‘Park Jung Soo’. Aku
tersenyum sekilas, jemariku tergerak untuk mengusap batu nama itu. Sedangkan
Shindong Hyung meletakkan lili putih di atas pusaranya. ”Pagi! Apa kami terlalu
pagi membangnkanmu?” aku yang memulai percakapan pagi ini. Entah terlalu banyak
yang ingin kusampaikan padanya. “Apa yang kau lakukan disana Hyung? Aku
merindukanmu. Rasanya begitu sepi karena tak ada yang mengomeliku saat aku
melihat film yadong” aku berhenti sejenak. Mencoba mengatur suaraku agar
terdengar se-stabil mungkin. “hyung, maaf. Sampai satu tahunpun, aku masih belum
bisa menepati janjiku..aku.. aku belum bisa mendapat maafnya” suaraku serak,
sedikit kudongakkan wajahku untuk menahan air mata ini. “Semenjak hari itu,
semenjak di rumah sakit, ampai detik ini aku masih belum pernah berbicara
dengannya. Mungkin dia masih marah padaku. Ya, aku kan pembawa sialnya..” bibirku
mengukir sedikit senyuman miris. Sebuah pisau kembali mengoyak hatiku yang
rapuh ini ketika kata ‘pembawa sial’ kembali terlontar dari mulutku. Berat,
sakit memang. Tapi itulah kenyataannya. Aku pembawa sial namja itu. “Bagimana
jika setelah ini aku berhenti? Rasanya tidak adil bukan jika aku tetap bertahan
dan mereka berdua pergi?” jujur, perlu keberanian bagiku untuk mengatakannya.
“Hyuk jae..” bisa kudengar suara lirih mereka dibelakangku. Tapi aku tak ingin
menghiraukan mereka. Untuk saat ini saja, biarkan aku mengabaikan mereka. “Aku
lelah Hyung, aku lelah dihantui rasa bersalah. Kyuhyun, semenjak kakinya
diamputasi. Dia membenci kami semua. Kudengar setengah tahun lebih dia
terpuruk, masih belum bisa menerima kondisi barunya. Dan baru beberapa bulan
yang lalu dia menjadi produser music..” aku menghela nafasku berat, bersiap
menuju percakapan yang lebih panjang lagi. “Sungmin hyung, dia juga keluar dari
Super Junior, dia bilang dia tak enak dengan Kyuhyun. Kalau dia saja merasa tak
enak, lalu.. aku.. aku harus merasa apa hyung? Jawab, jangan diam saja”
berakhir, pertahananku hancur, air mata yang coba kubendung meluruh begitu
saja. “hyung, jangan bicara begitu. Kumohon berhentilah” aku tau, aku tau mereka
semua juga menangis. Aku tau rasa terluka ini bukan hanya ada di hatiku, tapi
hati mereka juga. “jika mereka berdua pergi, lebih adil jika aku juga pergi kan
Hyung? Bukankah ini yang ELF minta? Bukankah ELF tak ingin pembunuh leader suju
tetap menjadi member? Aku lelah hyung, setahun kurasa cukup bagiku untuk
berlindung dibelakang mereka ber-7. Cukup hyung, aku tak sanggup lagi. Kumohon
hyung, izinkan aku pergi.. aku.. aku..” Shit. Kenapa tangis ini semakin deras?
Kenapa tak bisa berhenti? “eunhyuk! Apa maksudmu hah?” marah. Itu yang
kutangkap dari nada Heechul hyung. “Mungkin ini tahun terakhirku menjadi
Eunhyuk Super Junior. Jujur, kalau ditanya apa aku tak sanggup? Ya, aku tak
sanggup dengan teriakan ELF yang memintaku keluar, aku tak sanggup dihantui
rasa berdosaku pada Kyuhyun dan Kau, aku.. oh Tuhan.. aku.. bagaimana bisa aku
menangis di depanmu? Ini memalukan bukan?!” sedikit tersenyum garing, mencba
menyembunyikan tiap tetes dengan segala kepedihannya. “jangan keluar jika itu
semua krena aku” sungmin menepuk pundakku pelan, menyadarkanku bahwa sedari
tadi ada dia disini. “bukan hanya karenamu. Aku melakukannya karena aku tak
ingin melihat ELF terluka lebih lama lagi. Aku tak ingin melihat mereka
membuang waktu hanya untuk berdemo, aku tak ingin menimbulkan pertengkaran
diantara ELF yang memihakku dan yang tidak, aku.. aku sudah memikirkannya
selama setahun, dan kuputusanku adalah.. aku.. berhenti” kuhela nafas panjang.
Mencoba menyeka beberapa air mata di pipi dan sudut mataku. “Hyung, tenanglah.
Setahun lagi akan kutepati janjiku, aku akan dapat maafnya. Akan kubawa dia
kesini. Akan kuletakkan lili putih diatas pusaramu bersama 9 namja tampan.
Meskipun saat itu aku bukan Eun Hyuk super junior, meskipun saat itu aku hanya
Lee Hyuk Jae dongsaeng seoarng Park jung Soo”
-The End-
alwaysbejewels.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar