Author : JewelAMD
Tittle : Bad
Life Part 1
Genre : Romance,
angst, family
Cast :
- Han Min Rin
-
Cho
Kyuhyun
-
Park
Jung Soo
-
And
other cast
Rating : PG15
Length: Chapter
Annyeong, lama gak muncul. eh pas muncul langsung bawa ff chapter. ketagihan bikin ff chapter nih, padahal sadar benget kalo ngepost chaapter selanjutnya musti lama. Buat Different (sekuel) part 3, belum kelar. hahah, dan lagiii, saya bener-bener berharap buat di komentar bagaimanapun itu. oke,
Happy Reading
______________________________________
Gulungan ombak itu masih bekejar-kejaran, seolah ingin
menelan satu sama lain. Beberapa ombak kecil dating bersamaan, menyapu pasir
dan kerang-kerangan. Beberapa lagi menjilat-jilat kaki telanjang. Gadis itu
duduk di tepian pantai, perbatasan antara pasir dan perairan, dia begitu dekat
dengan ombak-ombak kecil. Sudah satu jam dia duduk di tempat ini, memandang
lurus ke deburan ombak yang mendekat dan menjauh sesukanya. Pandangannya
mengabur, untuk kesekian kalinya dia menangis karena cinta pertamanya.
Pilu. Ketika untuk kesekian kali pria itu menginngkari
janjinya, janji yang selalu dia buat ketika segerombol maslah datang dalam
hubungan mereka. Dia lelah untuk bertahan, tapi perasaan dalam hatinya
menghianati raganya. Gadis itu mengusap air mata yang tersisa pada ujung
matanya. Dia berdiri, dikibasnya butir pasir yang setia menempel pada celana
jeansnya, sekali lagi dia menatap ombak yang bisa kesana kemari dengan bebas,
member rasa iri pada dirinya, meninggalkan tanya pada benak gadis itu ‘Akankah
semuanya hilang saat aku tenggelam diantara mereka?’
Sekali lagi ombak kecil mendekatinya, menjilat kaki
telanjanganya, membawa pasir-pasir itu pergi dari kaki putih gadis itu.
sedangkan gadis itu memandang lurus, tanpa saru senyuman, yang tergambar
hanyalah rasa nelangsa yang amat sangat.
Gadis itu membalik tubuhnya dengan tangan menjinjing sepatu kets warna ungu.
Dengan perlahan dia menggeret kakinya meninggalkan tempat itu. sementara di
belkangnya, tepat di ujung ombak-ombak itu bergulung menjauhi pantai, matahari
mulai tenggelam. Sunset.
Min Rin kembali menghela nafas panjag,. Ingin rasanya dia
menenggelamkan dia menenggelamkan dirinya pada gulungan ombak itu, membiarkan
mereka membawa pergi semua beban dalam hidupnya.
Tangan itu merogoh saku jeansnya, dan mendapati ponselnya
yang sejak sejam lalu memang sengaja dia non-aktifkan. Dengan perlahan,
tangannya menekan tombol power, sedangkan matanya mencoba untuk terpejam. Dia
terlalu takut untu mendapati panggilan tak terjawab di ponselnya. Sebuah nada
tanda ponsel telah aktif memaksa Min Rin membuka matanya. Gadis itu mencoba
membaca bebrapa pesan diantara kibaran rambut hitamnya karena terpaan angin.
‘Kau
dimana? Aku merindukanmu..’
Dan setetes air kembali lolos saat pesan itu menyapa
dirinya. Sejujurnya, dia tak ingin merasakan keplasuan lagi.
***
Hujan. Min Rin masih memandang air yang turun. Sudah dua
jam dia berdiri di tempat ini, berlindung di bawah atap halte. Awalnya, satu
jam lalu ada beberapa orang yang menemaninya, ikut menunggu kapankah ujung dari
hujan, hingga satu persatu dari mereka dijemput paying dengan berbagai wajah.
Sedangkan Min Rin hany berdiri, dia tak tau harus menghubungi siapa, tak ada
satu orangpun yang terlintas di kepalanya. Dia hanya menengadahkan kepalanya,
menatap hujan dengan pilu. Dia tau, langit mewakilinya untuk menangis, langit
mewakilinyaa untuk meng-ekspresikan setiap luka dalam dirinya, langit terlalu
baik untuk menjadi cerah saat dirinya terluka.
“Aku mencarimu keman-mana” sebuah paying menyembul
diantara tangisan cakrawala. Min Rin hanya memandangnya sekilas, sebelum
akhirnya menatap kembali tiap tetes yang jatuh tepat ditangannya. “Kenapa tak
mengangkat telefonku?”
“Tak dengar” singkat, tak ada niatan untuk memperpanjang
pernyataannya. Dia tak punya kekuatan lebih untuk meladeni sosok di depannya,
terlebih memanddang mukanya.
“Ya! Han Min Rin! Kenapa kau perlakukan aku seperti ini?”
Perih rasanya ketika Min Rin mendengar kata itu, sebuah
kata yang keluar dari mulut yang tak seharusnya. Namun gadis itu terlalu pintar
menyembunyikan segalanya, dengan wajah datar dia menyambar paying yang ada di
genggaman sosok itu. membukanya, dan memkainya untuk berlindung menembus hujan
tanpa mengucap ssepatah katapun.
“Han Min Rin!” kembali sosok itu berteriak, memanggila
nama seseorang yang terus berjalan mengabaikannya. Kakinya yang dibalut kets
ungu mulai menapaki jalanan basah dengan perlahan.
“Berhentilah..” masih tak perduli, Min Rin terus
berjalan. Dia tak sanggup mendengar suara itu lebih lama lagi.
“Sudah kubilang untuk berhenti!” sosok itu sedikit
berteriak, tangannya manarik tangan Min Rin hingga paying gadis itu terjatuh,
sedangkan payungnya sendiri telah ia biarkan tergeletak di tanah saat ia
mengejar Min Rin tadi. Kini, mereka berdua berhadapan dengan tangan sosok itu
mencengkram bahu Min Rin kuat. “Kenapa kau tega melakukan ini?”
“Harusnya aku yang bertanya CHO KYUHYUN! Kenapa kau tega
melakukan ini padaku?” hancur sudah, emosi yang coba dia tahan, ketegaran yang coba dia tampilkan, kini
meruntuh. Sedangkan namja bernama Cho Kyuhyun itu kini hanya mamsang wajah
innocent.
“Memangnya apa yang kulakukan?” air mata Min Rin hampir
terjatuh, dia benar benci wajah Kyuhyun yang tak pernah menyadari
kessalahannya, wajah Cho Kyuhyun yang tak peka, juga wajahnya saat menyalahkan
orang lain atas kesalahannya.
“Wanita itu, wanita yang ada di apartemenmu malam itu.
Siapa dia?”
Tak ada jawaban apapun dari Kyuhyun. Dia hanya terdiam,
sambil detik berikutnya tangannya tergerak merengkuh tubuh mungil Min Rin.
Lelaki itu masih membisu tanpa mengucap sepatah katapun. Min Rin memejamkan
matanya perlahan, dia mulai memahami bagaimana alur selanjutnya. Rasa sakit
yang selalu Kyuhyun tancapkan membuat gadis itu lupa akan bagaimana rasanya
kebahagiaan. Akan bagaimana caranya untuk tertawa lepas, juga tersenyum dengan
tulus. Dia lupa.
“Wanita yang kautiduri malam itu, Siapa dia?” keluh,
lidah Min Rin tak pernah sanggup mengucapkan kata nista itu. tapi yang terjadi
adalah, dia memaksa meloncati batas kesanggupannya.
“Mianhae..” Kyuhyun berbisik diantara rengkuhannannya.
Sebuah jawaban yang sebenarnya sudah bisa ditebak Min Rin. Gadis itu hanya
memejamkan matanya, perlahan tetesan air matanya membaur dengan tangisan
langit. Dia menangis, tapi terssamarakan.
“Kau tau, aku melakukan itu karena prinsip bodohmu” dan
kehancuran kembali melanda diri Min Rin. Prinsipnya untuk tak melakukan
hubungan badan sebelum menikah selalu dijadikan Kyuhyun alasan ketika tingkah
nistanya diketahui oleh Min Rin.
“Jadi kau memaafkankukan?” dengan sekali hentakan Min Rin
membuang tanga Kyuhyun dari tubuhnya. Digeretnya dengan kasar kedua kakinya
yang mulai melemas. Pergi meninggalkan lelaki jangkung berambut ikal itu.
“Kau memaafkankukan?” sekali lagi, cho Kyuhyun
menahannya. Mengucapkan kalimat itun dengan wajah tanpa dosanya.
“Berhentilah.
Aku ingin pulang Cho Kyuhyun” bersamaan dengan kalimat itu, kembali Min Rin
menghentakkan tangannya. Melenyapkan tubuhnya diantara gang-gang dengan
dibasahi rerintik hujan.
***
Dengan
sedikit jengah Min Rin mulai mendorong gerbang biru itu, mencoba memasuki
pekarangan rumah mungil di ujung gang terakhir yang dia lewati. Tubuhnya basah
kuyup, meskipun hujan telah berhenti beberapa menit lalu. Min Rin mulai
mendekati kursi kosong di beranda rumah itu, menghirup sisa udara hujan,
menatap awan hitam yang melingkupi langit juga menyembunyikan bulan. Dia masih
ingin mersakan kesunyian lebih lama lagi. Melupakan sisa-sisa luka yang selalu
Kyuhyun torehkan, bahkan sebelum luka yang lama kering.
Sebuah
deritan pintu membuyarkan pemikiran panjangnya, seorang wanita dengan umur
sekitar 40-an keluar dengan sebuah baskom merah ditangan kanannya. Wajah wanita
itu sedikit terkejut menyadari kedatangan seseorang di bernadanya.
“Omo~
kau mengejutkanku, kemana saja?”Min Rin hanya menatapnya sekilas, lalu
memalingkan mukanya menatap langit yang gelap.
“Kata
appamu kau tak dirumahnya, tak taukah kau jika aku mengkhawatirkanmu?” kembali
wanita itu berucap, sedikit geram dengan tingkah putrinya.
“Oh,
aku tak tau jika kau bisa khawatir” dengan langkah sigap dia berlalu
meninggalkan wanita itu yang masih tercengang, masuk kedalam kamar mungilnya.
“Mengkhawatirkanku
dia bilang?” sedikit mencibir, gadis itu melepas tas kecil yang masih
menggantung di lengannya.
Membaringkan
tubuhnya perlahan dengan tangan yang memijat pelipisnya. Dia benar-benar merasa
pusing. Tak cukup dengan tingkah nista Kyuhyun, kini dirinya di buat pusing
hanya dengan melihat wajah wanita tadi-Choi Jieun, wanita yang pernah
menyandang gelar sebagai Nyonya Han, wanita yang menyandang status sebagai ibu
Min Rin. Wanita itu, Choi Jieun.
“Dosa
besar apa yang kulakukan di kehidupanku sebelumnya? Hingga takdir langit begitu
kejam terhadapku” sakit. Sebulir air mendesak untuk keluar dari pelupuk gadis
itu. Perlahan .Min Rin mulai memejamkan matanya, menggigit bibir bawahanya
dengan keras.
“Aku
ingin berakhir, Byul Yi bawa aku ke tempatmu..”
***
Hari itu, seperti sebuah hujan
tangisan. Cakrawala menggelap, tapi tak menurunkan setets airpun. Tidak, saat
itu bukan waktu langit untuk menangis. Saat itu waktunya seorang gadis berambut
sebahu dengan tangan putihnya untuk menangis, bukan langit. Gadis itu terduduk
lemas di depan foto gadis lain, sekitar dua tahun lebih muda darinya. Dalam
foto itu, sang gadis tengah memandang lekat kea rah kamera, ada senyum yang dia
pancarkan. Tapi lengkungan pada bibir tipisnya tak membuat gadis di depannya
menghentikan tangis. Min Rin masih mencengkram rok hitamnya dengan kuat,
berharap ada kesanggupan lebih untuk dapat bertahan di tempat ini, tapi sia-sia.
Matanya menatap lekat foto itu dengan tatapan tak rela.
“Kenapa kau pergi?” sesak, ketika
batinnya menanyakan pertanyaan itu, dadanya terasa sesak.
“Byul Yi, kenapa kau pergi? Eonni
membutuhkanmu..”
***
“Ya!
Han Min Rin! Ppalli ireona!” suara cempereng itu menarik semua benang-benang
mimpi yang tengah menghinggapi Min Rin. Membuat gadis itu mengerjapkan matanya
sekilas, mencoba terbiasa dengan cahaya yang merembet masuk melalui jendela
kamaranya.
“Kim
Ryeowook, bangunkan eonnimu dengan lebih halus lagi ne?”
“Aku
tak punya eonni” sela lelaki berumur tujuh tahun itu dengan mem-poutkan
bibirnya.
“Kau
juga bukan adikku” ketus, itulah pribadi Min Rin ketika dia berada dalam dua
tempat yang paling dibencinya. Gadis itu mendorong cuek tubuh Ryeowook untuk
menepi, membuat tubuh itu sedikit oleng.
“Ya!
Rin-ah, melembut sedikit pada dongsaengmu” teriak wanita itu ketika tubuh
putrinya mulai mengemasi barang-barangnya. Sedangkan gadis itu terdiam tak
peduli, dia melangklahkan kakinya hendak pergi ketika kalimat itu meluncur dari
mulut Jieun. “Setidaknya mandilah dulu”
“Apa
hakmu mengatur hidupku Choi Jieun? Ah bukan, Kim Jieun?”
“Aku
eommamu” Min Rin mengukir senyum pahitnya.
“Aku
tak punya eomma sejak sepuluh tahun lalu” dan setelah itu dia benar-benar pergi.
***
“Lihatlah
dirimu, kau seperti belum makan satu abad” teriak Shin Hye memandang betapa
lihainya sumpit yang ada di genggaman Min Rin berpindah dari satu piring ke
iring lain.
Saat
ini, gadis itu tengah duduk di meja kantin kampusnya, setelah sebelumnya
menumpang mandi di rumah Shin Hye. Sedikit tak enak memang, karena tiga hari
lalu dia juga datang ke tempat itu untuk menumpang mandi.
“Jangan
berlebihan, aku bahkan belum hidup setengah abad” dengan entengnya gadis itu
menanggaapi ucapan Shin Hye, tangannya tengah menyuapkan kimchi ke mulutnya.
Pikirnya, kapan lagi bisa makan enak selagi TaeHyun mentraktirnya. “Makanlah,
apa menatapku bisa membuat kalian kenyang?”
“Bukan
kenyang, tapi nafsu makanku hilang” Shin Hye sedikit mencibir melihat tingkah
kelaparan Min Rin. Sedangkan TaeHyun hanya menatap serius kearah sahabatnya.
“Ceritakanlah,
apalgi yang diperbuat anak setan itu sekarang?” Min Rin mencoba tersenyum, tapi
kaku. Sudah kukatakan sebelumnya jika dia lupa cara untuk tersenyum dengan
tulus.
“Woooaa,
apa kau peramal Lee TaeHyun? Shin Hye, kau harus tanyakan jodohmu padanya”
“Jangan
coba mengalihkan topic utama” kali ini Sin Hye mulai menatap Min Rin. Baru
disadarinya ada gurat kesedihan di mata Min Rin. Dan harus dia akui, TaeHyun
memang lebih peka darinya. “Apa yang si Co itu lakukan padamu? Jangan bohongi
kami”
Min
Rin menghela nafasnya, menghentikan kegiatan makannya. “Dia hanya meniduri
seorang wanita”
“Mwo?
Meniduri wanita kau bilang hanya? Neo michieseo?” Shin Hye kembali berteriak.
Dia tak habis piker apa yang terjadi dengan otak sahabatnya belakangan ini. Dulu,
sepuluh tahun lalu, Han Min Rin bukanlah orang yang lemah, yang dengan sukarela
diinjak-injak hanya karena cinta, harga dirinya terlalu tinggi untuk hal-hal
seperti itu.
“Jika
kau bilang ‘hanya’, lalu kenapa wajahmu terlihat seperti ahjumma-ahjumma yang
ditinggal suaminya?” sekejap Min Rin hanya terdiam, tak mampu menjawab
pertanyaan TaeHyun yang tenang tapi mematikan.
“Apa
sekentara itu?”
“Ya
pabboya! Jilka kau disakiti, kenapa tak kau putuskan saja huh?” Park Shin Hye
muali meneguk segelas air di depannya. Tak tahan dengan tingkah bodoh seorang
Han Min Rin.
“Eotthoke?”
TaeHyun
mulai meghela nafas berat. “Bukankah itu mudah Han Min Rin? Kau tinggal ucapkan
putus, dan semua berakhir”
“Aniya”
Han Min Rin kembali memasukkan makanan ke mulutnya. Mencoba memperbaiki moodnya
dengan setiap suapan. “Bukan bagaimana caranya untuk putus, tapi bagaimana
caranya aku bertahan hidup tanpa dia”
“Aish,
pabboya!”
“Kalian
tau, dia cinta pertamaku. Kalian tau, bagimana aku tergila-gila padanya, Cho
Kyuhyun”
_flashback_
Langkah
itu masih melewati jalan setpak tanpa tau akan berhenti dimana. Kakinya semakin
lemas, terlalu lama berjalan. Satu jam dia terus melangkah tanpa arah, yang ada
dalam pikirannya hanya satu, ‘Lari atau
mati’. Sepasang matanya terus mengeluarkan air mata, rasa sesak dalam
hatinya membuat langkahnya semakin tak ef isien. Luka yang harusnya dia buang
jauh-jauh, kini justru menggumpal di hatinya. Gadis itu mengehentikan
langkahnya, berpegangan pada apapun yang ada di dekatanya, mempertahankan diri
agar tak merosot jatuh pada jalan setapak ini.
“Han
Byul Yi..” sedari mulutnya hanya mengucapkan kata itu, pandangannya kosong,
suaranya bergetar karena tangisnya yang tak kunjung mereda.
Dia
benar-benar hancur seolah bumi tempat dia berpijak telah terbelah menjadi dua.
Entah karean dia terlalu banyak berjalan, ada kesalahn pada paru-parunya, atau
karena terlalu banyak luka di hatinya. Yang jelas saat ini dia sulit menjangkau
oksigen, seolah ada sesuatu yang mencuri pasokan udaranya.
“Han
Byul Yi..” entah sudah berapa belas kali bibirnya memahat kata itu. kehilangan
yang terlalu tiba-tiba bukan hanya meninggalkan keterkejutan yang mendalam di
benaknya, tapi juga rasa sakit yang terlalu mencabik-cabik hatinya. Dia tak
;pernah tau jika takdir langit bisa kejam pada gadis se-usianya.
Gadis
itu benar-benar menghentilkan langkahnya, tubuhnya tersungkur di atas aspal.
Mengukir luka pada kulit mulus gadis itu.
“Mianhae..
mianhae Han Byul Yi..” gadis it uterus mengusap air matanya yang seolah tak
berujung.
Beberapa
orang yang melewatinya hanya menatapnya sekilas lalu mengabaikannya, beberapa
lagi menatapnya dengan penuh tanda tanya, sedangkan gadis itu tanpa perduli
sekitarnya, dia terus menangis. Mencoba memuntahkan setiap luka yang ada dalam
benaknya.
“Uljima..”
sebuah ssuara mengintrupsi kegiatannya. Mengusap tangis gadis kecil itu
perlahan. “Sst, uljima..”
Perlahan gadis itu mulai mendongakkan kepalanya.
Didepannya, seorang bocah lelaki yang memakai setelan mahal tengah tersenyum
kearahnya. Mereka terlihat seumuran.
“Ireona, semua orang memeperhatikanmu” bisiknya, tapi
gadis itu masih diam tak berkutik. “Choneun, Cho Kyuhyun Imnida. Neo?”
“Han Min Rin Imnida” suara serak itu akhirnya menjawab juga.
Bocah
lelaki itu mulai bangkit dari jongkoknya, mengulurkan tangan kearah Min Rin
kecil dengan seulas senyum. “Nah Han Min Rin, ppalli ireona, mau kutraktir ice
cream?”
_Flashback
end_
“Hari
itu, saat Byul Yi pergi, tiba-tiba Kyuhyun hadir dalam hidupku. Mungkinkah Byul
Yi yang mengirimnya?” kembali Min Rin
tersenyum getir, dia selalu memepertanyakan ini pada dirirnya, tapi baru kali
ini dia berani menyuarakannya.
“Jadi
karena itu kau tak bisa meninggalkannya? Jika kubilang itu hanya kebetulan, jika
kubilang dia bukan kiriman Byul Yi, apa kau akan menghentikan tingkah bodohmu?”
“Molla,
molla Park Shin Hye” Min Rin meneguk air putih di ddepannya, kerongkongannya
sedikit kering, mungkin karena terlalu banyak bicara. “Saat itu, Kyuhyun
satu-satunya orang yag ada di dekatku, baahkan kalian juga tak ada”
“Jeongmal
Mianhae”
“Gwenchana,
bukankah saat itu kau sedang sakit, dan Taehyun sedang mengunjungi harabojinya
di Amerika?” Min Rin mencoba mengukir senyum terbaiknya, meskipun masih
terkesan kaku. Berharap ini mengurangi rasa bersalah sahabatnya.
“Hari
itu, saat aku kehilangan Byul Yi, saat aku merasa bersalah pada Byul Yi, saat
itu sebagai anak berumur sepuluh tahun, aku benar-benar tak tau harus kemana.
Aku tak ingin kerumah Jieun atau Jaehyuk. Tiba-tiba Kyuhyun menawarkanku untuk
tinggal di rumah pelayannya. Sekali lagi dia menyelamatkanku”
“Ya
Han Min Rin! Mereka orangtuamu, sopanlah sedikit” TaeHyun menetap tajam kerah
Min Rin. Dia tak pernah suka ketika gadis itu mulai tak mengahrgai orangtuanya.
“Sudah
kubilang, aku tak punya orangtua sejak sepuluh tahun lalu”
“Arraso,aku
paham seberapa kaumarah pada mereka, tapi mereka tetap orangtuamu” TaeHyun
meneguk airnya, mencoba menstabilkan emosi yang telah mencapai ujung kepalanya.
Berusaha untuk setenang mungkin seperti biasa.
“Mereka
bukan orang tua, Jieun dan Jaehyuk bukan orangtua. Bukankah orangtua akan
melindungi anaknya? Tapi mereka membuat uri Byul Yi pergi. Mereka pembunuh” Min
Rin mengusap air mata yang masih menggenang di pelupuknya, tak membiarkan
setetespun jatuh membasahi pipinya. “Setiap hari mereka selalu hilang. Jaehyuk
tak pernah member kami makan, tiap hari dia gunakan uang untuk berjudi,
sedangkan Jieun menghilang entah kemana. Saat itu, kau tau apa yangkuharapkan
Lee TaeHyun?”
TaeHyun
hanya terdiam, begitu juga dengan Shin Hye yang sedari ttaadi memutuskan untuk
tak ikut campur. Dia sudah bisa merasakan hawa membunuh diantara mereka berdua.
“Aku harap mereka tak pernah kembali ke rumah. Aku harap, mereka meninggalkanku
dan Byul Yi. Kau tau? Setiap mereka pulang, meerka hanya bertengkar, membanting
barang yang satu dengan barang yang lain. Padahal jika dipikir-pikir, itu bisa
dijual untuk membayar hutang Jaehyuk. Saat itu, yangkupikirkan bukan diriku,
tapi Byul Yi, Han Byul Yi, dia terlalu lemah untuk mendengar semua itu. dia
terlalu memilki mimpi indah untuk keluarga itu”
Min
Rin menghentikan ucapannya sebentar, menghela nafas, bersiap untuk kepercakapan
yang lebih berat. “Malam itu, malam dimana Jieun mengatakan perceraian. Malam
dimana Jaehyuk memanggilnya pelacur. Malam itu juga mereka menjadi pembunuh.
Jantung Byul Yi tiba-tiba sakit, aku tau dia sudah mengerti arti perceraian.
Dia pergi sebelum aku sempat membawanya ke rumah sakit. Saat itu, aku
benar-benar merasa gagal menjadi seorang eonni. Aku gagal melindunginya dari
pembunuh” air mata yang semula mencoba untuk dipertahankan, kini mengalir
begitu saja. Min Rin terlalu rapuh untuk mengungkit masalah ini. Masa kelam
yang ingin dia bakar, menghilangkannya dari memori otaknya.
“Bahkan
saat upacara pemakaman Byul Yi, Jaehyuk tak menangis sama sekali. Choi Jieun,
dia menghilang entah kemana, mungkin pergi dengan selingkuhannya. Hari itu, aku
tak kan pernah melupkan hari itu, hari dimana mereka menginjak-menginjaak harga
ddiri Byul Yi. Nan, Han Min Rin, akan mengingat hari itu untuk dongsaengku”
“Rin-ah,
geumanhae” Shin Hye menyodorkan sapu tangannya, menunjuk pipi Min Rin,
mengisyratkan untuk mengusap tangisannya.
Sedikit
tersenyum miris Min Rin melanjutkannya, “Dan seperti keajaiban Cho Kyuhyun
datang dan menawarkanku tempat tinggal. Saat itu, aku menolak tinggal di rumah
Jaehyuk yang seorang pemabuk dan penjudi yang mengerikan. Aku juga tak mau
tinggal dirumah Jieun yang langsung menikah dengan pria selingkuhannya dua hari
setelah upacara pemakaman Byul Yi. Cha, bukankah Cho Kyuhyun malaikat
penyelamatku?”
“Berhentilah,
berhentilah, aku tak akan pernah memaksamu lagi untuk meninggalkan Kyuhyun, aku
juga tak akan memintamu untuk menganggap mereka orangtuamu. Tapi kumohon,
berhentilah, aku tak mau terus-terusan melihtamu mengorek luka hanya karena
kami. Mianhae, jeongmal mianhae Han Min Rin” Taehyun mengusap beberapa air mata
di pipinya. Dia bisa merasakan seberapa dalam luka Min Rin hanya dengan
mendengarkan semua itu. “Kajja, makanlah. Bukankah menangis membuatmu lapar?
Mau tambah sessuatu?”
***
Jalanan
masih penuh dengan lalulalang orang-orang di senin senja. Ada sepatu dengan
merek menengah keatas, ada juga sepatu yang dibeli di took-toko pinggir jalan.
Beberapa dari mereka berjalan santai, mungkin menikmati senja yang begitu indah
hari ini. Bebrapa lagi berjalan tergesa. Tapi, diantara kerumunan itu, diantara
ketergesaan dan kesantaian, ada langkah tertatih dari sepasang kaki mungil. Han
Min Rin, langkahnya begitu perlahan. Tangannya basah penuh keringat, begitu
juga dengan wajahnya. Dia merasa bumi bergetar hebat, meskipun kenyataannya
bumi berotasi menurut hukum alam. Wajahnya pucat, dia mencoba untuk terlihat
baik-baik saja, tapi langkah lemahnya berkata sebaliknya. Gadis itu menegpalkan
tangannya erat, begitulah caranya untuk mendapat kekuatan lebih. Berulang kali
dia hampir terjatuh dan mencium kerasnya aspal, beruntuk dinding-dinding
pertokoan juga tiang-tiang lampu jalan masih berdiri kokoh menjadi tumpuannya.
Sejenak,
gadis itu menghentikan langkahanya. Sudah berkali-kali hari ini dia
menghentikan langkahnya hanya untuk menghela nafas panjang, atau menstabilkan
pandangannya.biasanya, dia hanya perlu menghabiskan waktu lima belas menit dari
halte bus hingga ke tempat itu, tapi saat ini bahkan sudah tiga puluh menit dan
diaa belum sampai juga. Min Rin kembali mengakkan kepalanya, meneruskan langkah
tertatihnya. Dia sadar sedari tadi ponselnya bergetar. Tapi dia tak punya
kekuatan lebih, hany mampu berjalan dengan tingkat kefokusan yang terbilang
rendah. Tangan kanannya mengganggam tali tasnya dengan kuat, sekali lagi dia
mencoba untuk terlihat baik-baik saja.
“Kenapa
baru pulang?” menghentikan langkahnya, dia tak bisa melihat wajah itu dengan
jelas, tapi dia pasti itu suara siapa. Gadis itu hanay terdiam mematung di
tempatnya, tak ada kekuatan untuk menggeret kakinya, dia hanya mampu membeku di
tempatnya. “Kau memaafkankukan?”
“Kkayo!”
sebuah gertakan yang lebih terdengar seperti sebuah bisikan pelan.
“Aniya,
aku tak akan pergi seblum kau mendengar alasanku, wanita itu, dia hanya
partnerku, aku tak mencintainya”
Min
Rin mencengkram tali tasnya kuat, memejamkan matanya, bibirnya gemetar. “Kka,
jeball..”
“Ya!
Kenapa kau begitu marah? Aku hanya menidurinya, aku tak pernah member cint..”
ucapan Kyuhyun terpotong dengan tubuh gadis di depannya yang merosot jatuh,
beruntung tangan Kyuhyun dengan cekatan menahannya. “YA HAN MIN RIN! KAU
KENAPA?”
_tbc_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar