Author : JewelAMD
Tittle : Different (sekuel) part 2
Genre : Romance, Angst
Cast : Kim Jong Woon
Kim Soo Hyun
Lee Sang Hwa
Lee Hyuk Jae
Kang Hae Bin
And other cast
Rating : PG13
Annyeong! Saya kembali
membawa part dua dari ff chapter pertama saya. Sebenernya ini sudah selesai
sejak seminggu yang lalu, tapi karena mood saya untuk mengetik hilang, jadi
nganggur di hape selama berhari-hari. Sebelumnya maaf kalo ada bebrapa bagian
yang terkesan aneh, dan banyak typo bertebaran. Anggep aja itu seni abstrak. Kritik
dan saran jangan lupa.. oke.
HAPPY READING :D
-------------------------------------------------------------------------------
“Pulaglah, sudah
sore. Jieun pasti akan mengkhawatirkanmu” ucap Hana-ibu Jong Woon-pada sosok
yeoja yang tengah mengupas aple di depannya. “Aku bukan anak kecil lagi Nyonya”
kilah Sang Hwa dengan sedikit senyum tipis di bibirnya. “Pulanglah, aku tak
ingin ada pertumpahan darah” Hana meraih pisau dan apel yang ada di genggaman
Sang Hwa. Dia sadar betul, Lee Jieun tak akan sudi membiarakan putrinya berada
di sini. Apalagi dengan masa lalu Hana yang pernah memaki-maki putrinya.
“Nyonya..” “Pulanglah, Jong Woon sudah sangat senang kau menjagaku” Hana menydorkan tas kecil Sang Hwa, member senyuman tulusnya pada yeoja itu. Harus diakui, wanita itu memang banyak berubah pada Sang Hwa. Tak ada kebencian seperti dulu. “Baiklah, aku akan secepatnya kesini” Sang Hwa melambai perlahan, ;punggungnya bergerak meninggalkan Hana. Seorang pelayan yang berdiri di depan pintu sedikit membungkuk, lalu membukakan pintu untuknya. Sang Hwa hanya berjalan pelan meninggalkan rumah ini. Sejujurnya dia masih ingin berada di sini, masih ingin menata kenangan manisnya dengan Jong Woon di rumah ini. Dia masih ingat betul bagaimana pada mulanya mereka bertemu, bagaiman Jong Woon menanggapi dengan begitu dingin saat dirinya memperkenalkan diri sebagai pelayan. Ya, cinta mereka berawal dari sebuah kebencian, cukup lumrah dan terdengar fanfiction sekali, tapi itulah realita kehidupan cinta mereka.
“Nyonya..” “Pulanglah, Jong Woon sudah sangat senang kau menjagaku” Hana menydorkan tas kecil Sang Hwa, member senyuman tulusnya pada yeoja itu. Harus diakui, wanita itu memang banyak berubah pada Sang Hwa. Tak ada kebencian seperti dulu. “Baiklah, aku akan secepatnya kesini” Sang Hwa melambai perlahan, ;punggungnya bergerak meninggalkan Hana. Seorang pelayan yang berdiri di depan pintu sedikit membungkuk, lalu membukakan pintu untuknya. Sang Hwa hanya berjalan pelan meninggalkan rumah ini. Sejujurnya dia masih ingin berada di sini, masih ingin menata kenangan manisnya dengan Jong Woon di rumah ini. Dia masih ingat betul bagaimana pada mulanya mereka bertemu, bagaiman Jong Woon menanggapi dengan begitu dingin saat dirinya memperkenalkan diri sebagai pelayan. Ya, cinta mereka berawal dari sebuah kebencian, cukup lumrah dan terdengar fanfiction sekali, tapi itulah realita kehidupan cinta mereka.
Sang Hwa
menghentikan langkahnya ketika dia menyadari ini bukan jalan untuk pulang. Dia
terlalu linglung untuk sekdar menyadari kemana langkahnya membawanya. Adis itu
menghela nafas berat sebelum akhirnya memutuskan untuk berjaalan ke taman di
samping kanan jalan ini. Didudukkannya tubuhnya pada saalah satu bangku taman dengan
bunga yang mengelilinginya. Sang Hwa kembali menutup matany, ingin merilekskan
pikirannya sejenak, aqkhir-akhir ini otaknya terlalu tegang. Di hirupnya
oksigen banyak-banyak, seolah oksigen adalah barang limited edition yang harus segera di burunya, lalu dengan perlahan
dia menghembuskannya. Gadis itu cukup bersyuku hyuk jae tak ada di Seoul
beberapa hari ini, urusan pekerjaan, itulah yang dikatakan Hyuk Jae saat dia
pamit. Perlahan Sang Hwa mulai membuka matanya. Ada garis-garis kebingungan
yang tampak di wajahnya, sejujurnya dia tak tau bagaimana nanti dia bertemu
dengan Hyuk Jae dengan predikat barunya, namjachingu. Harus dia akui, malam
itu, malam dimana Sang Hwa menghubu8ngi Hyuk Jae setelah dia mimpi buruk,
adalah malam dimana dia menjadi gadis paling tak berotak di dunia. Saat itu dia
terlalu panic, tubuhnya menggigil takut, di dalam mimpinya Jong Woon
tengah bersanding dengan yeoja yang
lebih cantik darinya. Dan itu membuatnya spontan menghubungi Hyuk Jae dan
memintanya menjadi kekasih Sang Hwa. Cukup mencengangkan memang, Sang Hwa
sendiri tak percaya dengan apa yang dikatakannya setelah dia menutup ponselnya
malam itu. “Bodoh!” umpatnya pada diri sendiri. Buksn tanpa alasan Sang Hwa
memaki dirinya bodoh, tapi mau bagaimana lagi, nas sudah menjadi bubur. Dan
seorang Hyuk Jae terlalu berhati malaikat untuk mendapati kenyataan jika malam
itu hanya sebuah kesalahan. “Biarlah…” tertahan, kata-kata itu dibiarkannya
menggantung di awang-awang. Gadis itu mendengus perlahan, sepertinya tak ingin
merampungkan kalimtany sebelumnya.
***
Kim Soo Hyun
mendengus kesal di depan cermin. Dia sudah sangat lelah mendapati ponselnya
bordering sangt keras, telefon dari eommanya. 20 missedcall dan 5 pesan, rekor
terbaru yang pernah dilakukan eommanya. “Datang atau kau bukan anakku lagi” Soo
Hyun mengancingkan kancing terakhir di kemeja hitam yang dia kenakan. Mulutnya
beregerak berlebihan, menirukan kata-kata Kim Seo Il di pesannya tadi. Dia
benar-benar kesal harus menjalani acara idiot semacam ini. Blind date, satu hal
konyol yang selalui mengahntui dirinya saat di mokpo, dan ternyata kencan buta
sialan itu juga membuntutinya sampai di Seoul. Ponselnya kembali
bordering, “Berani taruhan, pasti dia”
sedikit membuat taruhan dengan dirinya sendiri, Soo Hyun berjalan mendekati
ranjang_tempat ponselnya meraung-raung tak sabar. “Yeobseo” “Ya Kim Soo Hyun,
kua sudah berangkat? ” tepat. Suara yang begitu antusias serasa memukul rumah
siputnya dengan keras. “Masih akan,” namja itu menjawab dengan enteng. Di
sambarnya kunci mobil putihnya yang terbaring tenang di atas ranjang, tepat di
samping ponselnya tadi tergeletak. “Kau ini! Sudah kubilang agar jangan
sampai..” “Arro, tak boleh terlambat, tak boleh membuatnya menilaiku rendah,
dan.. Aku harus berangkat sekarang juga” dengan cepat Soo Hyun menutup
sambungannya. Moodnya sudah sangat buruk dengan dating menemui yeoja itu, dan
dia tak bberniat memperburuk moodnya lagi dengan ceramah panjang eommanya.
***
Sang Hwa
menatapi lalu nlalalng orang di taman ini dengan bosan. Entah sudah berapa lama
dia duduk di sini, bosan mulai dating, tapi ada satu sudut pada dirinya yang
menahan tubuhnya untuk bertahan di tempat ini. Sesuatu yang dia sendiri tak tau
itu apa, tapi itu terasa berharga. Untuk pertama kalinya dia menatap jam tangan
di lengan kirinya, dan dia begitu terkejut dengan kenyataan yang ada. 3 jam,
sudah 3 jam dia terduduk di taman ini. Itu waktu yang lama bagi seorang Lee
Sang Hwa yang tak suka penantian. Terutama, menanti hal yang belum jelas
bagaimana bentuknya. Sang Hwa menghambuskan nafas panjang, janntungnya berdegup
cepat, pikirannya kembali melayang pada mimpinya. Semua terlihat sama, tak ada
yang berbeda. Hanya saja di sini tak ada Kim Jong Woon, namja itu masih
menghilang. “Sial!” suara umpatan itu membuat Sang Hwa sedikit terhenyak. Di
dongakkan kepalanya mencari sumber suara yang familiar itu. Sang Hwa menolehkan
keplanya kekanan-kekiri, mencoba mencari identitas sang pemilik suara. “Damn!”
dan umpatan itulah yang membuat sang Hwa berhasil menemukannya. Seorang namja
yang berdiri diantara kerumunan anak kecil, dia terlihat sangat tampana dengan
rambut hitamnya yang selaras dengan warna kemejanya. Entah ini mimpi di siang
bolong atau imajinasi, tapi Sang Hwa tetap berlari. Batinnya bergemuruh, dia
bahagia, melihat sosok itu di depannya membuatnya melayang ke awang-awang. “Tak
masalah ini mimpi, tak masalah” gumamnya perlahan, dia memang tak
mempermasalahkan ini mimpi atau tidak, ini.. terasa begitu nyata. “Tuhan, jika
ini mimpi jangan pernah membuatku bangun” berhenti. Langkahnya telah mencapai
titik maximal. Tanpa ba-bi-bu lagi dia langsuk memeluk sosok itu begitu erat.
Ketegaran yang sedari tadi dipertahankannya runtuh, tangisnya merembes
membasahi bagian depan kemeja sosok itu. “Jahat! Kau kemana saja? Aku merindukanamu”
di peluknya sosok itu semakin erat, Sang Hwa tak ingin kehilangan untuk yang
kedua kalinya. “Aku tak mengenalmu, ahgassi”pernyataan itu begitu menampar Sang
Hwa. Dengan cepat dia melepaskan pelukannya. Menatap sosok itu untuk sekali
lagi memastikan. “Benar, tak ada yang berbeda” batiinnya membenarkan dugaannya.
Matanya, bibirnya, hidungnya, rahangnya, semua benar-benar milik Kim Jong Woon.
“Yesung oppa, ini aku Lee Sang Hwa” yeoja itu mencoba meyakinkan sosok di
depannya. “Aku tak mengenalmu, dan aku bukan Yesung” “Jangan bercan..” ucapan
Sang hwa terhenti ketika ponsel namja di depannya bordering cukup keras.
Dilihatnya sosok itu mengangkat telefonnya dengan kesal. “Ya aku sudah disini.
Dimana yeoja itu?” jantung Sang Hwa berdegup kencang. Yeoja? Entah kenapa
pikirannya kembali melayang ke mimpi malam itu, juga keperkataan Hyuk Jae saat
di rumah sakit. “dia.. memilki yeoja lain?” batin sang Hwa sedikit
bertanya-tanya, dia membeku. “Arraso, aku akan kesana” dia menutup sambungannya.
Dan tanpa menatap Sang Hwa dia langsung beranjak dai hadapan yeoja itu.
***
Soo Hyun
mendesah memandang segelas kopinya datar. Jantungnya bertalu-talu, berdegup
semakin keras. Bukan karean yeoja yang ada di depannya, tapi karena yeoja lain,
yeoja asing yang beberapa menit lalu memeluknya. “jadi, apa pekerjaanmu?” Park
Shin Hye-yeoja yang sedang duduk di depan Soo Hyun-menyesap teh nya dengan
anggun. Rambutnya yang panjang di biarkan tergerai, dia masih memakai
blazernya, benar-benar terlihat jelas seorang wanita karir. “Fotografer”
singkat, padat dan jelas merupakan salah satu motto dalam hidupnya. Jantungnya
masih berdetak cepat, dan dia cukup menggerutu akan hal ini. “Sehebat apa
wanita itu hingga bisa membuatku gila?!” batinnya berteriak frustasi. Dia tak
pernah mengenal yeoja tadi, tapi jantungnya mengisyaratkan hal lain. “Kau
baik-baik saja?” “Tentu” Soo Hyun meneguk kopinya, mencoba merilekskan otaknya.
“Tapi sedari tadi kau terlihat tak menikmati kopimu” merasa tak puas dengan
jawaban pasangan blind datenya, Shin Hye mulai membuka mulutnya lagi. “Kopiku
sangat enak, hanya saja yang tak bisa kunikmati adalah duduk di depanmu”
tertegun, itulah ekspresi yang Soo Hyun tanngkap dari wajah Shin Hye. “Aku
pulang dulu, permisi” namja itu meninggalkan beberapa uang di mejanya, dan
sedetik kemudian dia benar-benar pergi dari hadapan yeoja itu.
***
Sang Hwa
memasuki halamn rumahnya dengan gontai. Beberapa menit yang lalu, ketika dia
masih di taman, eommanya mengubunginya, memintany untuk pulang. Akhirnya, dengan
hati yang masih suram dan hati yang masih penuh, yeja itu muali mengambil
langkah. Berjalan di antara kerumunan orang-orang berpakaian hangat, dan
took-toko yang membisu. Bebrapa dari mereka sudah tutp, tapi ada juga yang
masih berdiri menunggu pelanggannya. Hingga akhirnya dia smpai di sini, di
halaman rumahnya, dengan kondidi batin yang cukup terguncang. Segulung harapan
telah dia ucapkan pada setiap pergerakan kakinya, berharap apa yang terjadi
beberapa menit lalu hanyalah sebuah mimpi. Tapi ternyata apa yang dia harpkan
sebagai mimpi-itu adalah suatu kenyataan yang tak bisa di elak.
Entah untuk yang
keberapa kali Sang Hwa menghela nafasny begitu panjang hari ini-salah satu hal
yang akan dia lakukan ketika masalah mengerubunginya. Dia tak tau bagiman cara
menerima kenyataan ini, orang yang dia yakini Kim Jng Woon telah melupakannya.
Orang yang dia harapkan selama setahun ini telah memilki yeoja lain. Remuk,
hancur. Seperti di tusuk dengan tombak pada masa penjajahan, atau sebuah pisau
tumpul mencoba mengiris lehermu. Pada dasarny itu semua melukai. Sang Hwa
menpuk pipinya perlahann, mencoba menyadarkan dirinya sendiri bahwa ini
bukanlah saat yang tepat untuk menangis. Meskipun kedua matanya terasa sesak,
dia harus menahannya. Dia sudah di depan pintu, tinggal memutar kenopnya, dan
orang rumah akan langsung memandangnya. Dia tak mau eommannya melihat dirinya
menangis. Dia haru sbisa tersenyum. Meskipun bibirnya terasa kering, tak bisa
membentuk lengkungan indah itu untuk saat ini. Digigitnya ujung bibir merahnya
yang indah, sebelum akhirnya tergerak membuka pintu itu. Dia sudah bersiap-siap
dengan wajah senangnya yang di paksakan, tawanya yang terdengan kaku, juga
teriakan ’Eomma, aku pu..lang.’ dan
wajah itu benar-benar tak isa bersandiwara lagi, ketika matany menangkap sosok
itu tengah terduduk di sofa ruang tamunya-membolak balik majalah berisi artikel
tentang pelukis terkenal milik Sang Hwa.
***
Soo Hyun
merasakan dentuman keras di keplanya, sedikit pusing dan fokusnya menghilang.
Dia benar-benar meras bodoh karena membiarkan gadis itu masuk kepikirannya.
Tadi-ktika dia mengndarai mobil untuk pulang, dia hamper menbrak pejalan kaki
di perempatan depan took bertuliskan Tous Les, dan beberapa menit yang lalu dia
hamper terjatuh dari tanggga-karena gadis itu. Soo Hyun masih bisa merasakan
tangan gadis itu di tubuhnya, memluknya dengan erat. Dan suaranya yang selembut
sutra kembali membelai daun telinganya. Seperti candu, dia ingin mersakan
sentuhan gadis itu lagi. Meskipun dasarnya dia tak mengenal secara detail siapa
orang asing itu. Tapi tubuhnya merasakan hal yang tak asing. Sama seperti saat
dia dating ke Seoul, ketika dia berdiri di balkon apartemennya dan memandang
kota ini laksana miniatur,
Dia mrasakan
kedekatan yang sama seperti yang dia rasakan pada gadis itu. Kedekatan yang
membuat dirinya nyaman, taka sing, dan kini kedekatan itu berubah menjadi
sebuah candu. Soo Hyun mengacak rambutnya frustasi, dia belum pernah merasakan
hal ini pada gadis lain,. Setidaknya dalam ingatannya. Yang dia tau, dia adalah
lelaki dingin yang selalu menolak wanita dengan berpuluh kepribadian pada
setiap kencan buta yang di rancang eommanya. Tapi entah kenapa, gadis itu, saat
ini-pada pertemuan pertama mereka yang hanya berdurasi beberapa menit, telah
mampu menembus dinding tebal Kim Soo Hyun, mencabik-cabik saraf fokusnya dan
kini seakan merampas jiwa normalnya. Dia hmpir menjadi namja gila hanya dengan
memikirkan gadis itu.
Nada dering
ponselnya menggema begitu keras, Soo Hyun meninggalkan balkon dan engambil
ponselnya yang tergeletak di atas ranjang. “Yeobseo” angkatnya, dia tak terlalu
tertarik untuk melihat siapa yang menghubunginya. Baginya, semakin cepat dia
mengangkat, semakin cepat orang itu bicara, semakin cepat orang itu bicara,
semakin cepat dia menutup telefonnya dan tidur. Ia ingin mengistirahatkan
otaknya sedetik saja. “Aish, lama sekali mengangkatnya” gerutu seorang wanita
paruh baya di ujung sana. Siapa lagi jika bukan Kim Seo Il. “Aku tak menenteng
ponselku kemana saja eomma, jadi berhenti menggerutu” terlihat jelas dari
intonasi bicaranya jika kali ini dia tak ingin memiliki perdebatan kecil dengan
eommanya. “Arraso, bagimana kencanmu? Dia cantik kan? Benar-benar sempurna.
Lallu pakah kalian bertukar nomor ponsel?” serentet pertanyaan langsung
menyerbu Soo Hyun, dan namja itu benar-benar merasa sial harus menghadapi
eommany ketika titik fokusnya sendiri telah di curi seseorang. “Kencanku biasa
saja. Dia cantik tapi tak sempurna. Dan kami tak bertukar nomor ponsel” semua
pertanyaan itu terjawab sudah, Soo Hyun hendak mematikan sambungan telefonnya
ketika tiba-tiba suara itu kembali melontarkan pertanyaan. “Kau tertarik
padanya?” “Aniya. Dan jangan coba-coba membuat pertemuan antara kami lagi” kali
ini Soo Hyun benar-benra mengakhiri sambungan telefonnya dengan Kim Seo Il, di
tekannya tombol power yng menandakan ponsel itu sudah tak aktif saat ini. Laki-laki itu menghantamkan tubuhnya ke
ranjang, membenamkan wajahnya di antara bantal-bantla empuk. Pikirnya, dia akan
lebih baik saat bangun tidur nanti.
***
Hyuk Jae masih
membolak-balik majalah Sang Hwa. Dia memang cukup tertarik dengan lukisan, tapi
bukan itu alasannya menyentuh benda persegi panjang itu. Dia hanya tak tau
bagaimana memulai pembicaraan ini. Terlalu banyak yang ingin dia katakana
hingga dia tak tau bagimana mengawalinya. Lki-laki itu sedikit melirik ke aarah
yeojanya, dan dia cukup heran dengan tingkah membatunya. “Bukankah kau suka
kopi?” laki-lki itu melirik secangkir kopi_tadi eomma Sang Hwa
membuatkannya_yang masih utuh tak tersentuh. “Kau punya masalah?” dan gadis itu
lagi-lagi hanya diam. Seolah yang di depan Hyuk Jae kini hanhya raganya,
nyawanya berada di suatau tempat tersembunyi. Hyuk Jae mulai menutup
majalahhnya dan meletakkannya di atas meja. Tangannya tergerak menggenggam
telapak lembut gadis itu. “Sang Hwa? Lee Sang HWa?” gadis itu sedikit
tersentak. Kesadarannya kembali noramla saat ini. “Ye oppa?”Sang Hwa sedikit
tersenyum.meskipun pada dasarnya Hyuk Jae tak akan pernah tertipu dengan
lengkunagn kaku di wajahnya. “Apa aku membuatmu tak nyaman?” Tanya Hyuk Jae
sakartis. Sang Hwa hanya menundukkan kepalanya, kedatangan hyuk jae yang
tiba-tiba memang membuatnya tak nyaman, tapi bukan itu yang mengacaukan
pikirannya saat ini. “Aniya, aku hanay merasa lelah” Pong. Terlalu banyak kebihongan
yang dia berikan pada lelaki ini. Lelaki yang begitu sabar berdiri di
sampingnya. “Mianhae.. aku terlalu senang berada di Seoul hingga tak
memberiatumu akn mampir ke sini” sedikit menghela nafas. Dan Sang Hwa
benar-benar bisa membaca penyesalan Hyuk jae. “Aku pulang dulu” sosok itu
mengusap rambut Sang Hwa pelan, beranjak dari duduknya, dan berjalan
memunggungi gadis itu. “Oppa..” yeoja itu menggigit bibirnya, sedikit ragu. Dia
tak tau harus mengatakn hal ini atau tidak. Dia
kembali. Apa perkataan itu tak member luka pada Hyuk Jae? Ap Hyuk jae masih
bisa tersenyum ketika dirinya mengatakan hal itu? Tidakkah Lee Sang Hwa terlalu
egois jika mengatakannya? “Berhati-hatilah..” hanya itu yang sanggup dia
ucapkan dari pemikiran panjangnya. Lagi-lagi dia bberbohong. Berbohong pada
pria sebaik itu, merupakan dosa besar dalam hidupnya. “Tentu, aku akan
berhati-hati untukmu” dan detik itu juga Sang Hwa melelh, bukan karena di
merasa tersanjung, tapi dia merasa berdosa. Sangat amat berdosa.
***
Taman hiburan
sedikit lenggang hari ini. Gadis itu berdiri pada urutan ke lima sedangkan di
belakangnya masih ada beberapa antrean lagi. Sang Hwa mencengkram tasnya
sedikit erat. Pikirannya cukup kacau hari ini, jadi dia memutuskan untuk
sedikit berjalan dan entah kenapa bianglala muncul begitu saja di otaknya.
Sekali lagi dioa menghembuskan nafas panjang, otaknya terasa hamper pecah sejak
kemarin, dan dia berharap bisa menemukan titik terang dalam perjalanannya kali
ini.
Pintu itu
terbuka. Beberapa orang mendesak keluar, dan beberapa orang lagi mendesak
masuk. Sang Hwa sedikit terombang-ambing, tubuhnya terlalu kecil untulk
berkompetisi dengan segerombol orang itu. Kepalanya menoleh mencari tempat yang
pas, dan dia telah memutuskan untuk pergi ke sisi kanan. Gadis itu benar-benar
menikmati perjalanan kali ini sampai dia menatap sosok itu. Sosok yang berdiri
di sisi yang berlawanan dengannya, sosok yang begitu terlihat dingin dengan
kaos putih dan headphone yang melingkar di lehernya. Dengan sedikit ragu sang
hwa mulai berjalan ke sisi itu, sisi kiri. Mentap sosok itu sebentar untuk
memastikan, sebelum akhirnya bibirnya tergerak “Yesung Oppa..” tak ada balasan
apa-apa, sosok itu mash menatap lurus pemandang di luar sana. “Yesung oppa..”
kali in Sang Hwa memberanikan diri menepuk pundaknya, ada senyum di bibir gadis
itu. Dia benar-benar merasa takdir berpihak padanya, suatu keberuntungan takdir
mempertemukan mereka untuk yang kedua kali. “Mwoya?” sosok itu membalik
badannya, matanya membulat kaget. “Aish, kau lagi” “Oppa, kau ingat aku?” ada
tatapan berbinar di mata Sang Hwa, segulung harapan itu mungkin sekarang akan
menjadi kenyataan. “Ne, kau yeoja yang tiba-tiba memelukku dan memanggilku
dengan nama anehkan?” laki-laki itu sedikit mendengus, dia benar-benar
menyselai keputusannya untuk naik bianglala hari ini. “Tepat. Yesung oppa aku
tau kau kemarin hanya bercanda” “Mwoya? Kau panggil aku apa?” Sang Hwa sedikit mengigit bibirnya. Entah
kenapa ada sebagian dari dirinya yang mersa ragu. “Yesung Oppa..” ulangnya
sekali lagi. “Sudah kubilang, aku bukan yes.. yes.. ah siapalah yang kau sebut
tadi” sosok itu mengepalkan tangannya, suarany meninggi. Dia tak bisa menahan
emosinya ketika seseorang mengganggapnya orang lain. “Kau salah orang Ahgassi,
berhentilah menggangguku” Sang Hwa hanya terdiam, dia tak tau harus berbicara
apa. Lebih tepatnya terlalu takut untuk membuka mulutnya saat ini. “Aku
berharap ini pertemuan terakhir kita” dan sosok itu menghilang bersamaan dengan
kerumunan orang yang saling dorong, ada yang mendorong masuk, dan ada yang
mendorong keluar. Sementara Sang Hwa hanya terdiam, dia memegang jantunngnya.
Terasa sakit ketika sosok itu menyebut kata terakhir. Benarkah? Benarkah dia ingin yang terakhir?
***
Soo Hyun
mengangkat tubuhnya, melilitkan handuk, dan beranjak dari kamar mandi. Dia tau
ponselnya bordering, tapi dia tak perlu terburu untuk mengangkatnya.
Satu-satunya orang yang akan menghubunginya, siapa lagi jika bukan eommanya?
Setidaknya itulah yang Soo Hyun pikirkan. “Yeobseo” “Gwencahanayo? Kenapa tadi
pagi kau tak mengangkat telefonku?” seperti biasa, selalu antusias dan
menggebu-nggebu. “Ponselku tertinggal di rumah, ada apa?” namja itu mulai
mendekati lemarinya, mengeluarkan kaos coklat juga celana berwarna senada. “Ah
itu, eomma sudah menyiapkan rencana blind datemu selanjutnya” dengan senyum
tanpa dosa, wanita itu mulai menjelaskan. “Namanya Oh Hani, 2 tahun lebih muda
darimu, seorang model, neomu yeppoda” Soo Hyun mendengus. “Aish, eomma kupikir
kau sudah berhenti” handuk yang tadi melilit panggangnya tergeletak sudah
dilantai kamarnya, tergantikan oleh celana pendek yang memperlihatkan kaki
kokohnya. “Aku tak akan pernah berhenti Kim Soo Hyun. Sebelum kau punya pacar”
“Berhentilah eomma, aku tak suka” Soo hyun meletakkan ponselnya di ranjang,
tepatnya di atas sprei putih. Tangannya menekan tombol loudspeaker, hingga
suara eommanya yang cerewet itu terdengar keras. Dia mulai mendekati kaosnya
dan memakainya. “Setidaknya coba lihat dulu. Hari sabtu besok jam 4 sore di
café yang kemarin. Okey?” namja itu meraih ponselnya, menekan tombol normal dan
mendekatkannya kembali ke telinga. “Aku menolak seperti apapun juag tak ada
artinya” Kim Soo Hyun membaringkan tubuhnya di ats ranjang. Rasanya tubuhnya
akan remuk. “Ah kau pintar, baiklah jaljjayo. Ph..” “Eomma” dengan cepat namja
itu memotong ucapan eommanya. “Apa.. aku pernah tinggal di seoul?” pabo. Itulah
umpatan Soo Hyun pada dirinya. Dia tak percaya akan bertanya hal ini. Untuk
apa? Pembuktian? “Geurom. Saat umurmu satu tahun kau pindah kesana. Kita
tinggal selaa 5 tahun di seoul. Kau tak ingat? Ah iya, saat itu kau masih
terlalu kecil” “5 tahun?” Soo Hyun mulai mengulang pernyataan eommany. Nadanya
lebih terdengar seperti sebuah pertanyaan. “Selama itukah?” “Nde, kau bahkan
memilki teman dekat. Kang Hae Bin” ada senyum di bibir Soo Hyun. Sekaranng, ia
tau keanapa dia merasa dekat dengan seopul, karena.. dia pernah tinggal disini.
Dan bicara soal yeoja itu, mungkin dia memang benar-benar salah orang. “Eomma,
aku bisa minta alamat Kang Hae Bin?”
***
Soo Hyun menatap
ke sekeliling. Dia harusnya sudah sampai disini sejak 15 menit lalu, tapi
karena kebiasaan barunya_bangun terlambat_dia baru bisa manpakkan kakinya di
depan perusahaan ini. “Rambut pendek coklat, kulit putih” dia sedikit
menggumam, kepalanya menoleh ke kanan-ke kiri, mencari sosok dengan ciri-ciri
yang sama. Kemarin, ketika dia menghubungi hae bin lewat nomor ponsel yang di
beri eommanya, yeoja itu meminta Soo hyun menemuinya di sini, di depan
perusahaan tempat dia kerja. “Oi tomat” Soo Hyun membalikkan badannya tepat
ketika tangan lembut itu mendarat di pundaknya. Seorang wanita dengan rambut
coklat pendek, kulit putih, juga blazer abu-abu menyambut tatapannya. “Kang Hae
Bin?” “Aish, panggil aku noona, aku dua tahun diatasmu” yeoja itu-kang hae bin-memukul
lengan Soo Hyun pelan, bibirnya mengukir sebuah senyuman yang cukup manis.”Jinja?
kau terlihat seumuran” “Aish, kau lupa padaku?” soo hyun hanya bisa tersenyum
kikiuk untuk mengungkapkan penyeslannya. “Mianhae” “Gwencahanyo, kajja!” kang
hae bin menrik-narik lengan soo hyuhn, berharap tubuh itu sedikit
tergeser,seinci saja. “Eodiga?” “Cari makan. Ini jam makan siangku”
***
“Jadi sekarang
kau tinggal di seoul?” hae bin mengunyah makan siangnya degan tenang, mereka
sedang ada di warung topoki. Hanya itu yang bisa mereka temukan di dekat tempat
kerja Hae Bin. “hany sementara. Oh ya, kau jadi apa di perusahaan itu? Jangan
office girl..” soo hyun menyuapkan topoki ke mulutnya, mengunyah, lalu
menalannya. “Paboya!” dan sebuah pukulan mendarat mulus di kepala Soo Hyun.
Membuat laki-laki itu sedikit tersedak. “Aku desainer interior” soo hyun hanya
menganggukan kepalanya. Dia piker, diam mungkin akan selamat. “Kau tomat. Kerja
apa?” “Fotografer. Ya! Kenapa kau selalu memanggilku tomat?” suara namja itu
sedikit tinggi, hingga membuat bebrapa pengunjung menatapnya. “tak usah teriak
bodoh. Aish,” hae bin sedikit menggerutu, diusap-usapnya telinganya untuk
mengurangi dentuman akibat teriakan Soo Hyun. “Dulu, pipimu chubby dan merah,
seperti tomat. Omo, kau juga tak ingat ini?” lagi-lagi soo hyun hanya tersenyum
kikuak dan menggeleng. “Aniya,”
***
Gelap. Langit
mendung. Tak ada mentari seperti semestinya. Hanya awan kelabu yang menutupi
cakrawala. Dengan hati semendung cakrawala, Sang Hwa berjalan mengikuti langkah
kakinya membawanya. Berulang kali dia mendengus kesal. ‘Aku harap ini pertemuan terakhir kita’ kalimat itu seperti sebuah
momok yang menendang segulung harapan dan kebahagiaan dari hidupnya. Batin
yeoja itu terlalu rapuh untuk menrima kenyataan ini. Kim Jong woon, pria yang
dia nnanti selama setahun kini membuangnya. Pria itu tak mengaharpkan pertemuan
lgi. Sakit rasanya ketika kenyataan itu kembali berputar di otaknya. Dia hamper
memiliki sesuatu yang lebih inndah dari apapun yang berharga di dunia, dia
hamper memilki itu. Tapi semua hancur begitu sja dalam sekejap, hanya dalam
sekdip mata. “Dia.. tak menginnginkanku. Hyuk oppa benar” ada setetes air mata
yang tergelincir hingga jatuh membasahi pipi gadis itu. “Dan kenapa ketika aku
hamper bahagia, semua hancur. Apa aku tak di ijinkan bahagia?” Sang hwa
menumpukan badannya pada kursi kayu di tempat itu. Tangannya mengusap air mata,
mencoba menghentikan. Tapi justru air mata itu tak mau berhenti. Dadanya
terlanjur sobek, dan kini luka ini tengah menganga lebar. “Permisi, bisa geser?”
Demi Tuhan, suara itu adalah suara yang paling dia rindukan. Mereka.. bertemu
lagi. Saat itu membuangnya, saat pria itu bahkan tak menginginkan pertemuan. “Neo?
Aish,” laki-laki itu membalik tubuhnya, hendak beranjak ketika Sng hWa
mengngkat kepalanya dan manic mereka bertemu. “Yesung oppa..” dengan sigap
gadis itu menahan sosok itu. Dia tak membalik badannya, tapi setidaknya tak
beranjak. “Kenapa kau membenciku? Kenapa kau begitu ingin melupakanku? Apa karena
yeoja?” air mata Sang Hwa semakin mendesak keluar. “Jika kau sudah menmukan
yeoja yang lebih baik dariku, taka pa tinggalkan aku. Tapi jangan membenciku,
jangan mencoba melupakanku” berat. Lidah Sang Hwa serasa kelu mengataakannya. “Harus
ku katakan, aku bukan yesung” sosok itu membalik tubuhnya, meletakkan badannya
di samping Sang Hwa. “Aku punya keluarga, aku punya akta kelahiran. Aku punya
album foto yang tak kusentuh karna terlalu tebalnya. Aku juga punya msa lalu. Bagaimana
aku bisa menjadi Yesung sedangkan itu bukan namaku” Sang Hwa hanay membeku, air
matanya terus menetes. Bukan Kim Jong
Woon. Berarti melunturkan segala kebahagiaan yang tersisa dalam hidupnya. “Cheoneun,
Kim Soo Hyun Imnida” Soo Hyun tersenyum sekilas sebelum akhirnya lemas di antar
kerumunan. Sedangkan sag hwa hanya mematung, tangisnya menyeruak keluar
bersamaan hujan yang mulai menuruni cakrawala. “Dia.. bukan Kim Jong Woon?”
***
Untuk pertama
kalinya Sang Hwa menginjakkan kakinya keluar rumah setelah tiga hari yang lalu,
setelah dia bertemu Kim Soo Hyun. Jujur, sebenarnya sebagian hatinya juga tak
dapat menerima kenyataan itu. Kenyataan jika Kim Soo Hyun bukanlah Kim Jong
Woon. Juga kenyataan jika sampai detik ini dia tak tau dimana letak Kim Jong
Woon.”Kau tak enak badan?” “Ah aniya” sang hwa sedikit memaksakan senyum, di
teguknya secangkir the yang sejak 10 menit lalu dihidangkan di hadapannya. Hari
ini Kim Hana mengundangnya minum teh di rumah besarnya, dan Sang Hwa tak punya
pilihan selain dating. Harus di akui, jika dia terlalu lama bersembunyi di
balik selimut tebalnya. “Kudengar, kau memiliki hubungan dengan Hyuk Jae”
sedikit terkejut, Sang Hwa kembali mletakkan cangkir teh nya. Wajahnya bertambah
masam, dia benar-benar tak menyangka akan kebodohannya. “Ne nyonya, mianhae”
Kim Hana tersenyum renyah, tangannya mengusap telapak Sang Hwa lembut. “Untuk
apa kau minta maaf? Yang kaulakukan
sudah benar. Kau tak mungkin menunggu Jong Woon selamanya” Sejujurnya, Sang Hwa
sadar. Perkataan Hana sepenuhnya benar. Tapi dia tak bisa merubah apapun, saat
ini Jong Woon tetap satu-satunya namja di hatinya. Sang Hwa lebih memilih diam,
terjadi keheningan yang cukup panjang antara mereka. “Nyonya..” akhirnya Sang
Hwa sendiri yang memecah keheningan “Nde?” “Apa.. Yesung oppa memiliki saudara
kembar?” Hana menundukkan wajahnya, raut wajahnya sedikit menyesal. “Molla”
dahi Sang Hwa sedikit berkerut, bingung. “Jong Woon bukan anak kandungku, saat
umurnya satu tahun aku menemukannya di depan gerbang rumah” terperanjat. Kali ini
Sang Hwa kembali mengetahui satu rahasia besar dari Kim Jong Woon. “Jika oppa bukan anak kandung, mungkinkah
namja itu.. namja yang berwajah sama itu.. adalah saudara kembaranya?”
batin Sang Hwa mulai bertanya-tanya. Segala hal yang tak terduga mungkin saja
terjadi dalam sebuah kehidupan fanfiction. “Kalau
dia bukan Yeye, lalu kemana oppa saat ini?”
Kim Jong Woon. Benar, Kim Jong Woon terlalu lama menghilang dan entah
kapan author akan mengeluarkannya dari persembunyian. Mengobati kerinduan
pembaca akan sosok main cast di kisah ini. “Oppa,
where are you?” sekali lagi, batin Sang Hwa mengulang pertanyaannya.
***
Soo Hyun hnya
terdiam melongo melihat gadis di depannya. Sedikit meragukan pakah eommanya
bisa menilai seorang wanita atau tidak. Oh Hani, itu namanya. Gadis itu berpakaian minim, memkai sepatu
prada, tas bermerk yang Soo Hyun tak tau pasti itu merek apa, tapi yang jelas
itu cukup menguras dompetmu. “Oppa seharusnya kau memilih restaurant ternama,
atau melakukan dinner, itu lebih romantis” Soo Hyun menghembuskan nafasnya
pelan. “aku tak terlahir romantic untukmu” tak terlahir romantic untukmu. Bukan
berarti dia tak romantic, hanya saja dia tak ingin bertingkah romantic untuk
gadis di depannya. “Menarik,” Soo Hyun hanya tersenyum mencibir menanggapinya. Dia
terlalu lelah duduk di depan yeoja ini. Sebagian dirinya cukup muak, sebagian
dirinya lagi bahkan sudah merasa jijik. “Oh Chagi-ah” Soo Hyun sedikit
berteriak, di panggilnya sosok yeoja berkaos putih yang baru memasuki café. Kakinya
di tuntun untuk semakin mendekati sosok itu. “Ya! Kenapa dipanggil tak menoleh?”
“Mwo? Kau memanggilku?” yeoja itu sedkit beingung. Wajahnya terlihat ke-heran-an.
Belum semp;at gadis itu bersuara lgi, Soo Hyun sudah menariknya menuju suatu
meja yang berisi seoarang yeoja. “Hani-ssi..” “Nde?” “Ige.. nae yeojachingu”
-tbc-
Thank’s for
reading. Kritik dan sarannya ya..
Kunjingiii : http://alwaysbejewels.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar