Author : JewelAMD
Tittle : Different (sekuel) part 1
Genre : Romance, Angst
Cast : Kim Jong Woon
Kim Soo Hyun
Lee Sang Hwa
Lee Hyuk Jae
And other cast
Rating : PG13
Length: continue(sekuel)
Annyeong. Thor comeback
ni.. ini sekuel Different. Ff berseri pertama aku. Okee, Happy reading :D
------------------------------------
*Lee Sang HwaPov*
Aku masih memandang
tubuhku di depan cermin,melenggak-lenggokkan gaun putihku yang terlihat indah,
rambut panjangku digulung ke atas dengan dihias mahkota kecil di atasnya.
“Mirip princess” kepalaku dengan PD-nya mengangguk meng-iyakan ucapan batinku
sebelumnya, dan seulas senyum tips entah kenapa begitu mudahnya terukir di
bibirku hari ini. Aku kembali duduk di tempatku, tak ingin terlalu banyak
berkeringat karena tak ingin riasan wajahku luntur. Aku ingin tampil cantik, setidaknya ini
adalah peristiwa sekali seumur hidup. Tubuhku menegang saat kuraskan ada tangan
yang menepukku dari belakang, sebuah tangan kekar yang mengusap pundakku
perlahan tanpa mengucap sepatah-katapun. “Nu..nuguseo?” dengan keberanian yang
sangat minim, aku masih berusaha bertanya padanya, meskipun saat ini badanku
terasa kaku, tak bisa berbalik menatapnya.
Hingga menit ke
tiga sosok itu masih diam, tak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya.
Kepalanya yang cukup berat bersandar di pundakku, bisa kurasakan hembusan
nafasnya yang berat seolah ada ribuan beban yang bergelanyut manja pada gas CO2
yang dibuangnya. “Kkkau.. siapa?” tanyaku sekali lagi dengan kadar
ketakutan yang lebih tinggi, tapi sosok itu masih diam seribu bahasa, hanya
hembusan nafasnya yang menjawabku. “Aish, jinja. Sebenarnya kau ini sia…”
kuhentikan kata-kataku ketika tubuhku benar-benar menatapnya. Manikku menatap
mata sendunya dengan sempurna, sosok itu terlihat kacau dengan rambut kusut dan
air mata yang menggenang di pelupuknya. “Oppa..” terluka, shock, dan benar-benar
tak tega ketika aku mendapatinya berdiri di depanku dengan kondisi seperti ini.
Sosok itu harusnya tengah memakai jas rapi sepertiku, rambut yang disisir
beraturan dan air mata yang bahagia. Tapi sekarang, untuk apa air mata itu ada
disana? “Oppa, waeyo? Ada masalah?” kumajukan kakiku selangkah mendekatinya,
tapi namja itu memundurkan dirinya dua langkah. “What happen?” kembali aku
mendekat, tapi lagi-lagi dia menjauh. Kami seperti dua magnet berkutub sama
yang ssaling di dekatkan, tolak-menolak. Sadar jika aku mengalami penolakan,
entah kenapa aku merasa sakit. Air mata ini merembes keluar, entah untuk yang
keberapa kali aku melangkah mendekatinya, dan entah untuk yang keberapa kali
pula dia melangkah menjauhiku. Bisa kulihat air matanya yang semakin deras
mengucur, hingga kurasakan tubuhnya semakin pudar, pudar, memudar, dan akhirnya
lenyap di hadapanku.
***
“Oppa..” lirihku
ketika perlahan mataku mulai membuka. Ada air mata bening di sudut mataku, dan
aku belum berniat untuk menghapusnya. Membiarkan butiran hangat itu jatuh
membasahiku, berharap ada sedikit beban yang terbawa pergi seiring tangisanku
yang mulai menetes. Sudah satu tahun laki-laki itu pergi meninggalkanku,
meskipun sebagian hatiku telah mencoba merelakannya, tapi sebagian hatiku yang
lain masih merindukannya-membutuhkan laki-laki itu untuk ada di sisiku. Dan
sialnya, bagian inilah yang lebih dominan. Bagian dimana aku masih mengharapkan
dia ada, bagian dimana cinta ini masih untuknya, dan bagian yang selalu
menghadirkan dirinya dalam setiap mimpiku. Kuhapus air yang telah membasahi
pipiku, menghembuskan nafas panjang seolah aku lelah, ah aniya~ bukan seolah,
tapi aku benar-benar lelah. Aku lelah menunggu kedatangannya, aku lelah
mengharapkan keberadaannya, aku lelah terhadap takdir yang memberiku harapan
palsu, aku.. lelah.
“Sang Hwa,
ireona!” teriakan suara hangat dari balik pintu dengan tangan mengetuk benda
persegi kayu itu membuatku sedikit terbuyar dari pemikiran panjangku. “Yak
ppalli ireona. Hyuk Jae sudah menjemputmu” aku terdiam, mengerjapkan mataku
sebentar, mengatur agar suaraku tak terdengar serak karena habis menanngis. “Ye
eomma, suruh dia menunggu” ucapku ketika pintu itu telah terbuka.
*Author Pov*
Hening, hanya hembusan nafas mereka yang
terdengar di tengah-tengah alunan lagu 7
years of love yang memang sengaja di
putar oleh pemilik mobil itu. Tak terdengar suara percakapan atau canda
diantara mereka. Sudah seperempat jam mereka terjebak dalam hiruk pikuk jalan
raya Seoul, tapi selama itu mereka hanya saling membuang muka, memandang
jalanan yang mulai di padati besi beroda empat. Sesekali Sang Hwa memainkan
jarinya, kebiasaan yang akan dia lakukan ketika dia mulai bosan atau gugup.
Sedangkan Hyuk Jae lebih memfokuskan dirinya pada jalanan yang entah kenapa
hari ini terasa sangat sesak.
5 menit kemudian
tak ada bedanya, mereka masih tetap diam hingga ke-empat roda mobil Hyuk Jae
berhenti di sebuah pelataran Rumah Sakit. “Mau kujemput jam berapa?” tanya hyuk
jae sambil melepaskan seat belt, berniat membukakan pintu untuk yeoja yang
tengah duduk di sampingnya. “Tak usah” tolak Sang Hwa lembut dengan bibir yang
membentuk lengkungan mempesona. “Tapi..” “Sungguh aku bisa pulang sendiri”
potong yeoja itu cepat. Hyuk jae hanya menganggukkan kepalanya, membuka pintu
mobil dan lagi-lagi tangan gadis itu menahannya. “Oppa tak perlu, aku lebih
suka jika aku membuka pintuku sendiri” lagi-lagi namja itu ditolak dan dia tak
bias berbuat apa-apa kecuali menggangguk patuh. “Kalau ada apa-apa telfon aku”
tawar sosok itu dari balik kemudi, sedangkan yeoja itu telah berdiri di luar
mobilnya. “Ye oppa, berhati-hatilah”
***
Sosok itu telah
sampai di ujung lorong rumah sakit, seperti biasa pintu dengan angka J-20
adalah tujuannya. Perlahan tangan mungilnya tergerak mengetuk pintu rumah sakit
itu secara pelan, sebelum ahirnya dia memutuskan untuk masuk tanpa menunggu
teriakan ‘masuklah’ dari dalam sana. “Ah, rupanya ada ahjumma. Mianhae, kupikir
Ny.Kim sedang sendiri” ucap yeoja itu setelah beberapa saat sebelumnya menunduk
memberi hormat pada wanita paruhbaya yang dia panggil Hwang ahjumma. “Gwechana,
sbentar lagi aku juga akan pulang. Kau jaga nyonya ne? merepotkan?” sahut wnita
bernama Hwang Sebyu itu dengan ramah. “Ah nde, sama sekali tak merepotkan” Sang
Hwa tersenyum sekilas akhirnya mengalihkan pandangannya pada sosok yang
terbaring lemah di ranjang pasien, tatapan matanya sayu, dia tak tega melihat
wanita yang satu tahun lalu terlihat kuat, kini justru terlihat rapuh. “Dia
belum bangun, semalam dia tak tidur, mkungkin sekarang Nyonya lelah” jelaas
Hwang ahjumma sambil mengikuti arah pandang Sang Hwa. “Omona, aku harus segera
bekerja. Ada banyak hal yang harus kukerjakan di rumah” Sang Hwa menarik sudut
bibirnya, melambaikan tangan pada sosok Hwang ahjumma yang lenyap di balik
pintu.
***
Sang Hwa menutup
novelnya ketika dirasa ranjang pasien itu bergerak. “Ah, Nyonya sudah
bangun?” ucapnya sambil meletakkan novel
di atas sofa, melangkahkan kakinya mendekati wanita paruhbaya itu. “Dimana
pelayan hwang?” Tanya wanita itu lirih dengan suara serak khas seseorang yang
baru saja terbangun dari tidurnya. “Hwang ahjumma kembali kerumah Nyonya, dia
bilang ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan” jelas Sang Hwa lembut dengan
tangan yang sibuk menuangkan air hangat kedalam baskom. “Kau sendiri untuk apa
disini? Harus berapa kali kubilang jika aku tak ingin melihatmu?” tekan wanita
itu pada setiap kalimatnya. “Dan harus berapa kali pula saya bilng, jika saya
tak peduli hal itu. Eoh, lihat ini sudah jam 10. Saya akan membantu Nyonya
membersihkan diri” Sang Hwa membasahi handuk kecilnya, memerasnya, lalu
mengusapkannya pada permukaan kulit wanita itu, memberikan efek yang cukup
segar pada tubuh yang satu bulan ini hanya bisa terbaring di ranjang rumah
sakit. Bias dirasakan bagaimana perubahan tubuh wanita bermarga kim itu setahun
ini. Semakin kurus, pucat, dan lebih sakit-sakitan. Entah kemana daya tahan dan
ketegaran yang dulu dia punya. Wanitaitu terelalu pusing memikirkan kondisi
putranya yang kian melemah, dibanding memikirkan kodisis jntungnya yang kian
memburuk. “Nyonya harus lebih sering memperhatika kondidi nyonya” “Kau piker,
kau siapa bias mengatur hidupku?” Sang Hwa hanya tersenyum sekilas menanggapi
pertanyaan Hana. “Aku Lee Sang Hwa, calon menantu Nyonya. Apa nyonya lupa?”
hanay senyum getir yang menjawab godaan Sang Hwa. Wajahnya terlihat semakin
pucat, perasaan sakit kembali berkecauk pada diri wanita itu. “Kau berbicara
aseolah Jong Woon masih ada” jawaban singkatnya seolh petir menyambar yeoja
manis lawan bicaranya. “Jangan memberiku harapan bodoh lagi, aku sudah cukup
tertekan dengan kepergian putraku yang tiba-tiba” setetes air mata jatuh
membasahi pipi Hana, selama ini dia selalu menyimpan dukanya dari setiap orang,
entah kenapa hari ini dia begitu ingin membaginya dengan yeoja yang dulu begitu
ingin dia singkirkan. “Cepat bantu aku membersihkan diri, aku ingin segera
makan” Hana mencoba mencari topic lain, tak ingin lebih lama melihat reaksi
shock Sang Hwa. “Ya! Kau tak mendengarku?” sentak wanita itu sekali lagi,
membuat Sang Hwa sedikit terjingkat. “Ne, Nyonya”
***
Langkah sosok itu terlihat gontai, hatinya
benar-benar kacau, pikirannya melayang paada perkataan Hana tadi. Seperti
sebuah tamparan keras yang kembali mengingatkannya pada kenyataan pahit yang
ingin dia lupakan. “jangan beraharap lagi” setidaknya itulah yang tadi Hana
ucapkan ketika Sang Hwa menutup pintu rumah sakit untuk pulang. Hati gadis itu
benar-benar kalut, seperti ada kabut tebal yang menyelimuti relung hatinya.
“Tak bisa..” gumamnya pelan, wajahnya menunduk dalam, sedangkan kakinya terus
memmbawanya melangkah meleawati garis-garis putih. “Dia masih ada, Tuhan, dia
masih ada kan?” mulutnya terus berkicau tak jelas. Kakinya mulai lemaas, dia
tak ingin berhenti setidaknya ketika hatinya masih sesuram ini. Kim Jong Woon,
sebenarnya dia adalah main castnya, tokoh utama yang berhasil menggerogoti
tubuh kuat Kim Hana, tokoh utama yang berhasil membuat Lee Sang Hwa terlihat
begitu mengerikan selama setahun ini, tokoh utama yang begitu dicintai seorang
Lee Sang Hwa, tapi sayangnya tokoh utma itu kini menghilang. Entah sudah berapa
ratus orang yang Hana kerahkan untuk mencarinnya, tapi sampai setahun ini
pencarian itu tak membuahkan hasil. Polisi bahkan telah menyatakan Jong Woon
tewas terbawa arus deras, sebuah pemakaman tanpa jasad sudah dilakuakn, tapi
entah kenapa relung hati Sang Hwa masih begitu enggan mengakuinya. “Dia masih
hidup, aku bias merasakannya” itu yang selalu Sang Hwa katakan ketika
orang-orang mulai memintanya untyk melupakan Jong Woon. Tapi entah kenapa hari
ini dia tak bias mengatakan hal itu padaa Hana, ada satu titik apada hatinya
yang menahan mulutnya untuk mengucapkan kalimat itu. Satu spot yang Sang Hwa
sendiri benci untuk mengakuinya, titik keraguan. “Dia masih ada” gumanya
berulang kali, tak bias dipungkiri jika spot keraguan itu memang ada pada
dirinya, tapi perasaan jika Jong Woon masih hidup tetap bertahan pada sisi
hatinya yang lain.
Tin.. tin..
Sebuah klakson
ditekan keras hingga menghasilkan bunyi yang begitu memekakkan telinga. Sang
Hwa mengangkat kepalany karenadia benci tipe kebisingtan yang seperti ini.
Lewat matanya yang mengabur dia bias melihat besi beroda empat itu melaju ke
arahnya, ada sedikit ketakutan yang tergambar di wjahnya, tapi tubuhnya terlalu
rapuh untuk berlari, dia hanya bisa membeku, menutup matanya rapat-rapat. 3
menit kemudian roda-roda itu mulai beradu dengan aspal, berhenti tepat 5cm di
depan raga itu. “Yak! Kau ini bodoh atau mau mati?” seorang namja berperawakan
tinggi, berambut hitam, dengan kacamata yang menyembunyikan mata sipitnya
keluar dari mobil itu dengan sedikit kesal. Tangannya yang terbentuk dengan
sedikit otot terpampang jelas lewat kaos tanpa lengannya. Dia benar-benar sosok
lelaki yang hampir mendekati kata sempurna. “Yak ahgassi, kau tak mendengarku?”
Sang Hwa hanya bias terdiam mematung di tempatnya sementara laki-laki itu
kembali membentaknya. Kepalanya begitu pusing, pandangannya mengabur sehingga
untuk melihat rupa orang yang membentaknya saja tak bisa. “Mianhae” ucap Sang
Hwa lemah tanpa menunduk meberi horamta sedikitpun. Yeoja itu membalik
tubuhnya, meneruskan langkahnya dengan sempoyongan dan tangan yang
terus-menerus memijit pelipis kepalanya. “Yak! Ahgassi, Gwenchanayo?” teriak
laki-laki bermata sipit itu ketika melihat tubuh Sang Hwa ambruk di atas aspal.
***
Beautiful adalah satu kata yang yeoja itu ucapkan
ketika kakinya menapak lahan rerumputan yang cukup luas. Ada banyk bunga mekar
di tempat ini, termasuk mawar puti, bunga kesukaan yeoja yang tengah memandang
tempat ini kagum. Sekilas yeoja itu mengernyitkan keningnya, dia ingat betul
jika seul tengah mengalami musim dingin, tapi ini membuat korea terlihat seolah
musim semi. Gadis itu berjalan lagi, kali ini langkahnya sedikit berat, dan dia
baru sadar jika dia tengah menggunakan dress pengantin yang begitu elegan. Dia
melirik ponsel yang sedari tadi digenggamnya, dan.. “Sial, kurang 10 menit
lagi” umpat gadis itu kesal, sebelum akhirny mencoba berlari dengan gaun
pengantinnya yang begitu panjang. Gadis itu menemukan karpet merah yang
memanjang seperti altar, dengan rasa penasaran dan perasaan dag dig dug yang
tak karuan, gadis itu mulai berjalan. Ah, bukan, itu terlalu cepat untuk di
sebut berjalan, tapi terlalu lambat untuk disebut berlari. Diujung sana, dia
menmukan sosok laki-laki berjas putih senada dengan gaun yang dia kenakan
tengah berdiri membelakanginya. “Nuguya?” Tanya gadis itu ketika jarak antara
dia dan laki-laki itu terpaut sekitar 10 meter. Sosok itu tak menjawab
pertanyaan gadis itu, dia hanya membalik wajahnya dan memasang senyum yang..
demi Tuhan akan membuat semua yeoja terhipnotis karenanya. Gadia itu tersenyum
lebar ketika sosok itu benar-benra terlihat jelas di depan matanya, ada rasa
rindu yang begitu besar yang mendorongnya untuk bberalari mendekati prianya.
Seulas senyum terukir di bibir merah tipisnya. Dia benar-benar tak bisa
menggambarkan kebahagiaannya, bahkan jika kebahagiaan ini berwujud mungkin akan
jauh lebih indah dari pelangi. “Oppa..” gadis itu menghentikan langkahnya
ketika jarak mereka hanya tinggal dua langkah. Dihisapnya ribuan oksigen karena
dadanya terasa sesak hanya karean melihat sosok itu. “Yesung oppa..” seperti
seekor anak merpati yang sayapnya tertembak, begitulah perasaan gadis itu saat
ini. Baru saja dia melayang berharap bisa bertemu sesuatu yang lebih indah dari
pelangi. Tapi sekarang dia jatuh lagi ke bumi, melihatnya kerasnya bebatuan dan
terjalnya tebing-tebing, ketika dilihatnya sosok itu kembali lenyap sewperti
buih di depan matanya.
***
“Yesung oppa..”
kepala Sang Hwa bergerak gusar, keringat dingin mulai membasahi dahinya.
“Andwe! Jangan tinggalkan aku lagi ppa, jebal..” teriakan histeris itu membuat
wanita paruhbaya yang sejak 15 menit lalu duduk tegang di sofa rumah sakit
tergerak untuk mende4kati ranjang putrinya, membelai lembut rambut hitamnya. “Sang
Hwa, Lee Sang Hwa” ucapnya seraya menepuk pipi putrinnya perlahan, berharap
sosok itu segera keluar dari dunia mimpinya. “Sang Hwa, Ireona” Hyuk Jae ikiut
bersuara, enath sejak kapan dia mulai berdiri di samping Ny. Lee
Perlahan mata
itu mulai terbuka, sekujur tubuhnya gemetaran, antara takut dan dingin.
“Eomma..” tangannya terulur meraih tubuh wanita di depannya. Yeoja itu tak
bersuara, hnya air mata yang perlahan mulai membasahi baju eommanya. “Wae?”
Tanya wanita itu dengan nada khawatir. Tapi hanya gelengan pelan yang menjawabnya,
tak ada keberanian untuk bercerita. Gadis itu terlalu bingung bagaiman cara
memulai ceritanya, terlalu rumit dan menyakitkan. “Kenapa dia harus dating?
Kenapa?” batin Sang Hwa bertanya keras –pada dirinya. Dia tak tau harus senang
atau sedih dengan kehadiran laki-laki itu di mimpinya. Suah hamper setahun ini
laki-laki itu menhilang bagai di telan humi, tapi entah kenapa akhir-akhir ini
sosok it uterus menghantuinya, kembali menjadi tokoh utama pada setiap bunnga
tidurnya. “Aku tau aku gagal eomma, tapi kenapa Tuhan memperjelasnya?” tangis
yepja itu semakin menjadi, seperti ada garam yang ditabur di atas lukanya yang
masih menganga lebar tatkala sekelebat mimpinya kembali memenuhi otak Sang Hwa.
Gaun pengantin, altar, penantian 10 menit, laki-laki itu yang menunggu di ujung
altar, dan namja itu yang tiba-tiba menghilang seperti buih. Sungguh seperti
duka lama yang di ulang berali-kali. Kegegalan di depan altar, kegagalan
mempersatukaa cinta di atas perbedaan, adealah memori pahit yang begitu Sang Hwa
ingin lupakan. Tapi sepertinya, scenario Tuhan inin dia mengingat setiap memori
dan kagagalan yang pernah dia ukir. “Sabarlah..” hanya kalimta itu yang keluar
dari bibir wanita itu, dai tau betul bagaiman luka yang dialami putrinya, tapi
dia tak bisa berbuat apa-apa. “Permisi, biar aku panggil dokter Cho terlebih
dahulu” sela Hyuk Jae.
***
Namja itu
memasuki pint terakhir di ruangan ini, kembali nuansa putih memnuhi ruangan ini
seperti ruang-ruang sebelumnya, dan namja ini tak mempermasalahkannya karena putih
member kesan simple, sesuai kepribadiannya. Namja itu melihat sebuah ranjang
king size di bagian kiri ruangan-yang ternyata adalah kamarnya-juga sebuah
pintu yang tanpa dilihatpun dia sudah itau itu adalh kamar mandi. Sosok itu
meletakkan ranselnya diata ranjang, dia tak terlalu tertarik unntuk istirahat
karena ini masih terlalu terang untuk tidur. Perlahan tubuhnya mulai merpatkan
ke balkon. Dia cukup bersyukur karena apartemennya berada di atas hingga dia
bisa melihat rangkuman kota Seoul dari sini. Hembusan angin mulai menilisik
kesela-sela rambutnya, menyelimuti tubuhnya dengan rasa dingin yang jelas-jelas
menusuk tulangnya. Sialnya, dia hanya memkai baju tanpa lengan yyang hanya
sedikit memberi kehangatan. Namja itu memasukkan jemarinya kedalam saku
bajunya, berharap dia tak mati menggigil hanya karena berdiri di balkon
apartemennya sendiri. Dari sini Seoul terlihat indah dengan cahaya orange senja
yang mengenai ujung gedung-gedung . Indah. It’s very beautiful.
Laki-laki itu
menggosokkan telapaknya, berdri I balkonnya memang dingin, tapi dia tak ingin
beranjak, dia ingin lebih lama menikmai kecantikan seoul yang terasa taka sing
lagi baginya. Sekali lagi dia menggosokkan telapak tangannya, dan dia
benar-benar merutuki kebodohannya yang lebih memilih memakai baju tanpa lengan
di banding mantel di musim dingin.
Sedetik kemudian ponselnya bergetar, dengan tergesa dia merogoh sakunya
dan mengeluarkan benda itu dari sana. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang
begitu di kenlanya. “Damn! Bagaimana aku bisa lupa?!” tanpa ba-bi-bu lagi
tangannya mulai menekan tombol hijau di suudut kiri bawah ponselnya. “Yeobseo”
angkatnya “Kau sudah sampai di Seoul?” Tanya seorang wanita di ujung sana.
“Sudah eomma, mianhae aku lupa menguhubungimu” namja itu memindahkan tubuhnya
dri balkon, berjalan memasuki kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
“Ya! Kim Soo Hyun, baru beberapa jam kau meninggalakan rumah, tapi kau sudah
nelupakan eommamu!” omel wanita itu kesal. “Aniya, bukan begitu. Tadi aku ada
urusan sebentar” jelas sosok bernama Soo Hyun itu dengan telaten. “Urusan apa
yang membuatmu melupakan eomma huh?” namja itu tersenyum. Selalu saja seperti
ini, eommanya selalu saja cemburu layaknya anak SMP yang baru saja jatuh cinta.
“Mmebawa seorang yeoja ke rumah sakit. Dia pingsan di depanku, bgaimana bisa
aaku mengabaikannya?” Soo Hyun beranjak dari ranjangnya, menutup pintu kaca
yang menghubungkannya dengan balkon. Dia tak inhgin menikmati anginn dingin
lebih banyak lagi hari ini. “Apa eomma bisa mempercayai ucapanmu?” “Tch,” Soo
Hyun mendengus kesal, disembunyikan tubuhnya di balik selimut rapat-rapat, dia
benar-benar menggigil saat ini. “Terserah eomma saja” selalu, pada setiap
perdebatan kecilnya dengan wanita itu dia yang akan selalu mengalah. “Jaga
kesehatanmu disana, banyal-banyaklah istirahat” namja itu sedikit terkekh mendengar
ucapan eommanya, dia bukan anak SD yang akan berpariwisata bersama temannnya,
dia seorang pria dewasa sekarang. Soo Hyun memindahkan ponsel ke telinga
kirinya dan berkata, “Aku tak akan bisa menjaga kesehatanku jika eomma
meneleponku lebih lama lagi. Kudengar radiasi ponsel bisa memasak popcorn dan
mendidihkan air, mungkin kepalku juga akan…” “ne, ne, kau hanya cukup memnita
eomma mneutup telepon. Tak perlu menguliahiku sepanjang ini” potong wanita itu
cepat dan hanya dijawab kekehan pelan dari putranya. Jelas sangat mudah jika
dia ditunutut untuk to the point, itu memnag kepribadiannya. Tapi dia sadar
betul jika itu akan terasa tidak sopan jika dilkaukan pada orang tuanya,
terlebih eommanya. “Hentikan tawamu Kim Soo Hyun. Beristirahatlah” dan
berakhirnya dengan berakhirnya suara hangat itu, sambungan itu terputus.
***
“Makannlah ini
Lee Sang Hwa, kau butuh makan malam untuk tenagamu” entah sudah berapa kali
Hyuk jae menyebut kalimat itu di depan Sang Hwa, tapi gadis itu tak berkutik.
Sejak sadar dari pingsannya 2 jam yang lalu, gadis itu hanya berdiam diri. Dari
wajahnya tergambar seolah ada ratusan pikiran yang memenuhi otaknya,
benar-benar kacau. “Sesuap saja” mohon Hyuk jae, tangannya telah melayangkan
sesendok nasi di depan Sang Hwa, tapi dengan perlahan gadis itu menepisnya.
“Dokter bilang kau pingsan karena kelelahan dan banyak fikiran. Ditambah lagi
maagmu kambuh. Sejak tadi pagi kau belum makan, dan kau juga akan melewatkan
makan malam mu?” ”Oppa, aku baik-baik saja. Aku hanya ingin sendiri. Hari inii
saja” Sang Hwa menunduk dalam. Ini untuk pertama kalinya Hyuk Jae marah
padanya, dan dia tak mau menatp mata itu, lebih tepatnya terlalu takut.
“Terserah katamu saja” hyuk Jae mendengus kesal. Diletakkannya kembali sendok
yang beberapa menit lalu dia genggam, membereskan makanan dan meletakkannya di
meja yang tak jauh dari ranjang. “Kuletakkan disana, jika kua lapar, makanlah”
namja itu meangkah memunggungi Sang Hwa, berjalan mendekati pintu dan memutar
kenopnya. “Ah satu lagi” dia manhan langkahnya, membiarkan tubuhnya berdiri di
ambang pintu, memutar kepalanya hingga menatap gadis itu kembali. “Pada setiap
cerita, tokoh utama mungkin saja terganti. Tapi pada kisah cintamu, apakah
munkin tokoh utama itu terganti?” mata laki-laki itu menatap lurus tepat ke
manik Sang Hwa, membuat kepala gadis itu berputar keras untuk membalas
pertanyaannya. “Oppa..” “Aku pulang dulu, istirahatlah” potong namja itu cepat,
sebelum akhirnya benar-benar beranjak dari ruangan itu.
***
Hyuk Jae duduk
di kursi tman rumah sakit, dia tak akan pernah tega meninggalkan Sang Hwa
sedirian, apalagi malam-malam begini. Sudut bibir kirinya sedikit terangkat,
member kesan jika dia sendiri begitu malu dengan dirinya. Terlalu pengecut.
Entah kenapa dengan mudahnya predikat itu bersandang pada dirinya. “Apa
susahnya mengucapkan ‘Lee Sang Hwa saranghaeo’? ” Hyuk Jae mndengus kesal atas
kebodohannya. Dia tau Sang Hwa sadar akan perasaannya, bahkan sebelum mulutnya
mengucapkan kata itu, tapi entah rasanya beda, dia inginn mengucapkannya,
memperjelas perasaanya pada sosok itu.
Perlahan dia
mulai meneguk kopi yang sebelumnya telah dia beli. Berdiri di taman tengah
malam saat musim dingi, ah dia sangat berharap jika esok dia tak akan demam
ataupun flu, dia masih harus menjaga Sang Hwa. Ditatapnya lengan sebelah
kirinya, sebuah gelang warna hitam melekat disana. Gelang yang dulu memilki pasangan,
tapi kini pasangan itu hilang bersamaan dengan pemilkinya yang telah pergi.
“Hae, aku tak bisa menepati janjiku” lagi-lagi dia tersenyum hambar, matanya
hampr meneteskan air mata, tapi mati-matian Hyuk Jae menhannya. Pikirannya
kembali melayang ke masa lalu, lebih tepatnya 10 tahun yang lalu.
___flashback__
2 namja itu
masih duduk di bawah pohon, memandangi seoorang yeoja yang masih bergulat
dengan bola basketnya. Sudah hamper setengah jam dia bermain disini, 14 kali
melakukan shooting, dan tak ada satupun dari tembakannya yang masuk. Dengan
polosnya dia mengerucutkan bibirnya, mendribble bolanya dengan keras seolah itu
adalah Lord Voldemort-musuh terbeesar Harry potter salah satu film
favoritenya-yang begitu dia benci. Dua namja yang duduk jauh darinya saling
pandang dan kemudian terkekeh geli. “Dia lucu” ucap salah satu dari mereka yang
membawa botol mineral. “Kau salah, dia cantik” bantah sosok namja satunya,
berambut merah kecoklatan. “Yak Lee Hyuk Jae, apa kau sedang merayu adikku?”
“Entahlah, aku hanya mengatakan yang \sebenarnya” jawab namja bernama lee hyuk
jae itu sebelum akhirnya menyambar botol milki sahabatnya dan menenggak
setengahnya. “Setelah kau memujinya, kau akan bilang jika kau mencintainya? Hahah,
leluconmu cukup lucu tuan Lee” cibir Lee Donghae pada sahabatnya yang masih
menatap lekat adik perempuannya. “Kalau kukatakan aku mencintainya, bagiamana? Another
lee” Lee Hyuk Jae mengalihkan pandangannya kea rah donghae, menatap namja itu
dengan serius. “Jangan bercanda. Kau itu namja playboy, bagaiman mungkin kau
mencintai Lee Sag Hwa, bahkan disaat dia belum mengenal cinta” “apa salahnya? Aku
akan menungggu sampai ddia remaja dan mulai mengenal c-i-n-t-a” hyuk mengeja
setiap huruf pembentuk kata sacral itu dengan jelas, membuat donghae terkekeh
geli di depannya. “Apa perasaanmu se-serius itu?” “Tentu kakak ipar” balas hyuk
cepat dia menunjukkan gummy smile-nya yang menurut sebagian yeoja itu
mempesona. “Rsanya aneh kau memanggilku seperti itu, aku jauh lebih mudah darimu
6 bulan” protesan namja itu tak di hiraukan oleh hyuk jae, laki-laki itu
ntengah sibuk meneguk sisa air mineral dalam botol yang dia genggam. “Kalau
begitu, berjanjilah padaku kau akan menjadi pendamping hidup sang Hwa. Yaksho?”
“Yaksho” jawab hyuk jae cepat. Donghae menarik botol minuman yang di genggam
hhyuk jae, berniat menuangnya ke dalam mulut, tapi.. “Ya pabo! Ini minumanku,
kenpa kau yang habiskan?!”
__flashback
end__
Hyuk Jae
tersenyum getir mengingat kejadian itu. “Janji? Pendamping hidupnya?” dumalnya
frustasi, dia benar-benar merasa bodoh karena mebuat janji itu dengan donghae. “mengucapkannya
saja tak pernah, bagaiman bisa aku menjadi pendamping hidupnya?” rutuk namja
itu pada dirinya. Kembali dia meneguk sisa kopinya yang mulai dingin hingga
habis. Rasa terluka kembali menyayat
hatinya tatkala bayangan Sang Hwa yang selalu menyebut nam Jong woon disetiap
mimpinya kembali menghias benaknya. Ingin rasanya dia membuka mata gadis itu
lebar-lebar, memperjelas bahwa yang ada di sisinya sekarang adalah Lee Hyuk
Jae, bukan Kim Jong Woon.
***
Seorang yeoja tengah duduk memandang salah
satu pohon besar pada taman bermain, tempat yang dulu sering dia datangi
bersama namjanya. Tak banyak orang di tempat ini, hanya ada dirinya yang seolah
menunggu kedatangan seseorang. Entah seseorang itu siapa, yeoja itu tak tau
pasti, dia hanya ingin menunggu seseorang. Kakinya terasa sangat berat untuk
melngkah meninnggalkan tempat ini. Dia sudah bosan menungggu, dia bahkan lupa
waktu, tak tau berapa menit yang ia lewatkan di tempat ini, yang jelas sekarang
jarum jam tangannya menunjuk pukul 8 pagi. Perlahan terdengar gemirisik langkah
yang mendekat ke arahnya, dengan hati-hati gadis itu membalikkan wajahnya. “Oppa..”
lagi-lagi sosok itu dating ke hadapannya dengan senyum mempesona yang membuat
takluk setiap yeoja. “Bogosippho” bibirnya tergerak menyuarakan kerinduannya. Setetes
air bening menetes begitu saja. Dia berharap sosok itu tak akan lenyap begitu
saja seperti biasanya. “Kau kemana saja?” yeoja itu hany bertanya, tanpa
berjalan mendekatinya. Dia takut, takut jika dia mendekat sosok itu akn
menjauhinya, takut jika dia mnedekat sosok itu akan kembali lenyap. “Oppa
kenapa kau diam saja?” tanyanya lagi, tapi prianya hany terdiam menebar senyum.
“Oppa, andwe!” yeoja itu berteriak keras ketika dilihatnya sosok Jong Woon
kembali lenyap di hadapannya. “Yesung oppa, bogosippho”
***
“Oppa andwe!”
hyuk jae memutar kepalany sigap ketika lagi-lagi gadis itu mengigau. Telinganya
menajam, berharap nama itu tak di sebutnya untuk kesekian kali. “Yesung oppa,
bogosippho” harapan itu meluntur begitu saja, hatinya hancur. Rasanya sakit
melihat gadis yang dicintainya menyebut-nyebut namja lain, sedangkan dia yang
ada disisi gadis itu saat ini. “Lee Sang Hw, ireona” dengan sigap dia
mengguncang tubuh rapuh itu, dia tak ingin sosok itu tenggelam dalam mimpinya
lebih lama lagi. “Oppa..” ada air mata di sudut mata gadis itu. Kembali rasa
rindu dan kehilangan membuatnya terlihat semakinrapuh di depan namja ini. “Kau
memimpikannya lagi” dengus Hyuk Jae frustasi. Matanya merah, dia terluka, tapi
dia bukan siapa-siap untuk marah.
Sang Hwa hanya
menganggukkan kepalnya, membenarkan jika dia memimpikan namja itu lagi-entah
untuk yang keberapa kali. Disandarkan tubuhnya pada bahu ranjang rumah sakit. “Meskipun
sampai 50 tahun lagi aku menunggu, aku tak akan pernah bisa menyentuh hatimu”
sang Hwa hanya terdiam, membuat Hyuk semakin geram. Adis itu benra-benar takut
menatap Hyuk Jae saat ini. “Kenapa kau tak bisa merelakan kepergiannya? Sudah satu
tahun, dan perasaanmu masih tak berubah” Hyuk Jae menghela nafas sebentar,
membiarkan oksigen masuk memenuhi paru-parunya. “Dia selalu hadir dalam
mimpimu, kaena kau tak bisa melupakannya” Sang Hwa semkain mengatupkan mulutnya
rapat. Otaknya bekerja keras, perlahan hatinya membenarkan perkataan Hyuk Jae. “Ini
sudah setahun..” batin yeoja itu mengulang perkataan Hyuk jae, seakan dirinya
sendiri baru sadar betapa lamanya waktu telah berlalu. Sang Hwa memejamkan
matanya, setetes air bening kembali meluncur begitu saja dari pellupuknya. Batinnya
begitu teruka ketika menyadari namjanya pergi terlalu lama. Bahkan setelah satu
tahun dia terus menunggu, tapi sosok itu tak kembali juga. Dia yakin Jong Woon
masih hidup, tapi mengharapkan laki-laki itu kembali sama seperti menelan duri.
Terasa pedih tatkala mimpi-mimpi itu dating, membawa kenangan pahit atas
kegagalannya di alatar, membawa luka baru ketika namja itu juga dating dan
tiba-tiba hilang seperti buih. “Aku mencintaimu Lee Sang Hwa, tidakkah kau
sadar hal itu?” pengakuan Hyuk jae barusan membuat Sang Hwa sedikit
terperanjat. Dia sadar betul akan perasaan Hyuk Jae sejak dulu, tapi dia tak
menyangka jjika namja itu akan mengungkapkan persaannya di saat seperti ini. “Sejak
10 tahun yang lau aku mencintaimu, aku selalu beridir di sampingmu, aku rela
kau menganggapku kakak, asalkan aku tetap bisa berada di dekatmu” hyuk kembali
menyudutkan Sang Hwa, membuat yeoja itu semakin terpuruk dengan pikirannya. “Tapi
itu dulu sang Hwa,, dulu aku hany ingin disampingmu, tapi sekarang aku ingin
kau menjadi milkku. Kau..” “Oppa kumohon jangan teruskan!” Sang Hwa hanya bisa
berteriak lemah. Gadis itu bergidik ngeri ketika namja yang saat ini di
depannya mengucapkan rentetan kata cinta. Dia tau, Hyuk Jae laki-laki yang
baik. Tapi entah kenap dia tak inngin Hyuk jae mencintainya, dia tak ingin ada
seseorang yang meminta hatinya secara langsung seperti ini, cukup seorang Kim
Jong Woon, dia tak bisa menyimpan nama llain di hatinya. “Salahkah aku jika
mencintai Yesung Oppa? Salahkah aku?” lirih, suara yeoja itu bahkan hamper tak
terdengar di sela isak tangisnya. “Tapi kau terluka setiap memimpikannya, aku
tak tau apa yang kau mimipikan, tapi kau selalu menangis dan berteriak histeris.
Untuk apa kau mempertahankannya huh? Dia sudah mati!” seperti ada ribuan pisau
yang menancap di dadanya, perih, gadis itu amat sangat terluka mendengar
pemaparan Hyuk jae. “Tapi persaanku mengatakn dia masih hidup!” “Jika dia msih
hidup, dia akan kembali padamu sejak setahun lalu. Atau mungkin.. dia sudah
bertemu wanita lain? Dia suda tak menginginkanmu Sang Hwa , sadarlah” terdiam,
itu yang yeoja itu lakukan. Dia benar-benra menangis. Perlahan persaan takut
mulia merambatr mendekatinya. “dia menginginkanku” “Gadis bodoh! Jika dia masih
hidup, bahkan sekarang dia belum juga kembali. Dia pasti menemukan yeoja yang
lebih canti darimu” setan dan malaikta mulai beradu. Entah mana yang bisa
memenuhi otak Sng Hwa. Gadis itu hanya termenung dalam ketakutannya. “Aku..
hanya ingin kau membuka hatimu untk orang lain sang Hwa” ucap Hyuk jae
akhirnya. Nadanya melemah, tangannya terulur mendekap tubuh Sang Hwa yang
membeku. Dia sadar, gadis itu tengah ketakutan saat ini. “Mianhae..” dan
bersamaan dengan itu air mata sang hwa kembali meleleh membasahi kemeja Hyuk
jae.
***
“Aish eomma, sudah kubilang, hentikan semua
kegiatan bodoh itu” Soo Hyun mendengus frustasi. Digulngkan tubuhnya yang
memeluk guling ke sisi kanan ranjang. Dia langsung menghubungi eommanya ketika
membaca pesan singkat dari wanita itu yang dikirim 5 jam yang lalu. “Ya! Kau
berani mangati eommamu bodoh?!” “Ah aniya, bukan begitu maksudku. Tapi.. ah
pokoknya aku tak mau datang” penolakan. Namja itu selalu menolak jika eommanya
sudah menyuruhnya untuk dating ke acara.. “Blind date. Apasalah kencan buta
huh? Kenapa ka uterus mengutuk hal yang sudah eomma susun dengan rapi?” seperti
biasa, wanita di ujung sana akn mengomel panjang lebar. Membuat suami dan
putrinya hanya bisa menggelang menatap ke arahnya. “Dan kenapa pula eomma harus
menyusun acara konyol ini? Apa eomma piker putramu yang tampan ini tak laku?” “Ne”
potong wanita bernama Kim Se oil itu cepat. Membuat Soo Hyun mendengus
frustasi. “Lihat umurmu sudah berapa, dank au belum juga mnedapat pasangan”
tambahnya ketika sebelumnya tak mendapat jawaban apapun dari putranya. “Jika
aku mau, aku bisa membawakanmu puluhan yeojaku, tapi aku memang sedang tak
ingin” Kim Seo Il tersenyum mengejk. Dia tak terlalu tertarik dengan jawabn soo
hyun yang lebih terdengar seperti alibi. “Aku tak butuh puluhan Kim Soo Hyun,
satu saja kau tak bisa” “Aish, sudah kubilang itu karena aku tak mau” namja itu
beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan ke dapur dan meneguk segelas mineral,
rupanya perdebatan ini cukup menguras tenaganya. “Dia perempuan yang cantik. Rambutnay
panjang, dia wanita karir dan tinggal di Seoul. Anak teman eomma, kau pasti
menyukainya” Soo Hyun hanya berdehem sebelum akhirnya menuangkan segelas air
lagi dan meneguknya tanpa sisa. “Biar nanti eomma suruh Sebyu mengirim fotonya
lewat email” laki-laki itu kembali berjalan ke kamaranya. Dia benar-benar lelah
menghadapi eommanya. “Sudahlah, hentikan. Aku tak tertarik” jelasnya. “Eomma
tak peduli. Alamat dan waktunya kan eomma kirim lewat pesan. Pastikan kau tak
akan terlambat, dan jangan membiarkannya menilai rendah penampilanmu” kim se
oil berhenti sebentar, menghela nafas beratnya, dan kemudian.. “Ingat! Eomma tak
suka penolakan. Arrachi?” “Yak! Berhenti menjadi dictator eomma”
***
Yeoja itu
kembali duduk di bangku taman ini, bingung, dia tak tau kenap dirinya selalu
tersesat di tempat ini. Terlalu ramai, bising, dan banyak anak-anak yang
berlarian disana sini. Pikirannya mulai bosan, berteriak ingin pergi, tapi
hatinya menahannya. Di hembuskan nafasnya berat, sekilas dia melirik jam
tangannya, dan akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Baru dua langkah, tapi
kakinya tertahan ketika dia rasakan sebuah tangan menggenggam erat pergelangan
tangannya. Dengan hati-hati yeoja itu mengangkat kepalanya, mencoba mencari
identitas si pemilik tangan itu. Dan, lagi –lagi dia dibuat terperanjat oleh
jalan cerita yang dbuat authr ini. “Oppa.. ” dia terbang, melayang. Dia suka
bayangan itu berada di sisinya saat ini. Jika senyum itu bertebaran di bibir
Sang Hwa. Tapi tak ada senyum yang biasa laki-laki itu sunggingkan. Dia, saat
ini terlihat lebih kelam dari biasanya. Cukup lama mereka saling pandang, taka
ad satupun dari mereka ynag berbicara. Perlahan Sang Hwa mulai melangkhakna
kakinya maju, ingin mantap sososk itu lebih ddekat, memastika apa dia benar-benar
Kim jong Woonnya. “Oppa..” langkahnya terhenti ketika ada suara lembut dari
belakang sosok itu. “Kau kemana saja? Aku sudah lama menunggu” suara itu, suara
seoarng wanita. Tanganny bergelanyut manja di lengan Kim Jong Woon. Sang Hwa
hany etrdiam, mentap tak percaya. Hatinya sakit melihat namjanya disenth orang
lain. Perlahan, bayangan Jong Woon dan yeoja itu mulai menghilang.
***
“Jangan
tinggalkan akku oppa, jebal..” keringat dingin telah menyelimuti tubuh Sang
Hwa. Dia bangun terduduk, tubuhnya gemetar, takut. Dia ingin menangis, tapi tak
ada air mata yang keluar dari indera penglihatannya. Dengan tergesa dia
mengacak-acak tempat tisurnya, mencari letak ponsel putihny pemberian yesung. Foto
sepasang yeoja dan namja menyabut pengelihatannya. Dengan cepat ditekannya
tombol kontak, dia tak ingin tterlalu larut mentapi fotonya dengan Jong Woon
setahun lalu. Dengan lihainya jemari Sang Hwa mencari-cari setiap nama di kotak
ponselnya, da sedetik kemudian dia menemukan nomor yang dicarinya. “Yeobseo” angkat seseorang di ujung sana,
hening, Sang Hwa hany terdiam. Tubuhnya semakin gemetar takut. “Lee Sang hwa!”
nada suara itu meninggi. Dia bukan marah, dia hany terlalu cemas. “Are You
okay?” “Oppa..” potong sang Hwa cepat. Nafasnya yang naik turun jelas
terdengar. Ditutupnya kelopak matanya sebelum akhirnya bibirnya kembali berucap
“Jadilah namjachinguku”
_TBC_
Eotthoke? Mian banyak
typo. Dan.. mintak kritk dan sarannya ya.. give your comment please .. :D