Author : JewelAMD
Tittle : Different
Genre : Romance, Angst
Cast : Lee Sang Hwa
Kim Jong Woon
Lee Hyuk Jae
Rating : PG13
Length: Oneshot
Halo hai hai,
ketemu lagi sama saya :D kali ini saya bawa ff nya Yeye oppa. Hehe, ini ff
terakhir sebelum hiatus, soalnya mau UNAS. (mungkin) :P
Happy Reading^^
----------------------------------------------------------------------------------------
*Lee Sang Hwa
Pov*
‘Cinta dapat
menjadi penghubung antara perbedaan kami, tapi kenapa cinta tak bisa menyatukan
kami?’ sebuah pertnyaan yang selalu terngiang ditelingaku, menilisik kedalam
sisitem otakku untuk menemukan jawabannya. Tapi taka da. Bahkan selama setahun
aku terus memikirkannya, tak pernah ada jawaban atas pertanyaan konyolku itu.
Sudah satu tahun kami bertahan dalam hubungan berates namakan ‘cinta’,
sedangakn kami sadar jika ada banyak perbedaan antara kami. Kuteguk secangkir
kopi yang sejak 5 menit lalu kupesan, rasa manis dan pahit langsung menyeruak
masuk kedalam mulutku, memanjakn lidahku dengan dua rasa yang bertolak belakang
di saat yang bersamaan, tapi sensasi inilah yang aku sukai. “Maaf terlambat,”
suara namja itu langsung membuyarkan konsentrasiku, memaksaku untuk memalingkan
wajah kesisi kananku. Kutemukan sebucket mawar putih tengah diulurkan oleh
tangan kekar milki namja. “Maaf, hari ini mawarmu terlambat ahgassi” kuukir
sebuah senyum simpul dibibirku, sebelum akhirnya mengambil rangkaian mawar di
tangannya. “Duduklah Tuan Muda Kim” candaku dan menepu-nepuk kursi di
sampingku. Namun namja itu lebih memilih duduk dihadapnku, menenggak kopiku
hingga habis dan berkata “Jangan panggil aku seperti itu, kau bukan lagi
pegawaiku” desisnya yang menatapku marah. Aku tau, aku tau dia sangat tak
menyukaiku memanggilnya ‘Tuan Muda Kim’ tapi aku memang lebih pantas
memanggilnya seperti itu. “Tapi aku bisa dibunuh eommaku jika tak memanggilmu
seperti itu” protesku dengan sesekali menikmati aroma mawar putih yang tengah
kugenggam. “Jangan turuti eommamu, kau dilahirkan bukan untuk jadi garis
penurut” cibirnya lalu kembali menjetikkan jarinya memanggil pelayan café.
“Yaak, kau pikir aku yeoja seperi apa!” namja itu tak menggubris teriakanku,
dia hanya melihat kearah pelayan yang semakin merambat mendekati meja kami.
“Aku mau 2
cangkir seperti apa yang diminumnya” ungkapnya ketika pelayan itu sudah berdiri
tepat di meja kami. “Ah, baiklah. Tunggu sebentar” pelayan itu sedikit
membungkukkan badannya lalu beranjak dari hadapan kami. “Kalau kau memangilku
seperti itu lagi, aku akan menghukumu” tatapannya begitu tajam. Ada aura yang
kubenci disekitar kami. “Memangnya kamu mau apa jika aku memanggilmu ‘Tuan Muda
Kim’ huhh? Tuan muda kim.. tuan muda kim.. tuan muda..” kata-kataku terhenti,
namja itu mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan berhenti pada jarak 1cm. “Sudah
kubilang , aku akan menghukummu, jelek” tubuhku membeku saat dia benar-benar
menghilangkan jarak antara kami, janntunngku berdebar kencang dan aku harap dia
tak mendengarnya. Bagaimnapun.. ini.. first kissku.
“Ehm, maaf”
kudorong tubuh namja itu saat kudengar deheman seorang yeoja. Pelayan itu
menatap kami sedikit kesal lalu meletakkan pesanan namja itu di meja. “Selamat
menikmati” ucap pelayan itu jengkel lalu menghilang dari hadapan kami.
Buru-buru kuteguk secangkir kopi yang ada dihadapanku, bisa kulihat dari sudut
mataku laki-laki itu tersenyum kemenangan. “Harus berapa kali kubilang kau
harus memanggilku ‘oppa’. Apa aku harus melakukan yang seperti tadi lagi
Chagi?” “Yaak, mesum!” teriakku sekenanya lalu memalingkan wajahku dari
hadapannya. Bisa kurasakan jantungku masih berdetak cepat meskipun namja itu
sudah berada pada jarak yang cukup jauh dariku.
***
“Apa yang kau
lihat? Aku disini, bukan diluar, Chagi” suara itu menyadarkanku setelah hamper
sepuluh menit kami saling diam. Kupalingkan wajahku menatapnya, namja itu
menatapku dingin seperti biasa. “Oppa..” aku memanggilnya sedikit pelan, tak
tau bagaiman cara untuk memulai mengatakan apa yang kupikirkan seminggu ini.
Kuakiu, aku sedikit takut membicarakan hal ini. “hmm..” “Aku lelah oppa, sampai
kapan kita harus sembuny-sembunyi seperti ini?” butuh perjuangan keras agar
kata itu keluar dari mulutku. Kembali jantungku harus berdegup kencang hanya
untuk mengucapkan rentetan kata itu dihadapannya. “Baiklah, nanti malam aku
akan megakui hubungan kita pada eomma, kita tak perlu lagi bersembunyi untuk
bertemu” aku bisa menemukan keseriusan pada pergerakan bibirnya. “Kau sudah
gila oppa!” “Aoa yang membuatmu mengatakan aku gila? Kau lelah untuk
bersembunyi, jadi biarkan aku mengakuinya” dia menatapku tajam, lebih tajam
dari sebelumnya. Maniknya sepenuhnya menatapku, menyeretku untuk tenggelam
dalam bola mata hitamnya yang menawan.
“Tapi bukan itu
yang kuinginkan..” mulutku kembali berucap meskipun kali ini terdengar sangat
lemahh.”Lalu apa yang kauinginkan? Kau ingin aku melepasmu? Jangan harap Lee
Sang Hwa, itu tak akan pernah terjadi” kutundukkan kepalaku dalam, aku tak
berani menatapnya. Hatiku sakit mendengarnya berteriak kepadaku. “Aku pulang
dulu, nanti malam akan kutelfon” aku merasa teriris pada setiap langkahnya yang
meninggalkanku. Dia mencintaiku, teramat sangat mencintaiku. Dan aku
benar-benar merasa bodoh untuk berpikir meninggalkannya.
*Author
Pov*
Sosok itu baru
saja melangkahkan kaki menuju rumah besarnya, tapi tiba-tiba langkah itu
terhenti ketika mendapati sosok ahjumma yang begitu dikenalnya tengah menunggu
di depan pintu. Ahjumma yang kerap kali dipanggil pimpinan pelayan itu sedikit
membungkukkan badannya ketika melihat majikan berjalan mendekat. “Selamat malam
Tuan muda” sapanya begitu ramah pada namja yang bahkan tak menggubrisnya sama
sekali. “Nyonya besar ingin bertemu anda” lanjut wanita itu penuh kesbaran pada
setiap kalimatnya. “Dia dimana?” “Di ruangannya, Tuan Kim diminta segera
kesana” namja itu melirik sekilas pintu besar di ujung lorong ini, lalu
menggerakkan tangannya mengibas-mengibas udara. “Kka, istirahatlah” dengan
sedikit isyarat dan kalimat dinginnya, mampu membuat pimpinan pelayan tersenyum
simpul lalu menunduk memberi hormat, setelah itu pergi.
Namja itu
melangkahkan kakinya dengan pasti melewati lorong yang sudah lama tak ia tapak.
Tangannya tergerak memutar kenop ppintu tanpa mengetuk terlebih dahulu, membuat
wanita yang tengah duduk dibelakang meja kerjanya sedikit terkejut. “Yak Kau!
Dari kecil aku mengajarimu sopan santun” bentak wanita itu ketika menemui
putranya tengah duduk di depannya. “Jangan buang-buang waktumu hanya untuk
mengomel eomma. Apa yang ingin kau katakana?” berbanding terbalik dengan
eommanya, sosok itu terlihat lebih santai. Dia hanya duduk diam, berharap
wanita itu segera membuka mulut, karena semakin cepat wanita itu bicara,
semakin cepat pula wanita itu beranjak dari tempat ini. “Aigoo, kau masih
bertanya ada apa?” wanita bernama Kim Hana itu memijat pelipisnya, mencoba
mengurangi rasa pusing dikepalanya. Sedangkan tangannya mulai merogoh-rogoh
laci mejanya, mencari benda yang sejak sejam lalu dia simpan. “Apa ini? Kau
bertemu dengannya?” Hana melempar beberapa potret diri putranya dengan seorang
yeoja yang bahkan sangat tak ingin dilihatnya.
Namja itu hanya
duduk terdiam dengan tangan yang sibuk membolak-balik lembar foto, matanya
terus menatap yeoja itu seakan mengagumi kecantikannya meskipun hamper tiap
menit dia menatap foto yeoja itu, tapi tetap kata ‘kyeopta’ menghias bibirnya.
“Kudengar dari sekretaris Cha, kalian sering bertemu. Apa yang sebenarnya
terjadi?” kembali Hana bertanya dengan nada tinggi. Amarah sudah sampai di
ubun-ubunnya dan sebentar lagi akan meletus. “Kalian tak menjalin hubungan
special apapun, bukan?” wanita it uterus menyerbu putranya dengan rentetan
pertanyaan. “Dia kekasihku Eomma” sukses. Hanya satu kalimat yang keluar dari
mulut namja itu, tapi telah sukses meruntuhkan perasaan Hana, membawanya jatuh
dan ambruk ke inti bumi. “Ini bukan saatnya bercanda!” entah untuk yang
keberapa kalinya Hana berteriak, dia benar-benar berharap jika apa yang
dikatakan putra kesayangannya hanya sebuah lelucon. Wajahnya memanas, dia
merasa ditampar oleh putranya sendiri. “Aku tak pernah bercanda soal cinta. Dai
yeojaku sejak setahun lalu” tukas namja itu tegas, matanya dengan berani
menatap eommanya, meyakinkan sosok paruhbaya itu jika dia sungguh-sungguh.
***
Yeoja itu terpaksa menghenyikan langkahnya
ketika mendapati eommanya tengah duduk disofa tepat depan pintu, dengan tatapan
yang menuju lurus kearahnya. “Kau pikir ini jam berapa? Kenapa baru pulang?”
Tanya Jieun ketika putri semata wayangnya mulai mendekat. “Eomma sudah pulang,
tumben sekali..” “Jangan mengalihkan pembicaraan, eomma tanya kau dari mana?”
yeoja itu hanya terdiam, dia tau betul jika wanita didepannya sedang marah.
“Kau bertemu dengannya?” kembali Jieun bertanya setelah sebelumnya tak mendapat
jawaban apa-apa. “Ya kau! Eomma bicara padamu untuk kaujawab, bukan kauabaikan”
Jieun menatap geram sosok yeoja dihadapannya. Sedangkan sosok itu hanya bisa
menganggukkan kepalanya dengan berat, meng-iya-kan pertanyaan Jieun sebelumnya.
“Harus berapa kali eomma katakan untuk menjauhinya?” yeoja itu menunduk pilu
menerima setiap bentakan yang keluar dari mulut eommanya. “Kenapa.. kenapa aku
harus menjauhinya? Kenapa cinta tak bisa mempersatukan kami?” yeoja bertubuh
mungil itu terisak, hatinya begitu terluka ketika eommanya dengan keras menolak
hubungan mereka. “Kau masih bertanya kenapa? Apa kau lupa siapa kita sekarang?”
***
“Kau masih
bertanya kenapa? Apa kau lupa siapa kita sekarang?” Hana menggebrak meja
kerjanya keras ketika mendengar pertanyaan putranya. “Sepenuhnya yang
kaulakukan itu salah Kim Jong Woon. Seumur hidup eomma membesarkanmu untuk
mnjadi ahli waris keluarga Kim, dan sekarang kau ingin mencoreng nama keluarga
kita?” teriakan Hana memecah kesunyian malam di rumah besar itu. “Aku tak
pernah bermaksud untuk mencoreng nama keluarga ini!” balas namja itu cepat
dengan suara tak kalah keras dengan eommanya. Wajahnya yang semula terlihat
santai, kini mulai melukis garis-garis amarah. “Tapi dengan kau menjdikan dia
yeojachingumu, itu sama artinya kau menjtuhkan harga diri keluarga ini. Asal
kau tau, yeoja itu tak akan pernah pantas untukmu!” Hana sedikit terengah pada
ujung kalimatnya, ditatapnya jam tangan emas yang menggelantung indah dilengan
kirinya, sudah hamper satu jam mereka berada di ruangan ini. “Yang tau pantas
atau tidak itu hanya aku” Jong Woon menatap penuh amarah pada Hana. Tangannya
mengepal erat, mencoba menhan emosi yang menyelubungi tubuhnya. “Kau salah!
Yang menentukan pantas atau tidaknya seorang yeoja adalah status sosialnya”
wanita paruhbaya itu memberi penekanan pada setiap katanya, berharap tak ada satupun
yang terlewatkan oleh Jong Woon. “Eomma..” “Kim Jong Woon, apa kaupikir seorang
anak pembantu pantas bersanding denganmu? Apalagi dia itu pembantumu sendiri,
jangan bodoh! ” namja berambut hitam itu hanya menunduk, dia sadar betul dengan
apa yang eommanya katakana, tapi dia bahkan tak pernah mempermasalahkan itu
selama setahun ini. “Kau harus ingat,
jika kau penerus YCoorporation” “Kalau begitu aku tak ingin jadi Kim Jong Woon”
potong namja itu cepat, membuat Hana membelalakkan matanya lebar. “Tarik
ucapanmu!” teriaknya entah untuk yang keberapa kali mala mini. “Mianhae eomma,
jangan suruh aku untuk memilih menjdi putramu atau kekasihnya, karena sampai
kapanpun aku tetap memilih Sang Hwa” Jong woon beranjak dari kursinya,
meninggalkan eommanya yang masih berdiri terpaku tak percaya.
*Lee Sang Hwa
Pov*
Kututup pintu
kamarku sedikit kasar hingga menimbulkan suara debuman yangt cukup keras,
kuhempaskan tubuhku diranjang,
berlindung dibalik selimut dari rasa dingin. “Kalian tak mungkin bersama, kau
dan dia memilki terlalu banyak perbedaan” ini ssudah yang kelima kali kalimat
itu membayangiku, meskipun dua telingaku sudah kusumpal dengan bantal, tapi
tetap saja getaran kalimat itu mampu menerobos gendang telingaku. Kupejamkan
mataku erat, membiarkan hembusan angina yang masuk lewat ventilasi kamarku
membelai pipiku lembut, menelisik kedalam sela-sela rambutku hingga menimbulkan
kesejukan yang begitu kurindukan. Entah sejak kapan setetes air bening dengan
mudahnya mengalir menjelajahi tiap lekuk wajahku. Rasanya hatiku begitu sakit
ketika satu per satu ucapan eomma berterbangan dalam otakku. “Meninggalkannya?
Mana bisa?” lirihku ketika kuingat jelas penuturan eomma yang menuntutku untuk
menjauhinya, bukan, bukan sekedar menjauhinya, tapi meninggalkan namja itu dan
cintaku. Kuhela nafas panjang, ‘berbeda’ entah kenapa aku begitu muak mendengar
kata itu saat ini. Kuhapus beberapa tetes air mata di pipiku, mencoba
memperbaiki setiap luka yang menganga lebar di hatiku, meski sebenarnya aku tau
percobaan itu tak kan pernah berhasil.
***
Mentari telah
menyapa bumi sudah sejak 6 jam yang lalu, tapi akku masih begitu enggan untuk
memulai hariku. Kusisir rambut hitam sebahuku, kujadikan satu lalu kuikat
sedikit sedikit tinggi. “Kalau saja hari ini taka da kerja, aku juga malas
keluar kamar” dengusku sambil memoles sedikit bedak di wajahku. Kusambar ponsel
yang tergeletak tenang di atas ranjang, sedetik kupandangi layarnya, berharap
namja itu menghubungiku karena sejak semalam tak ada telfon maupun pesan
darinya. Kuraih kenop pintu, kuputar perlahan, dan melesat keluar dari kamar
mungil ini. “Kau mau kerja?” suara hangta itu sedikit mengagetkanku, membuat
langkahku tertahan diambang pintu. “Makanlah dulu, aku sudah siapkan roti bakar
untukmu” kuhela nafas panjang sebelum akhirnya mengikuti langkah eomma dari
belakang. Kududukkan diriku di kursi yang terletak didepannya. Perlahan kulahap
roti bakarku tanpa menatap kearahnya sedikitpun. “Apa yang kausukai darinya?”
“Dia berbeda dengan semua namja yang pernah kukenal” jawabku masih tetap dengan wajah tertunduk.
“Tapi bagaiman bisa kalian melakukan ini? keyakinan kalian berbeda” kali ini
perkataan eomma membuatku mengakkan badan, menatapnya dengan kilat mata penuh
keyakinan. “Tradisi. Tanpa eomma sadari ini tradisi keluarga kita” aku bisa
melihat tatapan bingung dan marah dari wajah eomma, tapi sekuat tenaga aku
mencoba tak peduli. “Kakek menikah dengan nenek yang non-muslim, appa yang
Kristen menikah dengan eomma, oppa juga begitu, dia juga menikah dengan Gaeul
Eonni 3 tahun lalu. Itu tradisi eomma, bagaimana bisa eomma menyalahkan
tradisi?” kuselesaikan kalimatku tepat saat eomma mengepalkan tangannya. “Lee
Sang Hwa, kautetap harus melupakannya!” “Andwe, aku tak mau! Eomma bisa memberi
ijin pada oppa, kenapa tidak denganku?” pelupuk mata ini memanas, aku tak bisa
lagi membicarakan hal ini. “Tak bisa. Pokoknya tak bisa!”
*Author Pov*
Seorang gadis
tengah duduk pada salah satu meja café yang sepi, hanya ada beberapa orang yang
menikmati jam makan siangnya pada 2 atau 3 meja. Yeoja itu mendongakkan kepalany
menatap langit yang biru cerah, seolah memperolok hatinya yang justru tengah
terluka. Pelupuk matanya memerah, terlalu banyak yang dia pendam dalam hatinnya
rapat-rapat. “Aku tau kami berbeda Tuhan, tapi tidaj bisakah cinta menyatukan
perbedaan ini?” gumamnya entah untuk yang keberapa kali. Sudah seharian gadis
itu termenung di meja ini, meratapi kehidupan yang sepenuhnya tak bisa dia
tebak. “Ada masalah apa?” sauara itu mebuyarkan lamunannya, membawanya kembali
dalam kehidupan nyata. Yeoja itu sedikit memaksakan senyum kakunya ketika
mendapati namja itu duduk disampingnya, menatap penuh Tanya dan kekhawatiran
seperti biasa. “tak ada apa-apa” kilah yeoja itu dengan memasang wajah yang
seolah tak terjadi apa-apa. “Jangan bohongi aku Lee Sang Hwa” “Oppa..” lirih
gadis itu pelan, mencoba meyakinkan sosok dihadapannya, meskipun sebenarnya dia
sendiri juga tidak yakin dengan ke-tidak apa-apa-an yang dia maksud. “Jangan
bodohi aku! Aku mengenalmu sama seperti Hae mengenalmu. Ada apa saeng?” namja
bernama Hyuk Jae itu menggenggam tangan Sang Hwa lembut. Mencoba menyelam dalam
pikiran yeoja itu lebih dalam lagi. “Gomawo untuk perhatianmu, tapi mianhae
oppa aku belum bisa menceritakanmu” Sang Hwa melepas genggaman Hyuk Jae pelan,
membuat namja yang sudah dianggap seperti oppanya sendiri itu tersenyum miris.
“Gwencahana ceritakan saat kau siap” sekali lagi dengan berat hati namja itu
harus memendam keingintauannya. “Bos, ini jam istirahatkan?” pertanyaan itu
keluar dari mulut Sang Hwa, mata berbinarnya menatap Hyuk Jae dan layar
ponselnya bergantian. “Ne” “Baiklah, aku pergi dulu oppa” Sang Hwa meletakkan
kain lap, mengambil tasnya lalu berlari keluar dari café. “Yak, Lee Sang Hwa!
Kau mau kemana?” teriak hyuk Jae yang tak ditanggapi oleh Sang Hwa, yeoja itu
sudah berlari cukup jauh.
***
Mereka masih bertahan dalam ke-diam-an, hanya
menundukkan kepala masing-masing dan tak ada yang memulai pembicaraan. Suasana
mobil itu terasa hening, berbanding terbalik dengan keramaian taman kota tempat
mobil itu berhenti. Angina mulai masuk dalam keheningan yang mereka buat,
memberi kesejukan tersendiri bagi dua insan yang kalut dengan pikirannya dan
rasa takut. “Aku..” ucap mereka bersamaan lalu kembali meunundukkan wajah.
“Biar aku yang duluan” putus sang namja akhirnya. “Eomma sudah tau hubungan
kita” jelasnya yang membuat jantung sang yeja bergemuruh, ketakutan yang selama
ini dibayangkannya benar-benar menjadi nyata. “Eommaku juga tau” sesal sang
yeoja dengan hembusan nafas panjang pada akhir kalimatnya. “Apa yang dia permasalahkan?”
Jong Woon menatap lekat yeojanya yang masih tetap menunduk. Sedangkan Sang Hwa
terus memejamkan matanya, dia benar-benar tak ingin tau bagaiman ekspresi
kekasihnya saat ini. “Chagi, apa yang ibumu permasalahkan? Status sosialkah?”
Sang Hwa hanya bisa menggeleng perlahan, mulutnya tak sanggup lagi mengeluarkan
kata-kata untuk menjawab pertanyaan Jong Woon. Namja itu menghela nafas panjang
menyadari punggung Sang Hwa berguncang, perlahan tapi pasti tangannya terulur
mengangkat wajah yeoja itu. “Uljima..” bisiknya pelan dengan terus mengusap
tetes air mata di pipi putih Sang Hwa. “Yesung Oppa..” Jong Woon sedikit
tersenyum senang, menyadari jika Sang Hwa memanggilnnya dengan nama kecilnya
dan hanya Sang Hwa yang diijinkan memanggilnya seperti itu. “Ne?” “Aku takut..”
yeoja itu memalingkan wajahnya, tangannya gemetar, dan lagi-lagi bulir itu
jatuh membasahi pipinya. Hatinya begitu terluka setipa mengingat perdebatannya
dengan eommanya, sakit, rasanya tetap perih meskipun dia tau inilah konsekuensi
hubungannya sejak awal. “Tak ada yang perlu ditakutkan, kita akan membuat
mereka berkata ‘iya’ atas hubungan kita” Jong Woon merengkuh tubuh mungil Sang
Hwa, mencoba mengurangi rasa takut gadis itu. “Berajnjilah kau tak akan pernah
meninggalkanku” bisik Yesung lirih tepat di telinga kekasihnya, gadis itu hanya
menganggukkan keplanya pelan dalam dekapan Yesung.
***
Mendung telah
pergi, mungkin badai tak akan etrjadi, sekarang yang tersisa hanyalh kecerahan
pada hati Sang Hwa. Meskipun pada dasarnya kegundahan itu masih tersisa, tapi
bertemu dengan Yesung-mendengar kata-katanya yang menghangatkan, itu telah mamu
membuatnya merasa lebih baik. Sang Hwa menyesap kopinya dengan semangat dan
wajah berseri, di depannya Hyuk jae hany menopang dagunya, menatap adik sahabatnya
dengan bingung. “Kau ini kenapa Lee Sang Hwa?” pertanyaan itu hany dijawab
senyuman oleh Sang Hwa, hati gadis itu tengah gembira saat ini, dan dia ingin
membagi-bagi senyumnya yang terbatas. “Aku sedang bahagia oppa” ucap Sang Hwa
sedikit keras, beruntung sekarang café sudah tutup dan semua karyawan telah
pulang. “Sedangkan tadi kau terlihat kalut” protes Hyuk Jae lalu meneguk the
hijaunya. “Tuhan dapat memutar balik perasaan orang dengan mudah” kilah Sang
Hwa sebelum akhirnya bersenandung sambil menatapi layar ponselnya. “Aigoo, aku
memang tak pernah menang beradu kata denganmu” Hyuk Jae mendengus kesal,
ditatapnya langit diluar sana yang sudah menggelap. “Sudah malam, kuantar
kaupulang” “Aniya, aku tak ingin merepotkanmu, aku bisa pulang sendiri oppa”
penolakan, itu yang selalu dia dapat. Hatinya tersenyum miris, sebagia seorang
namja dia benar-benar memalukan. “Bagimana bisa kaumerepotkanku jika kau selalu
menolak tawaranku?” ada sedikit luka pada kalimat itu, tapi namja itu berusaha
menyimpan luka lainnya di hati. “Hahah, kalau begitu bagus. Aku tak ingin eomma
mengomeliku sama seperti Haeppa, karena dia sering merepotkanmu” tutur Sang Hwa
lembut, gadis itu mulai membereskan bawang-bawang bawaannya. “tapi..
aku..aku..” “Apa oppa?” Tanya Sang hwa dengan sesekali melirik jam putihnya.
“Aniya, pergilah” Sang Hwa mengangguk mengerti, ada senyum indah dibibirnya.
Yeoja itu melambaikan tangan sebelum akhirnya berjalan menjauhi Hyuk Jae.
“Pabo!” namja itu memaki dirinya sendiri, hatinya benar-benar merasa malu. “Apa
susahnya mengatakan ‘Lee Sanng Hwa, Saranghaeyo’” rutuknya dalam hati.
Diacaknya rambutnya dengan frustasi, sdah sejak 10 tahun lalu dia mencintai
yeoja itu, dan itu berarti 10 tahun sudah dia mememndam perasaannya sendiri.
*Lee Sang Hwa
Pov*
Duduk di mobil untuk menemui seseorang, itu
sudah menjadi hal yang biasa bagiku. Tapi sekarang, duduk di mobil mewah ini,
diantara orang-orang berjas hitam yang menjaga rapat diluar pintu, ini
benar-benar manjdi hal baru dan membuatku rishi. “Jadi kau yang bernama Lee
Sang Hwa?” Tanya wanita peruhbaya yang sejak beberapa menit lalu duduk
disampingku. Wanita itu menggunakan gaun malam hijua yang pasa untuk usianya.
“Ne” jawabku takut-takut. Diteulusurinya tubuhku dari atas kebawa, seolah ingin
menemukan kesempurnaan pada segala kekuranganku ini. “Tak kusangka selera Jong
Woon begitu rendah” cibirnya dengan menyunggingkan bibir sebelah kanannya,
ditatapnya dengan jijik diriku entah untuk yang keberapa belas kali.
Kutundukkan
wajahku semakin dalam, menutup mulutku rapat-rapat, aku takut membalas
ucapannya dan sepertinya nyonya besar ini juga tak mengharapkan tanggapanku.
“Ambil ini dan tinggalkan dia” nyonya besar yang kuketahui ibu Yesung itu
menyodorkan selembar cek dengan tulisan angka ber-0 banyak, mungkin itu 0
terbanyak pada bilangan cek yang pernah kulihat. “Maksud anda?” “Jangan
pura-pura bodoh. Apa cek ini kurang? Atau.. kau ingin aku memberimu cek
kosong?” aku benci tatapannya, itu terlalu merendahkan. Tapi taka da yang bisa
kuperbuat selain menahan emosi ini agar tak meluap. “Saya benar-benar tak
mengerti dengan apa yang nyonya maksudkan” jelasku masih dengan mengatur emosi.
“Aku sudah tau yeoja-yeoja sepertimu. Mengambil uang lallu pergi
meninggalkannya bukan? Tapi sayang, aku tak akan membiarkanmu bermain-main
dengan Jong woonku” tunggu, bermain-main? Dan pa? tipe-tipe yeoja sepertiku?
Memangnya kau yeoja seperti apa dimatanya? “Maaf, tapi sepertinya anda keliru
menilai saya. Sebaiknya anda simpan kembali cek anda, karean ini bukan
permaianan, tapi ini cinta” sedikit kubungkukkan badanku, memberinya hormt,
sebelum akhirnya beranjak meninggalkan mobil mewah itu.
*Author Pov*
Jieun mengetuk
pintu sebuah ruangan yang sudah sering dia keluar-masuki. Berbeda dari
biasanya, kali ini dia masuk bukan untuk membersihkan ruangan itu, tapi untuk
menemui majikan kecilnya. “Masuklah” seru suara itu ketika Jieun hendak
mengetuk untuk yang ketiga kali. Dengan langkahh kecil tapi penuh kewibawaan,
Jieun melabgkah masuk, ditatapnya wajah tuan mudanya yang sebenarnya begitu
ingin dia hindari. “Duduklah” perintahnya sekali lagi, dan wanita itu duduk
dihadapannya. “Kau Ibu Sang Hwa?” Jieun hanya mengengguk menanggapi pertanyaan
Jong Woon. “Kalau begitu aku tak perlu bertele-tele. Nyonya Lee, ijinkan
putrimu menjadi milikku” ini sebuang lamaran tiba-tiba. Bayangkan, meminta
dirirmu secara langsung di depan eommamu, jauh lebih menegsankan disbanding
kudilamar di puncak Eiffel. “Jadi sekarang kaumelamar putriku?” “Entahlah,
terserah anda menganggap ini apa, tapi yang jelas aku ingin Sang Hwa menjadi
milikku seutuhnya” namja itu kembali mempropogandakan maksudnya. Wajahnya
terlihat tenang, tak ada kesan tegang yang dapat ditemui pada namja normal lain
ketika melamar kekasihnya pada calon mertuanya. “Maaf Tuan Kim, tapi ini semua
tak semudah yang kaubayangkan. Aku tak bisa melepas Sang Hwa untukmu” Jieun
menatap lekat manik tuan mudanya dengan yakin. Rahangnya mengatup rapat,
semakin menggambarkan garis wajahnya yang tegas. “Tak ada alas an anda untuk
menolakku. Aku kaya, tampan, dan mapan” namja bernama Kim jong Woon itu berkata
pasti. Nadanya masih terdengar santai karena emosional bukanlah gayanya. “1
yang tak kaumilki, keyakinan. Dari apa yang kalian yakini sudah berbeda, lalu
apa yang bisa membuat Sang Hwa bahagia bersamamu?” Jong Woon menghela nafas
panjang, tau jika perdebatan ini tak kan berakahir dengan mudah. “Cinta, kami
punya cinta. Anda bisa merasakan kebahgiaan hanya karena cin..” “Tapi tak
selamanya cinta membawa kebahagiaan, bagaiman jika cinta justru melukaimu?” potong
Jieun cepat dengan wajah yang semakin mengeras. “Aku sudah berpengalaman dan
cukup tau untuk hal ini, jadi tinggalkan Sang Hwa karena hanya dia yang
kumilki” lanjutnya dengan deru nafas yang semakin tak teratur. Marah-marah
memang bukan hal yang baik untuk kesehatan Jieun. “Tapi aku berjanji..”
“Permisi, aku harus kembai bekerja” lagi-lagi perkataan Jong Woon dipotong oleh
Jieun. Wanita paruhbaya itu beranjak dari ruangan itu, sebelum Jong Woon
membuka mulut dan kembali meminta Sang Hwa darinya.
*Lee Sang Hwa
Pov*
Bisa kurasakan
tangann kekar itu mendekapku erat dari belakang. Hangat, ingin rasanya waktu
berheti saat ini, saat aku merasakan dunia hanya milki kami. “Aku akan pergi,
jelek” mataku membelalak ketika bisikan itu telah sapai di telingaku, dan
bersamaan dengan itu, dekapan tangannya mulai mengendur. “Jangan bercanda
oppa!” gerutuku pelan. Kubalik badanku menghadapnya dan kutemukan kontak antara
kami sudah jauh. “Siapa yang bercanda? Kau tau jelas kita berbeda. Kita tak
akan bisa bersama” pelupuk mata ini memanas, rasanya sakit mendengar kata
‘berbeda’ keluar dari mulutnya. “Tapi, kita sudah berjanji..” “Tak ada janji.
Kau pikir kau siapa ingin menahanku. Asal kau tau, aku bisa mendapat yeoja yang
100 kali jauh lebih cantik darimu” hancur, sesak, rasanya bumi runtuh di
atasku. Kalimat terakhirnya terasa seperti pisau yang menghujam hatiku. “Oppa..
Yesung oppa..” kembali aku melirihkan namanya, mencoba memanggilnya yang
semakin menjauh dariku. “Yesung Oppa..”
***
“Yesung Oppa..”
aku berteriak cukup keras, keringaat dinginn bercucuran, dan ketika aku membuka
mata, aku sadar ini adalah mimpi. Kusandarkan tubuhku pada kepala ranjang,
nafasku naik turun tak beraturan, dan sedetik kemudian air mata ini meleleh.
Jujur, aku lega karena itu hanya mimpi, tapi aku takut ini menjadi nyata. Oh
Tuhan, jangan biarkan apa yang kutakuti benar-benar terjadi. Aku.. tak sanggup
kehilangannya.
*Author Pov*
Jong Woon merasa
ngeri pada seluruh tubuhnya ketika mendengar kata perjodohan keluar dari mulut
eommanya. “Oh ayolah eomma, jangan bercanda” protes Jong Woon yang saat itu
berada di ruang makan bersama Hana dan tamunya. “Siapa yang bercanda Jong Woon.
Kupikir Min Rin cukup cocok untukmu” ucap Hana sembari menatap yeoja yang duduk
di depan Jong woon dengan ramah. “Sudah kubilang, tak ada yang cocok untukku
kecuali Sang Hwa” “Kim Jong Woon, jaga ucapanmu!” Jong Woon hanya mengagguk tak
peduli paada kata eommanya. “Aku tak akan bertunangan dengannya. Aku pergi
dulu” ucap namja itu yang terakhir sebelum meninggalkan ruang makan besar itu.
***
Sang Hwa terus
menatap ponselnya, ini sudah 2 hari sejak mimpi buruknya dan sejak saat itu
pula Yesung tak menghubunginya. “Mau sampai kapan kaumenunggunya?” pertanyaan
Jieun sedikit mengagetkan Sang Hwa, wanita itu duduk disaampin putrinya denga
jarak yang cukup jauh. “Lee Sang Hwa, lupakan dia..” kembali ucapan Jieun tak
digubris, yeoja itu hanya menatap layar ponselnya dengan sendu. “Eomma
memintamu melakukan ini untuk kebaikanmu” “Kebaikanku adalah bersamanya” potong
Sang Hwa cepat. Tak seincipun dia menggeser wajahnya memandang Jieun. “Aku dulu juga mengatakn hal yang sama pada
nenekmu, tapi pada nyatanya perbedaan memang tak ditakdirkan untuk bersama”
Jieun menghela nafas berat, mencoba menyentuh titik kelunakan hati putrinya
ternyata begitu susah. “Jangan katakana apapun! Eomma tak tau apa-apa” Sang Hwa
memutar kepalanya, meanatap Jieun tajam dengan kilat emosi. “apa yang eomma
katakana ini rrealita. Bukan opini!” Jieun menekan kalimat terakhir yang keluar
dari bibirnya, tak diperdulikan seberapa marah putrinya saat ini. “Sudah
kukatakan. Ini tradisi” “Ini bukan tradisi, ini kutukan! Mungkin. Kakekmu mati
dengan tragis bahkan ketika appamu baru berusia 2tahun” hening, tak ada
tanggapan apapun dari Sang Hwa. Yeoja itu masih menunduk manatap layar
ponselnya. “Kahidupan rumah tanggaku, sangat hancur, kau tau sendiri seperti
apa. Dan Donghae.. bahkan dia harus bunuh diri ketika keluarga istrinya
memnitanya bercerai” masih sama. Sang Hwa tak berkutik sedikitpun, meskipun
pada dasarnya hatinya terluka mendengar kenyataan yang bahkan terlalu
mengerikan untuk diingatnya. “Yang eomma punya hany dirimu, aku tak ingin
kausama seperti kami” “Aku tak sama! Akan kubuktikan jika cinta dapat
merekatkan perbedaan” kemudian jeda cukup lama, tak ada yang berani berucap.
Hanya suara riuh tetangga sebelah yang menghias telinga mereka. Hingga sebuah
nomorb asing mengubungi ponsel Sang Hwa. “Yeobseyo. Ah ne, 10 menit lagi”
***
Sang Hwa
memasuki sebuah halaman besar yang pernah dia masuki setahun lalu-ketika
menggantikan ibunya untuk bekerja. Kepalanya bergerak kekanan-kiri, berharap
dapat menemukan sosok yang bgeitu dirindukannya dua hari ini, sosok yang
menghilang dari hidupnya begitu saja. “Permisi, anda Nona Lee Sang Hwa?” seoramng pelayan menghentikan langkahnya,
berhenti di depannya dan tersenyum ramah. “Ne,” “Kalau begitu ikuti saya,
Nyonya sudah menunggu di ruangannya” Sang Hwa hanya mengangguk, mengikuti
setiap derap langkah pelayan rumah itu yang dia tau pasti akan melangkah
kemana. Sebuah pint8u cukup besar berdiri dengan agung menunggu kedatangan
mereka. Pelayan itu mengetuk pintu dan seseorang didalam sana memberinya ijin.
Sang Hwa melangkah dengan ragu memasuki tempat itu, jantungnya berpacu dengan
cepat, ada ketakutan yang luar biasa pada dirinya. “Duduklah,” kata seorang wanita dengan tetap
membolak-balik berkas kerjanya, terlihat tak menghargai memang dan itu yang
membuat hati Sang Hwa begitu terluka. “Untuk apa anda memanggil saya?” susah
payah Sang Hwa mengumpulkan keberaniannya, mengucapkan kalimat itu untuk
mempersingkat waktunya di ruangan yang baginya dealah neraka. Hana meletakkann
berkas kerjanya, fokusnya beralih pada yeoja muda di hadapannya. “Ah to the
point sekali” ucapnya ddengan senyum mengejek. Baginya, Sang Hwa semakin
terlihat rendah. Hana menyodorkan selembar kertas hitam dengan pita silver yang
membungkusya. “Datanglah, aku mengundangmu” penuturan Hana begitu menusuk Sang
Hwa, dengan enggan yeoja itu membaca dua nama yang terukir dengan tinta silver
disana. “Kim Jong Woon.. Han Min Rin..” lirihnya yang semakin membuat Hana
tertawa lebar. “Mereka akan bertunangan seminggu lagi” tangan Sang Hwa melemas,
tubuhnya terpaku, ingin rasanya dia menulikan telinganya, tapi semua sudah
terlambat, kalimat setajam belati itu sudah terlanjur menembus gendang
telinganya. “Tak usah sekaget itu, memangnya apa yang kau harapkan dari
hubungan kalian?” “Jangan permainkan saya, Yesung Oppa tak akan bersikap
seperti ini” ucap Sang Hwa yang taak memperdulikan pertanyaan Hana sebelumnya. Yeoja
itu memang yakin jika Yesung tak akan setega itu padanya, tapi rasa takut dan
terluka tetap padanya ketika tangan mungilnya menggenggam undangan nista itu.
“Kalaupun Jong Woon tak menginginkan hal ini, pertunangan ini akan tetap
terjadi. Apa kau tak malu menjadi benalu pada kehidupan putraku?” Sang Hwa
hanya terdiam. Benalu. Bahkan seumur hidupnya tak pernah sekalipun terpikir
kata itu dalam benaknya. “Kau hanya akan menambah beban dan malunya. Apa kau
ingin merusak masa depan Jong Woon? Asal kau tau, jika kalian terus
berhubungan, aku akan menghapusnya dari ahli warisku” Sang Hwa masih terdiam,
mencerna setipa kalimat Hana secara perlahan. “Mimpi buruk..” gumamnya ketika
ingatannya melayang pada peristiwa setahun lalu.
>flashback
Sepasang insan
itu masih duduk dibawah pohon, menikmati semilir angi dan indahnya langit
senja. “Apa yang paling kauiginkan di dunia ini?” Tanya sang yeoja yang saat
itu tengah tidur di pangkuan namjanya. “Menjadi seperti appa” namja itu
mendongak menatap langit, ada pancar harapan yang besar disana. “Waeyo?” yeoja
itu menegakkan badannya, mensejajarkan tubuhnya dengan sang namja. “Karena appa
selalu terlihat sempurna di mataku. Aku ingin YCoorporation tumbuh ditanganku,
sama seperti apa yang appa lakukan sebelum dia pergi” namja itu menghela nafas
panjang, pandangannya tak luput dari langit-langit yang semakin meng-orange.
“Kenapa harus YCoorporation?” “Karena itu perusahaan yang appa bentuk dari 0.
Aish, kenapa kau cerewet sekali. Kenapa bertanya-tanya seperti ini, jelek?” namja itu menurunkan pandangannya, menatap
yeoja yang begitu antusias melihatnya. Diacaknya rambut yeoja itu dengan
lembut. “Aniya, hanya ingin tau” jawab
yeoja itu akhirnya dengan membenarkan letak rambutnya yang berantakan.
>flashback
end
Sang Hwa menghela
nafas panjangnya berkali-kali, entah sudah berapa oksigen yang memenuhi
paru-parunya, tapi rasanya tetap sesak. Hatinya terasa teriris dan jantungnya
seperti berhenti berdetak. Dipejamkan matanya sudah sejak 10 menit yang lalu,
tapi tak seperti biasanya dia tak menemukan ketenangan dengan hal itu. Entah
sejak berapa menit yang lalu, setetes air bening bening menyapu tiap lekuk
wajahnya, menggambarkan bagiman dia sangat terluka dengan pengakuan pada
hatinya sendiri jika dia menyerah, jika hbungan ini harus berakhir sampai
disisni. Disentuhnya dadanya yang terasa sesak, rasanya ada yang menghimpit
dirinya hingag seluruh tubuhnya terasa sakit, dan sedetik kemudian tetes
keduanya mengalir di susul tetes-tetes berikutnya. “ini bukan tradisi, tapi kutukan” “eomma melakukan ini demi kebaikanmu” “apa kau tak malu menjdi benalu bagi putraku?” “Jika kalian terus berhubungan, aku akan menghapusnya dari ahli warisku”
“Aku ingin YCoorporation tumbuh dewasa di
tanganku” rentetan kalimat itu semakin menyudutkan Sang Hwa, yeoja itu
benar-benar merasa dirinya selam ini bodoh karena berharap bisa melawan takdir.
“Ada panggilan masuk, jangan dibiarkan” suara hangat itu memaksa Sang Hwa
membuka matanya. Ditatapnya sosok Hyuk Jae sudah duduk didepannya dengan
bertopang dagu. Dengan tergesa yeoja itu menghapus sisa air mata yang menggenag
di pelupuk dan pipinya. “Aku sudah melihatnya, cepat angkat” perintahnya penuh
kelembutan. Dengan sedikit enggan Sang Hwa mendekat menatap layar ponselnya, sedetik
kemudian gadis itu meletakkannya kembali, tak ada niatan untuk mendengar suara
sosok itu. “Kenapa tak diangkat?” diam. Yeoja itu tak menjawab pertanyaan Hyuk
Jae. Ditatapnya hiruk pikuk jalan Seoul saat siang hari. “Arraso, kauingin
sendiri? Baiklah aku pergi” namja itu mengangkat tubuhnya, memindahkan bebannya
pada dua kaki yang siap menjadi tumpuannya. “Oppa..” langkah Hyuk jae terhenti,
ditatapnya sosok Sang Hwa dengan bingung tapi tetap penuh kasih. “Bisakah aku
menceritakan apa yang saat itu kutunda?” “Tentu” namja itu kembali menghempaskan
tubunya di kursi café tepat di depan Sang Hwa. Kedua tangannya dia lipat di
depan dada, terlihat antusias. Perlahan tapi pasti, Sang Hwa mulai menceritakan
maslahnya. Mulai dari kisah kasihnya yang sudah salah sejak awal, harapannya
untuk melompati takdir, hingga saat ini keputusannya yang secara sepihak ingin
mengakhiri hubungannya dengan Yesung.
Sementara itu,
Hyuk Jae hanya bisa terpaku, dirinya sendiri juga terlalu rapuh untuk menerima
kenyataan jika yeoja yang dicintainya selama 10 tahun, justru mencintai namja
lain dengan mati-matian. “Oppa eotthoke?” Tanya Sang hwa akhirnya. “turuti kata
hatimu” speechels. Terdengar sangat lumrah, karena memang Hyuk Jae tak bisa
berpikir untuk menemukan jawaban yang lebih meyakinkan dari itu.
***
Hari ke 6
semenjak pertemuan Sang Hwa dengan Hana, semua semakin memburuk. Badai
benar-benar terjadi, tak ada lagi senyuman yang menghias bibir mungil Sang Hwa.
Yeoja itu benar-benar terlihat seperti mayat hidup, tubuhnya kurus kering,
pandangannya seallu kosong, seolah jiwanya berada jauh dari raganya. Senja ini,
Sang Hwa sedikit menyegarkan pikirannya dengan jalan-jalan di sekitar taman,
sedikit tersenyum miris karena tempat ini merupakan tempat yang selalu dia
kunjungi bersama namja itu. Sang Hwa terus berjalan, meskipun sudah setengah
jam dia berjalan di taman ini, tapi tak sedikitpun ada niatan untuk berhenti.
Gadis itu sedikit menghela nafas panjang pada setiap pergerakan kakinya. Ingin
rasanya dia lelah dan melupakan segalanya, tapi tak bisa. Rasa lelah ini tak
akan mampu mengganti rasa terluka di hatinya. “Lee Sang Hwa..” suara itu
mengagetkannya, membuatnya menghentikan langkah, terpaku di tempatnya berdiri
manik gadis itu membulat lebar. Dag.. dig.. dug.. jantungnya berdetak perlahan
tapi terdengar keras, pelupuknya memanas, ingin rasanya dia menghambur memeluk
sosok itu, tapi kenyataan jika esok dia menjdi tunangan orang lain menghentikan
niat Sang Hwa. “Jelek, kemana saja kau selama ini? kau ingin larin dariku?
Pabo! Bukannya kausudah janji?” sosok itu mememluk Sang Hwa erat. Kerinduan
yang selama ini dipendamnya melebur dengan kegembiraan. “Lepaskan aku oppa, aku
sudah tak berhak mendapat pelukanmu lagi” “Apa maksudmu?” sontak Jong Woon
melepas pelukannya, menatap Sang Hwa dalam-dalam. “Besok, kau akan
bertunangan..” “Aish, Jelek! Siapa yang akan menyetujui hal itu. Kalau ada yang
bertunangan denganku, itu hanya kau” Yesung mengacak rambut Sang Hwa gemas.
Memberinya senyuman yang menurut Sang Hwa itu senyuman terindah yang pernah
dilihatnya. “Tapi aku benalu bagi..” Jong Woon meletakkan telunjuknya di bibir
Sang Hwa, menahan gadis itu untuk tidak mengatakan yang tidak-tidak. “Diamlah
dan ikuti perintahku. Chagi, kita menikah besok” Sang Hwa membelalakkan
matanya, menatap tak percaya kea rah Yesung. “Tapi, orangtua kita?” “Menikah
dulu, baru setelah itu kita akan dapat restunya” “Apa oppa yakin?” “Tentu”
***
Diluar langit
menggelap, hujan deras mengguyur Seoul pagi ini. tapi senyum itu tak luntur
dari wajahnya. Yeoja itu terlihat cantik dengan makeup tipis dan gaun putih
yang melekat indah di tubuhnya. Sesekali dia mengintip tubuhnya di depan
cermin, memastikan jika dia terlihat cantik dengan Jong Woon melihatnya.
Ditatapnya jam dinding yang berjalan dengan santainya melewati tiap titik yang
melingkari benda lingkaran itu. Masih 10 menit lagi, tapi jantung yeoja itu
rasanya tak berhenti berdetak. Berulang kali dia melempar senyuman sekedar
untuk mengurangi rasa tegang.
Brakk. Pintu
ruangan itu dibuka kasar. Membuat sosok yeoja bernama Sang Hwa itu terperangah.
Ditatapnya dengan was-was pintu yang perlahan dibuka dan menampakkan sosok
dibaliknya. “Hyuk jae Oppa, kua menakutiku” protes Sang Hwa pada sosok yang
diyakininya Hyuk Jae. Sosok itu tetap berdiri di ambang pintu dengan dada naik
turun tak karuan. “Sang Hwa.. Jong Woon.. Kim Jong Woon..” Sang Hwa hanya
terdiam, menunggu kata sealnjutnya untuk merampungkan kalimat ini. “Dia..
kecelakaan..” kaki Sang Hwa melemas, tak mampu menopang berat badannya. Dadanya
terasa sesak, dan senyum yang ditebarnya melenyap entah kemana. “Sapai saat ini
polisi belum bisa menemukannya, mungkin terbawa arus” air itu melelh bersamaan
dengan dentangan jam di ruangan itu. 10 menit sudah terlewati, harusnya ikrar
suci itu dilakukan saat ini. tapi nyatanya, kehidupan ini juistru memberi
kajutan yang sangat besar bagi sang Hwa. Teroyak, hati gadis itu benar-benar
sakit. Tinggal 10 menit lagi, padahal hanya 10 menit lagi cinta akan
benar-benar menyatukan perbedaan. Tapi sepertinya takdir memang sedang tak
berpihak pada cinta dan perbedaan. “Oppa, kumohon katakana jika ini lelucon”
“aku juga berharap seperti itu, tapi sayangnya ini adalah kenyataannya” Sang
Hwa kembali menangis, dadanyasesak, dan dia benar-benar merasa hidup ini
sia-sia. “Tuhan, kenapa kaupertemukan kami, jika kami tak bisa bersama?” lirih
Sang Hwa dengan tangis yang semakin menjadi.
***
Sang Hwa menatap
sungai itu, hatinya masih teroyak, air mata tak kunjung henti mengaliri
pipinya. 2 hari sudah namja itu menghilang, namja yang begitu menghias hari-harinya,
namja yang harusnya saat ini tengah tersenyum bahagia bersamanya. Tapi
nyatanya, namja itu justru diambil Tuhan. Sang Hwa memang tak pernah mengetahui
apakah namja itu masih selamat atau tidak, apakah namja itu berada di seoul
atau daerah lain, Sang Hwa.. yeoja itu hanya mencoba merelakannya, meskipun ini
beribu kali lebih berat untuknya.
Setetes air
being kembali jatuh dan dengan cepat gadis itu menghapusnya. Sekarang, dia
sadar, jika takdir tak berpihak pada perbedaan. Dan cinta tak semudah itu untuk
menyatukan perbedaan.
Mungkin raganya telah pergi, tapi cinta ini tak akan
pernah pergi-Lee
Sang Hwa-
END-
Eotthoke? Aneh
ya? Hehe. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun, karena ini hanya sebuah
FanFiction. Mianhae kalok banyak typo. Give your comment oke? Karena kritik anda, saya butuhkan disini.
Temui Saya di:
Fb: Anni Dina (JewelsELF)
Twitter: amd_elf
Invite you:
alwaysbejewels.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar