Author : JewelAMD
Tittle : Bad
Life Part 6
Genre : Romance,
angst, family
Cast :
- Han Min Rin
-
Cho
Kyuhyun
-
Park
Jung Soo
-
And
other cast
Rating : PG15
Length: Chapter
long time no see, ini part lama update dan maaf kalo gak menarik. mohon komentar anda karena sejujurnya buat nge-update di sela sela saya kelas tiga itu susah banget. Sebenarnya saya sedikit kecewa karena saya rasa, semua pengunjung blog ini silent reader. Terkadang sedih ngelihat, grafik pengunjung FF Bad Life yang udah ribuan tapi nggak ada satu komentarpun yang nyangkut. Disinilah kenapa saya tidak memiliki cukup semangat untuk meneruskan FF ini. Jadi saya harap mulai sekarang, teman teman jangan sungkan buat meninggalkan jejak. baik itu kritik buruk maupun baik, akan saya terima.
sekian cuap cuap author, silahkan dibaca.
_____________________________
“Pabbo,
ah pabboya” Min Rin menggulung dirinya diantara selimut, menggelindingkan
tubuhnya ke sisi kanan dan kiri bergantian. Dia tak tahu lagi bagaimana dia
harus bertemu Jung Soo, terlebih dengan kejadian kemarin yang masih membayang
jelas. “A jinjja Han Min Rin, kenapa kau begitu bodoh?” rambutnya sudah
terlihat berantakan ketika dia mengacaknya. Min Rin merasa ingin menyembunyikan
diri di balik selimut seharian, terlalu memalukan jika dia harus berjalan
keluar dan bertemu mereka yang kebetulan melihatnya kemarin. Ini bukan hal yang
pernah dia harapakan akan terjadi, bahkan meskipun itu sekedar lewat dalam
mimpi. “Min Rin-ah cepatlah bangun! Kau tak akan pergi kuliah?” “Ya, aku akan
segera pergi”
***
Bagi
Min Rin, sepanjang hidupnya adalah mimpi buruk. Tak peduli seberapa keras dia
mencoba membalik takdir yang terlanjur tengkurap, usahanya akan kembali ke
titik awal. Pada akhirnya, takdir kembali tengkurap setelah terlentang beberapa
saat. Takdir membuat kebahagiaan jauh dan semakin jauh di setiap dia
mengedipkan mata. Min Rin tak akan pernah lupa bagaimana Kyuhyun membuatnya
terpelanting kesana kemari, bagaimana JaeHyuk dan JinAe membuat dia kehilangan
Byul Yi. Min Rin selalu mengingat itu seolah ada satu ruang tersendiri dalam
otak untuk menyimpannya.
“Kau
tak sarapan lagi?”
“Sebenarnya
sudah” Min Rin memasukkan sesuap ramen dalam mulutnya. “Jadi, apa yang
kaulakukan di sini? Kupikir kau tak ada kelas hari ini”
“Bertemu
Kangin, aku meminjam beberapa buku darinya” benar-benar pasangan tak normal.
Min Rin selalu berpikir terkadang kehidupan Taehyun dan Kangin harus
diluruskan. Pasangan macam apa yang lebih memilih bertemu di Universitas dari
pada duduk berhadapan di café. “Kau akan benar-benar membantu Chosung untuk
kembali pada Kyuhyun?”
Min
Rin meletakkan sumpit, terdengar tak setuju dengan perubahan topik yang TaeHyun
lakukan, “Aku hanya membantunya untuk menyiapkan pesta kejutan Kyuhyun, bukan
membantu kisah cinta mereka”
“Jangan
mendadak bodoh, atau memang dari dulu otakmu sudah bodoh? Semua orang juga tahu
jika itu sama saja”
“Mau
bagaimana lagi, aku tak bisa menolaknya”
“Jadi,
kau akan bertemu dengannya lagi?”
Min
Rin tak ingin menjawab pertanyaan itu, tapi
tak akan pernah ada yang mampu menolak pertanyaan Taehyun jika dia
sedang menginterogasi. Kecuali jika Kangin tiba –tiba datang menjadi ksatria
penyelamatnya. “Ya, kami ada janji setelah aku menyelesaikan kelas terakhir”
“Jangan
terlalu memaksa diri, jika kau sudah tidak sanggup, cari alasan untuk pulang”
TaeHyun selalu menjadi orang pertama yang mengkhawatirkan hubungannya dengan
Kyuhyun, gadis itu selalu mencemaskan hati Min Rin. Apakah sahabatnya itu akan
baik-baik saja, atau apakah Kyuhyun membuat Min Rin kembali terluka, pertanyaan
pertanyaan seperti itu seolah tak pernah absen dari mulut taehyun. “Jangan khawatir,
aku akan langsung melambaikan bendera putih ketika Chosung terlalu menekanku ke
sudut”
“Aku
serius!”
“Aku
juga serius! Sudahlah jangan bersikap terlalu tua lagi, bisa-bisa pangeran
berkuda putihmu kabur”
“Kangin
tak akan kabur” Taehyun mendengus, dia terlihat yakin dengan jawabannya.
“Yah,
karena kau sudah mengikatnya bukan? Sudahlah aku harus ke kelas. Selamat
berbahagia Lee taehyun”
***
“Min
Rin-ssi!” Min Rin memutar matanya, mencoba mencari sumber suara dan mendapati
sosok gadis cantik melambai ke arahnya dari salah satu meja. Tanpa menunggu
lama, Min Rin mendekatinya. Di depan
sang gadis sudah tersedia minuman yang tinggal setengah, mungkin dia sudah
datang sejak lama. “Maaf, membuatmu harus menunggu. Ada masalah sedikit di
kampus”
“Tak
masalah, aku yang harus berterimakasih karena kau sudah mau datang. Jadi, kau
mau minum apa?”
Butuh
beberapa detik bagi Min Rin untuk berpikir apakah dia harus menerima tawaran
minum, atau langsung saja ke inti permasalahan hari ini. Hingga setelah pertimbangan panjang akhirnya
dia memutuskan untuk langsung mencari kado bagus untuk Kyuhyun. Min Rin pikir
jika harus duduk lebih lama lagi, akan semakin banyak yang harus mereka bahas,
akan semakin banyak pula pisau yang akan tertancap.
Chosung
tak terlihat keberatan dengan keputusan Min Rin, rupanya dia sendiri sudah
lelah karena duduk terlalu lama di sana. “Kyuhyun sudah tak menyukai teh ketika
pagi, kau tau itu?”
“Benarkah?
Aku tak pernah sarapan dengan Kyuhyun, jadi aku tak tahu. Tapi kenapa kau
terlihat begitu panic? Bukankah itu hanya perubahan kecil?”
Tersenyum
sinis, Chosung berjalan memasuki sebuah toko baju, mengangkat satu baju lalu
meletakkanya kembali, “Tapi dia tak terlalu suka minum susu sebelumnya, sedangkan
sekarang itu menjadi kebiasaan Kyuhyun”
Deg. Jantung Min Rin seakan berhenti, bagaimana Kyuhyun mungkin menyukai
minuman yang dia cintai? Apakah ini hanya kebetulan? “Min Rin-ssi, menurutmu
mana yang cocok untuk Kyuhyun?”
“Yang
sebelah kiri eonni, kurasa Kyuhyun lebih cocok memakai warna hitam”
“Yeah,
kupikir juga begitu”
“Apakah
kau sudah menemukan hadiah ulang tahunmu?” Min Rin benar-benar ingin bernafas
lega, dia pikir tugasnya akan selesai sekarang.
“Bukan,
aku hanya memberinya sebagai permintaan maafku atas kejadian tiga tahun lalu.
Dia harus memakai ini ketika kami makan malam” Chosung tersenyum, dia terlihat
begitu bahagia tanpa tahu ada hati yang terluka. Chosung tak salah, Min Rin
selalu mengatakan hal itu, menanamkan pada hati jika itu benar. Dia selalu
percaya jika ini merupakan suatu hukuman atas tindakannya yang serakah, atas
dia yang merebut Kyuhyun tiga tahun lalu.
“Aku bingung harus memberinya apa. kau memiliki saran?”
Min
Rin selalu ingin membelikan Kyuhyun gitar, bagaimanapun lelaki itu begitu
mencintai music. Lebih dari dia mencintai wanita. Dia sudah berjanji pada
Kyuhyun dua tahun lalu, tapi bahkan sampai sekarang dia belum menepatinya.
“Gitar, jika aku jadi kau, aku akan membelikannya gitar” dada Min Rin
bergemuruh, dia harus merelakan kado spesialnya untuk diberikan pada Chosung.
Lagi pula Kyuhyun akan tetap menerima gitar, bukan dari dia, melainkan Chosung.
itu akan sama saja Han Min Rin, tenanglah.
Min Rin mencoba membuat hatinya kuat, tapi sia-sia, tak peduli berapa kali dia
mengucapkan hal itu, dia tau jika itu tak akan sama. Chosung yang akan menerima
ucapan terimakasih Kyuhyun, Chosung yang akan mendengar lagu pertama Kyuhyun
dari gitar itu, Chosung yang akan menjadi satu-satunya gadis yang akan
memberinya kejutan. Hanya Chosung. dan bukan Han Min Rin.
“Baiklah,
kita akan segara ke toko musik”
“Mianhae
Chosung eonni, aku benar-benar harus pergi, aku ambil kerja paruh waktu
sekarang” dan sudah saatnya bagi Min Rin untuk mengibarkan bendera putih. “Aku
benar-benar tak bisa ikut denganmu”
“Tak
masalah, Gomawo. Lain kali aku akan mentraktirmu” tidak, jangan ada lain kali.
Min Rin tak akan pernah sanggup untuk bertemu wanita itu lagi , dia tak ingin
memambah luka. cukup hari ini dan harus berakhir. Tapi yang dia lakukan justru
melambai dengan sebuah senyum. “Aku duluan”
***
“Sialan!”
Jung Soo mengumpat dari balik selimut, ini adalah salah satu hari libur dari
sedikit yang dia punya dan seseorang menghancurkan paginya dengan memencet bel
rumahnya berkali-kali. Dia sudah siap menyembunyikan diri ke dalam selimut
sampai seseorang memencet belnya lebih intens. Mau tak mau Jung Soo bangkit,
ada serentet makian yang berbaris menggantung di ujung lidah, siapapun yang ada
di depan pintunya harus siap mendapatkannya. “Oh sebaiknya ini penting” dia
bergumam sekali lagi dengan satu tangannya menyambar kaos di sofa.
Awalnya
dia berpikir untuk mencuci muka, tapi karena terlalu malas dia hanya mengusap
wajahnya dengan lengan kaosnya tanpa berniat merapikan rambut. Jung Soo pikir,
bagaimanapun seseorang di luar sana harus tahu jika dia terlalu pagi untuk
mengganggu hidup seseorang.
Ketika
Jung Soo sampai di depan pintu, dia mengatur otaknya ke mode sadar, menyusun
ulang makian yang akan diucapkan. Lalu setelah Jung Soo merasa siap, dia
membukanya.
Namun,
Jung soo tercekat. Tak ada makian setelah itu. Dia hanya memandang sosok di
depannya dengan horor.
***
“Jadi, bagaimana pengalamanmu dengan
mantan kekasih Kyuhyun kemarin?”
“Aku hanya memilihkan kemeja dan
menemaninya mengelilingi mall, percayalah aku lepas dengan mudah” Min Rin
meneguk susunya dengan tenang. Tangan kirinya membolak-balik halaman koran tadi
pagi yang baru ia beli. Seperti biasa, kali ini mereka duduk di kantin seusai
kelas berakhir, kecuali Shin Hye yang memutuskan untuk absen.
“Jadi,
alasan apa yang digunakan seorang Han Min Rin hingga bisa lolos dengan mudah?”
“Aku
bilang, aku harus kerja paruh waktu. Dia tak banyak bertanya, jadi aku tak
perlu membuat kebohongan sekunder”
“Oh
bagus” Shin Hye merasa harus memberi apresiasi pada sahabatnya akan kemampuan
berbohongnya pada Chosung yang semakin meningkat, bagaimanapun gadis itu harus
belajar membuat dirinya sendiri nyaman. Baik Shin Hye maupun TaeHyun berpendapat
bahwa rasa bersalah Min Rin tidak perlu diperpanjang. Dia bahkan sudah
mengalami saat-saat menyakitkan bersama Kyuhyun. “Kupikir kau tidak menyukai
pekerjaan paruh waktu, jadi jika pengamatanku tidak salah, kenapa kau mencari
lowongan sekarang?”
Mendengar
pertanyaan sekaligus pernyataan Shin Hye, TaeHyun seakan membuat gerakan
menepuk kening tak kasat mata. “Kau butuh uang?”
“Aku
memang butuh uang, tapi tidak sepenuhnya karena itu” enam bulan yang lalu, Min
Rin masih memiliki pekerjaan. Sampai dia merasa bosan dengan bos pemilik salon
tanning yang cerewet. Dia tak membutuhkan banyak uang, untuk urusan makan dia
hanya perlu membiayai porsi makan siang karena sarapan dan makan malam ikut
Shin ahjumma, sedangkan untuk biaya kuliah dia tak perlu repot repot
memikirkannya karena dia mendapat beasiswa. “Ada begitu banyak masalah
akhir-akhir ini, dan aku tak bisa berhenti memikirkannya. Jadi, kupikir jika
aku menyibukkan diri paling tidak aku akan lupa. Lagi pula, ada tempat yang
ingin kukunjungi akhir-akhir ini”
“Kau
baik-baik saja?”
“Yah,
aku baik-baik saja TaeHyun. ini tidak sampai membuatku ingin bunuh diri”
“Baik-baik
saja apa yang membuat seseorang melarikan diri” Shin Hye masih memandang Min
Rin, mengunci tatapannya pada gadis itu hingga dia diberi jawaban. Sedangkan
Min Rin hanya menggigit bibir bawahnya gelisah. Haruskah dia menangis lagi? Dan
memmbuat dua sahabtanya ini semakin prihatin? Semua orang di kantin mungkin
berpikir dia orang yang lemah, dia tidak ingin terlihat semakin tak berdaya.
Jadi apa yang dia lakukan selanjutnya, hanya menjawab pertanyaan Shin Hye
dengan sekuat tenaga terlihat tegar.
“Aku
tak baik-baik saja, tapi maksudku apa yang kurasakan saat ini sudah termasuk
taraf baik-baik saja mengingat apa yang sudah kualami selama ini. Aku sudah
pernah berkali-kali ingin mati, ketika Byul Yi pergi, ketika melihat keluargaku
yang tak pernah wajar, ketika melihat Kyuhyun menghabiskan waktunya dengan
wanita lain. Kali ini aku hanya tergores, ingin menangis beberapa hari, pergi
ke tempat asing dimana aku tak bisa melihat mereka. Mungkin ini akan terdengar
pengecut, tapi kau tau kan, aku ingin lebih baik-baik saja dari sekarang”
“Kau
akan pergi kemana?” TaeHyun merubah topic, merasa jika topik sebelumnya sudah
terlalu melebar.
“Entahlah,
aku juga belum tahu. Tapi kurasa kemanapun itu, aku harus bahagia”
“Kurasa,
lebih cepat lebih baik” Shin Hye menambahkan.
“Ide
bagus, mau kupinjami uang dulu?”
Min
Rin menggeleng, sudah terlalu banyak yang diberikan TaeHyun untuknya, dia tak
ingin terlihat seperti benalu. “Jika kalian ingin membantu, carikan aku
pekerjaan yang tidak membuatku lelah tapi cukup menghasilkan banyak uang”
“Ya,
Han Min Rin. Jika memang ada yang seperti itu, kurasa tak akan pernah ada orang
miskin di korea selatan!”
Mereka
tergelak bersama, seakan ketegangan itu tak pernah ada.
***
“Permisi,
aku ingin bertemu Tuan Park”
“Anda,
sudah membuat janji?”
“Sepertinya
sudah, katakan padanya jika aku teman tuan Lee yang akan melamar menjadi
babysitter” resepsionis itu terlihat mengerutkan dahinya sebelum menghubungi
seseorang dibalik telepon yang entah siapa. Dia menghadap Min Rin lagi setelah
beberapa menit. “Tuan Park ada di ruangannya. Saya akan mengantar anda ke sana”
Mereka
berjalan menaiki lift, bedesakan dengan beberapa pegawai . Berada diantara
mereka membuat Min Rin merasa dirinya begitu berantakan. Dia hanya memakai
jeans hitam panjang, dengan kemeja tosca, rambutnya diikat satu rapi. Semalam,
TaeHyun menghubunginya, mangatakan jika salah satu rekan kerja Hyuk Jae
membutuhkan seorang babysitter. Dan Min Rin langsung mengatakan iya atas
tawaran itu. merawat bayi tidak akan sesusah bekerja di salon, kecuali jika
orang tuanya sama cerewetnya dengan bos lamanya.
Mereka
keluar dari Lift, Min Rin rasa dia sudah hampir sampai di ruangan pria itu. dia
tak memiliki bayangan bagaimana Tuan Park akan terlihat. Apakah dia termasuk
ayah muda dengan umur di akhir tiga puluhan. Atau justru lelaki tua yang
memiliki banyak anak dan kehilangan istri ketika melahirkan anak terakhirnya.
Tapi bagaimanapun bentuknya, dia harap pertemuan ini menghasilkan sebuah
kesepakatan. Perjalanan mereka berhenti tepat di sebuah ruangan dengan pintu
tinggi. Sang resepsionis mengatakan jika ini adalah ruangan tuan Park sebelum
meninggalkan Min Rin. Sekarang hanya tinggal dia, dan keberanian yang lebih
mengecil dibanding apa yang dia bawa dari rumah.
“Lakukan
Han Min Rin, atau kau akan kehilangan ini selamnya” cukup lama Min Rin
membiarkan dirinya bermonolog, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk
pintu. Sesorang di dalam yang ia yakini Tuan Park, mempersilahan masuk.
Min
Rin membuka pintu sehati-hati mungkin, mencoba untuk tak bersikap ceroboh
ketika melangkahkan kakinya masuk. “Park Jung Soo-ssi?”
“Han
Min Rin-ssi? Kupikir aku akan bertemu..”
“Anda
Tuan Park?” Mereka berdua sama-sama tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Ada ribuan orang bermarga Park di seoul, tak sedikitpun Min Rin berpikir jika
Park yang akan dia temui adalah si pria misterius yang dengan bodohnya sudah ia
cium tempo hari.
“Ya,
aku Park yang kau maksud. Duduklah”
Hening
setelah itu, Min Rin hanya duduk dengan khawatir. Bayangan kejadian malam itu
terus berkelebat dalam otaknya, dia yakin pipinya sudah merona sekarang. “Um,
Jung Soo-ssi, tentang pertemuan terakhir kita, aku benar-benar minta maaf. Saat
itu, aku..”
“Kau
mabuk. Santai saja, aku tak mempermasalahkannya” lelaki itu duduk tenang,
berbanding terbalik dengan Min Rin yang semakin gelisah. “Aku serius, jangan
terlalu dipikirkan. Aku mengenal seseorang yang lebih parah darimu ketika
mabuk. Jadi bisakah kau lupakan hari itu, dan kita masuk pada tujuanmu datang
ke kantorku hari ini?”
“Tentu”
“Kenapa
kau ingin menjadi babysitter?”
“Aku
butuh pekerjaan, dan seseorang menawarkan lowonganmu, kupikir menjaga seorang
balita tidak terlalu sulit dilakukan”
“Bukankah
kau seorang mahasiswi? Bagaimana kau akan menjaga bayiku? Aku hanya akan pulang
ketika jam empat dan berangkat jam delapan”
“Aku
tak bisa meninggalkan kelasku, jadi selama aku kuliah bayimu akan bersama dua
temanku. Jangan khawatir, aku sudah memeriksa jadwal mereka sebulan kedepan dan
tak ada masalah”
Jung
Soo menghela nafas berat, “Jadi kau akan meninggalkan bayiku pada orang lain?
Jika kau merasa tak sanggup menjaganya maka undurkan diri saja”
“Hei
aku hanya akan meninggalkan bayimu selama tiga jam, dan itu tidak setiap hari”
Min Rin merasa lidahnya terlalu keluh untuk mengucapkan ‘bayimu’ lebih banyak
lagi, jadi dia mencoba mencari kata pengganti. “Anak itu akan baik-baik saja
bersama dua temanku. Percayalah, aku butuh pekerjaan dan kupikir aku akan
menyukai pekerjaan ini”
“Bayiku
bukan penyedia lapangan kerja!”
“Aku
tidak mengatakannya, kau sendiri yang berspekulasi!” ini bukan interview yang
terbaik, justru ini bisa jadi yang terburuk. Mereka saling berpandangan
beberapa saat sebelum akhirnya Jung Soo menyerah.
“Datang
ke rumahku besok jam tujuh, ada beberapa kesepakatan yang harus kita lakukan.
Jangan terlambat”
“Aku
juga tidak ingin dipecat di hari pertama kerja, jadi berhenti mencemaskannya”
Min Rin bangkit dari kursinya, sedikit merapikan bagian bawah kemejanya yang
sedikit kusut setelah diduduki. “Kurasa, aku bisa pulang sekarang?”
“Ya,
kau bisa pergi”
***
Min Rin bangun lebih pagi dari yang dia bisa biasanya.
Seperti yang dia katakan kemarin, dia
butuh pekerjaan dan terlambat tak akan tercatat dalam jurnalnya hari ini. dia
memutuskan untuk memakai dress warna pink dengan rambut digerai, bagaimanapun
semua orang tua akan lebih tenang jika anaknya diasuh seorang gadis feminim
dibanding seseorang yang terlihat seperti preman, dengan jeans dan kaos oblong.
“Kau
akan pergi ke kampus?” Shin ahjumma sudah duduk di meja makan, wajahnya
terlihat berseri ketika melihat Min Rin turun dari kamarnya. Dia sudah
menganggap gadis itu seperti anaknya sendiri, dan melihat gadis itu akhir akhir
ini tidak menangisi Kyuhyun membuat dia bahagia.
“Tidak,
mulai sekarang aku memiliki pekerjaan paruh waktu” Min Rin dapat melihat wanita
paruh baya itu menaikkan sebelah alisnya yang Min Rin artikan sebagai tuntutan
penjelasan. Jadi sebelum ada runtutan pertanyaan yang akan menginterupsi
sarapannya, dia memutuskan untuk menjelaskannya lebih awal. “Jujur saja, aku
butuh pengalih perhatian ahjumma. Kau benar, aku tak bisa selamnya menangisi
Kyuhyun dan berpikir akan dibuang setelah itu. Mungkin dengan bekerja aku akan
berhenti memikirkan itu”
“Lakukan
apapun yang membuatmu bahagia Min Rin,”
“Tentu
saja. keundae Ahjumma, kau tidak pernah bertemu Kyuhyun semenjak kami
bertengkar?”
“Tidak,
dia tidak pernah datang ke rumah ayahnya atau mampir ke sini” Shin ahjumma
menghela nafas cukup keras, “Kalian berdua pantas bahagia. Dia juga anak baik
Min Rin, kurasa dia hanya sedang tersesat”
***
“Aku
tidak terlambat” Min Rin memberi pengumuman tepat setelah memasuki rumah Jung
Soo. Dia bahkan datang lima menit lebih awal.
“Aku
tahu, duduklah” mereka duduk berhadapan. Sofa Jung Soo terasa lebih empuk dari
terakhir yang bisa Min Rin ingat. “Ini adalah kontrak kerja kita, kuharap kau
membacanya dengan baik. Katakan saja jika kau merasa keberatan dari salah satu
poin, mungkin itu bisa berubah sesuai kesepakatan”
“Oh
terdengar adil” kemudian Min Rin membaca, “Batas waktu kontrak sampai pihak
ketiga datang menjemput si bayi. Apa artinya? Istrimu?”
Sejenak
Jung Soo mengerutkan kening sebelum akhirnya tertawa, “Istriku? Kau tidak
berpikir dia benar-benar anakku kan?” mereka bertukar pandang, salah satu alis
Min Rin terangkat pertanda jika dia butuh penjelasan lebih. “Itu artinya,
Kontrak ini akan berakhir ketika orang tua si bayi mengambilnya dariku. Dia
bukan bayiku” mendadak ada perasaan bahagia tersendiri mendengar Jung Soo
mengucap kalimat terakhir.
“Aku
tak bisa bekerja terlalu lama, mungkin hanya sebulan. Jadi bisakah ada
keringanan untuk poin ini?”
“Akan
kupikirkan nanti. Jika aku bisa menghubungi mereka lebih cepat, kurasa tak ada
salahnya mengabulkan permintaanmu”
Min
Rin nyaris mengumpat keras jika saja dia tak butuh pekerjaan ini, “Jangan
terlalu lama berpikir, Jung Soo-ssi” Min Rin berkata seraya menyusurkan jarinya
pada selebaran kontrak yang belum setengahnya dia baca. Jung Soo tersenyum mengejek
di sofanya, bahunya agak terangkat. “Jam kerja pihak ke dua mulai pukul tujuh
sampai tujuh malam. Hei apa-apaan ini? Kemarin kau bilang akan pulang pukul
empat!”
Jung
Soo memutar bola matanya, tidak dia sangka akan begitu banyak protes pada
kontrak yang dia buat. “Aku keluar kantor pukul empat, sampai rumah jam lima.
Butuh waktu dua jam bagiku untuk istirahat. Apakah itu terdengar berlebihan?”
“Jam
enam atau kau bisa cari orang lain” Min Rin menggertak.
Tapi
rupanya Jung Soo tak mendengarkan kata-kata Min Rin setelah itu. Ia hanya duduk
di sana, menunggu gadis itu mengatupkan bibir. Ia berbicara tidak lama setelah
itu, memberikan penawaran, berusaha membuat dirinya terlihat mengintimidasi.
“Tetap jam tujuh, dan akan kunaikkan gajimu duapuluh persen. Bukankah kau
bilang kau butuh pekerjaan?”
Tidak
ada yang bisa menolak kenaikan gaji, dua puluh persen untuk satu jam. Min Rin
sendiri tak yakin laki-laki jenis apa yang ada di depannya. Dengan malu-malu
dia berkata, wajahnya sudah memerah, “Baiklah sampai jam tujuh, tapi aku tak mentolerir
jika kau terlambat”
“Pilihan
yang tepat”
Setelah
itu perbincangan berlanjut pada poin ke tiga. Begitu banyak perdebatan, tapi
Jung Soo selalu tampil mendominasi. Karena itu tidak banyak hal dalam kontrak
yang diubah, kecuali kenaikan gaji duapuluh persen.
Kontrak
disepakati seiring dengan pihak kedua dan pertama yang saling berjabat tangan. Jung
Soo tersenyum sopan, kemudian berjalan ke sisi ruangan dimana ada satu pintu
berukuran normal yang menyambung dengan suatu ruangan yang tak Min Rin ketahui.
Gadis itu ingin melarikan diri secepat yang ia bisa, mengabadikan bau Jung Soo
yang melekat di tangannya. Namun sebelum Min Rin berhasil berjalan keluar, Jung
Soo sadar babysitter barunya masih di belakang, tepat ditempat sebelum ia
tinggalkan, “Kupikir kau ingin segera bertemu bayimu”
Mendengar
Jung Soo menggunakan kata ganti ‘mu’ setelah sebelumnya mengatakan ‘bayiku’
membuat telinga Min Rin memerah, seolah bayi itu adalah milik mereka berdua.
Kemudian, pikiran Min Rin terpotong tatapan Jung Soo dari ambang pintu. Min Rin
tersenyum bersalah, mendapati lelaki itu bersandar pada kusen dengan bibir
menahan segala bentuk makian atau apapun yang ada di ujung lidahnya. “Mau
sampai kapan kau berdiri di sana? Aku tidak membuang uangku untuk seorang yang
tidak bisa apa-apakan? Cepat bergeraklah! Kurasa, Jonjin sebentar lagi akan
bangun”
Min
Rin hampir membiarkan mulutnya ternganga ketika mendengar kata-kata Jung Soo.
Pria dihadapannya bahkan tidak lebih baik dari bos sebelumnya. Tiba – tiba
saja, perkataan Jung Soo membuat Min Rin jengkel. Tanpa berpikir panjang lagi
dia menggeret kakinya ke arah Jung Soo, mengikuti pria itu dari belakang.
Rupanya
pintu tadi mengarah pada sebuah kamar yang didekorasi dalam warna coklat yang
hangat, dan dilengkapi dengan perabot kayu yang terkesan benar-benar seperti
Jung Soo. Pada salah satu sisi ruangan terdapat box bayi cukup besar, “Namanya,
Kim Jongjin” Jung Soo berkata seraya menunjuk bayi laki-laki yang sudah pasti
menjadi objek perbincangan mereka sejak tadi. Dia tidur. “Di laci meja, ada
catatan yang ditinggal ibunya, kurasa kau harus membaca itu”
***
Kyuhyun
bangun dengan mood kacau pagi ini, semalaman dia menghabiskan setengah waktunya
hanya dengan bergulung di ranjang. Dia tak pernah mengalami mimpi buruk sebelum
ini, mimpi buruk hanya untuk orang-orang yang memiliki gangguan stress paska
trauma atau pengidap penyakit tertentu, sedangkan Kyuhyun bukan bagian dari mereka.
Dalam
mimpinya, Kyuhyun dapat melihat dirinya yang lain. Terlihat utuh. Seperti
melihat sebuah drama dimana dia sendiri yang menjadi aktor utamanya. Berawal
dari setting sebuah club, Kyuhyun menari dengan beberapa orang wanita berambut
pirang, dentuman musik begitu keras-bahkan lebih keras dari yang pernah ia
rasakan. Setelah dilihat-lihat kembali, Kyuhyun baru sadar ini bukan tempat
yang ia kunjungi biasanya, club ini terlihat mengerikan. Tak ada bar, hanya
lantai hitam berwarna senada dengan
dinding. Tidak ada lampu disko yang berputar, tapi anehnya dia dapat melihat
sekitar dengan jelas. Mimpi buruk dimulai saat Kyuhyun tiba-tiba merasakan
sakit, rambutnya ditarik hingga semuanya lepas. Di depannya seorang gadis
dengan gaun tosca melambai ke arahnya sambil bersimbah darah, wajahnya tidak
terlihat jelas, ada bagian buram seolah Kyuhyun memang tidak harus melihatnya.
Seseorang itu menangis dengan tetap melambai, dia tetap memaksakan senyum pada
ujung hidupnya, namun entah kenapa senyuman itu justru melubangi hati Kyuhyun.
Di
atas meja makan, terdapat satu cangkir bekas teh yang terasa hangat ketika
Kyuhyun sentuh. Ini teh Inggris, dibawa Chosung setelah kembali dari perjalanan
panjang yang tak pernah bisa Kyuhyun pahami. Bagaiamanapun, seseorang yang meninggalkanmu
dan mengatakan padamu akan pergi ke Perancis untuk belajar menjadi desainer
tapi pada kenyataannya dia menghabiskan waktu dua tahun lebih lama di Inggris, tidak
akan pernah menjadi masuk akal meskipun sudah kau pikirkan berkali-kali.
Kyuhyun sangat tahu jika Chosung begitu menggilai Inggris, dan aksen britishnya
yang tak peduli bagaimanapun Kyuhyun belajar dia tak akan pernah bisa. Lelaki
itu sudah berusaha sekuat tenaga agar Chosung berminat padanya, termasuk
membuat janji akan pergi ke Inggris ketika nanti sudah dewasa. Tapi siapa
sangka jika Chosung meninggalkannya begitu saja.
Kyuhyun
mulai bertanya-tanya dimana keberadaan gadis itu. Chosung tak mungkin pergi ke
luar sebelum Kyuhyun bangun, itu artinya dia masih berada di apartemen ini
entah di ruangan yang mana. “Noona, kau dimana?”
“Ada
apa Kyunnie? aku di dapur”
Ada
bau makanan ketika Kyuhyun memasuki dapur. Tempat itu terlihat berantakan, sama
berantakannya dengan penampilan Chosung pagi ini. Terdapat cukup banyak bahan
makanan berserakan di lantai. Gadis itu terlihat cukup frustasi dengan telur
mata sapinya yang gagal, bagian kuning dan putihnya bahkan nyaris berlebur.
Kyuhyun
nyaris membuat dirinya terlihat konyol. Merupakan suatu kejutan melihat Chosung
memasak, kali ini benar-benar menggunakan kedua tangannya. “Selamat pagi! Kau
pasti laparkan? Duduklah di meja makan, biar aku menyelasaikan ini dengan
tenang. Auch, kau membuatku gugup”
“Noona, kenapa kau tiba-tiba berubah?”
Chosung
mendongak setelah menangkat telurnya dari penggorangan, “Bukankah kau juga berubah?”
Kyuhyun
hanya terdiam.
“Karena
itu, aku harus berubah untuk menyeimbangkan perubahanmu”
“Itu
tidak perlu”
“Biarkan
aku yang memutuskan itu perlu atau tidak, Kyunnie” Chosung memandang lembut ke
piring, membiarkan tangannya meletakkan telur setengah gagal buatannya.
“Bisakah kau membantuku membawa ini? Aku akan mengambil susu untukmu”
Kyuhyun
sampai lebih dulu ke meja makan dan Chosung berikutnya. Dia meletakkan dua
gelas susu masing-masing di hadapannya dan Kyuhyun. Menu makan hari ini
sederhana, hanya telur goreng, dipadu dengan sosis, bacon, kacang, tomat.
Kyuhyun ingat makanan ini, Chosung selalu menyebutnya sebagai sarapan ala
Inggris.
“Tidak
usah memaksakan diri”
“Apa?”
Kyuhyun
menarik nafas panjang dalam diam,mencoba memahami apa yang gadis di depannya
lakukan. Tapi dia tak pernah cukup pintar untuk bisa memahaminya, “Kau tak
pernah tahan jika minum susu sebelumnya. Berhentilah”
Chosung
tersenyum tipis, “Tidak kusangka, kau masih mengingatnya” dia meneguk
minumannya untuk memastikan pada Kyuhyun jika dia sanggup, “Aku ingin
meminumnya sesekali”
“Noona..”
“Kyunnie,
aku ingin kau mengajakku ke taman bermain”
“Kita
bukan anak kecil lagi”
“Tapi
aku ingin, ayolah! Aku tidak ingin pergi sendirian, kau harus menemaniku!”
***
Author : JewelAMD
Tittle : Bad
Life Part 6
Genre : Romance,
angst, family
Cast :
- Han Min Rin
-
Cho
Kyuhyun
-
Park
Jung Soo
-
And
other cast
Rating : PG15
Length: Chapter
_____________________________
“Pabbo,
ah pabboya” Min Rin menggulung dirinya diantara selimut, menggelindingkan
tubuhnya ke sisi kanan dan kiri bergantian. Dia tak tahu lagi bagaimana dia
harus bertemu Jung Soo, terlebih dengan kejadian kemarin yang masih membayang
jelas. “A jinjja Han Min Rin, kenapa kau begitu bodoh?” rambutnya sudah
terlihat berantakan ketika dia mengacaknya. Min Rin merasa ingin menyembunyikan
diri di balik selimut seharian, terlalu memalukan jika dia harus berjalan
keluar dan bertemu mereka yang kebetulan melihatnya kemarin. Ini bukan hal yang
pernah dia harapakan akan terjadi, bahkan meskipun itu sekedar lewat dalam
mimpi. “Min Rin-ah cepatlah bangun! Kau tak akan pergi kuliah?” “Ya, aku akan
segera pergi”
***
Bagi
Min Rin, sepanjang hidupnya adalah mimpi buruk. Tak peduli seberapa keras dia
mencoba membalik takdir yang terlanjur tengkurap, usahanya akan kembali ke
titik awal. Pada akhirnya, takdir kembali tengkurap setelah terlentang beberapa
saat. Takdir membuat kebahagiaan jauh dan semakin jauh di setiap dia
mengedipkan mata. Min Rin tak akan pernah lupa bagaimana Kyuhyun membuatnya
terpelanting kesana kemari, bagaimana JaeHyuk dan JinAe membuat dia kehilangan
Byul Yi. Min Rin selalu mengingat itu seolah ada satu ruang tersendiri dalam
otak untuk menyimpannya.
“Kau
tak sarapan lagi?”
“Sebenarnya
sudah” Min Rin memasukkan sesuap ramen dalam mulutnya. “Jadi, apa yang
kaulakukan di sini? Kupikir kau tak ada kelas hari ini”
“Bertemu
Kangin, aku meminjam beberapa buku darinya” benar-benar pasangan tak normal.
Min Rin selalu berpikir terkadang kehidupan Taehyun dan Kangin harus
diluruskan. Pasangan macam apa yang lebih memilih bertemu di Universitas dari
pada duduk berhadapan di café. “Kau akan benar-benar membantu Chosung untuk
kembali pada Kyuhyun?”
Min
Rin meletakkan sumpit, terdengar tak setuju dengan perubahan topik yang TaeHyun
lakukan, “Aku hanya membantunya untuk menyiapkan pesta kejutan Kyuhyun, bukan
membantu kisah cinta mereka”
“Jangan
mendadak bodoh, atau memang dari dulu otakmu sudah bodoh? Semua orang juga tahu
jika itu sama saja”
“Mau
bagaimana lagi, aku tak bisa menolaknya”
“Jadi,
kau akan bertemu dengannya lagi?”
Min
Rin tak ingin menjawab pertanyaan itu, tapi
tak akan pernah ada yang mampu menolak pertanyaan Taehyun jika dia
sedang menginterogasi. Kecuali jika Kangin tiba –tiba datang menjadi ksatria
penyelamatnya. “Ya, kami ada janji setelah aku menyelesaikan kelas terakhir”
“Jangan
terlalu memaksa diri, jika kau sudah tidak sanggup, cari alasan untuk pulang”
TaeHyun selalu menjadi orang pertama yang mengkhawatirkan hubungannya dengan
Kyuhyun, gadis itu selalu mencemaskan hati Min Rin. Apakah sahabatnya itu akan
baik-baik saja, atau apakah Kyuhyun membuat Min Rin kembali terluka, pertanyaan
pertanyaan seperti itu seolah tak pernah absen dari mulut taehyun. “Jangan khawatir,
aku akan langsung melambaikan bendera putih ketika Chosung terlalu menekanku ke
sudut”
“Aku
serius!”
“Aku
juga serius! Sudahlah jangan bersikap terlalu tua lagi, bisa-bisa pangeran
berkuda putihmu kabur”
“Kangin
tak akan kabur” Taehyun mendengus, dia terlihat yakin dengan jawabannya.
“Yah,
karena kau sudah mengikatnya bukan? Sudahlah aku harus ke kelas. Selamat
berbahagia Lee taehyun”
***
“Min
Rin-ssi!” Min Rin memutar matanya, mencoba mencari sumber suara dan mendapati
sosok gadis cantik melambai ke arahnya dari salah satu meja. Tanpa menunggu
lama, Min Rin mendekatinya. Di depan
sang gadis sudah tersedia minuman yang tinggal setengah, mungkin dia sudah
datang sejak lama. “Maaf, membuatmu harus menunggu. Ada masalah sedikit di
kampus”
“Tak
masalah, aku yang harus berterimakasih karena kau sudah mau datang. Jadi, kau
mau minum apa?”
Butuh
beberapa detik bagi Min Rin untuk berpikir apakah dia harus menerima tawaran
minum, atau langsung saja ke inti permasalahan hari ini. Hingga setelah pertimbangan panjang akhirnya
dia memutuskan untuk langsung mencari kado bagus untuk Kyuhyun. Min Rin pikir
jika harus duduk lebih lama lagi, akan semakin banyak yang harus mereka bahas,
akan semakin banyak pula pisau yang akan tertancap.
Chosung
tak terlihat keberatan dengan keputusan Min Rin, rupanya dia sendiri sudah
lelah karena duduk terlalu lama di sana. “Kyuhyun sudah tak menyukai teh ketika
pagi, kau tau itu?”
“Benarkah?
Aku tak pernah sarapan dengan Kyuhyun, jadi aku tak tahu. Tapi kenapa kau
terlihat begitu panic? Bukankah itu hanya perubahan kecil?”
Tersenyum
sinis, Chosung berjalan memasuki sebuah toko baju, mengangkat satu baju lalu
meletakkanya kembali, “Tapi dia tak terlalu suka minum susu sebelumnya, sedangkan
sekarang itu menjadi kebiasaan Kyuhyun”
Deg. Jantung Min Rin seakan berhenti, bagaimana Kyuhyun mungkin menyukai
minuman yang dia cintai? Apakah ini hanya kebetulan? “Min Rin-ssi, menurutmu
mana yang cocok untuk Kyuhyun?”
“Yang
sebelah kiri eonni, kurasa Kyuhyun lebih cocok memakai warna hitam”
“Yeah,
kupikir juga begitu”
“Apakah
kau sudah menemukan hadiah ulang tahunmu?” Min Rin benar-benar ingin bernafas
lega, dia pikir tugasnya akan selesai sekarang.
“Bukan,
aku hanya memberinya sebagai permintaan maafku atas kejadian tiga tahun lalu.
Dia harus memakai ini ketika kami makan malam” Chosung tersenyum, dia terlihat
begitu bahagia tanpa tahu ada hati yang terluka. Chosung tak salah, Min Rin
selalu mengatakan hal itu, menanamkan pada hati jika itu benar. Dia selalu
percaya jika ini merupakan suatu hukuman atas tindakannya yang serakah, atas
dia yang merebut Kyuhyun tiga tahun lalu.
“Aku bingung harus memberinya apa. kau memiliki saran?”
Min
Rin selalu ingin membelikan Kyuhyun gitar, bagaimanapun lelaki itu begitu
mencintai music. Lebih dari dia mencintai wanita. Dia sudah berjanji pada
Kyuhyun dua tahun lalu, tapi bahkan sampai sekarang dia belum menepatinya.
“Gitar, jika aku jadi kau, aku akan membelikannya gitar” dada Min Rin
bergemuruh, dia harus merelakan kado spesialnya untuk diberikan pada Chosung.
Lagi pula Kyuhyun akan tetap menerima gitar, bukan dari dia, melainkan Chosung.
itu akan sama saja Han Min Rin, tenanglah.
Min Rin mencoba membuat hatinya kuat, tapi sia-sia, tak peduli berapa kali dia
mengucapkan hal itu, dia tau jika itu tak akan sama. Chosung yang akan menerima
ucapan terimakasih Kyuhyun, Chosung yang akan mendengar lagu pertama Kyuhyun
dari gitar itu, Chosung yang akan menjadi satu-satunya gadis yang akan
memberinya kejutan. Hanya Chosung. dan bukan Han Min Rin.
“Baiklah,
kita akan segara ke toko musik”
“Mianhae
Chosung eonni, aku benar-benar harus pergi, aku ambil kerja paruh waktu
sekarang” dan sudah saatnya bagi Min Rin untuk mengibarkan bendera putih. “Aku
benar-benar tak bisa ikut denganmu”
“Tak
masalah, Gomawo. Lain kali aku akan mentraktirmu” tidak, jangan ada lain kali.
Min Rin tak akan pernah sanggup untuk bertemu wanita itu lagi , dia tak ingin
memambah luka. cukup hari ini dan harus berakhir. Tapi yang dia lakukan justru
melambai dengan sebuah senyum. “Aku duluan”
***
“Sialan!”
Jung Soo mengumpat dari balik selimut, ini adalah salah satu hari libur dari
sedikit yang dia punya dan seseorang menghancurkan paginya dengan memencet bel
rumahnya berkali-kali. Dia sudah siap menyembunyikan diri ke dalam selimut
sampai seseorang memencet belnya lebih intens. Mau tak mau Jung Soo bangkit,
ada serentet makian yang berbaris menggantung di ujung lidah, siapapun yang ada
di depan pintunya harus siap mendapatkannya. “Oh sebaiknya ini penting” dia
bergumam sekali lagi dengan satu tangannya menyambar kaos di sofa.
Awalnya
dia berpikir untuk mencuci muka, tapi karena terlalu malas dia hanya mengusap
wajahnya dengan lengan kaosnya tanpa berniat merapikan rambut. Jung Soo pikir,
bagaimanapun seseorang di luar sana harus tahu jika dia terlalu pagi untuk
mengganggu hidup seseorang.
Ketika
Jung Soo sampai di depan pintu, dia mengatur otaknya ke mode sadar, menyusun
ulang makian yang akan diucapkan. Lalu setelah Jung Soo merasa siap, dia
membukanya.
Namun,
Jung soo tercekat. Tak ada makian setelah itu. Dia hanya memandang sosok di
depannya dengan horor.
***
“Jadi, bagaimana pengalamanmu dengan
mantan kekasih Kyuhyun kemarin?”
“Aku hanya memilihkan kemeja dan
menemaninya mengelilingi mall, percayalah aku lepas dengan mudah” Min Rin
meneguk susunya dengan tenang. Tangan kirinya membolak-balik halaman koran tadi
pagi yang baru ia beli. Seperti biasa, kali ini mereka duduk di kantin seusai
kelas berakhir, kecuali Shin Hye yang memutuskan untuk absen.
“Jadi,
alasan apa yang digunakan seorang Han Min Rin hingga bisa lolos dengan mudah?”
“Aku
bilang, aku harus kerja paruh waktu. Dia tak banyak bertanya, jadi aku tak
perlu membuat kebohongan sekunder”
“Oh
bagus” Shin Hye merasa harus memberi apresiasi pada sahabatnya akan kemampuan
berbohongnya pada Chosung yang semakin meningkat, bagaimanapun gadis itu harus
belajar membuat dirinya sendiri nyaman. Baik Shin Hye maupun TaeHyun berpendapat
bahwa rasa bersalah Min Rin tidak perlu diperpanjang. Dia bahkan sudah
mengalami saat-saat menyakitkan bersama Kyuhyun. “Kupikir kau tidak menyukai
pekerjaan paruh waktu, jadi jika pengamatanku tidak salah, kenapa kau mencari
lowongan sekarang?”
Mendengar
pertanyaan sekaligus pernyataan Shin Hye, TaeHyun seakan membuat gerakan
menepuk kening tak kasat mata. “Kau butuh uang?”
“Aku
memang butuh uang, tapi tidak sepenuhnya karena itu” enam bulan yang lalu, Min
Rin masih memiliki pekerjaan. Sampai dia merasa bosan dengan bos pemilik salon
tanning yang cerewet. Dia tak membutuhkan banyak uang, untuk urusan makan dia
hanya perlu membiayai porsi makan siang karena sarapan dan makan malam ikut
Shin ahjumma, sedangkan untuk biaya kuliah dia tak perlu repot repot
memikirkannya karena dia mendapat beasiswa. “Ada begitu banyak masalah
akhir-akhir ini, dan aku tak bisa berhenti memikirkannya. Jadi, kupikir jika
aku menyibukkan diri paling tidak aku akan lupa. Lagi pula, ada tempat yang
ingin kukunjungi akhir-akhir ini”
“Kau
baik-baik saja?”
“Yah,
aku baik-baik saja TaeHyun. ini tidak sampai membuatku ingin bunuh diri”
“Baik-baik
saja apa yang membuat seseorang melarikan diri” Shin Hye masih memandang Min
Rin, mengunci tatapannya pada gadis itu hingga dia diberi jawaban. Sedangkan
Min Rin hanya menggigit bibir bawahnya gelisah. Haruskah dia menangis lagi? Dan
memmbuat dua sahabtanya ini semakin prihatin? Semua orang di kantin mungkin
berpikir dia orang yang lemah, dia tidak ingin terlihat semakin tak berdaya.
Jadi apa yang dia lakukan selanjutnya, hanya menjawab pertanyaan Shin Hye
dengan sekuat tenaga terlihat tegar.
“Aku
tak baik-baik saja, tapi maksudku apa yang kurasakan saat ini sudah termasuk
taraf baik-baik saja mengingat apa yang sudah kualami selama ini. Aku sudah
pernah berkali-kali ingin mati, ketika Byul Yi pergi, ketika melihat keluargaku
yang tak pernah wajar, ketika melihat Kyuhyun menghabiskan waktunya dengan
wanita lain. Kali ini aku hanya tergores, ingin menangis beberapa hari, pergi
ke tempat asing dimana aku tak bisa melihat mereka. Mungkin ini akan terdengar
pengecut, tapi kau tau kan, aku ingin lebih baik-baik saja dari sekarang”
“Kau
akan pergi kemana?” TaeHyun merubah topic, merasa jika topik sebelumnya sudah
terlalu melebar.
“Entahlah,
aku juga belum tahu. Tapi kurasa kemanapun itu, aku harus bahagia”
“Kurasa,
lebih cepat lebih baik” Shin Hye menambahkan.
“Ide
bagus, mau kupinjami uang dulu?”
Min
Rin menggeleng, sudah terlalu banyak yang diberikan TaeHyun untuknya, dia tak
ingin terlihat seperti benalu. “Jika kalian ingin membantu, carikan aku
pekerjaan yang tidak membuatku lelah tapi cukup menghasilkan banyak uang”
“Ya,
Han Min Rin. Jika memang ada yang seperti itu, kurasa tak akan pernah ada orang
miskin di korea selatan!”
Mereka
tergelak bersama, seakan ketegangan itu tak pernah ada.
***
“Permisi,
aku ingin bertemu Tuan Park”
“Anda,
sudah membuat janji?”
“Sepertinya
sudah, katakan padanya jika aku teman tuan Lee yang akan melamar menjadi
babysitter” resepsionis itu terlihat mengerutkan dahinya sebelum menghubungi
seseorang dibalik telepon yang entah siapa. Dia menghadap Min Rin lagi setelah
beberapa menit. “Tuan Park ada di ruangannya. Saya akan mengantar anda ke sana”
Mereka
berjalan menaiki lift, bedesakan dengan beberapa pegawai . Berada diantara
mereka membuat Min Rin merasa dirinya begitu berantakan. Dia hanya memakai
jeans hitam panjang, dengan kemeja tosca, rambutnya diikat satu rapi. Semalam,
TaeHyun menghubunginya, mangatakan jika salah satu rekan kerja Hyuk Jae
membutuhkan seorang babysitter. Dan Min Rin langsung mengatakan iya atas
tawaran itu. merawat bayi tidak akan sesusah bekerja di salon, kecuali jika
orang tuanya sama cerewetnya dengan bos lamanya.
Mereka
keluar dari Lift, Min Rin rasa dia sudah hampir sampai di ruangan pria itu. dia
tak memiliki bayangan bagaimana Tuan Park akan terlihat. Apakah dia termasuk
ayah muda dengan umur di akhir tiga puluhan. Atau justru lelaki tua yang
memiliki banyak anak dan kehilangan istri ketika melahirkan anak terakhirnya.
Tapi bagaimanapun bentuknya, dia harap pertemuan ini menghasilkan sebuah
kesepakatan. Perjalanan mereka berhenti tepat di sebuah ruangan dengan pintu
tinggi. Sang resepsionis mengatakan jika ini adalah ruangan tuan Park sebelum
meninggalkan Min Rin. Sekarang hanya tinggal dia, dan keberanian yang lebih
mengecil dibanding apa yang dia bawa dari rumah.
“Lakukan
Han Min Rin, atau kau akan kehilangan ini selamnya” cukup lama Min Rin
membiarkan dirinya bermonolog, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk
pintu. Sesorang di dalam yang ia yakini Tuan Park, mempersilahan masuk.
Min
Rin membuka pintu sehati-hati mungkin, mencoba untuk tak bersikap ceroboh
ketika melangkahkan kakinya masuk. “Park Jung Soo-ssi?”
“Han
Min Rin-ssi? Kupikir aku akan bertemu..”
“Anda
Tuan Park?” Mereka berdua sama-sama tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Ada ribuan orang bermarga Park di seoul, tak sedikitpun Min Rin berpikir jika
Park yang akan dia temui adalah si pria misterius yang dengan bodohnya sudah ia
cium tempo hari.
“Ya,
aku Park yang kau maksud. Duduklah”
Hening
setelah itu, Min Rin hanya duduk dengan khawatir. Bayangan kejadian malam itu
terus berkelebat dalam otaknya, dia yakin pipinya sudah merona sekarang. “Um,
Jung Soo-ssi, tentang pertemuan terakhir kita, aku benar-benar minta maaf. Saat
itu, aku..”
“Kau
mabuk. Santai saja, aku tak mempermasalahkannya” lelaki itu duduk tenang,
berbanding terbalik dengan Min Rin yang semakin gelisah. “Aku serius, jangan
terlalu dipikirkan. Aku mengenal seseorang yang lebih parah darimu ketika
mabuk. Jadi bisakah kau lupakan hari itu, dan kita masuk pada tujuanmu datang
ke kantorku hari ini?”
“Tentu”
“Kenapa
kau ingin menjadi babysitter?”
“Aku
butuh pekerjaan, dan seseorang menawarkan lowonganmu, kupikir menjaga seorang
balita tidak terlalu sulit dilakukan”
“Bukankah
kau seorang mahasiswi? Bagaimana kau akan menjaga bayiku? Aku hanya akan pulang
ketika jam empat dan berangkat jam delapan”
“Aku
tak bisa meninggalkan kelasku, jadi selama aku kuliah bayimu akan bersama dua
temanku. Jangan khawatir, aku sudah memeriksa jadwal mereka sebulan kedepan dan
tak ada masalah”
Jung
Soo menghela nafas berat, “Jadi kau akan meninggalkan bayiku pada orang lain?
Jika kau merasa tak sanggup menjaganya maka undurkan diri saja”
“Hei
aku hanya akan meninggalkan bayimu selama tiga jam, dan itu tidak setiap hari”
Min Rin merasa lidahnya terlalu keluh untuk mengucapkan ‘bayimu’ lebih banyak
lagi, jadi dia mencoba mencari kata pengganti. “Anak itu akan baik-baik saja
bersama dua temanku. Percayalah, aku butuh pekerjaan dan kupikir aku akan
menyukai pekerjaan ini”
“Bayiku
bukan penyedia lapangan kerja!”
“Aku
tidak mengatakannya, kau sendiri yang berspekulasi!” ini bukan interview yang
terbaik, justru ini bisa jadi yang terburuk. Mereka saling berpandangan
beberapa saat sebelum akhirnya Jung Soo menyerah.
“Datang
ke rumahku besok jam tujuh, ada beberapa kesepakatan yang harus kita lakukan.
Jangan terlambat”
“Aku
juga tidak ingin dipecat di hari pertama kerja, jadi berhenti mencemaskannya”
Min Rin bangkit dari kursinya, sedikit merapikan bagian bawah kemejanya yang
sedikit kusut setelah diduduki. “Kurasa, aku bisa pulang sekarang?”
“Ya,
kau bisa pergi”
***
Min Rin bangun lebih pagi dari yang dia bisa biasanya.
Seperti yang dia katakan kemarin, dia
butuh pekerjaan dan terlambat tak akan tercatat dalam jurnalnya hari ini. dia
memutuskan untuk memakai dress warna pink dengan rambut digerai, bagaimanapun
semua orang tua akan lebih tenang jika anaknya diasuh seorang gadis feminim
dibanding seseorang yang terlihat seperti preman, dengan jeans dan kaos oblong.
“Kau
akan pergi ke kampus?” Shin ahjumma sudah duduk di meja makan, wajahnya
terlihat berseri ketika melihat Min Rin turun dari kamarnya. Dia sudah
menganggap gadis itu seperti anaknya sendiri, dan melihat gadis itu akhir akhir
ini tidak menangisi Kyuhyun membuat dia bahagia.
“Tidak,
mulai sekarang aku memiliki pekerjaan paruh waktu” Min Rin dapat melihat wanita
paruh baya itu menaikkan sebelah alisnya yang Min Rin artikan sebagai tuntutan
penjelasan. Jadi sebelum ada runtutan pertanyaan yang akan menginterupsi
sarapannya, dia memutuskan untuk menjelaskannya lebih awal. “Jujur saja, aku
butuh pengalih perhatian ahjumma. Kau benar, aku tak bisa selamnya menangisi
Kyuhyun dan berpikir akan dibuang setelah itu. Mungkin dengan bekerja aku akan
berhenti memikirkan itu”
“Lakukan
apapun yang membuatmu bahagia Min Rin,”
“Tentu
saja. keundae Ahjumma, kau tidak pernah bertemu Kyuhyun semenjak kami
bertengkar?”
“Tidak,
dia tidak pernah datang ke rumah ayahnya atau mampir ke sini” Shin ahjumma
menghela nafas cukup keras, “Kalian berdua pantas bahagia. Dia juga anak baik
Min Rin, kurasa dia hanya sedang tersesat”
***
“Aku
tidak terlambat” Min Rin memberi pengumuman tepat setelah memasuki rumah Jung
Soo. Dia bahkan datang lima menit lebih awal.
“Aku
tahu, duduklah” mereka duduk berhadapan. Sofa Jung Soo terasa lebih empuk dari
terakhir yang bisa Min Rin ingat. “Ini adalah kontrak kerja kita, kuharap kau
membacanya dengan baik. Katakan saja jika kau merasa keberatan dari salah satu
poin, mungkin itu bisa berubah sesuai kesepakatan”
“Oh
terdengar adil” kemudian Min Rin membaca, “Batas waktu kontrak sampai pihak
ketiga datang menjemput si bayi. Apa artinya? Istrimu?”
Sejenak
Jung Soo mengerutkan kening sebelum akhirnya tertawa, “Istriku? Kau tidak
berpikir dia benar-benar anakku kan?” mereka bertukar pandang, salah satu alis
Min Rin terangkat pertanda jika dia butuh penjelasan lebih. “Itu artinya,
Kontrak ini akan berakhir ketika orang tua si bayi mengambilnya dariku. Dia
bukan bayiku” mendadak ada perasaan bahagia tersendiri mendengar Jung Soo
mengucap kalimat terakhir.
“Aku
tak bisa bekerja terlalu lama, mungkin hanya sebulan. Jadi bisakah ada
keringanan untuk poin ini?”
“Akan
kupikirkan nanti. Jika aku bisa menghubungi mereka lebih cepat, kurasa tak ada
salahnya mengabulkan permintaanmu”
Min
Rin nyaris mengumpat keras jika saja dia tak butuh pekerjaan ini, “Jangan
terlalu lama berpikir, Jung Soo-ssi” Min Rin berkata seraya menyusurkan jarinya
pada selebaran kontrak yang belum setengahnya dia baca. Jung Soo tersenyum mengejek
di sofanya, bahunya agak terangkat. “Jam kerja pihak ke dua mulai pukul tujuh
sampai tujuh malam. Hei apa-apaan ini? Kemarin kau bilang akan pulang pukul
empat!”
Jung
Soo memutar bola matanya, tidak dia sangka akan begitu banyak protes pada
kontrak yang dia buat. “Aku keluar kantor pukul empat, sampai rumah jam lima.
Butuh waktu dua jam bagiku untuk istirahat. Apakah itu terdengar berlebihan?”
“Jam
enam atau kau bisa cari orang lain” Min Rin menggertak.
Tapi
rupanya Jung Soo tak mendengarkan kata-kata Min Rin setelah itu. Ia hanya duduk
di sana, menunggu gadis itu mengatupkan bibir. Ia berbicara tidak lama setelah
itu, memberikan penawaran, berusaha membuat dirinya terlihat mengintimidasi.
“Tetap jam tujuh, dan akan kunaikkan gajimu duapuluh persen. Bukankah kau
bilang kau butuh pekerjaan?”
Tidak
ada yang bisa menolak kenaikan gaji, dua puluh persen untuk satu jam. Min Rin
sendiri tak yakin laki-laki jenis apa yang ada di depannya. Dengan malu-malu
dia berkata, wajahnya sudah memerah, “Baiklah sampai jam tujuh, tapi aku tak mentolerir
jika kau terlambat”
“Pilihan
yang tepat”
Setelah
itu perbincangan berlanjut pada poin ke tiga. Begitu banyak perdebatan, tapi
Jung Soo selalu tampil mendominasi. Karena itu tidak banyak hal dalam kontrak
yang diubah, kecuali kenaikan gaji duapuluh persen.
Kontrak
disepakati seiring dengan pihak kedua dan pertama yang saling berjabat tangan. Jung
Soo tersenyum sopan, kemudian berjalan ke sisi ruangan dimana ada satu pintu
berukuran normal yang menyambung dengan suatu ruangan yang tak Min Rin ketahui.
Gadis itu ingin melarikan diri secepat yang ia bisa, mengabadikan bau Jung Soo
yang melekat di tangannya. Namun sebelum Min Rin berhasil berjalan keluar, Jung
Soo sadar babysitter barunya masih di belakang, tepat ditempat sebelum ia
tinggalkan, “Kupikir kau ingin segera bertemu bayimu”
Mendengar
Jung Soo menggunakan kata ganti ‘mu’ setelah sebelumnya mengatakan ‘bayiku’
membuat telinga Min Rin memerah, seolah bayi itu adalah milik mereka berdua.
Kemudian, pikiran Min Rin terpotong tatapan Jung Soo dari ambang pintu. Min Rin
tersenyum bersalah, mendapati lelaki itu bersandar pada kusen dengan bibir
menahan segala bentuk makian atau apapun yang ada di ujung lidahnya. “Mau
sampai kapan kau berdiri di sana? Aku tidak membuang uangku untuk seorang yang
tidak bisa apa-apakan? Cepat bergeraklah! Kurasa, Jonjin sebentar lagi akan
bangun”
Min
Rin hampir membiarkan mulutnya ternganga ketika mendengar kata-kata Jung Soo.
Pria dihadapannya bahkan tidak lebih baik dari bos sebelumnya. Tiba – tiba
saja, perkataan Jung Soo membuat Min Rin jengkel. Tanpa berpikir panjang lagi
dia menggeret kakinya ke arah Jung Soo, mengikuti pria itu dari belakang.
Rupanya
pintu tadi mengarah pada sebuah kamar yang didekorasi dalam warna coklat yang
hangat, dan dilengkapi dengan perabot kayu yang terkesan benar-benar seperti
Jung Soo. Pada salah satu sisi ruangan terdapat box bayi cukup besar, “Namanya,
Kim Jongjin” Jung Soo berkata seraya menunjuk bayi laki-laki yang sudah pasti
menjadi objek perbincangan mereka sejak tadi. Dia tidur. “Di laci meja, ada
catatan yang ditinggal ibunya, kurasa kau harus membaca itu”
***
Kyuhyun
bangun dengan mood kacau pagi ini, semalaman dia menghabiskan setengah waktunya
hanya dengan bergulung di ranjang. Dia tak pernah mengalami mimpi buruk sebelum
ini, mimpi buruk hanya untuk orang-orang yang memiliki gangguan stress paska
trauma atau pengidap penyakit tertentu, sedangkan Kyuhyun bukan bagian dari mereka.
Dalam
mimpinya, Kyuhyun dapat melihat dirinya yang lain. Terlihat utuh. Seperti
melihat sebuah drama dimana dia sendiri yang menjadi aktor utamanya. Berawal
dari setting sebuah club, Kyuhyun menari dengan beberapa orang wanita berambut
pirang, dentuman musik begitu keras-bahkan lebih keras dari yang pernah ia
rasakan. Setelah dilihat-lihat kembali, Kyuhyun baru sadar ini bukan tempat
yang ia kunjungi biasanya, club ini terlihat mengerikan. Tak ada bar, hanya
lantai hitam berwarna senada dengan
dinding. Tidak ada lampu disko yang berputar, tapi anehnya dia dapat melihat
sekitar dengan jelas. Mimpi buruk dimulai saat Kyuhyun tiba-tiba merasakan
sakit, rambutnya ditarik hingga semuanya lepas. Di depannya seorang gadis
dengan gaun tosca melambai ke arahnya sambil bersimbah darah, wajahnya tidak
terlihat jelas, ada bagian buram seolah Kyuhyun memang tidak harus melihatnya.
Seseorang itu menangis dengan tetap melambai, dia tetap memaksakan senyum pada
ujung hidupnya, namun entah kenapa senyuman itu justru melubangi hati Kyuhyun.
Di
atas meja makan, terdapat satu cangkir bekas teh yang terasa hangat ketika
Kyuhyun sentuh. Ini teh Inggris, dibawa Chosung setelah kembali dari perjalanan
panjang yang tak pernah bisa Kyuhyun pahami. Bagaiamanapun, seseorang yang meninggalkanmu
dan mengatakan padamu akan pergi ke Perancis untuk belajar menjadi desainer
tapi pada kenyataannya dia menghabiskan waktu dua tahun lebih lama di Inggris, tidak
akan pernah menjadi masuk akal meskipun sudah kau pikirkan berkali-kali.
Kyuhyun sangat tahu jika Chosung begitu menggilai Inggris, dan aksen britishnya
yang tak peduli bagaimanapun Kyuhyun belajar dia tak akan pernah bisa. Lelaki
itu sudah berusaha sekuat tenaga agar Chosung berminat padanya, termasuk
membuat janji akan pergi ke Inggris ketika nanti sudah dewasa. Tapi siapa
sangka jika Chosung meninggalkannya begitu saja.
Kyuhyun
mulai bertanya-tanya dimana keberadaan gadis itu. Chosung tak mungkin pergi ke
luar sebelum Kyuhyun bangun, itu artinya dia masih berada di apartemen ini
entah di ruangan yang mana. “Noona, kau dimana?”
“Ada
apa Kyunnie? aku di dapur”
Ada
bau makanan ketika Kyuhyun memasuki dapur. Tempat itu terlihat berantakan, sama
berantakannya dengan penampilan Chosung pagi ini. Terdapat cukup banyak bahan
makanan berserakan di lantai. Gadis itu terlihat cukup frustasi dengan telur
mata sapinya yang gagal, bagian kuning dan putihnya bahkan nyaris berlebur.
Kyuhyun
nyaris membuat dirinya terlihat konyol. Merupakan suatu kejutan melihat Chosung
memasak, kali ini benar-benar menggunakan kedua tangannya. “Selamat pagi! Kau
pasti laparkan? Duduklah di meja makan, biar aku menyelasaikan ini dengan
tenang. Auch, kau membuatku gugup”
“Noona, kenapa kau tiba-tiba berubah?”
Chosung
mendongak setelah menangkat telurnya dari penggorangan, “Bukankah kau juga berubah?”
Kyuhyun
hanya terdiam.
“Karena
itu, aku harus berubah untuk menyeimbangkan perubahanmu”
“Itu
tidak perlu”
“Biarkan
aku yang memutuskan itu perlu atau tidak, Kyunnie” Chosung memandang lembut ke
piring, membiarkan tangannya meletakkan telur setengah gagal buatannya.
“Bisakah kau membantuku membawa ini? Aku akan mengambil susu untukmu”
Kyuhyun
sampai lebih dulu ke meja makan dan Chosung berikutnya. Dia meletakkan dua
gelas susu masing-masing di hadapannya dan Kyuhyun. Menu makan hari ini
sederhana, hanya telur goreng, dipadu dengan sosis, bacon, kacang, tomat.
Kyuhyun ingat makanan ini, Chosung selalu menyebutnya sebagai sarapan ala
Inggris.
“Tidak
usah memaksakan diri”
“Apa?”
Kyuhyun
menarik nafas panjang dalam diam,mencoba memahami apa yang gadis di depannya
lakukan. Tapi dia tak pernah cukup pintar untuk bisa memahaminya, “Kau tak
pernah tahan jika minum susu sebelumnya. Berhentilah”
Chosung
tersenyum tipis, “Tidak kusangka, kau masih mengingatnya” dia meneguk
minumannya untuk memastikan pada Kyuhyun jika dia sanggup, “Aku ingin
meminumnya sesekali”
“Noona..”
“Kyunnie,
aku ingin kau mengajakku ke taman bermain”
“Kita
bukan anak kecil lagi”
“Tapi
aku ingin, ayolah! Aku tidak ingin pergi sendirian, kau harus menemaniku!”
***
tbc