Author : JewelAMD
Tittle : Choise
Genre : Romance
Cast : salsabila
Devina
Niall james horan
Casandra park
Rating : PG 13
Length : oneshoot
maaf banyak typo. buat seseorang yang ulang tahun tanggal 2 januari kemarin, Ini kado, wakawkw. (kado jelek) --
Happy reading^^
Salsabila Devina pov*
Kami hidup dibawah
langit yang sama, saling menyayangi.. saling membutuhkan.. tapi kami tak bisa
bersama..
Aku
bangkit dari tempatku berjongkok, mengibas-ngibas butiran pasir yang melekat
dei celana jeansku. Kubiarkan kaki telanjangku dijilat nakal gulungan ombak.
Aku ingin memandangi pantai lebih lama lagi, berharap rasa terluka ini bisa
lenyap seperti gulungan ombak yang kembali meninggalkanku. Terdiam, itulah yang
bisa kulakukan saat ini. Entah kenapa setiap pikiranku kalut, aku selalu dating
kepantai. Bukan ingin melihat matahari terbit atau terbenam, aku.. hanya ingin melihaat
ombak yang dating dan pergi sesukanya. Jujur, aku ingin seperti mereka.
Kuhela
nafas panjang seolah ingin menyuplai semua oksigen ke paru-paruku, sebelum
akhirnya kuputuskan untuk kembali melangkahkan kakiku. Aku tau, dibelakangku
ombak kemblai datang melenyapkan tulisan di pasir putih yang beberapa detik
lalu kutinggalkan. Bebrapa pengunjung
pantai melihatku sambil menahan tawa, membuatku tersadar jika penampilanku
begitu acak-acakan saat ini. tapi, apa peduliku? Aku hanya ingin mencari ketenangan.
Aku hanya ingin membuang lukaku ditempat ini. jadi, apa masalahnya? Toh aku
juga tak mengenal mereka.
Aku
terus berjalan di pinggir pantai, dua hari terus berjalan tak membuatku lelah
dan taka da niatan dariku untuk berhenti.. setidaknya rasa sakit di kakiku tak
bisa membuatku melupakaan rasa sakit di hatiku. Dua hari lari ke tempat ini tak
merubah apapaun, baying-bayangnya masih menghantuiku, perasaan ini masih tak
menentu, dan pilihan ini masih 50%-50%. Kujinjing sepatuku semakin tinggi, kakiku
mulai menendang-nendang pasir dengan kesal. “Bodoh! Kau Bodoh Salsabila Devina!
KAU BODOH!” aku berteriak sekencang mungkin, berharap angina membawa semua
kegundahanku dan tak akan membawanya kembali, meski aku tau semakin banyak mata
yang menatapku heran. Untuk sekejap dadaku terasa sesak, air mata ini tiba-tiba
mendorong keluar, kakiku lemas tak bisa lagi menopang tubh kurusku. Aku
terjatuh, di pinggir pantai, di atas pasir putih, di tengah hiruk pikuk
manusia, dadaku semakin sakit, tangis ini semakin deras layaknya sebuah hujan
badai. Ya Tuhan, kenapa rasanya sesakit ini?
Kupejamkan mataku rapat-rapat,
kuharap setelah aku membukanya ini semua hanya mimpi, rasa sakit ini taka da
lagi. Tapi.. aku salah, rasa terluka ini semakin nyata. “Kakak, kenapa? Jangan
menangis, kata mama kalo kita menangis kita tambah jelek” suara mungil itu
menyadarkanku, membuatku mendongak menatapnya. Bocah laki-laki itu ada di
hadapanku, tangannya menyodorkan selembar tissue. Aku hanya menatapnya, dan dia
mendekatiku, menghapus tiap tetes air mataku dengan tissue-nya. “Ah sudah
selesai, airnya hilang” bocah itu tersenyum, senyum yang begitu tulus tanpa
satu bebanpun yang terlihat dari matanya. “Rain, ayo pulang sayang” suara lain
yang lebih hangat berteriak di belakangku, bocah itu tersenyum lebih lebar
melihat wanita yang tadi berteriak., mungkin namanya adalah Rain. “Kakak, aku
pulang dulu ya, jangan menangis lagi” Rain meninggalkanku kearah wanita tadi,
mereka berpelukan hangat. Ah, hangat. Bisakah aku merasakan kehangatan itu?
Kehangatan yang begitu kuidam-idamkan. Kehangatan yang selalu kubayangkan akan
menjalar ke seluruh tubuhku.
Kurogoh saku celana jeansku.
Kudapati ponselku yang sudah 36 jam ku-non-aktifkan. Perlahan, tanganku
tergerak untuk mengaktifkannya, 3 missedcall dan 15 pesan manunggu untuk
dibaca. 3 pesan dari Casandra, 7 pesan dan 1 missedcall dari Hyena, juga.. 5
pesan dari laki-laki itu. Laki-laki yang membuatku lari, laki-laki yang membuat
pilihan ini mnejadi susah, dan mngkin.. laki-laki yang berharga dalam hidupku.
Tak mau memandang pesannya terlalu lama,
kuputuskan untuk menekan bebrapa nomor yang begitu kuhafal. “Bodoh..” “Kau
dimana?” potongku cepat ketika aku mendengar makian seseorang di seberang sana.
“Harusnya aku yang bertanya kau dimana sekarang! Kau menghilang 2 hari tanpa
kabar sedikitpun, bodoh!” Hyena
berteriak mati-matian, membuat gendang telingaku bergetar berlebihan. “Akan
kuceritakan semua jika aku sudah tau
keberadaanmu” jawabku tenang, aku tak ingin membalas teroiakannya karena
tenangaku benar-benar terkuras untuk menangis dua hari ini. “Aku di café
milikku” jelas Hyena yang langsung kujawab anggukan meski dia tak bisa
melihatnya,”20 menit lagi aku sampai”
*Niall Pov*
Sedari tadi kuputar-putar hp ku,
kumainkan, sesekali kucek apakah ada balasan darinya. Tapi nihil yang
kutemukan. Berhari-hari dia tak menjawab panggilanku, jika bertemu di studio
tempatnya bekerja dia selalu menghindar, bahkan beberapa hari ini ponselnya tak
bisa dihubungi. Entah kenapa, aku tak
tau apa penyebabnya melakukan ini. tapi yang jelas dia bukanlah gadis yang
kukenal 5 tahun ini, dia orang asing. Kuhela nafas berat, gadis itu benar-benar
membuatku gila. Tak satupun pekerjaanku terselesaikan hany karena kau
memikirkannya, melukis baying-bayang wajahnya, dan cemas dengan kondisinya,,
kuacak rambutku frustasi, aku benar-benar dibuat gila hanya karena seorang
gadis yang lebih muda satu tahun dariku, seorang gadis yang sederhana dan cuek,
tapi kesederhanaan itu justru membuatku tergila-gila padanya.
Kurasakan ponsel yang ada di
genggamanku bergetar, buru-buru kujawab panggilan itu, berharap gadis sederhana
itu yang menlfonku. “Halo, Niall?” suara seorang gadis di seberang sana, tapi
bisa kupastikan jika dia bukan gadis yang kucari. Gadisku.. ah bukan, dia bukan
gadisku, gadis tengil itu tak akan memanggilku sesesopan itu. “ya, kau siapa?”
“Aku Casandra Han, masih ingat?” tak butuh lama bagiku untuk manyusun
baying-bayang wajahnya, aku sudah bisa mengingatnya. Casandra Han, teman semasa
SMPku, juga.. cinta pertamaku. “Ada apa?” tanyaku singkat. Aneh, bukankah
selama ini aku menanti dia kembali? Tapi kenapa sekarang kebahagiaan ini samar?
“Bisakah kita bertemu? Aku merindukanmu” kurasakan jantung ini berdetak saat
kalimat itu keluar dari mulutnya, sekalipun tak sekeras dulu, tapi aku bisa
menangkap detakan kecil disana. “Baiklah, dimana?” “Tempatnya akan kuberi tau
lewat sms,”
*Salsabila Devina Pov*
Kusesap sekali lagi coklat
hangatku, didepanku sudah ada Hyena yang menunggu critaku dengan bertopang
dagu. “Dari mana saja kau 2 hari ini?” gadis itu memasang wajah kesal kearahku.
Aku tau, sebentar lagi aku habis di bentak olehnya. “Pantai” 1 kata, hanya 1
kata yang keluar dari mulutku, taka da imbuhan atau tanda seru disana. “Kalau
kau punya masalah, harusnya kau lari ke ibumu, bukan ke pantai” “Ibu yang mana
maksudmu? Ibu yang membuangku? Atau ibu yang memberi pilihan sulit padaku?” aku
menatap Hyena tajam, gadis itu menggigit ujung bibirnya seakan sadar dia salah
bicara. “Aku tak mengharpkan seorang Ibu, pantai jauh dari cukup untuk
memberiku ketenangan” bisa kurasakan air mata memanas, ada air mata disini. Air
mata yang mati-matian kubendung. “Lalu, apa pilihanmu?” aku menggeleng pelan.
“Pilihan itu terlalu susah, taka da yang 100%” kudongakkan wajahku, aku takut
jika aku menunduk bulir ini akan jatuh. “Tak ada pilihan yang 100% Devina,
pilihan itu 50%-50%, kau yang bertugas memilihnya dan menjadikannya 100%” aku
terdiam, butuh waktu lama bagiku untuk menancapkan kata-kata itu ke hatiku.
“Kau piker semudah itu aku memilih? 21 tahun aku hidup, 21 tahun aku
menantinya. Dan ketika aku mendapatkannya, haruskah aku mengorbankan cintaku?
Haruskah?” tak seperti sebelumnya, nada suaraku meninggi. Aku benar-benar tak
bisa menahan luapan emosiku saat ini. “21 tahun aku menunggu saat aku bisa
melukis wajahnya, 21 tahun aku berlatih untuk memanggil ayah, 21 tahun aku
merangkai kata-kata agar saat di depannya nanti, aku bisa menceritakan
kehidupanku padanya. Tapi kenapa saat kesempatan itu ada, cinta harus dating
dalam hidupku? ” tanganku mengepal erat. Kurasakan tetes air bening mampu
menerobos pertahananku. Sedangkan Hyena
hanya bungkam, bentakan yang sedari tadi mmenghias bibirnya, kin menghilang
entah kemana. “Katakan padaku, jika kau jadi diriku. Kau pilih ayahmu atau
cintamu?”
*Niall Pov*
Dia cantik. Itulah yang
kupikirkan saat aku menemuinya di taman tadi. Tak banyak yang berubah darinya,
rambutnya yang pirang bergelombang itu semakin panjang, tubuhnya semakin
tinggi, dan parasnya semakin dewasa. “Kau tau letak café nya?” pertanyaan
Casandra yang saat itu duduk di samping kemudi, membuatku membuyarkan penilanku
padanya. “Tentu saja, aku sering kesana bersama temanku” “Oh, baguslah” kulihat
senyumnya, masih menawan seperti dulu. “Kau dari mana saja?” tanyaku sekedar
meninggalkan kecanggungan antar kami. “London, aku menjalani masa SMA dan
kuliahku di sana. Kenapa? Kau merindukanku?” “Ah, untuk apa” sedikit kupaksakan
bibirku untuk mengulas sebuh senyum. Bohong? Enthlah, aku tak tau. Dulu, aku
memang meindukannya, tapi sekarang.. “Sayang sekali, padahal aku begitu
merindukanmu” lagi, kalimat itu selalu bisa memompa kerja jantungku. “Jangan
bercanda Casndra Han,” “Apa? Siapa yang
bercanda? Aku serius Niall. Aku tak tau kan seberapa aku memikirkanmu saat aku
di London?” matanya menerawang, seolah mencoba mengingat sesuatu. “Kalau kau
memikirkanku, kau tak akan pernah mengakhiri hubungan kita saat semester akhir
SMP” kukatakn itu tanpa melihat kearah Casandra. Muak, itulah yang terbesit di
otakku saat dia mengatakan ‘memikirkanku’
*Salsabila Devina Pov*
“Katakan padaku, jika kau jadi
diriku. Kau pilih ayahmu, atau cintamu?” kulihat dari sudut mataku, Hyena tetap
diam. Tak ada jawaban atas semua pertanyaanku. “Kanapa kau diam saja Hyena? Tak
bisakah kau membantuku menentukan pilihan?”
air mataku semakin deras, bingung dan takut mencekamku disaat yang
bersamaan. Hyena menarikku kepelukannya, mengelus puncak rambutku perlahan.
“Menangislah jika itu bisa membuatmu lebih baik” bisiknya lembut diteingaku.
Aku tau, dia melkukan ini Karen tak bisa memberi jawaban atas pertanyaanku.
“Menurutmu, apa Tuhan tak terlalu kejam kepadaku?” “Salsabila Devina, jangan
bicara seperti itu!” “Dilahirkan sebgai anak haram, dibuang oleh ibuku sendiri,
tak pernah tau bentuk ayahku, merasakan kegelapan dunia padahal ada banyak
cahaya, dan sekarang aku harus melepaskan cinta pertamaku setelah
bertahun-tahun, tidakkah..” aku menggantungkan kaliomtaku, nafasku sesenggukan
tak mampu meneruskannya. “Tidakkah kau berpikir Tuhan terlalu tak adil padaku?
Kau bisa mendapatkan kebahagiaan, sedangkan aku hanya mandapat penderitaan”
lanjutku, “Ibumu tak membuangmu, dia menitipkanmu” ada penekanan pada kata
‘menitipkanmu’ dan itu justru membuatku tersenyum hambar. “Dia tak pernah ingin
tau keadaanku setelah menitipkanku” Hyena mnedengus kesal mendengar jawabanku.
Dia tau, dia tak akan pernah bisa merubah pikiran negative ku tentang wanita
itu. Terjadi jeda cukup lama natar kami, dan kuputuskan untuk menggak coklat
hangatku. Pikiranku jauh lebih tenang dai pda tadi, meskipun ras bimbang masih
setia menemaniku. “Aku lapar. Bisakah kau suruh pegawaimu untuk menyiapkan
masakan enak untukku?” “Tentu, sesaui permintaanmu Tuan putri,” cibir Hyena
lalu pergi meninggsalkanku.
Kumainkan ponselku sambil
menunggu Hyena kembali. Aku tak ingin kesendirian membuat pilihan-pilihan
sialan itu kembali memenuhi otakku. Simple, keinginanku hanya satu, tenang.
“Vina?” panggilan itu membuatku
mendongak sebentar, melupakan sejenak game di ponselku. Casandra Han, hatiku memkik keras ketika
mendapati sosoknya sudah berdiri di depanku. Dia sudah kembali dan itu
berarti.. waktuku semakin dekat. Aku harus melepas yang mana Tuhan? “Ah benar
kau. Ibu bilang kau menghilang 2 hari, dan kemarin aku coba menghubungimu,
ponselmu juga tak aktif”Csandra terus berceloteh di depanku. Sebenarnya aku dan
Casandra cukup dekat, ketika dia di London, aku dan dia sering mengirimi e-mail
sekedar untuk menanyakan keadaan. “Apa yang kau lakukan disini?” lanjutnya.
“ini café, mau palagi kalau tak makan” aku menpuk-nepuk kursi disampingku,
menyuruhnya untuk duduk. “Sendiri?” tanyaku. “Tidak, aku bersama… ah itu dia”
Casandra melambaikan tangannya kearah pintu masuk, sedangkan aku lebih memilih
menyesap coklat hangatku dari pada memperdulikannya. “Vina, ini temanku Niall…”
nama itu, nama yang disebutnya membuatku mendongak, berharap hal yang kutakuti
tak menjadi nyata saat ini. “Niall James Horan” lanjutnya yang langsung
memathkan harapanku. Detik itu juga mataku menangkap kebersamaan mereka. Mataku
memanas ketika melihat lengan Casandra bergelanyut manja di lengan si bodoh
itu, senyum sumringah menghias bibir tipi Casndra, sedangkan laki-laki itu
hanya menatp bingung kearahku. “Kau..” “Aku Slasabila Devina,” potongku cepat
saat laki-laki itu membuka suara, aku tak ingin Casandra tau jika aku
mengenalnya.
Casandra kembali duduk, kedua
lengannya masih bergelantung indah di lengan Niall, laki-laki itu tak berniat
melepasnya. Justru mungkin ingin mempereratnya. Oh Tuhan, aku tak bisa bertahan
lebih lama lagi.
*Niall Pov*
“Aku Salsabila Devina” mataku
membelalak lebar ketika dia memotong kalimatku. Yang benar saja, untuk apa di
memperkenalkan diri, padahal aku jelas sangat mengenalnya. “Vina ini adikku”
aku semakin mengerutkan dahiku. Kualihkan pandanganku pada Bila yang ada di
depanku, benrakah? Benarkah kau adiknya? Tapi kenapa kau tak pernah bercerita
padaku, gadis tengil?
Cukup lama aku menatapnya, tapi
gadis itu terus saja menunduk. “Devina, ini wafflemu” Hyena dating, memecah
keheningan antara kami bertiga. Kedua tangannya membawa 2 wafle, mungkin
untuknya dan Bila. “Oh ada kalian” aku bisa melihat keterkejutan di wajahnya,
tapi gadis itu segera memberi senyuman pada kami berdua. “Aku tak lapar lagi
Hyena, aku pergi dulu” dia beranjak dari tempatnya duduk, wajahnya terlihat
ssendu. “Yak, salsabila devina! Mau kemana kau? Jangan menghilang lagi” hyena
berteriak cukup keras, tapi gadis itu tak membalik badannya sedikitpun, dia
terus berjalan hingga akhirnya sosoknya menghilang dibalik kerumunan. ‘Sial,
aku bahkan tak sempat bertanya keman adia 2 hari ini’ umpatku dalam hati. Aku
beranjak dari tempatku duduk, berniat mengejar gadis tengil itu, tapi tangan
lembut yang sedari tadi bergelanyut manja di lenganku menahanku. “Mau kamana
Niall? Kau sudah berjanji menemaniku makan siang” aku menunduk, manikku bertemu
dengan maniknya yang menatapku memohon. Kududukkan kembali tubuhku, aku tak
tega meninggalkannya, bagimanapun dia tetap cinta pertamaku.
***
Kupandangi ponselku berkali-kali.
Kuketuk-ketukkan jariku diatas meja.
Tatpanku tak luput dari ponselku. Aku sudah menghubungi nomor gadis tengil itu,
tapi tak satupun telfonku diangkatnya, begitu juga pesanku, taka da satupun
yang dia balas. Aku mengerang frustasi. Sebenarnya pa salahku hingga dia
menjauhiku? Aku hanya ingin bertanya keberadaanya, aku hanya ingin tau
keadaannya, dan sekarang dia justru mengabaikanku. “Kau kenapa Salsabila
devina? Gadis tengilku, kau kenapa?” teriakku hamper gila. Aku tak bisa
bertahan dengan sifatnya yang sekarang, ini bukan Bila yang kukenal. Bila yang
kukenal, sekalipun dia punya msalah dia akan memintaku untuuk menemaninya. Bila
yang kukenal, sekalipun dia marah padaku, dia akan tetap mengangkat telefonku.
Tapi ada apa dengannya sekarang? Setan macam apa yang mengubahnya hanya dalam
hitungan hari?
*Salsabila devina pov*
Kucengkarm erat boneka beruang
pemberian si bodoh itu. Hatiku terasa sangat ngilu ketika Casandra mnceritakan
pertemuannya kembali dengan cinta pertamanya. Bisa kulihat pancaran sinar di
matanya, dan aku tak terlalu bodoh untuk tau jika gadis itu tengah jatuh cinta.
“Dia semakin tampan” entah sudah berapa kali gadis itu memuji Niall. Aku
menghela nafas berat, sudah 2 jam sejak gadis itu pulang, dan dia terus
mencekokiku dengan kalimat-kalimat kebahgiannya yang justru menusuk hatiku.
“Dia masih baik seperti dulu, ” genggamanku semakin erat pada bonekaku,
berharap ras terluka dan amarah bisa tersamarkan. “Oh Vina, aku benar-benar
menginginkannya” aku tertunduk mendengar kalimatnya, ingin rasanya aku
menangis, tapi tak sekarang, tidak saat gadis itu ada di hadapanku. “Dan kurasa
dia juga menginginkanku” hatiku terasa tertohok, serasa ada ribuan jarum yang
menusukku. “D..da..dari mana kau tau?” kuberanikan diriku untuk bertanya, tak
peduli dengan suaraku yang gemetar, aku terlalu emosi mendengar ucapannya.
“Hari ini dia menemaniku sepuasnya, dia selalu tersenyum padaku, dan demi
Tuhan, dia tampan” aku kembali menundukkan kepalaku semakin dalam, ras terluka
ini semakin menyiksaku. Ada apa? Ada apa denganmu Salsabila Devina? Gadis itu
cantik, lebih segala-galanya darimu. Bukankah kemungkinan laki-laki itu
memilihnya sangat besar? “Aku ingin kekamarku, selamat malam Vina” aku
tersenyum seiring kepergiannya. Mata ini semakin panas dan tetes yang sedari tadi kubendung
kin melelh begitu saja. Kubanting ponselku ke sisi ranjang yang lain.
“Berhenti, kumohon jangan hubungi aku lagi Niall. Jangan buat pilihan ini
semakin sulit”
*Niall pov*
Kutarik dasiku bebrapa kali.
Mencoba mengurangi ketegangan, pikirku. Sudah 5 menit aku dan pasangan paruh
baya ini duduk berhadapan, tapi tak satupun suaru keluar dari mulut mereka. “sebenarnya
apa yang kalian ingin sampaikan?” lancang? Mungkin. Tapi aku hanya ingin
memecah kehningan yang mereka ciptakan. “Kau mengnal anak kamikan? Casndra Han”
sebenarnya aku tak terlalu suka pertanyaan basa-basi seperti ini. tapi karena
mereka lebih berumur dariku, kucoba untuk lebih sopan. “Ya” “Bisakah kau
membantu kami?” kunaikkan sebelah alisku. Bingung, itulah yang kurasa saat ini.
“Jadilah pacar Casndra” seakan tau dengan kebingunganku, sosok wanita yang
kuyakini sebagai ibu Casandra memberi keterangan yang justru menaikkan tingkat
kebingunganku. “Kami mohon, kami hanya ingin melihatnya bahagia” “Tapi apakah
kalian tidak memikirkan kebahagiaan saya saat mengatkan hal ini?” nadaku meninggi.
Aku emosi. “Kami tau kami salah, tapi kami hany ingin Casandra Bahgia,
setidaknya sebelum tuhan mengambilnya” “Bukankah setiap orang memang akan di
panggil Tuhan?” ada nada mengejek di kalimat terakhirku, tapi seolah tak
mendengarnya wanita itu terus meneruskan ucapannya. “Tapi putriku berbeda, dia
sakit ginjal” wanita itu menangis, meski aku tau dia membentakku, tapi aku
masih bisa merasakan kelembutan dan nada memohon disana. “Kami hanya ingin dia menjalani cuci darah
bersama otrang yang dia cintai” “Penyakit itu bisa disembuhkan” tukasku “Tapi
kita tak pernah tau apa yang Tuhan tulis dalam takdirnya,” aku menghembuskan
nafas dengan frustasi. Kejutan yang mereka berikan bahkan terlalu mengejutkan.
“Kumohon, jadilah kekasih Casndra”
***
“Niall? Kau tak mendengarku ya? ”
gadis itu melambai-lambaikan tangannya di depanku. Membuatku tersentak dan
hanya bisa tersenyum kikuk menanggapinya. “Apa yang kau pikirkan?” Tanyanya
sekali lagi dan aku hanya bisa menggeleng. Tak mungkin aku mengatakn jika aku
tengah menebak-nebak apa dia benar-benar sakit ginjal atau ini hanya sebuah
permainan. “Taka pa, taka da yang kupikirkan” jawabku sekenanya. “Kau selalu
saja bohong” aku hanya tersenyum menanggapi perkataanya. “Niall, tidakkah kau
merindukan tempat ini?” gadis itu menebar pandangannya ke tiap sisi taman yang
dulu sering kami kunjungi. “Untuk apa aku merindukannya jika kapanpun aku
ingin, aku bisa kesini” “Bukan itu maksudku. Tidakkah kau merindukan tempt ini
seperti saat kita pacaran dulu?” lagi-lagi tatapan gadis itu menerawang jauh.
“Ayolah Casandra, Kenpa kau selalu membahsa hal ini? “Karena aku masih
mencintaimu”hening, taka da jawaban apapun dariku. “Aku serius, kau mau
memberiku kesempatan kedua? Menjadi kekasihmu?” gadis itu menatapku lekat,
tangannya menggenggam jemariku hangat. “Aku tak bisa menjawabmu sekarang” “Taka
pa, masih ada hari lain kan?” Casandra memberikan senyum lebar diantar bibir
tipisnya, menggandeng tanganku unuk mengikutinya. “Aku ingin makan Ice cream
seperti dulu” lirihnya yang justru membuat jantungku berdebar pelan. Oh Tuhan,
benarkah dia sakit ginjal? Benarkah aku harus disampingnya untuk mempertahankan
senyum manisnya?
*Salsabila Devina pov*
Aku sudah menghabiskan 5 piring
waffle dan 3 burger sore ini. pikiranku masih kacau, hatiku masih terluka dan
bimbang, jadi kuputuskan makan sebanyak mungkin untuk menghilangkannya,
biasanya cara ini ampuh. “Tak usah menatapku seperti itu, dompetku mampu
membayar makananmu” candaku ketika kulihat Hyena menatapku terpana. “Bukan
seperti itu, hanya saja kau terlihat seperti tak makan berhari-hari” tukasnya
yang membuatku tertawa. “Dimana otakmu Hyean? Kau piker aku bisa bertahan hidup
tanpa sesuap makanan?” “Mana aku tau” jawabnya sambil mengdikkan bahu.
“Bgaimana pilihanmu? Kau udah menentukannya?” lanjutnya yang hanya kujawab
gelengan. “Seberat itu?” tanyanya lagidan kali ini aku mengangguk,”2 laki-laki
itu sama berartinya bagiku”
Aku bangkit dari tempatku,
memberi sejumlah uang pada Hyena lalu beranjak meninggalkannya. “Mau kemana?”
teriaknya, entah kenapa akhir-akhir ini dia senang berteriak seolah tak peduli
dengan pelanggannya. “Melukis, mau ikut?” “aku masih cukup waras untuk kau
jadikan kacang nona” jawabnya keras seolah tak ingin aku melewatkan satu
katapun. Aku terkekh geli, masih kuingat dengan jelas saat pertama kali
sekaligus terakhir kali hyena ikut aku mellukis. Dan aku yakin, dia tak akn
menginginkannya lagi.
***
Langkahku memelan ketika kudapati
sosok yang tengah duduk di kursi yang biasanya kutempati. Matanya terpejam,
mungkin dia tertidur, jadi kuberanikan diriku untuk mengamtinya lebih dekat
lagi. Telunjukku terulur menyentuh fdahinya yang berkerut seakan mengalami
mimpi buruk, kuusap beberap keringat dingin yang ada di sana. Jariku turun
kematanya, aku bahakan baru menyadari jika
dia memilki mata yang indah. Telunjukku beralih pada hidungnya, lalu turun ke
bibirnya. Tak sadar, tiba-tiba tetes air mataku terjatuh, disusul tetes
berikutnya. Kualihkan pandanganku, kubalik badanku membelkanginya dan hendak
meninggalkannya. “Mau kemana?” pertanyaan itu membuatku menghentikan langkahku.
“Sudah tertangkap basah menyentuh wajahku, sekarang kau mau lari begitu saja,
dasar gadis tengil” “Aku tak menyentuhmu” teriakku tanpa merubah posisiku
sedikitpun. “Jangan bohong” seiring kata terakhirnya kurasakan lengannya
membalikku tiba-tiba. “Hei, kau menangis?” terasa nyaman dan hangat ketika tangannya
menyentuh pipiku, mengusap air mataku
lembut. “Kenapa? Apa ada yang melukaimu?” kugelengkan kepalaku pelan. Kumohon jangan
seperti ini Niall, jangan membuat semua ini semakin sulit. Kubuang tangannya
dari wajahku, meneruskan langkahku untuk meninggalkannya. Tapi jemarinya
menarik lenganku, merengkuh tubuh mungilku dalam dekapannya. “Kenapa kau
mengindariku?” tangannya mengcup puncak kepalaku pelan, dari sini bisa kucium
aroma tubuhnya yang memabukkan. “Hanya perasaanmu saja” jawabku mencoba
setenang mungkin, aku tak ingin dia tau jika jantungku berdebar sangat keras
saat ini. “Banarkah?” aku tau dia tak bertanya padaku. Dia hanya memintaku
untuk mengaku, dan akhirnya dia akan bertanya alasanku. Sedangkan aku tak
mungkin menceritakan semua itu padanya. “Ya, bodoh” teriakku sambil mencoba
melepaskan diri darinya. “Kumohon, biarkan seperti ini. 10 menit saja.. Kumohon
Bila” kuarsakan dekapannya semakin erat. “Apa yang harus kulakukan?” Niall
menyandarkan kepalnya di bahuku, sedangkan tangannya tak berhenti mengelus
kepalaku. “Orang tua Casandra memintaku untuk menjaadi kekasihnya dengan alas
an Casandra sakit ginjal” aku menghela nafas paanjang. Bukan hanya aku? Niall,
mereka juga m,emintanya dari Niall? “Dan tadi Casandra mengatakn perasaanya
padaku. Aku.. belum menjawabnya” tearasa
ditusuk, kuaraskan jantungku melemah. Kulepaskan pelukan kami, kuatatp wajahnya
lekat tepat di maniknya. “Niall James Horan, kau masih mencintainya?” butuh
perjuangan keras agar kalimat itu lolos dari mulutku.
1 menit.. 2 menit.. 3 menit..
Laki-laki itu belum menjawab
pertanyaanku. Aku berjalan mundur, ada senyum pahit di bibirku, juga luka baru
di hatiku. Kebalikkan badanku, kali ini dia tak menhanku lagi dan itu justru
melukaiku. Selangkah.. 2 langkah.. 3
langkah.. 5 langkah.. 8 langkah.. 10 lang.. “Kau tak ingin menahanku?” tanyanya
sedikit berteriak, membuatku mau tak mau membalikkan badanku. “Punya hak apa
aku untuk menahanmu?”
*Niall Pov*
“Punya hak apa aku untuk
menahanmu?” kalimat itu terdengar seperti ejekan dan kemarahan disaat yang
bersamaan. Ya, kami berdua memang tak pernah tau apa sebenarnya hubungan kami. Aku
dan Bila memang dekat, aku mencintainya dan kurasa dia juga begitu. Tapi,
selama 5 tahun kami bersama, belum ada kata yang keluar dari mulutku untuk mengikatnya.
Kutundukkan kepalku dalam, matku tak sanggup menangkap kepergiannya.
*Salsabila Devina Pov*
Ini 2 hari semenjak aku bertemu
dengan si bodoh itu. Saat ini aku berada di taxi menuju alamat yang ibu
Csandrta berikan padaku. Jujur, ragaku memang berada di Indonesia. Tapi pikiranku
jauh melayang ke Irlandia. Hari ini 13 september, entah karena kebetulan atau
takdir, ultahku dan laki-laki itu sama. “Kira-kira apa yang mereka lakukan
disana?” otakku mulai menerka-nerka, membuat setetes air bening meluncur dari
mataku. Aku masih ingat betul bagaimana
ras terlukaku ketika sehari lalu Csandra meminta saranku terhadap hadiah yang
akan dia berikan pada Niall. .kubayangkan pula makan malam romantic mereka yang
akan ditutup permainan piano seperti apa yang Casandra katakana. Ah, sungguh
sempurna itu mengoyak hatiku. Kuhapus air mataku saat kurasa taxi yang kunaiki
berhenti.
***
Sebuah rumah mungil namun
terlihat teduh menyambuit langkahku. Kuketuk perlahan pintu kayunya dan
muncullah seorang wanita paruhbaya dari belakangnya. “Maaf, benar ini kediaman
tuan Jeffri?” wanita itu terdiam menatapku, bahasa yang kami gunakan jelas
berbeda. Wanita itu menghilang dari hadapanku, dan sedetik kemudian dia kembali
bersama seoran laki-laki yang umurnya 5-6 tahun di bawahku. “Maaf, anda mencari
siapa nona?” kali ini laki-laki itu berbicara dengan bahasa yang sama
sepertiku. “Tuan Jeffri, benar ini kediamannya?” “Ah, Ayah, silahkan masuk” aku
mengikutinya masuk, lalu duduk di sebuah ruang tamu yang bernuansa hangat ini. “Maaf,
sebenarnya anda siapa?” “Aku.. mungkin sedikit mengejutkan. Tapi aku..
sebenarnya.. anak tuan Jeffri” jantungku berdegup kencang, tak bisa bersiap
menerima apapun reaksi mereka. “Ah, kakak” laki-laki itu menjabat tanganku
erat, dungguh bukan ekspresi yang kubayangkan sebelumnya. “Bertahun-tahun ayah mencarimu dan sekarang
kau dating dengan sendirinya” oh Tuhan, aku serasa melayang. Ayahku, meskipun
aku anak haram, tapi dia tetap mencariku. Dia.. menginginkanku. “Benarkah,
sekarang ayah dimana? Bisakah aku bertemu dengannya?” “Ayah..”
*Niall Pov*
Aku masih menatapnya, dia sama
sekali tak mirip dengan gadis tengilku. Tapi kenapa sedari tadi bayang wajahnya
terlihat seperti wajah Bila? Gadis tengil
itu, apa yang dilakukannya malam ini? biasanya kami selalu berjalan
mengelilingi kota bersama, makan makanan pinggir jalan, dan teerakhir pergi
ketaman. Biasanya aku sekedar menemaninya melukis, tapi tak jarang pula aku
menjadi objek lukisannya. Kuhela nafas panjang, dua hari tak bertemu denganny
aku merindukannya.
*Slasabila Devina Pov*
Aku masih mencoba berdiri, berjalan
menuju kamarku yang berada di lantai 2. Hatiku masih sakit ketika aku ingat
jelas perkataan Rian-laki-laki yang kutemui di Indonesia-“Ayah.. kau tak bisa
bertemu ayah lagi. Ayah mengidap jantung coroner, penyakit jantung yang bisa
kambuh tiba-tiba. Setahun yang lalu,ayah mendapat kabar jika kau ditemukan di
panti asuhan London. Dia begitu senang hingga tak tidur dan mengurus semua
keperluan agar secepatnya bisa pergi kesana. Dia terlalu untuk mencari pinjaman
uang untuk membeli tiket. Dan tiba-tiba 2 jam sebelumkeberangkatannya dia
meninggal” masih kuingat jelas semua kalimatnya, dan itu sukses membuat
pertahananku hancur berkeping-keping.
Persaan ini tak kunjung membaik,
meski sudah satu minggu aku tinggal di Indonesia, tapi sepertinya tangis ini
tak bisa memperbaiki segalanya.
*Niall Pov*
Aku masih terpaku tak percaya
melihat sosoknya berdiri di hadapanku setelah 9 hari dia menghilang. “Vina, kau
pulang”Casandra memekik bahagia, sedangkan gadis yang diajaknya bicara
mengangguk lemah. Bila melangkah tertatih, wajahnya pucat dan sedetik kemudian
tubuhnya ambruk. “Yak, salsabila Devina!” teraikku.
***
Aku masih menatapi tubuh
lemahnya. Sudah satu hari penuh aku menungguinya disini, namun taka da respek
darinya sedikitpun. Gadis itu membeku, tatapannya kosong kelangit-langit,
sepertinya taka da niatan darinya untuk berbicara padaku. “Sejak kemarin kau
tak makan, makanlah, kumohon” kusodorkan sesendok bubur kehadapannya, tapi
gadis itu hany terdiam. “Heh gadis tengil, sudah sakit maag, tapi tak mau
makan. Kau ingin mati sekarang huh?” kuletakkan kembali sendok itu, aku kesal
padanya. “Sudah kubilangkan jangan lupa makan, jangan telat tidur, dan
istirahat yang cukup. Tapi kau malah mengabaikannya” gadis itu tak menjawabku
dengan kata-kata, tapi dengan sebuah
pelukan. “Aku bodoh! Aku bodoh Niall! Aku merelakanmu demi bertemu ayahku, tapi
aku bahkan tak bisa melihat wajahnya” kuelus puncak kepalnya pelan, aku tak mau
dia menangis seperti ini. Ini.. melukaiku
*Casandra Pov*
Aku bisa merasakan perubahan
jelas pada diri Vina. Aku tak bisa lagi melihat senyumnya, hanya luka yang
terukir jelas di wajahnya. Setiap aku menjawab apa alasannya, dia akan menjawab
itu karena dia tak bisa bertemu dengan ayahnya. Tapi aku tau jelas jika
wajahnya, wajah itu terpasang semenjak aku bertemu dengannya 1 bulan yang lalu.
Kuhentakkan langkahku, kubuka
kenop pintu yang aku tau itu adalah ruangan tempat menyimpan lukisan-lukisan
Vina. Mataku berbinar ketika mendapati semua lukisan itu, indah dan hebat,
hanya kata itu yang keluar dari mulutku. Berbagai gaya ada disini, dari mulai naturalism,
hingga surealisme. Pandanganku tertarik pada sebuah lukisan di susut ruangan
ini. lukisan itu tertutup kain putih dan ukurannya tak terlalu besar.perlahan
tanganku membukanya, mataku memebelalak lebar, Oh Tuhan, benrakah? Kenapa aku
begitu bodoh? Kenapa aku baru menyadarinya? Casandra han, kaubenar-benar bodoh!
*Salsabila Devina Pov*
Aku menghela nafas panjang, hari
ini mereka bertunangan. Sangat cepat, seperti permintaan orang tua Csandra,
semakin cepat semakin baik. Sekarang aku duduk di taman, tak berniat untuk dating,
karena aku tau aku akan semakin trluka. “Oh Vina, aku mencarimu kemana-mana”
Casndra duduk disampingku, memegangi dadanya yang naik turun. “Kau tak bertunangan?”
“Tuanangan apa maksudmu? Mana bisa bertunangan jika calon perempuannya tak ada”
“Kalau begitu kembalilah” jawabku ketus, “Taka da gunanya jika aku kembali, kau
yang harus datang” aku terdiam, tak bisa mencerna kata-katanya. “Yak bodoh, kau
mau membuat Niall menunggu berapa lama lagi?!” Casandra menarik lenganku cepat
ke mobilnya. “Tunggu, kau bilang apa? Kau sudah tau semuanya?” gadis itu hany
menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan.
“Bagiamana bisa? Apa si bodoh itu yang bilang segalanya?” “Tidak,
lukisanmu yang menceritakan segalanya, dan matamu yang membenarkannya”
lagi-lagi aku terdiam, bingung. “Aku melihat lukisanmu, kau banyak melukis
Niall. Wakti itu, aku juga melihatmu berpelukan dengan niall, kalian sangat mesra”
“Casandra.. maaf” “taka pa, harusnya aku yang minta maaf. Maaf aku telah
memisahkan kalian berdua, membuat Niall terpaksa menerima kehadiranku, juga
karena ibuku membuat pilihan yang sulit untukmu” gadis itu menhela nafas
panjang. Bisa kulihat jika dia terluka, jika dia juga tak bisa menerima
kenyataan jika aku dan Niall saling mencintai, bahwa dia harus menyerahkan
Niall padaku. “Oh ayolah, kita temui pangeranmu”
***
Aku merasa aneh ketika puluhan
orang menatapku, aku tak terbiasa menjadi tokoh utama, apalagi di pesta semewah
ini. laki-laki itu menautkan cincin jariku, kepalnya sedikit menunduk agar sejajar dengan telingaku. “Aku
tak akan pernah membiarkanmu meilih orang lain selain aku lagi” aku tersenyum
mendengar perkataanya, Niall memelukku erat. “Aku mencintaimu “ 1 kalimat yang begitu
kutunggu selama 5 tahun ini, akhirnya terucap juga. “Aku juga mencintaimu” balasku,
membuatku dapat menemukan senyum manisnya. Laki-laki itu mengcup dahiku,
kecupan yang membuatku merasakn cinta pada setiap persentuhan kami. Oh Tuhan,
hari ini dia mengecupku dengan ikatan pertunangan,tapi suatu hari nanti dia
akan menegcupku dengan ikatan pernikahan.
-END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar