Author : JewelAMD
Tittle : Bad
Life Part 2
Genre : Romance,
angst, family
Cast :
- Han Min Rin
-
Cho
Kyuhyun
-
Park
Jung Soo
-
And
other cast
Rating : PG15
Length: Chapter
Wahh Annyeong, lama lama banget ya gak update
next chap-nya Bad Life. Part 2 datang… *jengjengjeng
Uda
lama si selesai, tapi karena ada masalah sama hape, jadi proses pengetikan melama.
OKEYbum, gak usah lama-lama lagi. Baca-baca-baca-coment-coment-coment, setiap
comment kalian mempercepat proses pengupdate-an chap selanjutnya. Part 3 uda
jalan seperempat, jadi selamat menunggu ya..
____________________
Sepasang mata itu masih megerjap,
mencoba membiasakan dengan terangnya cahaya lampu. Dilihatnya sekeliling, dan
dia mendapati seorang namja berambut ikal tengah terbaring di atas lengan kirinya.
Lengannya yang lain mulai teregerak membelai rambut ikal itu, ada rasa rindu
untuk berdekatan seperti ini.
“Kau sudah bangun?” Kyuhyun meraih
kompresan di dahi Min Rin. Meletakkan tangannya disana lalu sedikit menimang.
“Setidaknya sudah lebih baik. Kau tau? Aku begitu cemas. Apa lebih baik
kautinggal di rumahku saja?” Min Rin mengulas senyum, satu nilai plus dari
Kyuhyun, perhatiannya yang begitu melimpah.
“Tak perlu” Min Rin meraih tangan
Kyuhyun di kepalanya. Menggenggamnya dengan erat, masih dengan senyum di
bibirnya. “Aku masih ingin hidup”
“kau masih takut pada uri aboeji?”
sepasang mata kyuhyun mentap lekat ke obsidian min rin. Membuat gadis itu
mengangguk perlahan.
“Dia begitu mengerikan saat
melihatku, apalagi aku harus tinggal disana” kyuhyun sedikit terkekeh,
disodorkannya mangkuk berisi bubur yang sudah dibuatkan Lee ahjumma, slah satu
pelayan Kyuhyun yang sudah dianggap seperti ibu sendiri oleh Min Rin. Sejak 10
tahun lalu, ketika Kyuhyun memperkenalkan mereka, Min Rin kerap kali datang ke
rumah Lee ahjumma untuk tidur, berkeluh kesah, bahkan terkadang bermanja.
“Makanlah, Lee ahjumma bilang kau begitu suka bubur buatannya”
“Letakkan disana, aku belum ingin
makan” gadis itu mencoba mendudukkan tubuhnya. Matanya masih menatap lekat
kearah Kyuhyun. Otaknya memerintahkan untuk memperlakukan Kyuhyun dengan kasar,
bila dipikir dengan logika, harusnya dia masih marah saat ini. Tapi dirinya
melembut begitu saja.
“Baiklah, kuletakakkan disini, awas
saja jika kau melewatkan makan malammu” Kyuhyun bergerak menjauhi ranjang,
meletakkan mangkuk itu pada meja yang berjarak empat langkah dari tempat Min
Rin berbaring. Dia menatap kerah jendela yang tertutup dengan tirai terbuka.
Dapat dilihatnya betapa pekat gelapnya langit malam, “Wanita itu, aku
benar-benar tak memilki perasaan padanya”
Deg. Jantung Min Rin seakan berhenti
berdetak. Dia benar-benar merutuki mulut
Kyuhyun. Bab ini, bukanlah hal yang harus dibicarakan sekarang. Gadis itu hanya
terdiam, tangannya mencengkram selimut dengan kuat.
“Mianhae” merasa tak ada jawaban
apapun, Kyuhyun membalikkan badannya. Berjalan mendekati ranjang, duduk pada
jarak beberap centi dengan gadisnya. Untuk kesekian kalinya mereka saling
menatap. Kyuhyun dapat melihat kekhawatiran dari manic lawannya, sedangkan yang
didapat gadis itu adalah penyesalaan dengan ketulusan. Sama seperti
sebelum-sebelumnya.
“Jangan marah lagi ne” Kyuhyun
mengecup kening Min Rin sekilas,
“Saat ini, aku hanya mencintaimu”
ciumaannya turun ke hidung mancung gadis itu.
“Begitu juga hari-hari selanjutnya”
dan bibirnya berhasil menempel sempurna di bibir Min Rin.
1 menit..
Min Rin masih
membuka matanya lebar, terkejut dengan tingkah Kyuhyun yang tiba-tiba.
Sedangkan namja itu telah memjamkan matanya, menikmati ciuman yang entah ke
berapa dalam hubungan merka tiga tahun ini.
2 menit..
Gadis itu mulai
memjamkan matanya, membiarkan bibir Kyuhyun menyentuh bibirnya dengan lihai.
Merasakan getaran pada dirinya, juga degupan jantungnya yang semakin keras.
3 menit..
Tangan Min Rin
mulai mengalung di leher Kyuhyun, saling menyesap, melumat.
4 menit..
Akal sehat Min
Rin mulai sadar jika ini semua salah. Harga dirinya seharusnya tak semudah itu
diinjak-injak Cho Kyuhyun. Harga dirinya, tak seharusnya dibeli hanya dengan
sebuah ciuman. Dia sadar semua itu, tapi lagi-lagi fisiknya menyangkal
semuanya.
5 menit..
Tangan gadis itu
mulai mendorong tubuh Kyuhyun menjauh, membuat tautan mereka terlepas,
“Hentikan, aku butuh nafas..”
Kyuhyun mengukir
senyum tipisnya, tangannya menyodorkan segelas air putih yang sebelumnya dia
letakkan diatas meja. Sejank, Min Rin mentap gelas itu ragu, seblum akhirnya
menguknya tanpa sisa.
“Kau memaafkanku
kan?” Kyuhyun menggenggam tangan Min Rin lembut. Menatap gadis itu dengan rasa
saying. Perlahan kepala Min Rin mulai tergerak meng-iya-kan. Sesuatu yang
klise, inilah yang selalu dia lakukan ketika Kyuhyun melakukan kesalahan, dia..
luluh hanya karena sebuah permintaan maaf lelaki brengsek.
“Baiklah, aku
pulang dulu. Jangan lupa makan buburmu. Besok jangan pergi ke kampus,
istirahatlah. Mungkin siangnya aku akan ke sini” Kyuhyun mengambil jaket yang
tersampir di kursi. Mengecup kening Min Rin sekilas, lalu melenyap di balik
pintu.
***
Seperti biasa,
Seoul selalu padat dengan besi beroda empat. Macet bukanlah identitas Seoul,
tapi inilah kenyataannya. Klakson-klakson saling bersahutan, menimbulkan
kebisingan. Bising, sebagian orang begitu membencinya, tapi sebagian lagi
justru menikmatinya. Dan Min Rin termasuk bagian orang yang menikmati
kebisingan. Sejak kecil, dia benci kesunyian, sunyi berarti tak ada orang,
sendiri. Dan kesendirian adalah hal yang paliang dia takutkan. Gadis itu tengah
memandangi gedung-gedung tinggi juga pertokoan kecil lewat jendela yang bus
yang tengah dia naiki. Tangannya menari diatas ponsel, mengetik belasan pesan
untuk Taehyun.
‘Aku baik-baik saja, kau tak perlu
mengantarku. Took buku dengan rumah Lee ahjumma tak terlalu jauh. Baik-baiklah
dengan kangin, aku tak ingin mengganggu kencan kalian’
Bibir itu
mengulas senyum tipis sebelum akhirnya menekan tombol send di ponselnya. Gadis
itu memegang dahinya, masih demam. Dia tau, Kyuhyun akan menghabisinya saat
pulang nanti. Tapi, berdiam diri di rumah juga bukan seorang Han Min Rin.
Sejujurnya, dia pergi untuk menghindari Kyuhyun. Jauh di lubuk hatinya masih
terluka, sangat amat terluka. Gadis itu memandang kaca, sedikit berkabut. Jari
telunjuknya mulai tergerak menuliskan sesuatu.
‘Cho Kyuhyun, bisakah kau perlakukan aku seperti
seorang wanita terhormat?’
Sedikit
tersenyum, sebelum akhirnya menghapus rangkaian kata itu.
***
Min Rin
melangkah meninggalkan deretan buku sastra, dia sudah mengambil tiga buku
titipan Shin Hye, dua ddiantaranya cukup tebal dan yang terakhir tergolong
tipis. Dia mulai melangkah menuju rak dengan tulisan biografi diatsnya. Kisah
hidup Rembrant Van Rij, Cloude Monet, Pablo Picasso dan beberapa pelukis lain
merupakan buku yang dia incar. Sebenarnya Min Rin lebih mendalami aliran
Naturalisme juga realisme, dibanding Romantisme yang lebih terkesan dinamis
atau surealisme sepertia Salvador Dali. Hanya saja, tugas kuliahnya memaksanya
untuk belajar secara global. Gadis itu mulai menggerakkan maniknya, menatai
tiap sudut buku, mengamati dengan cermat.
Menit ke lima
setelahnya dia baru menmukan buku yang dia incar. Sebuah buku biografi kumpulan
para pelukis, dengan sampul coklat tua. Gadis itu membawa buku-bukunya dengan
sedikit kualahan. Sebenarnya tak terlalu berat, hanya saja demam seolah
menguras tenaganya. Min Rin menggeret kakinya mndekati kasir, sebelum akhirnya
langkah itu terhenti ketika kakinya berdiri tepat di deretan novel. Tangannya
terulur menyapu novel dengan rak bertuliskan ‘Best Seller’. Sudah dua bulan
lebih dia tak menyentuh novel-novelnya, melupakan hobinya sejenak untuk
melupakan tugas kuliahnya yang menumpuk. Mata gadis it uterus menjelajah,
mencari judul yang sekiranya menarik. Romance fantasi merupakan genre yang
paling dia favoritkan. Cerita-cerita tentang vampire, sihir, ataupun seseorang
yang loncat ke abad sebelumnya merupkan incaran seorang Han Min Rin.
Gadis itu masih
larut dengan dunia novelnya, aksi mencari romance fantasinya belum juga berakhir.
Ditangannya, sudah ada satu buku baru, novel berjudul ‘Fleur’ dengan kisah
kehidupan dewa cukup menarik minatnya. Sejenak, dia menghentikan gerakan
tangannya, matanya menatap lekat pada satu novel.
“Love, What is it?”
Dengan sedikit
terkejut dia menggerakkan kepalanya, menatap kearah suara lain yang saat itu
juga membaca hal yang sama, judul novel bersampul merah itu. untuk beberapa
menit, mereka saling menatap. Obsidian indah lelaki itu cukup membuat seorang
Han Min Rin terpikat. Mata itu tak terlalu sipit, juga tak terlalu lebar, mata
yang terlihat menawan meskipun ada kabut gelap yang menutupinya. Mata indah itu
tak terlihat bersinar seperti semestinya. Manic itu jelas terlihat berbeda
dengan manik Kyuhyun. Tatapan yang Kyuhyun berikan, selalu terkesan berani,
nakal, menggoda. Tapi tatapan yang Min Rin lihat saat ini, tatapan yang ada di
depannya, terkesan menyumbinyakan sesuatu, sama seperti tatapan yang dia milki.
Untuk sejenak, dia sedikit melupakan Kyuhyun. Melupakan luka yang menganga
lebar di hatinya, dia lupa hanya dengan menatap manik itu.
“Sudah selsai?
Aku ingin makan” suara merdu di belakang lelaki itu membuyarkan tautan tatapan
mereka. Dengan tergesa Min Rin membuang mukanya, menatap ke arah tumpukan
Novel. Entah kenapa, dia mulai malu untuk menatap mata itu, padahal beberapa
menit lalu dia justru terpikat oleh maniknya.
“Sudah, kau mau
kutraktir dimana?” merdu. Itu kesan pertama yang Min Rin tangkap. Memang tak
semerdu Kyuhyun, tapi suara itu lebih terdengar hangat.
“Di kafe dekat
rumahmu, bagaimana?” lelaki berambut hitam itu mendorong si rambut coklat-pria
dengan manic menawwan. Sedangkan Min Rin masih emnghadap tumpukan novel dengan
ujung matanya melirik lelaki itu.
“Changkaman” si
rambut coklat merah itu meraih novel berjudul ‘Love, what is it?’, sebelum
akhirnya beranjak menuju kasir.
Min Rin
menolehkan kepalanya, menatapi kepergian lelaki itu dengan tak rela. Ada
sesuatu yang membutanya ingin terus menatap lelaki itu. ditangannya, novel
bersampul merah itu dengan beberapa buku lain yang dia ambil sebelumnya,
“Cinta, apa itu? bukankah ini menarik?”
***
Min Rin menghela
nafasnya cukup panjang. Ditatapnya tangga kayu di depannya dengan horror, dia
tau riwayatnya kan habis. Lee ahjumma bilang, Kyuhyun telah menunggu di
kamaranya.
“Kau belum
naik?” suara Lee ahjumma membuyarkan lamunannya. Gadis itu mencoba mengulas
senyum, meskipun bibirnya terasa kaku.
“Ne, sebentar
lagi”
“Yasudah,
ahjumma kembali ke rumah tuan muda dulu. Ada makanan di dapur, jika mau makan,
hangatkan dulu” Min rin hanya menganggukkan keplanya, membiarkan wanita itu
melangkah menjauhinya.
Gadis itu
menatap tangga dengan mantap. Melangkahkan kakinya menaiki anak tangga satu per
satu. Anak tangga pertama, kedua, ketiga, Min Rin menghentikan langkahnya,
perdebatan panjang akan benar-benar dimulai setelah ini. Dilangkahkan kakinya
menuju empat anak tangga terakhir. Dibukanya pintu kamar itu perlahan tanpa
diketuk sebelumnya. Dilihatnya sosok lelaki tengah berdiri menatap keluar
jendela, tangannya mengepal, min rin tau suasana hatinya tengah buruk tanpa
perlu mentap wajahnya. Dengan segenap keberanian yang dia miliki, Min Rin
menggeser kaki memasuki kamar mungilnya. Sejenak, Min Rin mendekati meja,
meletakkan tas dan beberapa buku, sebelum akhirnya memeluk tubuh Kyuhyun dari
belakang.
“Kyu..” bisiknya
pelan, gadis itu mengeratkan pelukannya, meskipun tak ada sahutan dari sosok
itu. “Aku tak bisa berdiam diri di rumah, kau tau kan?” Kyuhyun menghela nafas,
punggungnya naik turun. Perlahan, dibaliknya tubuhnya menatap Min Rin.
Tangannya tregerak menyentuh dahi gadis itu.
“Keras kepala!
Demammu tambah tinggi” dengan langkah sigap Kyuhyun menggendong tubuh Min Rin,
mebaringkannya pada ranjang. “Tidurlah,
kucarikan makanan. Setelah itu, minum obatmu” Min Rin membuka mulutnya untuk
protes, namun lagi-lagi Kyuhyun menahannya. “Aku tak suka kau menolak”
***
Kyuhyun menuruni
tangga dengan perlahan, melangkahkan kakinya menuju dapur. Dilihatnya ada beberapa
makanan, tapi dia tak ingin Min Rin makan makanan bertekstur kasar terlebih
dulu. Lelaki itu menatap jam tangannya, berpikir sejenak, lalu melangkahkan
kakinya menuju pintu. Pikirnya, mungkin took bubur dekat rumah Lee ahjumma
masih buka.
Tak butuh waktu
lama, hanya beberapa langkah. Kyuhyun telah sampai di tempat itu, mengatakan
pesanannya pada seorang pelayan, lalu duduk pada salah satu meja untuk
menunggu. Dirasakannya ponselnya bergetar.
“Yeobseo”
Kyuhyun mulai mengangkatnya tanpa gairah. Nomor assing, dia tak pernah
menyimpannya.
“Oppa,
bogoshippo” dan Kyuhyun langsung menghela nafas berat ketika suara itu menyapa
alat pendengarannya.
“Bukankah tadi
siang kita baru bertemu?”
“Tapi aku
kangen, kapan kita bermain lagi?” Kyuhyun sedikit menyeringai.
“Bagaimana jika
besok di apartemenmu?”
***
Hening. Sedari
tadi gadis itu menggulingkan tubuhnya ke kanan-ke kiri. Mendapat dirinya hanya
sendiri di kamar ini, apalagi Kyuhyun yang juga tak ada di rumah ini-gadis itu
tau karena beberapa menit yang lalu Kyuhyun mengiriminya pesan. Dan dia
benar-benar merasa tak nyaman dengan kesendirian. Diliriknya novel warna merah
yang dia letakkan di atas meja, perlahan kakinya mendekat. Gadis itu membaca
judulnya sekali lagi, lalu tersenyum sekilas. Untuk pertama kalinya selama
sepuluh tahun ini dia tersenyum tanpa terorganisir. Ingatannya kembali pada
lelaki berambut coklat dengan manik menawannya yang terkesan menutup-nutupi.
Lelaki misterius, begitulah Min Rin menyebutnya.
Tangan Min Rin
tergerak menyentuh jaket Kyuhyun yang tersampir di kursi. Bau parfum yang
mnyengat membuat kepalanya pusing, dia tak pernah suka dengan bau berlebihan.
Sejenak, Min Rin menegrnyitkan dahinya. Parfum ini, bukan parfum Kyuhyun. Min
Rin sangat ingat hal itu. terlebih, ini parfum seorang wanita. Changkaman,
wanita? Min Rin semakin menautkan alisnya. Dadanya bergemuruh, dia ketakutan.
“Mungkinkah..”
mata Min Rin masih menatap lekat jaket Kyuhyun. Tangannya gemetar, rasa terluka
yang bahkan belum terobati kini bertambah parah. Perasaan gemetar itu semakin
menjadi, jaket milki Kyuhyun terjatuh bersamaan dengan tubuh Min Rin yang ikut
merosot ke lantai.
“Min Rin ini aku
bawakan bu..” Kyuhyun tercekat ketika melihat tubuh Min Rin terduduk di lantai,
dengan tangan menggenggam erat jaket Kyuhyun. Lelaki itu dapat melihat jelas
bagaimana wajah Min Rin, rambutnya yang terurai terlihat acak-acakan menutupi
wajah gadis itu. dengan segara Kyuhyun meletakkan bubur yang di belinya di atas
meja. Mendekati tubuh rapuh Min Rin dengan tergesa.
“Gwencahana?”
lelaki itu mencoba meraih lengan Min Rin, menggenggamnya.
“Lepaskan” suara
itu bergetar, membuat tingkat kekhawatiran Kyuhyun mencapai puncak. Tanpa
memperdulikan perkataan Min Rin, Kyuhyun semakin memepererat cengkramannya.
“LEPASKAN CHO!” Kyuhyun terkesiap, perlahan cengkramannya mulai mengendur
hingga melepas. Dia tau, Han Min Rin begitu marah padanya. Cho, panggilan itu
hanya akan dilakukan saat dia benar-benar maarah pada Kyuhyun.
“Han Min Rin,
wae geurrae?” gadis itu mendongkkan kepalanya, menatap Kyuhyun dengan lekat.
Setetes air mengalir di sudut mata gadis itu. rasa sesak kembali menyelimuti
hatinya. Perlahan tapi pasti, tangan Min Rin tergerak melempar jaket Kyuhyun
tepat ke wajahnya.
“Serendah apa
harga diriku di matamu?” tenang tapi tajam. Suara gadis itu masih bergetar,
digigitnay bibir bawahnya yang mulai memucat.
“Apa yang
kaukatakan? Harga dirimu jelas begitu tinggi”
“Benarkah?”
gadis itu mengukir senyum pahit, mengepalakan tangannya dengan erat, mencoba
mengumpulkan kekuatan lebih. “Lalu kenapa kau perlakukan aku seperti ini Cho?!”
tak sempat sebauh kata keluar dari mulutnya, bibir lelaki itu tertahan oleh
ucapan Min Rin. “Kenapa kau tiduri wanita lain lagi? Kau tau? Baru kemarin kau
memohon maaf padaku dan sekaarang kau lakukan itu lagi?”
“Mianhae” hanya
kata itu yang sanggup Kyuhyun ucapkan, sedangkan batinnya begitu merutuki
kebodohannya. Hharusnya dia melepas jaketnya sebelum bersentuhan dengan wanita
itu.
“Tak taukah kau
seberapa berengs** dirimu?” sekali lagi Min Rin mengepalkan tangannya, masih
mencoba meminta kekuatan lebih.
“Brengs** kaubilang? Sudah kukatakan, aku melakukannya
karena prinsip bodohmu” dengan entengnya Kyuhyun mengucapkan kalimat itu.
Melimpahkan kesalahannya pada orang lain, merupakan salah satu sifat Kyuhyun
yang memuakkan. “Jadi itu semua salahmu, bukan salahku”
Min Rin
menggigit bibir bawahnya keras, dia tak perduli apakah nanti itu akan berdarah.
Hatinya terasa begitu sakit, lebih sakit dari pada luka-luka sebelumnya. Dia menangis,
entah untuk keberapa kalinya karena cinta pertamanya. “Brengs**!” hanya kata
itu yang keluar dari keluar dari mulutnya, dia beranjak bangkit dari tempatnya,
menyambar sebuah benda lalu melenyapkan diri di balik sekat rumah.
***
Gadis itu masih
duduk dibawah pohon, dinaungi cahaya bulan yang membuatnya nampak seperti
sebuah siluet. Tempat itu tak terlalu terang, tapi juga tak terlalu gelap
hingga tak bisa melhat apapun. Tempat ini hanya sebuah taman bermain yang sudah
lama tak berfungsi. Terlihat bebrapa karat pada jungkat-jungkit, cat yang
mengelupas, juga ayunan yang jika dijalankan akan menimbulkan suara berderit.
Sedikit disayangkan, taman bermain penuh kenangan dengan Byul Yi justru menjadi
tempat mengerikan seperti ini. Gadis itu memasang earphone di telinganya,
memutar lagu I Think dari ponselnya. Seperti yang kukatakan sebelumnya, gadis
itu membenci kesunyian. Dibukanya sebuah buku bersampul merah yang sempat dia
ambil sebelum meninggalkan rumah Lee ahjumma. Benda yang untuk sesaat mengingatkannya
pada seseorang.
_________________________
Aku masih memandang lurus pada selembar kertas putih
yang kutemukan beberapa menit lalu di laci mejaku. ‘Sarang’ hanya itu kata yang
terukir di dalamnya. Sarang, Love, Cinta, begitulah orang-orang menyebutnya.
Tapi tak pernah sedikitpun aku mengerti maksud semua itu. Love, What is it?
Masih kuingat dengan jelas, dulu mendiang ayah
mengajarkanku untuk hidup dengan penuh cinta. Beliau bilang, cinta merupakan
anugerah Tuhan yang paling besar. Oleh karena itu, aku harus bisa menemukan
pasangan hidup yang mencintaiku.
Tapi, pada kenyataannya beliau tak bisa menemukan
cinta yang beliau agung-agungkan. Istri yang dinikahinya selama lima belas
tahun, menikamnya hanya demi sebuah harta. Membunuhnya secara perlahan.
Jadi, inikah yang di sebut cinta? Membiarkan dirimu
dibodohi oleh seseorang, memberikan segala perhatianmu padanya, sedangkan orang
itu hanya mengincar hartamu. Apakah ini yang disebut cinta?
_____________________________
Rin merasakan
ponselnay bergetar, ada pesan masuk. Perlahan, tangannya tergerak membuka pesan
itu, menutup novelnya. Sebelum akhirnya pergi dari taman bermain ini.
***
Min Rin berjalan
memasuki kedai pinggir jalan. Dua puluh menit lalu, dia menerima pesan dari
Jaehyuk. Sebenarnya, jika dia bisa memilih, dia lebih memilih untuk teriam di
bawah pohon, menikamti semilir angin dan terangnya cahaya bulan. Diabandingkan
berjalan memasuki sebuah kedai dengan belasan orang mabuk di dalamnya. Tapi mau
bagiamana lagi? Terakhir dia menolak untuik bertemu Jaehyuk sekitar sebulan
lalu, saat itu Jaehyuk benar-benar menghancurkan rumah Shin Hye dan dan
Taehyun, bahkan dia juga membuat keributan di kammpus. Jadi mau bagiamana lagi,
yang bisa dia lakukan hanya berdiri di pintu kedai, menolehkan kepalanya mencari
sosok itu.
“Han Min Rin!”
gadis itu menoleh pada sumber suara, berjalan mendekat. Berdiri di depan lelaki
itutanpa berniat duduk sedikitpun.
“Ada apa?”
“To the point
sekali, duduklah dulu” Jaehyuk menungkan soju pada gelasnya, menghabiskannya
dalam sekali tegukan.
“Katakan, atau
aku pergi” Min Rin mengepalkan tangannya, kepalanya mulai pusing.
“Aku butuh uang,
wanita murahan itu sudah tak mau memberiku uang” untuk kedua kalinya lelaki itu
menuang soju, kali ini sedikit banyak hingga beberapa tumpah.
“Lalu, kaupikir
aku akan memberimu? Ya Han JaeHyuk! Tak cukupkah kau membunuh Byul Yi dan
sekarang kaumemerasku? Michin, kau tau? Kau membuatku jijik menyandang marga
Han” Min Rin terdiam sejank, mencoba mengurangi rasa sakit di kepalanya.
“Berhenti menghubungiku, kau bukan siapa-siapaku”
Sejenak, Min Rin
menghembuskan nafas, melangkahkan tubuhnya dengan tergesa hingga tanpa sadar
diaa menbrak seseorang pada jalanan depan kedai.
“Cheosohamnida”reflex,
Min Rin memmbungkukkan badannya. Sedangkan sosok itu hanya terdiam, memunguti
beberapa bukunya yang terjatuh juga buku milik Min Rin.
“Ige” suara
merdu itu menyodorkan novel warna merah milki Min Rin, melihat gadis itu
sedikit mendongak melihat sosok namja yang dia tabrak.
Sepasang mata
bulat Min Rin semakin melebar ketika menyadari siapa yang ada di hadapannya.
Mata menawan yang menghipnotis, juga segala rahasia yang tersimpan di dalamnya,
Min Rin tak akan pernah melupakan mata itu. Si menawan, lelaki yang membuatnya
tersenyum secara alamiah untuk pertama kalinya.
“Ah, gomawo”
sedikit tregagap, Min Rin meraih novel itu. dia mencoba untuk bersikpa ramah,
tersenyum untuk kedua kalinya secara alami karena sosok itu. sedangkan lelaki
itu hanya menganggukkan kepalanya lalu berjalan meninggalkan Min Rin yang masih
tercengang. “Kau.. menarik”
***
Min Rin membuka
matanya tepat ketika alarm pnselnya berbunyi keras. Dikerjapkan matanya
sebentar, dan dia merasa benar-benar pusing. Disentuhnya kepalanya yang terasa
panas. Demam, dia tau dia belum sepenuhnya sembuh.
“Masih demam?”
Min Rin mengangguk pelan, dipeluknya boneka beruang milik Taehyun yang ada di
sampingnya. “Pergi ke dokter sana, apa perlu kuantar?”
Kali ini Min Rin
menggeleng, “Aku bisa sendiri, jika Kyu mencariku, jangan bilang aku ada
disini”
Taehyun menghela
nafas berat mendengar perkataan Min Rin, arut mukanya berubah serius, “Jangan
bilang kalian bertengkar lagi?”
“Hanya masalah
seperti biasanya”
Taehyun
menggelng sebentar, “Hanya masalah biasa yang tak bisa Kyuhyun hentikan.
Ayolah, jangan jadikan bertengkar sebagai kebiasaan” Min Rin terdiam sebentar.
Ditenggelamkan kepalanya pada selimut Taehyun, semalam dia datang kesini dalam
keadaan yang cukup memprihatinkan. Dia tak mungkin kembali ke rumah Lee
ahjumma, apalgi menginjak rumah Jaehyuk atau Jieun, sedangkan rumah Shin Hye
sudah didatanginya minggu lalu.
“Geurrae, ada
eomma dibawah, dia begitu merindukanmu. Jiak kau lapar, minta Shin ahjumma
memasakkan bubur unnt7ukmu, dan..”
“Aku tau
Taehyun, jika kauterus mengomel, kauakan kehilangan kelas pertamamu” Taehyun
bergumam sebentar lalu pergi meninggalkan Min Rin.
Sekilas, gadis
itu merasa khningan. Hingga nada dering ponselnya terdengar begitu keras.
‘Kyuhyun memanggil’
Itulah yang
tertera pada layara ponsel Min Rin. Gadis itu hanay menatap ponselnya dengan datar
sampai akhirnya benda itu diam. Di non-aktifkannya benda itu, menyembunyikannya
di balik bantal. Lalu dengan perlahan dia menuruni tangga.
***
Seorang wanita
paruhbaya tengah bergulat di dapur dengan coklat, tepung juga butter.
Ditangannya dia tengah memixxer butter dengan gula. Sedangkan wanita lain yang
trelihat lebih tua, tengah mengaduk-ngasuk sesuatu di panci.
“Ahjumma sedang
buat apa?” suara Min Rin menginterupsi gerakan tangan wanita itu. membuat
wanita itu sedikit mendongak dan menatapnya.
“Hyuk Jae
ulangtahun hari ini, jadi ahjumma buatkan brownies kesukaannya” Lee Hyuk
Jae adalah putra sulung keluarga Lee,
oppa dari seorang Lee TaeHyun.
“Kenapa tak beli
saja? Ahjumma tak perlu repot-repot seperti ini” wanita itu mengulas senyumnya.
“Hyuk Jae lebih
suka jika aku membuatkaannya sendiri. Bukankah dulu kau juga suka membuatkan
kue untuk Byul Yi? Saat itu, kau memintaku untuk mengajarimu. Ah, manisnya”
diam. Pikiran Min Rin melayang entah kemana, untuk sesaat dia iri akan keluarga
Taehyun yang harmonis, untuk sesaat dia iri akan saudara Taehyun yang masih
hidup, untuk sesaat dia iri akan kehangatan eomma Taehyun. Pikirnya, apa wanita
itu juga mengingat hari ulangtahunnya? Sedangkan di otaknya mungkin hanya
dipenuhi uang.
“Min Rin buburmu
sudah matang, makanlah. Setelah itu, ahjumma akan mengantarmu ke rumah sakit”
“Tak usah, aku
bisa sendiri”
“Jangan menolak”
***
Kyuhyun mengacak
rambutnya frustasi, pagi ini dia sudah datang melihat rumah Lee ahjumma tapi
gadis itu tetap tak ada. Dia juga sudah mengunjungi rumah Jieun dan Jaehyuk,
tapi bahkan mereka tak tau beberapa mala mini Min Rin tidur dimana. Sebenarnya,
ssejaak sepuluh tahun lalu, kediaman Lee ahjumma tak diketahui kedua orang tua
Min Rin. Gadis itu cukup pandai menutupi segalanya. Dan saat ini, Kyuhyun
tengah berdiri di depan Universitas tempat Min Rin. Harapannya, gadis itu berjalan
melewatinya dan dengan cepat Kyuhyun akan menahannya. Tapi kenyataannya, ketika
dia sudah berdiri disana selama tiga puluh menit, tak ada tanda-tanda Min Rin
akan muncul, ditambah lagi ponselnya tak bisa dihubungi, non-aktif.
Kyuhyun
melepas kaca mata yang sedari tadi dia gunakan, entah sudah berapa kali dia
mengumpat sial, tapi umpatannya tak merubah apapun. Lelaki itu berbalik hendak
memasuki mobilnya sebelum matanya menangkap sosok gadis berambt pendek.
"Shin
Hye-ssi" sosok yang merasa dirinya dipanggl itu menghentikan langkahnya,
menoleh kearah orang yang memanggilnya.
"Ada
apa?" tanya Shin Hye tajam, gadis itu memang tak pernah suka pada Kyuhyun.
Terlihat dari cara Kyuhyun memperlakukan Min Rin, dia benar-benar mengutuk Kyuhyun.
"Apa
kau tau dmana Min Rin sekarang?" Kyuhyun terus bertanya, tanpa
memperdulikan tatapan tajam Shin Hye.
"Bukankah
dua hari ini dia tidur dirumah Lee ahjumma?" Kyuhyun menggeleng pelan,
membuat Shin Hye membuka matanya lebar.
"Ya!
Setan, kau apakan lagi sahabatku? Awas saja jika terjadi apa-apa pada dia"
"To
the point saja, kau tau dia dmana atau tidak?"
Shin
Hye menggelengkan kepalanya, sedangkan Kyuhyun hanya mendengus. Lelaki itu berbalik,
berjalan meninggalkan Shin Hye. "Ya Cho Kyuhyun, aku serius, jika kau
menyakitinya, aku akan membunuhmu bodoh!" teriak Shin Hye tapi tak sedikitpun
Kyuhyun menggubrisnya.
.
.
Kyuhyun
masuk kedalam mobilnya, meraih ponselnya yang bergetar.
"Yeobseo"
"Oppa
kau bilang akan ke apartemenku, kita akan bermain seperti kemarin, kapan?"
Kyuhyun
membentuk seringaian di bibirnya. "Lima belas menit lagi, aku sampai di tempatmu.
Kita bermain"
***
Min
Rin menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang milik Taehyun. Dibukanya novel
merah yang kemarin sempat ia bwa. Sedikit mengerutkan kuningnya, pembatasnya terletak
pada seperempat novel it, sedngkan yang gadis it baca bahkan baru beberapa lembar
pertama. Min Rin menutp kmbli buku itu, menatap cover waarna merahnya dan dia yakin
dengan jelas itu adalah novel yang dia beli. Gadis itu membuka lembar pertama,
dan disana dia menemukan satu tulisan rapi disudut halaman, P.J.S
Seperti
sebuah inisial, tapi Min Rin tak bisa memastikannya. Yang dia tau saat ini
adalah novelnya tertukar, dan hanya ada satu orang yang memungkinkan. Si mata
menawan.
***
Terduduk
di dalam mobil putihnya, sosok itu masih menunggu sahabatnya. Tangannya tengah
menggenggam foto lama, dua tahun lalu. Sebuah potret yang menggambarkan seorang
gadis berambut pendek tengah menunjukkan cincin yang dia kenakan di jari
manisnya, cincin yang pasangannya tengah berada di jari lelaki disebelahnya. Mereka
terlihat bahagia, tersenyum lepas seakan komponen kehidupan yang berujdul masalah
telah terlepas dari kehidupan mereka. Tatapan sosok itu begitu datar, tak bisa
diartikan. Ada rasa terluka yang begitu menyayat di hatinya, tapi tak ada tangisan
di matanya. Ironis memang, sosok itu tak tau caranya berekspresi bagaimana
mestinya, jika dia terluka harusnya dia menangis, jika dia dipermainkan
harusnya dia marah, tapi sosok itu tak tau harus marah pada siapa, tak tau apa
menangis bisa merubah sesuatu atau tidak, dia hanya memendam itu sendiri dalam
hatinya. Membuat satu ruang menyedihkan didalam sana, menimbun semua
perasaannya dalam-dalam, membawa kabut dalam pancaran matanya, dia tak ingn
orang-orang tau bagaimana menyedihkannya dia saat ini. Tangan sosok itu
mengepal erat, ingin rasanya dia menghancurkan potret itu, tapi hanya benda itu
yang tersisa dari kisah empat tahun yang brakhir dua tahun lalu. Potret-potret
diri mereka yang lain telah sosok itu bakar, menjadi abu yang hitam. Amarah yang
meluap-luap dua tahun lalu, tak ada yang bisa menghentikannya.
"Hei,
aku sudah dapatkan koleksi lagu lama yang kauincar" suara Yesung-sahabat
sosok itu-yang tiba-tiba membuatnya dengan tergesa memasukkan potret itu ke dalam
saku jaketnya.
Dia
tak ingin seseorang mengetahui jika dirinya brlum bisa melupakan kenangan dua tahun
lalu, jika dirinya masih semenyedihkan dulu. "Baiklah, kita pulang"
***
Min
Rin meneguk segelas susu coklat yang beberapa menit lalu dibuatkan Shin
ahjumma. Saat ini, dia sedang berada di ruang tamu, berkumpul dengan keluarga Taehyun
merayakan ulangtahun Hyuk Jae. Berulang kali gadis itu menghela nafas, atmosfir
keharmonisan keluarga ini membuat dadanya sedikit sesak. Dirinya yang dulu tak
pernah memperdulikan bagaimana kehidupan keluarganya, entah kenapa akhir-akhir
ini lebih memikirkannya. Harapan jika hari itu Jieun tak meminta cerai, harapan
jika hari itu Jaehyuk tak mengatai wanita itu dengan kasar, harapan jika hari
itu Byul Yi tak meninggalkannya, harapan-harapan itulah yang mulai kembali berkembang
pada benak Min Rin. Gadis itu, jauh dalam lubuk hatinya, begitu merindukan
keharmonisan, begitu merindukan apa yang disebut keluarga.
"Han
Min Rin, kenapa kau diam saja? Tak ingin mengucapkan sesuatu untuk calon
suamimu?" Min Rin mencoba untuk tersenyum menanggapi godaan Hyuk Jae. Dia
tau, lelaki itu dulu pernah menyukainya. "Diamlah oppa, dia sudah punya
kyuhyun" suara Taehyun mewakili Min Rin untuk menjawab. Membuat Hyuk Jae sedikit
mendengus mendengar nama itu.
"Apa
hebatnya Si Kyuhyun itu?"
"Apa
hebatnya juga dirimu? Mana, kaubilang akan membawa calon menantuku kesini?"
Nyonya Lee meneguk tehnya sebentar, memandang Hyuk Jae dengan tatapan menuntut.
Diikuti tatapan lain yang mulai terlihat menghakiminya.
"Aku
memutuskannya tsdi pagi, mana tahan aku dengan wanita yang bahkan lebih manja dari
uri Taehyun"
"Omona
oppa, kau akan kalah taruhan dengan Shin Hye" teriak Taehyun, dia
benar-benar menjadi sosok yang childish jika sudah dilingkungan rumahnya.
"Taruhan?"
Min Rin mengulang pernyataan Taehyun, nadanya terdengar bertanya.
"Shin
Hye taruhan dengan oppa, kalau oppa bisa bertahan pacran dengsn Geul eonni selama
sebulan, Shin Hye akan memberikan uang mingguannya selama sebulan begitu juga
sebaliknya" Min Rin menggelengkan kepalanya, ada-ada saja tingkah orang
ini.
"Dia
tak akan tau jika kau tutp mulut"
“Sayangnya
aku tak tertarik untuk tutup mulut” TaeHyun tersenyum mengejek ke aarah Hyuk
Jae, "Min Rin, kaubawa ponselkan? Cepat hubungi Shin Hye" gadis itu
menatap Taehyun dengan ragu. "Ppalliwa"
Gadis
itu mengeluarkan ponselnya, mengaktifkannya dengn wajah ragu. Tepat, baru beberapa
menit ponsel itu aktif, nada deringnya menggema meskpun tak terlalu keras, lima
pesan masuk dan tanpa melihatpun dia sudah tau itu dari siapa. Gadis berambut
panjang itu menyerahkan ponselnya pada Taaehyun yang masih bergulat dengan Hyuk
Jae, selama beberapa menit berada di tangan Taehyun, entah apa yang dia
lakukan. Sejenak, setelah ponsel itu kembaali nada dering terdengar lagi,
panggilan masuk dan Min Rin hanya menatapnya tanpa berniat mematikannya atau
mengangkatnya. Tiga menit kemudian suara itu mulai berhanti meraung. Sejenak
Min Rin menatap ponselnya dengan ragu sebelum akhirnya menyambarnya, menjauhkan
dirinya dari keluarga Lee tersebut. Ditekannya nomor lelaki yang beberapa menit
lalu menghubunginya.
"yeobseo"
min rin membeku, suara it, suara seorang wanita.
-tbc-
Eotthoke? Jangan
lupa comment, Mian kalo disini ada kata-kata gak kasar yang lupa saya sensor,
Mian *Deepbow
Tidak ada komentar:
Posting Komentar