Author : JewelAMD
Title : Memory
[sekuel Mr. Nemo]
Genre : Romance
Cast : -Han Min
Rin
-Cho Kyuhyun
-Kim Mi Ran
-Lee Donghae
-Lee Hyuk Jae
-Hangeng
-Yesung
-Ryeowook
-Han Hae Rin
Rating : PG13
Length : Oneshoot
Annyeong, ketemu lagi ni sama author. Sebelumnya nama author
itu Anni Dina, tapi sekarang Author ganti nama jadi JewelAMD *Huwee gak ada
yang Tanya* jadi ini bukan FF plagiat
Ini FF sekuelnya Mr.Nemo, jadi diharap tidak
mengecewakan. Hehe :Pv disini koment
sangat dibutuhkan untuk perbaikan FF author kedepan *weleh-_- author kan masih
pemula
WARNING! Ini FF panjang BANGET
*Han Min Rin Pov*
Langit terlihat sama saja seperti hari-hari biasanya. Tak
ada yang spesial dalam hidupku, semenjak dia yang berharga pergi. Semenjak aku
tak pernah bisa melihat wajahnya yang terakhir. Rasanya hidupku benar-benar
hampa. Aku belum bisa melepasnya hingga saat ini.
"Kau sudah bangun Min Rin? Ini ada sarapan dan obat
untukmu" kata seorang namja dari balik punggungku yang aku yakini adalah
Ryeowook.
"Makanlah, kemarin malam kau sudah tak makan."
tambah Yesung. Aku tak menjawabnya, bahkan sekedar membalik wajahku untuk
melihat kearah merekapun tidak.
Aku memang seperti ini sejak Donghae pergi, menjadi lebih
pendiam, mengurung diri di kamar, tak mau bicara dengan siapapun, bahkan
keluargaku dan sahabatku. Aku juga sudah tak pernah sekolah, selain karna aku
yang tak mau, tapi keluargaku juga melarangku karna kondisiku yang makin
melemah.
"Ayolah Min Rin, kau harus makan." pinta Ryeowook
kali ini dia sudah ada di depanku, aku hanya membalasnya dengan tatapan kosong.
"Ayolah Min Rin, sampai kapan kau mau bertingkah
seperti ini? Kami ini sahabatmu" Yesung mulai bicara, tapi aku tetap diam.
"Ini sudah 2 bulan, harusnya kau sudah bisa
melupakannya. Lupakan dia Min Rin. Lupakan" tandas Yesung.
Aku mulai marah dengan perkataannya. Bagaimana mungkin dia
menyuruhku untuk melupakan Donghae? Dia benar-benar tak mengerti perasaanku!
"Yesung benar, kau harus melupakannya" kali ini
Ryeowook berhasil membuatku tercekat dengan perkataannya. Aku menatap kearah
mereka tajam, rasanya dadaku benar-benar sakit mendengar hal itu.
"Pergii! Aku tak ingin melihat kalian! " teriakku
dan mereka langsung pergi.
Aku menangis menatap langit, "Kau lihat kan Donghae,
betapa mereka tak mengerti perasaanku" gumamku.
Aku mulai menarik tatapanku dari cakrawala, ke dua manik
mataku menatap makanan yang ada di piring, di dekatnya ada apel, juga pisau.
Aku mulai tersenyum kecut. "Apa aku harus melakukannya lagi? Agar aku bisa
secepatnya bertemu denganmu?" batinku.
Aku mulai mengambil pisau itu, mencoba bermain dengan nya
tanpa rasa takut. Ku goreskan benda tajam itu ke telapak tanganku, membuat
darah segar mengalir, sedangkan aku hanya tersenyum getir. Pisau itu mulai
kualihkan ke lenganku, hampir aku menggoresnya, hingga..
"Mau kau apa kan lengan mu itu Min Rin?" tanya
Hyuk Jae mengagetkan ku.
"Aku hanya ingin sedikit bermain" jawab ku, ya
hanya dia yang bisa membuatku berbicara.
"Kau ini, kenapa suka sekali bermain dengan benda ini?
Memangnya tak sakit apa?" namja itu mulai duduk disampingku.
"Setidaknya, luka ini
bisa membuatku melupakan rasa sakit di hatiku" lirihku.
Namja itu mulai meraih telapakku, membalutnya dengan perban.
"Jangan terus bermain dengan pisau. Lihat, lukanya gak
bisa hilang, emang kau mau gak cantik lagi?" candanya dan hanya kujawab
dengan senyum tipis.
"Kau sudah makan?" kali ini nada suaranya sedikit
serius, aku hanya menggeleng.
"Makan lah, apa perlu aku suapi?" tawarnya.
"Tak usah, aku bisa sendiri." tolakku lembut.
***
Pukul 7 pagi, aku baru bangun dan langsung disambut dengan
sinar mentari. Ceklek. Seseorang membuka gagang pintu dan langsung masuk
kekamarku
"Sarapan mu chagi" sapa wanita yang kupanggil umma
itu lembut. Aku hanya terdiam seperti biasanya.
"Dia sudah pergi, kau harus mencoba merelakannya "
jelasnya yang lagi-lagi membuatku terluka.
"Kau harus melupakannya demi kesembuhan mu, kau juga
harus melakukan cemoterapi chagi" lanjut Umma yang berhasil membuatku
menangis. Setelah itu, dia pergi meninggalkanku. "Tak pernakah mereka
sadar jika hatiku terasa sakit, tiap mereka menyuruhku melupakan Donghae?"
batinku.
Kuambil pisau kemarin yang kusimpan dalam laci, lagi-lagi
aku melukai diriku sendiri, salah, bukan melukai, tapi kali ini aku ingin bunuh
diri. Ku goreskan pisau itu di lengan ku, dan tiba-tiba Hyuk Jae datang, dia selalu melindungiku dari
perbuatan bodoh, dia seperti malaikat penjagaku.
"Kau melakukan ini lagi. Aish aku sampai bosan
melihatnya" ungkapnya lalu merebut pisau itu dari tanganku.
"Kenapa kau selalu mencoba untuk bunuh diri Min
Rin?" namja itu mulai memasang wajah serius.
"Aku ingin segera menyusulnya. Aku ingin cepat-cepat
bersama dengannya dikehidupan selanjutnya. Aku ingin cepat mati." jelasku.
"Tapi kenapa harus bunuh diri? Suatu saat kan ada
waktunya" katanya sambil mengobati luka ku.
"Kapan Hyuk Jae? Aku harus menunggu sampai kapan?
Kukira kanker darah akan cepat membunuhku. Tapi aku salah" kini aku mulai
menangis.
"Jangan lakukan ini lagi. Aku tak bisa terus menjagamu.
Aku akan pergi Min Rin"
"Kau mau pergi kemana?"
"Aku harus ke rumah orangtuaku di paris."
"Aku mohon jangan tinggal kan aku sendiri" rajukku
"Kau tak sendiri. Masih ada keluargamu, hanya saja kau
harus berubah. Kau harus peduli pada mereka" ucapnya meyakinkanku.
"Mereka jahat. Mereka menyuruhku melupakan Donghae. Padahal
aku sangat mencintainya" ungkapku.
"Kalau kau masih mencintainya, jangan sakiti dirimu.
Aku harus pergi. Aku kesini hanya ingin pamit" katanya yang terakhir
sebelum pergi meninggalkan ku.
***
Seminggu setelah kepergian Eunhyuk, aku semakin merasa
kesepian. Tak banyak yang bisa kulakulan, hanya terdiam memandang langit, tanpa
ada yang bisa kuajak bicara. Terkadang jika rindu pada Donghae, aku akan
membaca semua suratnya sambil berderai air mata. Ya, aku merasa kesepian, dan
begitu merindukannya, Lee Donghae.
"Kau sedang melihat apa Saeng?" suara seorang
namja yang seperti kukenal mengejutkanku, membuatku menoleh kearahnya.
"Hangeng oppa, kau pulang?"kataku berbinar.
Ya, dia oppaku yang sudah 2 tahun ini kuliah di paris.
"Ne, Oppa begitu merindukan mu. Tangan mu?"
tanyanya setelah melihat bekas luka di tanganku.
"Aku hanya iseng oppa." dalihku.
"Kau masih pintar berbohong. Oppa sudah tau semuanya,
lupakan dia Saeng." ujar Hangeng oppa membuatku terdiam.
"Kupikir Oppa berbeda, kupikir Oppa mengerti
perasaanku, tapi ternyata Oppa sama saja seperti mereka." lirihku.
"Bisakah oppa pergi? Aku sedang tak ingin melihat
oppa" ucapku selanjutnya.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku baru saja bangun dari tidurku, kulihat disampingku,
sudah tak ada siapa-siapa lagi, rupanya namja itu sudah bangun. Aku berjalan
meraih gagang pintu yang tak terlalu jauh dari ranjang, aku mulai menyusuri
koridor rumah klasik ini. Ya, aku baru sampai dirumah ini kemarin. Aku kesini
untuk bekerja di salah satu perusahaan ternama di Seoul, karna aku tak memiliki
kerabat disini, jadi kuputuskan untuk menumpang sementara waktu dirumah
sahabatku. Aku terus berjalan hingga aku berhenti di depan sebuah pintu putih,
sebuah ruangan yang dari kemarin belum kulihat. PYAAR. Terdengar bunyi barang pecah
dari dalam. Aku semakin penasaran, aku mulai mendekati pintu itu, tapi tak
berani membukanya.
"Ayolah Cho Kyuhyun, kau tak berhak tau apa yang
terjadi di dalam. Memangnya kau ini siapa hah" batinku. Aku mulai berjalan
menjauhi ruangan itu, berusaha mencari-cari orang dirumah ini, karena jujur,
pagi ini rumah terasa begitu sepi. Tapi langkahku terhenti, ketika aku mulai
mencium bau amis, ini bau darah, dan itu dari ruangan tadi. Aku memutar
langkahku, berjalan kembali ke tempat tadi, ada perasaan tak tenang di hatiku.
Lagi-lagi aku terhenti ketika sampai di pintu, nyaliku mengerdil mengingat aku
disini hanya menumpang dan tak sopan jika main masuk, tapi bau itu adalah bau
darah.
"Ah sial. Aku tak peduli. Aku tak ingin terus menerus
penasaran, juga cemas" gumamku.
Aku langsung memutar gagang pintu, dan disambut dengan
pecahan gelas. Kedua mataku dibuat terkejut oleh hal lain, seorang yeoja tengah
pingsan dengan banyak sayatan di tubuhnya, tangan kanannya sibuk menggenggam
pecahan gelas, sedangkan tubuhnya sudah berlumur darah.
"Astaga, apa yang dia lakukan" kataku setengah
teriak.
*Han Min Rin Pov*
Aku membuka mataku, sungguh ini bau yang benar-benar ku
kenal, bau Rumah Sakit. Kulihat tubuhku penuh dengan perban, aku menyeringai
menahan perih,
"Siapa yang menyelematkan ku? Bukankah Hyuk Jae sudah
pergi?" gumamku pelan.
"Kau sudah sadar Saeng?" tanya Hangeng Oppa, tapi
aku tak berniat menjawabnya, ya aku masih marah dengan perkataannya kemarin.
"Terlambat sedikit nyawamu bisa melayang" ucap namja berprawakan
tinggi putih, yang tiba-tiba muncul di samping Oppa.
"Kau siapa?" tanyaku pelan.
"Dia Cho Kyuhyun, teman Oppa. Dia yang tadi
menyelematkan mu" jelas Oppa.
"Dasar babo. Kenapa kau tadi menyelamatkanku! Padahal
aku hampir saja berhasil mati" sentakku pada namja itu.
"Kau ini gila ya? Orang mati aja pengen hidup, kau
malah pengen mati" sentaknya balas.
"Terserahku, kau jangan ikut campur hidupku." kata
ku yang terakhir, sebelum akhirnya aku membuang muka.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku dan Hangeng masih menatap yeoja itu dari sofa, dia
tengah terlelap.
"Dia itu siapa mu?" tanyaku pada Hangeng.
"Dia Saengku, Saeng yang paling aku sayang. Han Min
Rin" jelasnya,
"Dia itu gila?" tanyaku blak-blakan. Ya, aku lah
Cho Kyuhyun, kalian tau kan bagaimana ke-evil-an ku.
"Sembarangan kau ini. Saengku manis seperti itu kau
bilang gila" bantah Hangeng.
"Manis apanya, sakit saja dia masih sanggup
membentakku"
"Itu karna kau bertemu dengannya sekarang, coba kalau 2
tahun lalu, mungkin sekarang kau sudah memohon padaku untuk menikahinya"
"Memangnya dia dulu seperti apa?" tanyaku yang
mulai penasaran.
"Dulu dia seperti malaikat, begitu cantik, ceria, juga
bersinar.."
"Trus apa yang terjadi? Mana mungkin seorang malaikat
berubah jadi setan hanya dalam sekejap." potongku.
"Mangkannya dengarkan dulu ceritaku Cho Kyuhyun"
kata Hangeng, kali ini dia begitu emosi sampai-sampai menjitak kepalaku.
"Yang aku dengar dari Hae Rin, 2 bulan lalu pacarnya
meninggal karna AIDS. Di masa-masa terakhir pacarnya, dia tak bisa berada
disampingnya. Bahkan ketika namja itu meninggal, Min Rin tak melihat
pemakamannya, karna dia sendiri sedang berjuang melawan kanker darahnya. Kami
semua tak ada yang tau penyebab sebenarnya dia ingin mati, tapi sekedar kami
tau bahwa dia mencintai Donghae" Hangeng mengakhiri ceritanya, terlihat
jelas garis kesedihan di wajahnya.
"Kalau kau ingin tau penyebabnya tinggal tanyakan
saja" kataku asal.
"Tapi masalahnya dia tak mau bicara dengan keluargaku,
termasuk aku. Satu-satunya orang yang tau penyebabnya adalah Lee Hyuk Jae, adik
Donghae. Tapi dia sendiri sudah pergi dari Seoul".
Mataku terus menatap yeoja itu, mungkin aku sedikit tertarik
dengan kisah hidupnya.
***
"Jangan memasang wajah seperti itu, apa yang kau ingin
dariku?"
"Kenapa kau bisa tau?"
"Setiap kau memasang wajah melas di depanku, pasti kau
ada butuhnya." gerutuku, dan namja itu hanya nyengir.
"Kau tau kan Min Rin punya penyakit kanker darah?"
"Ya, kau sudah cerita padaku waktu dirumah sakit"
"Sudah 2 hari ini dia tak meminum obatnya" papar
Hangeng memelas.
"Lalu.." aku mulai bingung dengan ucapannya.
"Antarkan obat dan sarapan untuknya. Ku mohon
Kyuhyun"
"Ah, kau gila ya! Kemarin saja dia sudah membentakku.
Aku tak mau!"
"Setidaknya kan dia masih mau bicara padamu, ayolah Kyu
kau kan sahabatku" lagi-lagi Hangeng memelas.
***
Aku memasuki kamar bercat ungu ini seperti apa yang Hangeng
inginkan. Sial memang, pagi-pagi begini aku sudah masuk kandang singa hanya
karna tak tega melihat wajah memelas Hangeng. Aku meletakkan nampan berisi
sarapan dan obat untuk Min Rin di meja kayu seberang ranjang. Ternyata yeoja
ini masih tertidur. Kulangkahkan kakiku mendekatinya, kedua mataku mengabsen
tiap lekuk wajahnya, 'Sempurna' itu satu kata yang berputar-putar di otakku
saat ini. Bagaimana tidak, wajah putih, kulit yang terlihat begitu halus,
hidung mancung, bibir mungil yang seksi, dan mata itu.. bulu mata itu.. Itu
seperti..
"Hei, apa yang kau lakukan disini?" yeoja itu
sudah bangun, matanya sudah membuka, bahkan tengah menatap lekat ke arah ku,
membuatku membisu, terdiam. Aku masih terpesona dengan tatapannya. Tatapan itu
begitu tajam, namun masih terasa lembut dan hangat, membuatku teringat
dengannya, cinta pertamaku.
Waktu itu, 5 tahun lalu. Aku berlari membelah keramaian
Seoul, menabrak satu kepala dan kepala lainnya, aku tak peduli jika mereka
memaki ku, yang jelas saat ini tujuanku adalah taman dekat perpustakaan itu.
Kulihat seorang yeoja memakai drees hijau selutut tengah duduk memandang pohon
tinggi di sampingnya, aku melirik jam ku sebentar. Sial, aku telat setengah
jam. Aku berjalan mendekatinya dengan ragu.
"Hei, Kyuhyun-ah! Aku disini" sapanya.
"Jeongmal mianhae Mi Ran, aku membuatmu menunggu
lama"
"Gwenchana, aku tau kau pasti sibuk" ucapnya
lembut, diikuti senyum yang membuatku meleleh.
"Oh ya, tadi kau bilang ada yang mau disampaikan.
Apa?" gadis itu diam sejenak. Wajahnya berubah menjadi muram.
"Kyuhyun-ah, aku tak bisa meneruskan hubungan kita
lagi"
"Waeyo? Kita kan baru kemarin menjadi pasangan
kekasih" tanyaku heran
"Aku tak bisa Kyu, Appa..." ucapannya tertahan.
"Ada apa dengan Appa mu?"
"Appa memintaku untuk bertunangan dengan anak rekan
bisnisnya"
"Jadi maksudmu kita.."
"Kita putus." lirih Mi Ran
"Jangan, jangan pergi Mi Ran, aku mohon Mi Ran."
"Aku tak bisa Cho Kyuhyun. Mianhae" ucapnya yang
terakhir sebelum menghilang. Aku masih terpaku, tak percaya dengan apa yang ku
dengar. Putus dengan Mi Ran? Ini gila. Aku telah menunggunya untuk waktu yang
lama, 4 tahun.
"Hei, kau! Apa yang kau lakukan disini?" teriak
Min Rin membuyarkan semua lamunanku.
"Aku kesini hanya ingin mengantar obat dan sarapan
untukmu" hanya itu yang ku katakan lalu pergi tanpa permisi.
*Han Min Rin Pov*
Hari ini, tanggal ini, aku masih mengingat semuanya. Memory
indahku bersama Lee Donghae. Aku membuka pintu kamarku, berjalan menuju balkon
untuk pertama kalinya setelah 2 bulan ini. Gerimis, rasa sesak, sakit, hanya
itu yang menemani malamku, dan aku bosan dengan semua itu. Aku mulai mengukir
beberapa kalimat pada selembar kertas.
-----------------------------
Kau, apa kabar sekarang? Apa AIDS masih menyiksamu? Ya,
kurasa tidak.
Apa kau ingat tanggal ini? 11 januari, kau ingat? Itu
tanggal dimana kau memintaku menjadi kekasihmu, saat dimana aku langsung
menyetujuinya. Kau ingat?
Bodohnya aku, kau pasti mengingatnya, karna kau mencintaiku,
sangat mencintaiku. Seperti yang kau katakan pada semua suratmu. Donghae, andai
saja saat itu Tuhan tak memanggilmu, pasti sekarang tengah mengadakan pesta 1
tahun kita. Ya, Donghae aku harap seperti itu.
Saat ini langit sedang gerimis, dan aku harap tak berubah
menjadi hujan. Kau tau kan, aku benci dingin, dan tak ada lagi yang bisa
menghangatkanku, apalagi semenjak kau pergi jauh dari dunia. Aku begitu
merindukan mu Lee Donghae, aku rindu dengan perasaan berdebar saat aku membuka
suratmu, atau perasaan bahagia ketika aku menulis balasan untukmu, juga aku
rindu memanggilmu Mr. Nemo. Yang jelas aku merindukan mu, tapi kenapa kau tak
menjemputku Donghae? Aku sudah lama menunggumu, aku sudah berusaha untuk segera
menyusulmu agar kita bisa cepat bersama dalam kehidupan selanjutnya, tapi
kenapa kau tak menjemputku? Apa kau lupa padaku?
-----------------------------
Aku mengakhiri tulisanku, kulipat kertas itu menjadi
pesawat, kuterbangkan kelangit membelah rerintik hujan, berharap sampai ke
tangan Donghae, meskipun aku tau itu tak mungkin.
*Cho Kyuhyun*
Aku duduk di ayunan depan rumah, entah kenapa hari ini aku
begitu ingin menikmati gerimis. Ada yang tak tenang di hatiku sejak aku masuk
kamar Min Rin tadi pagi, otakku terus berputar mengenang memory ku dengannya,
Kim Mi Ran.
PLUK. Sebuah pesawat kertas jatuh tepat di depan ku, ke dua
tanganku tertarik meraihnya. Kubuka perlahan kertas itu, mataku menyapu tiap
kata yang tertera disana. Ya, aku tau sekarang, apa alasannya ingin mati, dia
ingin segera hidup bersama kekasihnya, dalam kehidupan selanjutnya.
Aku mengalihkan tatapanku pada sosok yang tengah duduk lemas
diatas sana, dia menangis di atas sana, punggungnya bergetar, ke dua tangannya
memeluk lututnya, yeoja itu, mengingatkanku lagi pada Kim Mi Ran.
Waktu itu, 3 bulan setelah dia pergi meninggalkan ku,
tiba-tiba saja aku melihat sosoknya lagi di depan rumahku. Dia duduk sendirian
di depan pintu, penampilannya berubah, begitu acak-acak an, rambutnya yang
biasa rapi kini terlihat kusut, kantong matanya membengkak, bibirnya juga
pucat. Punggungnya bergetar hebat membuatku tersadar jika dia tengah menangis.
Kedua tangannya dilingkarkan di ke dua lututnya.
"Jika kau mau, kau boleh memeluk ku" kataku
singkat.
Mi Ran melepas tangannya dari lutut putihnya, beralih
melingkarkannya padaku, dia menangis dalam dekapanku untuk waktu yang lama, aku
melirik tangannya, cincin itu masih melingkar di jari manisnya, membuat dadaku
terasa sesak, hati ini terasa begitu sakit.
"Laki-laki itu, mengkhianati ku Kyu, dia jahat"
lirihnya, aku tau dia begitu terluka, tapi aku yakin rasa terlukanya tak lebih
dari ku. Aku membuyarkan semua lamunanku, tatapan ku kini tertuju pada yeoja
itu lagi. Apa kau juga sama kesepiannya seperti Mi Ran saat itu? Entah kenapa pertanyaan
itu terus tertanam di hatiku, melihatnya seperti itu, duduk menangis, memeluk
lututnya sendiri, membuatku begitu ingin mengahampirinya, menawarinya menangis
di pelukanku, dan ikut merasakan kepedihan yang kau pendam selama ini, tapi tak
bisa, karna kau bukan Kim Mi Ran, kau Han Min Rin.
***
Pagi ini, aku mengantarkan sarapan untuk yeoja itu lagi.
Seperti kemarin, yeoja itu masih terbuai dengan mimpinya, dia masih tidur. Aku
meletakkan nampan itu diatas meja kayu seperti kemarin, kali ini aku tak
berniat untuk langsung pergi, aku ingin sedikit melihat-lihat disini. Sebuah
foto berbingkai kerang terpampang rapi diatas meja kecil samping tempat tidur.
Itu fotonya dan.. mungkin namja itu adalah Lee Donghae. Aku menatapnya begitu
seksama, DEG. senyum ini aku mengenalnya, lagi-lagi ini senyum khas milik dia,
Mi Ran.
Semenjak Mi Ran datang ke rumahku seminggu yang lalu, kami
jadi tinggal serumah. Aku begitu bahagia saat itu, banyak waktu yang kulalui
bersamanya. Kami mencuci, memasak, bahkan sampai belanjapun bersama, kami
seperti suami-istri. Hari itu, aku mengajaknya pergi ke taman hiburan, kami
bermain banyak wahana, dan dia banyak tersenyum, senyum khas yang begitu
melelehkan. Bibirnya sedikit di tarik, 2 lesung pipinya membuatya terlihat
makin manis. Oh Tuhan, dia begitu indah.
"Hei, Cho Kyuhyun kenapa kau selalu ada di kamarku
hah?" tanya yeoja itu lagi-lagi membuatku terkejut.
*Han Min Rin Pov*
Aku baru membuka mataku, dan lagi-lagi aku melihat namja itu
di kamarku.
"Hei, Cho Kyuhyun kenapa kau selalu ada di kamarku
hah?" tanyaku.
"Hanya mengantar obat dan sarapan mu" jawabnya
singkat lalu pergi meninggalkanku.
Aku menghela nafasku panjang, kedua mataku terasa memanas,
ya aku merasakan kesepian yang teramat sangat. Tak terasa sudah 2 bulan aku hidup
seperti ini, pendiam, emosian, juga sendiri. Apalagi semenjak Eunhyuk pergi,
tak ada lagi yang bisa kujadikan tempatku bertumpu, tak ada lagi yang bisa
kujadikan luapan rasa rinduku, tak ada. Lalu keluargaku? Mereka juga tak bisa.
Mereka tak memahamiku, cintaku, dan rasa rinduku yang begitu besar padanya.
Mereka, jahat.
***
Aku mulai membuka pintu itu lagi, berjalan ke balkon untuk
yang ke dua kalinya setelah 2 bulan ini. Bintang. Itu yang ingin ku lihat
sekarang. Aku ingin tau, apa aku masih lebih indah dari bintang-bintang seperti
yang dia katakan. Aku terdiam mematung, rasanya hatiku sesak lagi. Tangis yang
kemarin coba kupendam, kini mengalir dengan mudah. Ya, lagi-lagi aku begitu
merindunya, bayangan namja itu selalu hadir dalam tatapanku. Membuat dada ini
semakin sesak, seperti ada yang mengoyak hatiku. Aku berjalan mendekat tepi
balkon, pikiran ku kacau. Aku terus berjalan, tak peduli meskipun ada pagar
pendek yang menghalangi, aku tetap ingin menembusnya. Aku ingin segera terjun
bebas ketanah, berharap malaikat pencabut nyawa segera membawaku.
*Cho Kyuhyun Pov*
"Kau gila?" kutarik tubuh yeoja itu cepat, sebelum
jatuh ke tanah.
"Ya, aku memang gila. Aku gila jika aku tak segera
mati" teriaknya padaku.
Yeoja itu menangis, menangis seperti hari itu, dimana dia
memeluk ke dua lututnya. Aku terdiam, perasaan itu datang lagi, perasaan ingin
menawarinya menangis dipelukanku, aku tau dia sangat ingin memeluk seseorang,
tapi kurasa bukan aku. Aneh, ada perasaan sakit ketika melihatnya seperti ini,
tapi aku tak bisa berbuat apa-apa untuknya. Seperti perasaan yang dulu
kurasakan pada Mi Ran, tapi jauh lebih berarti.
Aku terus duduk disampingnya, memandangnya menangis dalam
waktu yang lama. Membuatku ikut merasakan
rasa sakitnya, dia terus menangis seolah tak peduli jika ada aku
disampingnya. Yeoja itu makin mengeratkan pelukan di lututnya, tangisnya juga
semakin menjadi, aku tau saat ini lukanya semakin perih. Tak ada yang bisa
kulakukan, aku hanya terdiam di sampingnya, menunggunya merasa membaik. Meskipun
aku tau, ini akan memakan waktu lama.
Tengah malam, kami masih berada di balkon. Yeoja itu masih
duduk disana, sedangkan aku bertahan dengan kebisuanku. Angin mulai berhembus,
dingin menggeluti tubuh kami, tapi sepertinya Min Rin masih belum puas memuntahkan
kepedihannya.
Jam 1 malam, yeoja itu hanya terdiam di tempatnya tadi,
wajahnya yang putih masih di sembunyikannya di balik lutut, tapi punggungnya
sudah tak bergetar lagi. Berulang kali aku mencoba memanggilnya, tapi dia tak
menjawab, hanya terdengar helaan nafasnya. Aku yakin dia tidur. Aku mengangkat
tubuhnya masuk ke dalam, ku baringkan dirinya diatas tempat tidur, kubenarkan
selimutnya hingga menutup sempurna tubuh kurusnya. Aku tak langsung beranjak,
entah kenapa aku begitu ingin menatapnya. Kenapa yeoja ini begitu mirip Mi Ran?
Entahlah. Aku meraih tangan mungilnya yang sudah membeku, menggenggam nya
sebentar, berharap ada sedikit kehangatan yang bisa kualirkan padanya. Kulirik
jam disamping tempat tidur. Ini sudah dini hari, aku tak boleh terlalu lama
disini. Aku mulai beranjak dari tempatku duduk, tatapan ku masih tertuju
padanya.
***
Ini 2 minggu sejak kejadian malam itu. Entah kenapa aku jadi
sering mengunjunginya, aku jadi selalu ingin melihat wajahnya, setidaknya
minimal sehari aku melihatnya sekali meskipun hanya dalam beberapa detik. Tak
jarang juga sekelebat wajahnya hadir dalam pikiranku, membuyarkan
konsentrasiku, bahkan sering kali aku tak bisa menyelesaikan pekerjaanku hanya
karnanya. Aku tak tau kenapa, apa mungkin karna dia begitu mirip dengan Mi Ran?
Ya, kurasa begitu. Aku menapaki jalanan setapak menuju rumah Hangeng. Hatiku
begitu tak tenang, jangan tanya kenapa, karna aku sendiri tak tau. Yang jelas
dari tadi aku terus memikirkan yeoja itu, bayangannya seolah terus berada
disampingku, mengikuti semua yang kulakukan, dan tersenyum padaku, senyum yang
sama seperti di foto itu. Aku tau ini hanya bayangan, yeoja itu tak akan
mungkin membuat dadaku sesak lagi, membuat tangis itu pecah lagi. TES. TES. Aku
mimisan, kucoba untuk menghapusnya dengan beberapa tisu, tapi.. TES. TES. TES.
TES. Darah itu semakin deras keluar, aku pergi ke kamar mandi berniat
membasuhnya dengan air, tapi kepalaku pusing, tiba-tiba semua gelap, dan aku
tak tau apa-apa.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku baru saja keluar dari kamar mandi setelah pulang dari
kerja. Entah kenapa sekarang aku begitu ingin melihat wajah Min Rin, padahal
tadi pagi aku sudah melihatnya ketika aku mengantarkan sarapan dan obat di
kamarnya. Aku terus berjalan dengan pasti, seperti ada sesuatu yang menarik ku
untuk menemuinya. Tunggu, aku berhenti sebentar. Apa alasan ku jika aku nanti
masuk ke kamarnya? Dia pasti akan memburu ku dengan ribuan pertanyaan yang
menyebal kan. Aku memutar tubuhku, berniat untuk pergi, tapi kaki ku serasa
berat untuk ku gerakkan. Hei, ada apa dengan ku? Perasaanku mulai tak tenang,
serasa ada yang mengganjal di relung hatiku. Nekat, ku raih kenop pintu dan
kuputar perlahan, seberti biasa pintunya tak dia kunci. Aku masuk dengan
was-was, mataku terus mencari sosok yeoja itu, tapi tak menemukannya diatas
ranjang. Aku memutar bola mataku lebih keras, mencoba menemukannya. Dan yak,
dia pingsan di dekat pintu kamar mandi. Aku mendekati tubuhnya yang tak sadar,
dia terlihat begitu lemas dan pucat, hidungnya mengeluarkan darah cukup banyak.
Tak membuang waktu aku langsung menggendongnya dan membawanya ke Rumah Sakit.
***
Aku menatap yeoja itu terbaring lemas diatas ranjang rumah
sakit. Dia masih belum sadarkan diri, tubuhnya masih begitu lemas dan pucat.
Meskipun Dokter bilang bahwa dia tak apa-apa, tapi aku tetap mencemaskannya. Ku
genggam tangan mungilnya dengan lembut, mata ku terus menatapnya, berharap dia
cepat siuman.
Tak lama, Hangeng masuk dan duduk di sofa yang sedikit jauh
dari ranjang, dia terlihat tak seperti biasanya, wajahnya begitu muram. Aku
mendekatinya dan duduk disampingnya.
"Apa yang dokter katakan lagi padamu?" tanyaku
membuka pembicaraan.
"Tak ada" jawabnya singkat.
"Ayolah kau tak bisa bohongi aku Hangeng, Saengmu
baik-baik saja kan?"
"Untuk saat ini dia baik-baik saja, tapi dokter tak
bisa menjaminnya nanti" dia berhenti, menghela nafasnya sebentar.
"Dia bisa hidup sampai sekarangpun itu merupakan suatu
keajaiban. Mereka bilang keajaiban tak mungkin bertahan lama, tapi..."
ucapannya tertahan
"Tapi apa?"
"Tapi masih ada kemungkinan dia bisa bertahan, jika dia
mau cemoterapi " katanya yang terakhir.
"Suruh saja dia melakukannya"
"Itu yang selalu kami coba tiap hari, tapi dia
menolaknya" kini terlihat, nadanya berubah menjadi keputusasaan.
Namja itu pergi meninggalkan ku lagi, hanya tinggal aku dan
Min Rin di ruangan itu, berdua saja. Aku menghampirinya, dia masih belum
siuman. Benarkah dia hidup hanya karna keajaiban? Tak mungkin, dia pasti bisa
bertahan tanpa keajaiban itu. Aku meraih telapaknya, menggenggam erat jari
jemarinya, aku mencoba meraih puncak keningnya, dan memberi sebuah kecupan di
tempat itu.
"Donghae jangan pergi, bawa aku, bawa.." yeoja itu
merintih. Ya, dia sudah sadar, tapi aku tak bahagia. Rasanya hatiku begitu
panas, kecewa, dan sedih. Aku yang ada disini, disampinya, aku yang menggenggam
tangannya, aku yang menggendongnya, tapi kenapa nama Donghae yang dia panggil
duluan? Bukan aku, Cho Kyuhyun.
*Han Min Rin Pov*
Aku dimana ini? Tempat ini sepi, tak ada apa-apa, hanya
hampa dan gelap. Aku berjalan kesana kemari, mencoba mencari jalan keluar, tapi
tak kutemukan. Aku hanya berputar-putar di tempat itu selama berkali-kali. Aku
terdiam, mataku mencoba mencari nyawa lain dalam kegelapan tapi aku tak
menemukan apa pun. Terdiam, itu yang aku lakukan, karna kupikir begini jauh
lebih baik. Seseorang memakai baju putih berdiri di depanku, dia bersinar. Aku
sedikit mendongakkan kepalaku untuk melihat wajahnya, dan... Donghae? Namja itu
sudah ada di depan ku.
"Kau kesini Donghae? Kau ingin menjemputku kan?"
aku menjingkrak kesenangan. Karna inilah penantianku. Tapi namja itu tak
menjawabku, dia melangkah mundur sambil tersenyum padaku.
"Kau mau kemana?"
"...." mulutnya tak bicara apa pun, tapi matanya
seolah mengatakan jika dia akan pulang kerumahnya.
"Donghae, jangan pergi, bawa aku, bawa." rintihku,
tapi dia tak peduli, dia tetap pergi meninggalkan aku, dengan tetap memberiku
senyum manis.
"Han Min Rin?" aku mendengar seseorang memanggil
ku. Aku terbangun dari mimpi burukku. Aku duduk meringkuk memeluk lutut ku
sendiri, menangis ketakutan. Kenapa? Kenapa dia pergi meninggalkanku? Kenapa
dia tak membawaku? Apa itu artinya dia sudah tak menginginkanku? Dia sudah tak
ingin bersama denganku di kehidupan selanjutnya? Aku terus menangis sesenggukan,
makin lama makin deras. Tidak Han Min Rin! Buang semua pikiran bodohmu itu,
yakinlah dia akan selalu menunggumu, dan pasti aku dan dia bisa bersama di
kehidupan selanjutnya, seperti rencana awal kami.
"Kau tak apa Min Rin?" suara Kyuhyun membuyarkan semua
pemikiran gilaku, ke dua tangannya diletakkan di pundak ku, tatapannya tertuju
pada mata sembabku. Aku tau, dia ingin menenangkanku, tapi ini justru membuatku
risih.
"Aku tak apa, jangan pedulikan aku!"
*Cho Kyuhyun Pov*
Melihatnya terbangun tak membuatku bahagia, padahal itu yang
ku tunggu-tunggu sejak tadi. Semua itu karna dia menyebut nama Donghae, dia
merintih karna Donghae, dan aku yakin dia menangis juga karna Donghae. Saat ini
dia menangis seperti malam itu, malam dimana dia menerbangkan pesawat itu,
malam dimana dia ingin bunuh diri. Semua air mata itu karna Donghae, sial!
Kenapa harus Donghae, kenapa bukan aku? Pertanyaan itu selalu berada dalam
benak ku, membuat amarah ku membuncah. Hei, apa aku jatuh cinta padanya?
Yeoja itu semakin menangis tak terkendali, kedua lengannya
memeluk lututnya sendiri, membuatku tersadar bahwa dia merasa kesepian, bahwa
dia butuh orang untuk di peluk. Miris, itu yang kurasakan sekarang, ketika aku
harus menatapnya seperti ini untuk yang ke tiga kali, tapi aku hanya mematung
tak bisa berbuat apa-apa. Kuberanikan diriku, kuletakkan lenganku di pundaknya,
tatapanku kutujukan untuknya. Bodohnya, aku berusaha untuk menenangkannya, tapi
aku begitu tak tenang ketika aku menatap matanya.
"Kau tak apa Min Rin?" aku mulai khawatir padanya.
"Aku tak apa, jangan pedulikan aku!" sentaknya,
dia membuang lenganku menjauhi pundaknya, membuat hatiku begitu sakit seperti
ada yang menusuk-nusuk.
***
Sudah 3 hari aku tak bekerja. Lebih memilih tinggal di rumah
sakit, aku terlalu mengkhawatirkan yeoja itu, hingga tak berani
meninggalkannya. Meskipun aku tau dia masih punya keluarga yang akan
menjaganya.
Sekarang, detik ini, yeoja itu masih terlelap dengan
mimpinya. Dia masih terlihat begitu polos, tanpa ada wajah setan yang tiap hari
membentakku. Aku membuka tirai perlahan, secepat kilat sinar mentari masuk dan
menyilaukannya, membuatnya sedikit menggeliat. Aku hanya tersenyum, itu sudah
pasti. Setiap melihatnya aku akan tersenyum, senyum alami yang tiba-tiba saja
muncul. Kulihat lagi wajahnya, 'sempurna' masih kata itu yang ku ucap tiap aku
melihat wajahnya yang manis. Dan kali ini, ada perasaan lain, rasa berdebar di
jantung yang luar biasa. Aku sudah berumur 24 tahun, aku sudah cukup dewasa
untuk mengatakan jika perasaanku adalah cinta. Ya, aku jatuh cinta padanya, Han
Min Rin.
***
Dia sudah pulang, dan aku begitu bahagia. Aku tak perlu
terlalu mencemaskannya lagi karna ku pikir dia sudah membaik, justru aku lah
yang kurang baik, aku seperti orang gila. Tiap hari aku terus memikirkannya,
melihatnya berjalan di dekatku, mengikuti semua yang kulakukan, dan dia seperti
menjawab semua yang kubicarakan. Ah, itu membuatku kacau. Aku tak bisa tidur
hanya untuk memikirkannya. Mau sampai kapan aku seperti ini? Mau sampai kapan
aku memendam perasaan ini? Tidak. Aku harus menghentikannya.
Aku melangkah dengan pasti menuju kamar yeoja itu. Kulihat
dia duduk di tepi tempat tidur menatap lurus luar jendela.
"Ada yang ingin kukatakan padamu" aku mengawali
pembicaran.
"Pergilah, aku tak ingin menanggapi perkataan
siapapun" sentaknya tanpa melihat ke arah ku.
"Aku mencintaimu"
".." dia hanya terdiam, tapi aku tau dia mendengar
kata-kataku dengan jelas.
"Jadi apa jawaban mu?"
yeoja itu melirik ku tajam, begitu tajam, hingga aku
menyesal karna mengatakannya.
"Kau minta aku menjawabnya? Aku tau kau sudah paham
jawabanku." dia menghela nafas sebentar.
"Tidak. Aku sudah menjawabnya. Pergilah" dia
menyentakku. Dia ingin aku pergi.
Aku berjalan lunglai meninggalkannya. Ada perasaan sakit
yang teramat sangat di dadaku.
*Han Min Rin Pov*
Aku duduk di tepi ranjang. Tatapan ku melekat pada rumah
Donghae yang ada di luar sana. Aku rindu kesana, aku rindu kamar putih yang ada
disana, aku rindu merawat seseorang yang tampan disana, aku rindu semuanya. Andaikan
sekarang aku bisa melakukannya, andaikan semua itu bukan sekedar memory,
andaikan dia masih ada. Pikiran itu memenuhi otak ku sekarang, disusul dengan
mimpi buruk ku ketika di rumah sakit yang mulai terngiang jelas dalam benak ku.
Aku menghembus nafasku panjang, kurasakan ada seseorang yang berjalan di
belakangku, dan aku tak peduli itu, aku masih bertahan menatap rumah Donghae.
Namja itu mulai bicara padaku, tapi aku mengusirnya. Aku sedang tak ingin
meladeni siapapun.
"Aku mencintaimu" katanya membuatku tercengang,
tapi ku coba bersikap wajar. Aku terus diam, karna memang tak ada yang harus
aku jawab. Dia hanya menyatakan perasaannya, dan dia tak memintaku menjawab,
begini memang lebih baik.
"Jadi apa jawaban mu?" aku menatapnya tajam,
bagaimana mungkin dia menanyakan hal ini, sedangkan dia tau pasti jika aku akan
menolaknya. Apa ini hanya leluconnya? Apa dia hanya ingin mempermainkan aku?
Sial, memang dia pikir dia siapa? Hanya seorang Cho Kyuhyun.
"Kau minta aku menjawabnya? Aku tau kau sudah paham
jawabanku." aku menghela nafas sebentar, mencoba menahan amarahku.
"Tidak. Aku sudah menjawabnya. Pergilah" aku
mengatakannya cukup keras dan dia langsung pergi.
*Cho Kyuhyun Pov*
Sudah 2 hari aku hidup seperti ini, semakin gila. Aku tak
pernah bisa tidur, kejadian hari itu terus terngiang di kepalaku, lingkar
mataku semakin menghitam, membuatku semakin terlihat memalukan. Aku tak pernah
menyesal karna sudah mengatakannya, aku juga tak pernah menyesal karna aku
menanyakan jawabannya. Hari itu, aku sudah tau jika dia akan menjawab 'tidak' .
Tapi aku tetap menanyakannya, aku hanya ingin mendengar jawaban dari mulutnya
langsung, dan sesekali berharap jika dia akan menjawab 'iya'.
Ini pertama kalinya aku mencintai seseorang, setelah aku
berpisah dengan Mi Ran beberapa tahun lalu. Awalnya aku beranggapan jika mereka
berdua sama, tapi aku salah. Memang ada banyak kemiripan antara mereka, tapi
lebih banyak lagi perbedaan mereka. Min Rin memang memiliki senyum, mata, juga
kebiasaan yang sama seperti Mi Ran. Tapi semenjak 2 hari lalu aku tau satu hal
yang berbeda antara mereka, satu hal yang begitu besar, yang membuat Min Rin
jauh lebih spesial. Kesetiaan. Setidaknya Min Rin masih memiliki itu, meskipun
itu tak di tujukan untukku, meskipun itu untuk Donghae. Ah, aku harus
mengakuinya, meski aku terlalu sakit untuk mengatakan itu benar. Semua
kenyataan ini membuat ku teringat hari itu, membuat ku mengingat memory itu,
memory terakhirku bersamanya, Kim Mi Ran.
3 bulan, itu waktu yang lama bagiku, waktu yang begitu berharga.
Hidup bersama Mi Ran dibawah 1 atap yang sama, benar-benar membahagiakan.
"Chagi, bangunlah. Sudah pagi" dia menarik-narik
lenganku, mencoba membangunkanku yang tengah terlelap.
"Ah, ini kan hari libur" aku semakin membenamkan
wajahku diantara bantal-bantal.
"Bangunlah, kalau kau menolak, aku tak akan memasak
untukmu"
"Ne, ne. Aku bangun" aku beranjak dari tempat ku,
pergi ke kamar mandi, sekedar membasuh muka. Setelah keluar aku sudah tak
melihatnya, mungkin dia sudah berada di dapur, tengah membuat masakan enak
untukku. Aku berjalan keluar hendak
menyusulnya, tiba-tiba ponsel Mi Ran bunyi, suatu nomer dengan nama Choi
Siwon menghubunginya, tanganku bergetar hebat. Namja ini untuk apa dia menelfon
Mi Ran?
"Yeobseyo, Mi Ran? Choi Mi Ran?" dia memanggil Mi Ran dengan marga yang
berbeda, marganya. Membuatku sangat sakit.
"...."
"Berhentilah bersikap dingin padaku. Temui aku di kafe
depan taman kota" namja itu menutup sambungannya.
Aku memakai bajuku, mengambil jaket juga kunci mobil ku.
"Kau mau kemana?" tanya Mi Ran dari dapur.
"Pergi sebentar. Kau jangan kemana-mana" jawabku
singkat lalu pergi.
Aku sudah sampai di kafe yang dia maksud. Aku melihat sosok
namja tegap duduk di samping jendela.
"Choi Siwon?" aku memastikannya.
"Kau? Mana Mi Ran?" nampaknya laki-laki itu
terlihat terkejut.
"Tak ada. Dia di rumahku."
"Dia menyuruhmu datang?"
"Tidak. Dia malah tak tau apa-apa"
"Jadi yang mengangkatnya.."
"Aku.." kami diam untuk beberapa saat.
"Untuk apa kau menemuinya?" aku memulai
"Yang jelas untuk memperbaiki hubunganku dan
istriku"
"Istri? Kau masih menganggapnya istri setelah apa yang
kau lakukan padanya? Setelah kau mengkhianatinya dan membuatnya datang
padaku?" aku tersenyum getir.
"Waktu itu, dia sudah sangat tersiksa karna sudah di
jodohkan denganmu. Sekarang kau mau menyiksanya lagi?" lanjutku.
"Justru itu, aku menemuinya untuk meminta maaf padanya.
Aku menyesal" nada suaranya memelas.
"Tunggu tadi kau bilang apa? Paksaan? Perjodohan? Apa
maksudmu? Kami tak dijodohkan" dia menambahkan
"Apa kau yakin? Jangan berbohong padaku!" aku
semakin ragu meneruskan arah pembicaraan ini.
"Aku yakin. Aku sendiri yang melamarnya di kafe ini,
tepat di kursi yang kau duduki sekarang." aku tercekat dengan ucapannya
barusan. Aku langsung berlari meninggalkannya tanpa permisi, kupacu mobil ku
mencari kebenaran. Sial, sebenarnya siapa yang membohongiku? Siapa yang harus
kupercaya? Sebagian diriku ingin percaya pada Mi Ran, tapi sebagian lagi pada
Siwon. Entah kenapa untuk hal yang satu ini, aku jadi ragu pada Mi Ran.
***
Ban mobil ku terhenti. Aku memasuki sebuah apartemen mewah
milik seorang yeoja.
"Ceritakan padaku yang sebenarnya"
"Aku tak bisa Kyu,"
"Aku tau kau sahabatnya, tapi kau juga sahabatku
kan?" yeoja itu mengangguk.
"Ceritakan padaku yang sebenarnya. Aku tak ingin
terlihat makin menjijikkan, karna di bodohinya" tandasku.
"Jangan bicara seperti itu Kyu"
"Kenapa? Itu memang benar. Aku mohon"
"Aku tak ingin kau semakin terluka Kyu"
"Ceritakanlah, aku tak kan terluka" aku mencoba
meyakinkan, dan akhirnya dia menyerah.
"Mi Ran mengenal Siwon di kafe dekat taman kota.
Awalnya mereka hanya sms-an biasa, saling telfon, dan akhirnya mereka pacaran
diam-diam di belakangmu. 3 februari, Siwon melamar Mi Ran. Dia langsung
menerimanya, karna dia pikir..."
"Dia pikir apa?"
"Dia pikir keluarga Choi, lebih kaya dari pada keluarga
Cho" dia menahan kata-kata nya.
3 februari, itu tanggal dimana dia memutuskam hubungan kami,
jadi hari itu, setelah dia dilamar Siwon, dia memutuskanku. Kenapa dia begitu
kejam? Kenapa dia tega membohongiku?
Aku beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.
"Kyu, kau tak apa?" yeoja itu terus menanyakan
keadaanku, tapi aku tak mengubrisnya.
Kupacu mobil ku lebih cepat dari yang tadi, pikiranku
benar-benar kalut. Aku membuka pintu rumahku kasar, dan menutupnya keras.
Kulihat dari sudut mataku, Mi Ran menatapku penuh kejut.
TING TONG. Bel berbunyi, kubiarkan yeoja itu membukanya.
"Siwon? Kau disini?" yeoja itu berkata teramat
pelan, seperti ketakutan.
"Aku yang menyuruhnya kesini"
"Maksudmu?"
"Aku ingin dia membawamu pergi."
"Cho Kyuhyun, sebenarnya kau ini kenapa?"
"Kau yang kenapa Choi Mi Ran?" aku membentaknya
cukup keras, ku beranikan diriku untuk menyebutnya dengan marga suaminya.
"Kau tau aku mencintaimu, kau tau aku tak pernah bisa
melupakanmu, tapi kenapa kau menghianatiku? Tapi kenapa kau malah menikah
dengannya karna dia lebih kaya dariku? Kenapa kau bohong jika kau dijodohkan
Appamu? Kenapa?" aku menyerangnya dengan ribuan pertanyaan, aku marah
padanya.
"..." dia hanya diam, menundukkan kepalanya.
"Jawab aku Choi Mi Ran!" kali ini aku tak bisa
menahan amarahku lagi.
"Bawa dia pergi. Dan untukmu Mi Ran, jangan pernah
datang ke hidupku lagi"
Aku menghela nafas panjang. Memoriku dengan Mi Ran sudah
berakhir.
"Kau kenapa? Apa yang membuatmu terlihat kacau seperti
ini?" tiba-tiba saja Hangeng muncul. Aku terdiam, apa aku ceritakan saja
pada Hangeng? Aku tak bisa membiarkan diriku terus seperti ini.
"Ah, aku jatuh cinta lagi"
"Ha? Kau jatuh cinta? Akhirnya setelah sekian lama, kau
sembuh juga"
"Sialan kau, kau pikir aku sakit apa hah?"
protesku
"Tapi Saeng mu menolak ku."
"Jadi, kau menyukai Saengku?" aku hanya mengangguk
menjawab pertanyaannya.
"Ah, kenapa rasanya sakit sekali?"
"Kau benar-benar mencintai Saengku?"
"Bukan hanya mencintainya, tapi aku juga ingin
memilikinya" aku menghela nafas panjang.
"Bersabarlah, kau tau kan dia baru saja melewati masa
sulit, dia baru kehilangan pacarnya, jadi tak semudah itu dia move on"
Hangeng mulai ceramah, dan aku hanya mendengarnya.
***
Aku berjalan menuju ruang kerja tuan Han. Aku mulai memasuki
ruangan bercat putih itu, seorang namja dan yeoja paruh baya tengah duduk
disana, sepertinya mereka menungguku.
"Oh, kau sudah datang? Duduklah" sapa Ahjumma
lembut. Aku langsung duduk didepan dua orang itu.
"Mianhae Ahjussi, untuk apa memanggil ku kemari?"
"Apa kau punya perasaan pada Min Rin?"
"Ani" jawabku tergagap.
"Tak usah berbohong, kemarin ahjumma sudah mendengar
semuanya" aku tercekat.
"Aku mohon jaga dia, emosinya sedang tak terlalu baik.
Ahjumma tak tau lagi harus menitipkannya pada siapa. Jadi kau mau kan menikah
dengannya?" aku terkejut dengan tawaran mereka. Menikah dengan putrinya?
Aku mau, tapi..
"Tapi kan Min Rin sudah menolakku"
"Masalah itu, serahkan saja pada kami" Ahjussi
mencoba meyakinkanku, dan aku hanya mengangguk.
*Han Min Rin Pov*
Tap. Tap. Tap. Langkah itu semakin mendekat ke arahku. Tapi
aku tak mengubrisnya, aku masih menatap bintang di atas sana.
"kau masih belum tidur?" tanya namja paruh baya yang berdiri di
samping istrinya.
"..." hening, aku tak berniat menjawabnya.
"Kau sudah dewasa, sudah saatnya bagimu menikah"
Umma menggenggam tanganku lembut.
"Kyuhyun namja yang tampan bukan? dia juga baik" Tambahnya.
Aku masih terdiam. Aku tau mereka akan menanyakan hal ini, tapi aku tak
menyangka akan secepat ini.
"Menikahlah dengannya Min Rin" tandas appa.
"bukannya aku sudah menjawab Kyuhyun? kalian pikir
jawabanku akan berubah?" aku menghentikan kata-kataku sebentar, mencoba
mengatur amarahku.
"Tidak. Jawabanku masih sama seperti itu. Pergilah!"
aku membentak mereka untuk yang kesekian kali, tapi baru kali ini aku merasa
jika mereka berat meninggalkanku.
***
Muak? Ya, pasti. Itu sata kata yang terus terngiang di
kepalaku. Semenjak Umma dan Appa datang ke kamarku hari itu, semakin banyak
yang datang kesini. Mulai dari Yesung, Ryeowook, Hae Rin, dan yang terakhir
Hangeng oppa. Mereka mengatakan hal yang sama, memintaku menikah dengan Kyuhyun
seperti yang orangtua ku lakukan. Dan kuberi jawaban yang sama pula, 'TIDAK'.
*Hangeng Pov*
Ku putar kenop pintu, masuk dalam kamar yang sudah tak asing
lagi bagiku. Aku duduk di tepi tempat tidur, mencoba bicara pada yeoja yang
bahkan tak melirikku sama sekali. Aku menghela nafas sebentar, sebelum memulai
pembicaraan rumit.
"Menikahlah dengan Kyuhyun Saeng" aku menghentikan
kata-kataku, mencoba melihat ekspresinya dari sudut mataku, dan ternyata datar.
"Kyu orang yang baik, dia juga tampan. Tak ada alasan
bagimu untuk menolaknya" aku menambahkan
"Kau salah oppa, justru banyak alasanku untuk
menolaknya, dan jawabanku masih tidak"
"Tapi setidaknya kau pikirkan umma, dia sudah sakit
parah karna memikirkanmu" aku kembali meliriknya, mencoba mencari
ekspresinya, tapi masih sama. Datar.
"Mungkin dengan kau menikah, kondisi umma akan semakin
membaik"
"..." hening, dia tak menjawab apa-apa.
Aku beranjak dari tempatku duduk, mungkin ucapanku akan
sia-sia. Aku berjalan gontai meninggalkan kamar itu, kupikir aku bisa
mengaturnya karna aku oppanya, tapi aku salah. Aku bahkan tak pantas dipanggil
oppa. Sejak kecil aku adalah pembangkang, ada saja yang membuat appa marah
padaku. Ketika aku masuk SMP, aku lebih memilih sekolah di luar Seoul, hidup
menyendiri tanpa orang tua, seminggu sekali aku pulang kesini untuk melihat saengku,
hanya sekali. Ketika SMA, aku memutuskan untuk pergi ke Inggris, tanpa peduli
saat itu appa sedang sakit karena kecelakaan, tapi aku tetap pergi, setahun
sekali aku pulang ke Seoul, lagi-lagi hanya untuk melihat saengku, aku tak
peduli dengan orangtuaku. Masa-masa kuliah, aku malah pergi ke Paris, saat itu
umma sudah melarangku, tapi aku tak peduli. Aku malah membentaknya keras,
memakinya. Mungkin itulah yang membuat umma mendapat serangan jantungnya untuk
yang pertama kali. Aku bahakan tak pernah pulang ke rumah lagi, aku juga tak
pernah mengirim e-mail untuk Hae Rin, ataupun Min Rin lagi. Aku sudah tak
peduli lagi dengan keluargaku. Tak heran jika banyak yang mengira Min Rin lah
anak sulung keluarga Han, tapi sebenarnya aku. Hinggga berbulan-bulan lalu, aku
mendapat kabar jika Min Rin mengidap kanker darah, aku juga mendengar jika
emosinya semakin kacau, jadi kuputuskan untuk kembali ke Seoul.
Tadi, kupikir aku bisa merubah pemikiran Min Rin, tapi
ternyata aku tak bisa. Aku gagal mewujudkan keinginan umma, aku gagal menebus
kesalahanku pada umma, aku gagal membuat umma bahagia, aku gagal. Aku terus
menangis, aku tak ingin kehilangan dia, umma.
*Han Min Rin Pov*
Hangeng oppa pergi, dan tinggal aku sendiri. Ucapannya tadi
benar-banar terngiang di kepalaku. Aku
menghela nafas sebentar, teringat hari itu, dimana umma dan appa datang ke
kamarku untuk yang ke sepuluh kali, masih dengan topik yang sama. Menikah
dengan Cho Kyuhyun. Hari itu, aku juga menolaknya bahkan dengan intonasi yang keras dan kasar, tanpa
peduli perasaan mereka. Aku tak pernah
menyangka jika itu menjadi kunjungan terakhir umma, jika itu menjadi penolakan
terakhirku pada yeoja paruhbaya itu, jika itu menjadi permintaan terakhirnya
padaku, sebelum dia tertidur lama di Rumah Sakit, koma. Mataku memanas, mungkin setelah ini aku
menangis, aku tak bisa menyembunyikan kegelisahanku lagi. Mungkin aku tak bisa bersikap
santai di hadapan mereka lagi. Mungkin aku akan semakin kacau.
Malam mulai larut. Salah. Mungkin ini lebih tepat kusebut
dini hari. Jam 2 pagi, tapi aku tetap tak bisa tidur. Aku terlalu pusing untuk memikirkan
keadaan ummaku, aku memyesal. Tapi aku
tak atau apa yang kusesali. Mungkin aku menyesal karna menolak Kyuhyun. Mungkin
aku menyesal karna membentak umma. Mungkin aku menyesal karna mencoba bersikap
tegar. Mungkin aku menyesal karna terlalu kacau . Mungkinkah aku menyesal karna
mempertahankan Donghae? Tidak, aku tak boleh menyesalinya.
***
Sinar mentari terasa begitu menyilaukan, memaksa mataku
untuk membuka, padahal baru saja
terpejam.
“bangunlah ini sudah siang Min Rin” Kyuhyun? Dia berani datang
kesini setelah menghilang berhari-hari dari hadapanku? Setelah membuat semua
kekacauan ini?
“matamu bengkak, kau habis menangis?” dia mulai
menunjuk-nunjuk mataku.
“bukan urusanmu”
“ayolah Min Rin, kau ini kenapa? Apa salahnya menangis karna
khawatir pada umma mu?” ia terkekeh kecil, tapi aku tak peduli.
“jeongmal mianhae, aku tak bermaksud membuat ummamu
memintamu menikah denganku. Hari itu aku hanya ingin curhat pada Hangeng, tapi
tak kusangka ummamu mendengarnya” dia menghela nafas panjang. Aku tau dia
menyesal, tapi apa gunanya penyesalan itu? Toh, ini semua sudah terjadi. Apa
dengan penyesalan itu bisa membuat umma sadar? Apa dengan penyesalan dapat
menghentikan ku membentak umma hari itu? Tak bisa. Tak ada gunanya.
“kau tak ingin menjenguknya?” tawar Kyuhyun.
***
Aku berjalan melewati lorong-lorong putih. Untuk pertama
kalinya aku keluar dari kamarku. Untuk pertama kalinya aku berjalan diantara
kerumunan orang. Dan untuk pertama kalinya aku membuka pintu ini, menemukan
wanita itu tertidur lemas diatas ranjang, tubuhnya ditempeli alat-alat yang
bahkan aku tak tau itu apa. Dia, koma. Aku berjalan mendekatinya, mataku
memanas, tapi aku berusaha menahannya. Aku menggigit bibir bawahku untuk mengurangi
sakit di hatiku, tapi sia-sia, tak bisa. Ku raih tangannya, kugenggam dengan
lembut, berharap dia tau jika aku berada disini.
“umma..” aku memanggilnya begitu pelan, dan tak ada reaksi
apapun.
“ini aku Min Rin” suaraku sedikit bergetar, tapi aku berusaha
agar terdegar stabil.
“mianhae karna aku baru menjenguk umma” aku berkata lagi,
tapi dia tak memberi reaksi apapun padaku. Apa dia marah? Tentu.
“jawab aku umma..” kali ini suaraku benar-benar bergetar.
“aku tau umma marah padaku. Aku tau aku salah. Aku tau aku
banyak membuatmu menangis, tapi kumohon jawab aku. Setidaknya marahi aku” aku
sudah tak bisa membendungnya, tangisku pecah.
“umma, kenapa diam? Jawab aku, ku mohon” aku semakin
mengeratkan genggamanku.
“bangunlah, aku janji
jika umma bangun, aku akan menikah dengan Kyuhyun” 4 pasang mata
menatapku terkejut, sama hal nya sepertiku. Mungkin aku sudah gila karna
mengatakannya, tapi jika itu bisa membuat
umma bangun. Why not?
“sadarlah umma. Ku mohon. Aku akan menepati janjiku”
“….” Tak ada reaksi apapun. Aku hendak beranjak dari tempat
ku duduk, tiba-tba.. ada yang menggengam tanganku. Umma, dia sadar. Dia membuka
matanya. Dia tengah tersenyum padaku. Ada setitik air di sudut matanya. Tit.
Tit. Tit. Tiba-tiba saja garis itu berubah lurus. Umma, dia telah pergi. Dia
bangun hanya sesaat, sekedar memberi ucapan perpisahan, atau mungkin sekedar
ingin aku menepati janjiku. Mewujudkan keinginan terakhirnya.
***
Sebuah pintu ruangan telah terbuka, beberapa kerabat dan
keluarga telah menungguku disana. Aku berjalan di Altar, menuju namja tegap
yang tengah menungguku di ujung sana. Sebuah gaun putih telah melekat dengan
indah di tubuh kurusku. Ya, janji tetaplah janji. Hari itu, umma sudah sadar
meskipun hanya sekejap. Meskipun tak bisa membuatku bahagia, tapi aku harus
tetap menikah dengan Kyuhyun. Aku tak ingin menjadi pengecut yang lari dari
janji.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku masuk ke dalam
kamar Min Rin, yang mungkin bisa dibilang kamarku sejak tadi pagi.
Semenjak kami mengucap janji suci di
depan Pendeta. Meskipun dia hanya terpaksa, dia tetap istrriku. Aku mengambil bantal dan meletakkannya di
sofa, aku tau dia tak akan sudi tidur seranjang denganku. Aku merebahkan
tubuhku pelan. Kulihat dia masih belum tidur, masih menatap lekat rumah yang
berada di seberang sana.
“harusnya yang berada di kamarku sekarang adalah Donghae”
dia berkata pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.
“harusnya yang mengucap janji bersamaku bukan namja lain”
dia semakin mengeraskan suaranya.
“aku sudah menghianati Donghae hanya karna namja yang tak
seberapa ku kenal” kali ini aku tau dia bicara padaku. Aku terus mendengarnya
dengan mata terpaejam.
“apa Donghae di atas sana marah padaku?” dia mulai bertanya
padaku, tapi aku tak menjawabnya.
“dia pasti tak mau menungguku lagi. Dia pasti tak mau
bersama ku di kehidupan selanjutnya” dia mulai menangis, membuatku merasa tak
tega. Rasanya saat itu juga aku ingn meraihnya, membuatnya berada dalam
dekapanku. Tapi aku tak bisa, aku teralu pengecut untuk melakukannya.
“jika Donghae pergi meninggalkanku. Lalu aku harus bersama
siapa? Aku tak ingin kehilangan dia” dia meneruskan kata-kataya. Cukup! Rasanya
aku ingin berteriak padanya. Jika
Donghae meninggalkanmu, ada aku disisimu, Cho Kyuhyun. Gadis itu membenamkan
wajahnya dibalik lututnya, merangkul lututnya sendiri dan menangis disana. Apa
kau sekesipian itu hingga kau menangis sendiri. Hingga kau memeluk lututmu
sendiri. Hingga kau berpura-pura bicara sendiri hanya untuk mengatakan hal itu
padaku?
***
Aku baru saja masuk ke kamar dan yeoja itu belum tidur. Kau
tau apa yang dia lakukan? Menatap rumah Donghae seperti kemarin. Ku ambil
bantal lalu merebahka diriku dia atas sofa. Ini malam kedua kami, tapi aku
masih tak berani bicara padanya, dan sepertinya dia juga tak berniat bicara
langsung denganku. Aku menatapnya diam-diam dari sofa. Saat ini dia terlihat
lebih banyak pikiran dari kemarin.
“aku lelah hidup” lagi-lagi dia berpura-pura bicara sendiri.
Tapi aku tau sebenarnya dia bicara padaku.
“jika aku mati sekarang, mungkin Donghae akan memaafkanku”
ha? Apa yang dia katakan? Ingin mati? Lelucon.
“andai saja hari itu aku tak berjanji pada umma. Aku tak
akan merasa bersalah seperti ini” dia meneruskan kata-katanya. Aku mohon jangan
teruskan, ini membuatku telihat buruk Han Min Rin.
***
“kita harus pindah” kataku pada yeoja yang hanya memandangku
datar.
“aku sudah membeli rumah di daerah perumahan yang cukup jauh
dari sini”
“….” Dia tak menjawab apa-apa. Hanya memandangku datar yang
bahkan aku tak tau artinya apa. Aku menghela nafas sebentar, aku tak tau sampai
kapan dia akan bertahan seperti ini padaku, membisu tak mau bicara sedikitpun.
Kecuali ketika dia berkeluh kesah padaku saat malam, setelah itu dia membisu
lagi.
“kajja, bereskan barang-barangmu. 5 menit lagi kita
berangkat” aku mengatakan hal itu, lalu pergi meninggalkannya. Aku tau ini akan
sangat berat baginya, tapi mau bagaimana lagi. Aku sudah tak tahan melihatnya
begitu kacau, tiap malam dia tak pernah tidur hanya untuk menatap rumah
Donghae.
*Han Min Rin Pov*
Aku menatap punggung Kyuhyun yang mulai menghilang di balik
pintu. Apa yang dia bilang? Pindah? Mungkin ada benarnya juga. Aku sudah lama
menunggu matiku di kamar ini, rasanya bosan juga. Jadi apa salahnya untukku
mendapat kamar baru dalam penantian kematianku. Aku mengemasi beberapa baju,
dan memasukkannya dalam koper. Ya, aku akan rindu rumah di depan sana. Aku akan
rindu semua memory yang kuukir di tempat itu.
***
Aku memasuki sebuah kamar yang penuh dengan warna orange.
Cukup indah, kurasa malaikat maut akan suka tempat ini, mungkin dia aka segera
menjemputku. Aku mulai membereskan barang-barang ku. Rumah ini lebih kecil dari
rumah ku sebelumnya. Tapi, masih tergolong besar jika hanya ditinggali 2 orang.
Rumah bergaya eropa, yang lebih menitik beratkan pada kata glamour ini
benar-benar memanjakan mata. Ada dua kamar di rumah ini, satu untukku yang
menghadap kearah taman, dan satu lagi untuk Kyuhyun yang terletak disamingku.
Cukup adil bukan? Karna kami tak tidur dalam satu kamar, jadi aku tak perlu
dihantui rasa berdosa pada Donghae. Aku bisa hidup jauh lebih tenang.
***
Ini malam pertamaku tidur di kamar baruku. Rasanya ada yang
hampa, tapi aku tak tau. Yang jelas, sesuatu yang hampa itu membuatku tak bisa
tidur. Aku bergerak terus, mencoba mencari posisi yang tepat, tapi masih tak
bisa tidur. Aku bangun dari posisiku, mencoba bertanya pada diriku sendiri apa
yang sebenarnya mengusikku, tapi aku tak terlalu pintar untuk mengetahuinya.
Ah, ini bisa membuatku makin gila. Biasanya jika seperti ini, aku akan
menceritakannya pada Kyuhyun. Meskipun tak secara langsung, meskipun saat itu
aku berpura-pura bicara sendiri, tapi aku tau dia mendengarkanku. Dia memang
tak merenspon apapun, tapi itu justru yang kuinginkan. Hanya mendengar tak
perlu bicara. Karna aku hanya ingin berbagi, dan hanya dia yang ada disisiku.
Setidakny a setelah aku bercerita padanya, persaanku jauh lebih plong.
*Co Kyuhyun Pov*
7 hari waktu yang lama bagiku untuk tinggal dengan Min Rin,
tapi tak ada yang berarti. Dia masih sama membisunya seperti waktu itu. Ceklek.
Aku membuka pintu kamarnya, mendapatinya masih terlelap di balik selimut.
Kuletakkan sarapannya di meja samping tempat tidur, setelah itu aku pergi
bekerja. Kehidupanku memang datar, tak ada yang indah sama sekali. Pagi hari
setelah mengantar sarpannya aku akan bekerja, malam hari ketika aku pulang, dia
sudah pura-pura tidur. Jadi, tak ada kontak langsung antara kami. Dia tak
pernah keluar kamar saat aku ada di rumah. Sepertinya aku masih bukan apa-apa
baginya, sepertinya dia masih tak menginginkanku.
*Han Min Rin Pov*
Ceklek. Kudengar pintu itu tertutup lagi. Ku buka mataku
perlahan, dan aku menemukan sarapanku di samping tempat tidur. Aku beranjak
dari ranjangku, memastikan jika namja itu sudah pergi. Setelah itu baru aku
mandi dan memakan sarapanku. Aku memang seperti ini, aku tak mau keluar kamar
ketika dia berada di rumah. Aku tak mau meatap wajahnya karna tak mau membuatku
merasa semakin bersalah pada Donghae, membuatku merasa mengkhianati janji kami.
Aku berjalan kesudut kamar yang lain. Mawar merah itu telah
berada di sana, mawar merah itu telah menghiasi vas kesayanganku. Aku menghela
nafas sebentar, air mataku kembali menetes ketika mengingat memory ku bersama
Mr. Nemo
“Min Rin, kau paling suka bunga apa?” namja itu bertanya
padaku. Dia terus tersenyum meskipun dia begitu lemas.
“bunga ya? Aku tak punya”
“aish, kau ini yeoja bukan sih!”
“yak Donghae. Aku ini yeoja. Kau sendiri, bunga apa yang
paling kau suka?”
“mawar merah” dia menjawab dengan pasti, tanpa ragu.
“waeyo?
“mawar itu indah, aku selalu tertarik dengan batagnya yang
berduri”
“aish, duri itu menyakitkan” protesku
“justru karna dia memiliki duri dia jadi special. Justru
karna dia punya duri orang lebih menghargainya”
“lalu kenapa harus mawar merah? Kan masih ada mawar lain” aku
terus bertanya layaknya anak TK yang baru saja mendapat buku cerita baru.
“Entahlah, pkoknya aku suka.” Katanya yang terakhir sebelum
akhirnya meninggalkanku.
Aku menghapus air mataku, sedikit tersenyum getir. Ya, kau benar, mawar merah itu indah. Aku menyukainya
Donghae. Aku menyukainya karna kau menyukainya, aku menyukainya karna setiap aku
melihat mawar merah, aku bisa melihat senyummu hari itu.
***
Ini malam yang harusnya terlihat indah. Entah kenapa hujan
turun, dan membuatnya tak terlihat indah lagi. Aku masih terduduk di samping
tempat tidur, menanti maut datang kepadaku. Aish, dunia memang indah, tapi apa
arti kata indah jika tak bahagia. Aku tak peduli apa yang terjadi ketika aku
nanti mati, yang jelas saat itu aku bisa
menemukan kebahagian karna aku bersamanya. Ceklek. Aku mendengar suara
seseorang membuka pintu kamarku. Secepat kilat aku merebahkan tubuhku,
memejamkan mataku, dan mengatur nafasku agar terlihat seolah tidur.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku baru saja pulang kerja, kulihat lampu kamar Min Rin
masih meyala. Jadi kuputuskan untuk masuk dan melihatnya. Entah kenapa hari ini
aku begitu merindukannya. Ku buka kenop pintu perlahan, kudapati dia tengah
terbaring di atas ranjang.aku mendekatinya, memandanng tiap lekuk wajahnya yan
slalu sempurna. Dia begitu cantik dan menawan, tapi lebih cantik lagi jika dia
tersenyum, jika dia membuang semua masalah dan pikiran negatifnya. Dia pasti
akan jadi lebih dari sempurna. Ku benarkan posisi selimutnya, aku tau dia tak begitu
suka dingin. Aku terus berdiri di tempat ini. Memuaskan rasa rindu yang tengah
menggeluti hatiku. Sesekali berharap dia membuka matanya lalu tersenyum simpul
padaku. Hah, itu hanya terjadi dalam mimpiku. Dia tak kan pernah berlaku
semanis itu. Aku menghela nafas sebentar, sebelum akhirnya berjalan mendekati
pintu, mematikan lampu, lalu menatap yeoja itu. Kuputar tubuhku, kuraih kenop
pintu, dan…
“aku lelah” dia bergumam dengan mata terpejam, tapi aku tau
dia bicara padaku.
“aku sudah tak bisa
menunggu lagi” dia masih bergumam, tapi sedikit lebih keras.
“maafkan aku jika esok adalah harinya” tunggu, apa
maksudnya? Aku mulai tak paham .
“maafkan aku jika kau berpikir aku bodoh. Aku..” dia menahan
ucapannya, suaranya sedikit bergetar.
“aku hanya ingin bahagia” kata-kata terakhir ini, dia
menekankata ‘bahagia’, apa artinya? Apa dia sebegitu tak bahagianya hidup
denganku?
Aku berjalan mendekatinya, mencoba bertanya apa maksud semua
ucapannya, tapi aku tertahan. Sekarang, detik ini juga, dia menangis dalam
kebisuan di tengah kegelapan malam.
“tidurlah sudah malam”hanya itu yang kuucapkan, setelah itu
aku pergi meinggalkannya. Aku terlalu pengecut untuk meminta penjelasan darinya.
Hatiku juga terlalu lemah untuk melihatnya menangis seperti tadi.
***
Pagi ini sama seperti kemarin. Aku mengantar sarapan Min
Rin, dan dia masih terlelap. Entah kenapa hari ini aku begitu ingin tinggal di
rumah, aku begitu ingin berada di sampingnya, menatap tiap lekuk wajahnya. Tapi
ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Akhirnya mau tak mau aku tetap
bekerja, maskipun aku tau separuh nyawaku masih berada disana, pikiranku masih
dipenuhi bayangan wajahnya. Oh Tuhan, tolong hentikan semua ini. Aku harus
bekerja sekarang. Dia tak boleh terus berada di otak ku.
Waktu terus berlalu, sudah 5 jam aku duduk di depan
komputer, tapi pekerjaanku belum selesai juga. Pikiranku melayang jauh ke
tempat yeoja itu. Ah, aku tak bisa terus seperti ni. Aku beranjak dari tempat
ku duduk, berniat membeli kopi di bawah. Tapi tak sengaja tangan ku menyenggol foto
Min Rin hingga terjatuh dan pecah. Deg. Rasanya jantungku berhenti berdetak,
rasa cemas mulai menggeluti hatiku, dalam beberapa detik aku terpaku dalam posisiku. Tenanglah Cho
Kyuhyun semua akan baik-baik saja. Ku ambil foto Min Rin lalu kusuruh Office
Boy membersihkan serpiahn bingkai tadi. Aku terduduk kembali di kursi, rasanya
aku sudah tak ingin meminum kopi. Tanganku mulai bergerak lincah di atas keyboard,mengukir
kata demi kata pada sebuah monitor. Aku berusaha menyelesaikan pekerjaanku
lebih cepat, tapi aku tak bisa. Pikiranku terlalu kalut untuk bisa fokus. 1 jam
berlalu, tapi waktu terasa lebih lama bagiku. Pekerjaan ini belum selesai juga,
sedangkan pikiranku semakin gelisah. Aku terus menarik nafas panjang lalu
menghembuskannya, mencoba mencari ketenangan. Tapi tak ada hasil. Aku mulai
mempercepat gerakan tanganku, mungkin aku mulai frustasi sekarang. Ah, cukup!
Aku harus pulang sekarang atau aku akan gila. Kuambil kunci mobilku, aku langsung
melejit keluar. Menyusup antara mobil-mobil Seoul. Masa bodoh dengan
pekerjaanku, sekarang yang terpenting
adalah aku pulang.
*Han Min Rin Pov*
Ketika aku membuka mataku, hal yang pertama menyambutku
adalah sarapan, tak ada yang lain. Aku melihat tiap sudut rumah ini, sepi.
Rasanya lelah juga tiap hari harus seperti ini.
“kapan kau akan menjemputku?” aku mulai bertaya pada dia,
Lee Donghae.
“aku lelah Donghae…” aku menahan kata-kataku, bibirku
begetar, mataku memanas.
“aku lelah berpura-pura tegar” sekarag, aku tengah menangis.
“aku lelah berpura-pura bisa hidup sendiri” aku menghela
nafas panjang.
“aku lelah untuk sabar menunggumu” aku berhenti sejenak,
mencoba mencari cela untuk menenangkan diri.
“jika aku pergi sekarang, apa kau akan menjemputku?”
“….” Seperti yang kuduga, hening. Dia tak akan pernah
menjawab pertanyaanku. Aku berjalan gontai kesudut kamar, mengambil sebuah
benda, lalu menggoreskannya di lenganku. Aku ingin mati perlahan, aku ingin
menikmati hembusan angin terlebih dulu, aku ingin melihat darah mengalir dari
lenganku, makin lama makin deras dan akhirnya tak tersisa, aku ingin menikmati
kamar ini, sebelum akhirnya nanti aku benar-benar pergi. Darahku terus
mengalir, nafasku mulai sesak, tapi tak ada garis ketakutan sedikitpun di
wajahku. Kapanpun aku siap mati. Kapanpun. Bahkan jika detik ini Donghae
meminta nyawaku, aku siap. Sekarang dadaku mulai sesak, pandanganku mengabur,
dansemua menghitam, gelap.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku langsung memarkirkan mobilku, berlari masuk kedalam
rumah. Sepi. Benar-benar sepi. Apa selalu seperti ini keadaan rumah ketika aku
kerja? Apa dia tetap tak mau keluar kamarnya? Aku terus melangkah, entah harus
kemana agarperasaan ini berubah jadi tenang. Aku tetap malangkah megikuti
kemauan kaki ku, dan.. aku berhenti disini, didepan pintu kamar yeoja itu. Haruskah aku membuka pintu nya?
Bagaimana jika dia tengah terjaga? Dia pasti akan sangat marah. Tidak, aku tak
mau dia membenciku. Cukup dengan dia mengacuhkanku, aku tak ingin semakin
terluka dengan dia membenciku. Aku memutar tubuhku, berjalan meninggalkan kamar
itu meskipun begitu berat. Perasaanku semakin kalut, firasatku semakin tak
enak. Aku menolehkan lagi wajahku ke pintu kamarnya. Ayolah Cho kyuhyun,
beranikan dirimu. Bagaimanapun dia tetap istrimu. Aku berjalan meuju pintu itu,
memberanikan diriku untuk membukanya. Kulangkahkan kakiku masuk dan aku tak
menemukannya di ranjang. Dimana dia? Aku menatap sudut ruangan yang berbeda,
dan aku menemukannya tengah tergeletak di lantai. Apa ini? Dia mencoba bunuh
diri lagi?
***
Aku menatapnya yang masih belum tersadar juga di atas tempat
tidur. Sungguh aku seperti di tampar begitu keras. Rasanya sakit sekali
melihatnya terbaring lemas disana, rasanya begitu memalukan ketika aku tak bisa
mejaganya. Kenapa dia mencoba bunuh diri lagi? Bukannya dia sudah lama tak
melakukannya? Apa mungkin dia begitu tak bahagia denganku?
*Han Min Rin pov*
Ketika aku bangun hari sudah malam, aku tau saat ini aku
berada di rumah sakit.
“kau sudah sadar? Syukurah. Aku begitu mencemaskanmu Han Min
Rin” namja itu menghampiriku, dia terenyum padaku. Sedangkan aku hanya
menangis. Aku menagis untuk kegagalanku, aku menangis karna Donghae tak kunjung
menjemputku.
“tenanglah. Berhentilah menangis” dia mencoba menenangkanku,
tapi tak bisa.
“ini sudah malam. Istirahatlah ” dia mengusap rambutku,
setelah itu dia berbaring di sofa. Kami berada dalam keheningan untuk waktu yang lama. Hingga akhirnya aku
mulai bicara.
*Cho Kyuhyun Pov*
“Donghae tak menjemputku” dia bicara padaku dengan suara
bergetar
“padahal aku sudah ingin bertemu dengannya” yeoja itu
terlihat benar-benar kalut
“aku ingin segera menemukan kebahagiaan ku” Deg. Rasanya ada
yang menusukku.
“harusnya dia menjemputku, aku sudah lelah hidup”
mendengarnya aku semakin sakit. Aku harap aku bisa berteriak padanya, memintanya
menghentikan keluhannya tentang Donghae, tapi sayangnya kau terlalu pengecut.
“apa Donghe sudah tak ingin bersamaku?” hilang sudah
kesabaranku. Telingaku sudah tak sanggup mendengarnya.
“sudah malam, tidurlah” hanya itu yang bisa ku ucapkan.
Setidaknya setelah itu dia akan terdiam.
***
2 hari semenjak accident bunuh diri itu, sampai sekarang aku
belum bekerja, aku masih takut meninggalkannya sendiri, aku takut untuk kehilangannya.
Malam ini aku datang ke kamarnya, kulihat dia sudah terbaring diatas ranjang,
tapi aku tau dia belum tidur. Aku menemukan beberapa surat purple yang tengah
dia genggam begitu erat. Ya, ini surat dari Lee Donghae. Aku tersenyum getir,
sampai kapan dia akan menyimpan memory nya dengan Donghae? Ah, ini terlalu
sakit. Aku meraih surat-surat itu dan meletakkannya di meja. Aku berjalan ke arah
pintu, tapi kali ini tak langsung pergi. Aku tau dia akan menceritakan semua
rasa lelahnya padaku, rasa lelahnya karna Dongahae, rasa lelahnya yang
jelas-jelas membuatku terluka. Tapi mau bagaimana lagi, aku memang sakit, tapi
aku tak bisa membiarkannya memndam semua sendiri, aku tak tega.
“malam ini Ulang tahun Donghae”dia memulai ceritanya dan lagi-lagi
tentang Donghae? Tak ada cerita yang lain kah? Tak ada kah yang ingin kau bagi
denganku selain memory mu bersama namja itu?
“tahun lalu aku tak bisa mengucap happy birthday, dan tahun
ini pun aku juga tak bisa” dia menangis untuk Donghae, membuatku semakin
terluka.
“andai saja dia masih hidup, aku ingin membuat pesta kejutan
untuknya” nadanya menceritakan seolah dia bahagia.
“aku akan membuatkannya kue, dan berdiri disampingnya ketika
dia meniup lilin” dia terus berbicara tanpa peduli perasaanku.
“aku..” belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, aku
keluar dari kamarnya. Aku menangis, aku tak bisa lagi menyembunyikan rasa
sakitku. Tak bisa kupungkiri jika kesabaranku selama ini tak bisa kuteruskan.
***
Rasanya kepalaku ingin pecah melihat tugas yang begitu
menumpuk, ditambah masalahku dengan Min Rin. Aku terus memandang monitor, tak
berniat mengerjakannya.
“minumlah kopi dulu Kyuhyun-ah”
“aku sedang tak mengingkannya” aku menjawabnya cuek, tanpa
memalingkan pandanganku dari layar monitor.
“waeyo? Dulu kau sangat suka meminum kopi ketika stres” aku
mulai penasarn dengan yeoja ini. Bagaimana dia tau kebiasaanku? Min Rin saja
yang istriku tak tau. Ku dongakkan kepalaku untuk melihat wajahnya.
“Choi Mi Ran?” aku tergagap.
“jangan panggil aku dengan marga Choi. Aku sudah tak
berhak.” Dia berkata seperti itu sambil menunjukkan jari manisnya yang sudah
tak bercincin.
“… ” aku terdiam, terlalu terkejut denangn kehadirannya.
“5 tahun tak bertemu dengan mu, kau makin tampan Kyu” aku
tak peduli dengan ucapannya.
“apa yang kau lakukan di kantorku?”
“bekerja. Itu mejaku” dia menunjuk meja yang ada di hadapanku.
“kenapa kau membuntutiku hah?”
“aku tak membuntutimu. Mungkin kita memang berjodoh”
“terserah apa yang kau katakan. Aku tak peduli. Sekarang
pergi dari mejaku!” aku mengusirnya cukup keras.
***
Aku baru saja masuk rumah. Kulihat kamar yeoja itu sudah
gelap. Aku masuk kekamarnya, melangkah mendekatinya. Kudapati dia tengah
terlelap, begini mungkin lebih baik. Aku tak harus mendengarnya menceritakan
Donghae lagi. Aku tak harus menahan rasa sakit saat dia berkeluh kesah padaku,
setidaknya untuk malam ini. Ku usap rambutnya, ku hapus beberapa air mata yang
tersisa di pipinya. Kulihat dia tengah menggenggam sebuah bingkai. Aku tertarik
untuk melihat foto siapa yang ada disana. Kuambil bingkai itu perlahan,
berusaha agar tak membangunkannya. Ketika foto itu sudah ada di tanganku,
sedikit menyesal, kenapa aku tadi harus mengambilnya. Jika aku tak mengambilnya
aku tak kan terluka lagi, aku juga tak akan tau jka yang dipeluknya adalah foto
Dongahae. Aku berjalan keluar, lagi-lagi aku menangis untuk seorang Han Min
Rin.
***
Pekerjaanku lagi-lagi harus terbengkalai, karna sampai
sekarang aku belum berniat untuk menyentuhnya, hanya menatapnya datar.
“kau sakit ya Kyu?”
yeoja itu meletakkan telapaknya di dahiku. Raut wajahnya terlihat begitu
cemas.
“ani. Singkirkan tangan mu itu”
“apanya yang tidak? Kau demam Kyu!” dia memarahiku, tapi itu
malahmembuatku tertawa, membuatku teringat masa laluku dengannya.
“ini hanya demam biasa, sebentar lagi juga sembuh.
Bekerjalah sana” aku mengusirnya. Tapi dia tetap berdiri disampangku.
“ku bilang pergilah. Aku ingn meneruskan pekerjaanku. Kau
pikir dengan berdiri di sini aku bisa sembuh?” kali ini dia menurutiku. Aku
mencoba meneruskan pekerjaanku, aku tau yeoja itu terus memperhatikanku.
Sesekali dia datang lagi ke mejaku, memeriksa demamku, lalu menanyakan
keadaanku apa aku baik saja. Aku tau dia begitu mencemaskanku, dulu jika dia
melakukan hal ini padaku aku begitu senang, dulu ketika dia memegan kepalaku,
jantungku akan berdetak cepat. Tapi sekarang rasanya biasa saja. Apa aku sudah
tak mencintainya? Apa Han Min Rin sudah berhasil merebut hatiku dari Kim Mi
Ran?
“Kyuhyun? Gwenchana?
” ia membuyarkan semua lamunanku.
“ne.Dari tadi kau menanyakan hal itu, aku sampai bosan.” Aku
bangkit dar tempatku duduk, lalu berlalu meninggalkannya.
“kau mau kemana?”
“memangnya itu urusanmu? ” aku menjawabnya tanpa menoleh.
***
Hari ini aku pulang ke rumah lebih cepat karna merasa tak
enak badan. Aku langsung masuk ke kamarku tanpa mengunjungi Min Rin. Badanku
terlalu lemah untuk berjalan kesana, lagi pula aku tak ingin dia melihat wajah
pucatku. Aku langsung merebahkan diri ku di ranjang, pikiranku melayang pada Mi
Ran. Dia masih seperti dulu, dia masih sama baiknya. Meskipun dia pernah
menyakitiku, tapi aku tak pernah bisa membencinya. Apa dia masih mencintaiku? Entahlah. Aku tak
peduli, aku sudah tak mencintainya. Sekarang hatiku sepenuhnya untuk Min Rin,
tak ada lagi orang lain. Aku tau sekarang aku masih bukan siapa-siapa bagi Min
Rin, aku tau sampai detik ini Donghae lah yang dia cintai. Tapi itu tak bisa
merubah perasaanku. Aku mencintainya, lalu apalagi yang bisa membuatku
berpaling? Jika dia tak mencintaiku sekarang, aku akan membuatnya mencintaiku
nanti. Aku yakin hal itu, seperti Min Rin yakin jika dia bisa hidup bersama Donghae
di kehidupan selanjutnya.
*Han Min Rin Pov*
Ini jam 1 malam, tapi aku masih tak bisa tidur. Entah kenapa
perasaanku jadi tak enak. Dari tadi kyuhyun belum datang ke kamarku, apa dia
belum pulang? Aku terus memutar tubuhku, mencoba tenang. Mencoba meyakinkan
diriku bahwa Kyuhyun akan baik-baik saja. Aku berjalan keluar kamar, sedikit
perasaan takut mulai menggeluti ku, kubuka pintu sebuah kamar perlahan. Aku
mencoba mengintip ke dalamnya, ternyata dia sudah tidur. Hari ini, mungkin dia
sedang tak ingin melihatku, mungkin dia sudah bosan datang kekamarku dan hanya
mendengar tentang Dongahe, mungkin dia juga marah padaku yang tak bisa menjadi
istri untuknya. Aku membalikkan tubuhku, bejalan menjauhi kamar itu. Rasanya
ada perasaan sakit ketika tau dia pulang tanpa mengunjungiku,rasanya aku ingin
marah padanya karna melupakan aku hari ini,rasanya aku tak ingin jauh darinya.
Tuhan, perasaan apa ini? Tolong hentikan saat ini juga, aku tak ingin sakit
terlalu lama.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku baru saja membuka mataku, rasanya begitu berat, kepalaku
juga terasa pusing. Aku melirik jam di sampingku, sudah jam 9. Aku berusaha
bangkit, tapi tak bisa, rasa sakit di kepalaku seolah tak mengijinkanku untuk
beraktivitas. Kuputuskan untukk membiarkan tubuhku kembali terpejam, kurasa
demam yang kemarin ku sepelekan sekarang semakin parah. Baru sekitar 15 menit
aku tidur, mataku kembali terjaga lagi. Ku dengar seseorang menekan bel
rumahku, mau tak mau aku harus membukanya.
“Mi Ran? Kau kenapa kesini?” aku terjekut ketika melihat
sosoknya berdiri di depan pintu rumahku
“menjengukmu. Kau tak tau kan jika aku begitu
mencemaskanmu?” dia langsung masuk tanpa permisi
“kau! siapa yang mnyuruhmu masuk? Tak sopan”
“aku. Bukannya dari dulu aku bebas keluar masuk rumahmu” dia
berjalan ke dapur, mengambil sebuah mangkuk lalu menungkan bubur yang sudah dia
bawa.
“itu dulu Kim Mi Ran, saat aku masih mencintaimu, sebelum
kau menghianatiku” aku mengatakan hal itu cukup jelas
“Kyu, tak bisakah kau melupakan hari itu?”
“tak bisa. Aku akan melupakannya jika kau sudah benar-benar
mati” dia menangis, membuatku merasa bersalah karna mengucapkannya.
“kau ingin aku mati? Kau sudah tak mencintaiku?” dia menatap
tepat di manik mataku.
“aku sudah tak mencintaimu”
“Kyu, tak bisakah kita memulainya seperti dulu?” dia
berjalan mendekatiku, menggenggam lembut tanganku.
“kau gila ya? Aku sudah menikah. Aku sudah punya istri yang
lebh kucintai”
“istri? Aku tak peduli. Mana dia? Aku tak melihatnya. Apa
kau hidup bahagia dengannya?”
“ne. ” aku menjawab dengan singkat. Harus kuakui, aku
sedikit ragu.
“kau bohong. Aku sudah tau semuanya Kyu, aku tau jika dia
tak mencintaimu”
“kau tau apa tentang cinta? Dari dulu kau tak pernah tau
cinta. Jika kau tau cinta, kau tak akan meninggalkanku hanya demi uang” aku
berkata cukup keras, entah kenapa aku menjadi emosi ketika dia menyebut
‘cinta’.
“Kyu..” dia menahan ucapannya. Kali ini dia benar-benar
menangis.
“beri aku kesempatan lagi, aku akan menebus semua
kesalahanku.”
“aku sudah katakan padamu jika aku sudah punya istri. Apa
kurang jelas?” aku semakin memperjelas ucapanku.
“aku tak peduli Kyu, aku akan buktikan jika aku jauh lebih
baik dari istrimu”
“terserah ucapanmu”
“aku akan selalu ada untukmu Kyu,datanglah padaku jika kau
membutuhkanku” katanya yang terakhir sebelum pergi dari rumahku.
*Han Min Rin Pov*
Hari ini aku bangun lebih siang dari biasanya, kulihat meja
samping tempat tidur, tak ada sarapan,tak seperti biasanya. Apa Kyuhyun
benar-benar marah padaku sampai-sampai tak mau masuk lagi ke kamarku? Aku berjalan mendekati pintu. Sebenarnya aku
ingin keluar dan mengambil sarapanku sendiri,tapi langkahku terhenti ketika aku
mendengar suara seorang yeoja.
“aku akan selalu ada untukmu Kyu,datanglah padaku jika kau
membutuhkanku” kata yeoja itu. Aku tak
tau dia siapa, tapi kata-katanya berhasil menembus jantungku, rasanya sakit.
Aku kembali masuk ke kamarku. Rasanya aku ingin marah pada Kyuhyun karna
membawa yeoja lain masuk ke sini. Tapi aku tak bisa. Apa hak ku? Ini rumahnya
kan? Aku hanya menumpang di sini, lagi pula siapa aku baginya? Bukan siapa-siapa.
*Cho Kyuhyun Pov*
Sudah 2 hari aku tak masuk kerja dan yeoja itu selalu datang
ke rumahku. Dia memasakkan makanan untukku, membersihkan rumahku, dan mengganti
kompresku. Lebih tepatnya dia merawatku seperti seorang istri. Jujur aku tak
bisa menolaknya, dia memberi semua yang ku butuhkan. Dia memberi semua
perhatian yang tak bisa diberi Min Rin selama kami menikah. Untuk saat ini, dia
memang jauh lebih baik dari Min Rin, tapi aku jauh lebih mencintai Min Rin dari
pada dia.
“Kyu, ini sarapanmu. Aku suapi ya?” dia membuyarkan
lamunanku.
“tak perlu, kondisiku sudah membaik” aku meraih mangkuk yang
ada di tangannya.
“kau pulanglah, semalaman kau berada di sini untuk
merawatku” lanjutku.
“tak apa. Aku lebih senang berada di sampingmu” dia
memberiku senyum khasnya, senyum yang dulu sempat membuat ku tak bisa
melepasnya.
“jangan terus seperti ini Mi Ran, aku sudah punya Min Rin”
“kenapa kau lebih memilihnya Kyu. Jelas-jelas dia tak tau
cara memperlakukanmu”dia menghela nafas panjang.
“saat kau sakit dimana dia? Dia tak merawatmu, sekedar untuk
melihat keadaanmupun tidak” tambahnya
“Mi Ran..”
“aku mohon Kyu, beri aku kesempatan. Aku mohon beri aku
tempat di hatimu lagi”
“pulanglah. Istirahatkan dirimu. Lupakan semuanya, aku tak
mau kau terluka jika tetap menyimpan harapan kosong ini”
“Kyu..”
“ku bilang pulanglah. Sekarang aku bukan memintamu, tapi
mengusirmu” aku membentaknya. Rasanya aku tak ingin lagi mendengar semua
permintaan gilanya.
***
Malam ini rasanya aku begitu merindukan Min Rin, sudah 2
hari aku tak datang ke kamarnya. Apa yang dia makan ketika aku tak ada?
Bagaimana keadaannya? Apa dia merindukanku? Semua pertanyaan itu rasanya ingin
ku tanyakan sendiri padanya, tapi aku masih terlalu pengecut untuk melakukannya.
Ceklek. Aku membuka pintu kamarnya, dia masih belum tidur, menatap lurus kearah
jendela. Mungkin dia menatap bintang, atau mungkin bulan. Aku berjalan
mendekatinya, kurasa dia menyadari kehadiranku dan menoleh kearahku.
“apa dia diatas sana melihat kita?” dia bertanya padaku.
“dia? Maksudmu Ummamu?”
“bukan, Donghae” saat itu juga rasanya hatiku benar-benar
sakit.
“selama ini aku terus memikirkan hal itu” dia menghentikan
kata-katanya, lalu menatap langit lagi.
“aku selalu berpikir , apa yang dia lakukan sambil
menungguku” dia meneruskan ucapannya, tanpa bertanya apa aku baik-baik saja.
“aku juga selalu berpikir, bagaimana jika sekaranglah
waktunya”
“cukup!”aku membentaknya. Aku tak tahan lagi mendengar
ucapannya. Terlalu menyakitkan.
“aku ini suami mu Min Rin. Bagaimana mungkin kau membahas
namja lain di hadapanku?” aku mengucapkannya dengan begitu tegas.
“apa kau tak memikirkan bagaimana sakitnya hatiku?” aku
semakin mendekatinya, wajahnya nampak ketakutan. Ekspresi apa itu?
“secara logika, orang mengatakan kau milikku. Tapi selama
ini yang ku rasakan aku tak bisa memiliki apapun dari mu. Hatimu, semua
untuknya. Apalagi cintamu, sepertinya tak akan mungkin aku mendapatkannya.
Bahkan pikiranmu, semua itupun tentang Donghae, lalu mana untuk Cho kyuhyun?
Apa tak ada sama sekali?” aku membentaknya, rasa sakit ini seolah membuang akal
sehatku.
“Kyu….” Dia memanggilku cukup pelan.
“mwo? Kau ternyata masih ingat nama ku. Kupikir yang di otak
mu hanya Donghae, Donghae, dan Donghae”
nada suaraku sedikit mencomooh. Kulihat beberapa tetes air mata
membasahi pipinya.
“selama ini aku sudah bersabar Min Rin, tapi ternyata kau
tak sadar juga. Setiap aku kesini bukan tentang donghae yang ingin kudengar,
tapi kau terus menceritakannya. Apa kau pikir aku bisa terus bersabar? Tidak! ”
lagi-lagi, aku mengatakannya cukup keras. Aku meningalkan kamar itu, tak peduli
dengan yeoja yang menangis di belakangku. Perasaanku terlalu sakit untuk
memikirkannya.
Aku berjalan ke kamarku, mengambil jaket dan kunci mobilku.
Setelah itu, aku memacunya dalam kecepatan tinggi, membelah dinginnya malam. 20 menit kemudian
roda mobilku benar-benar berhenti, aku mengambil ponselku dan menekan beberapa
nomor di sana.
“yeobseyo, ada apa Kyu?” seseorang disana menjawab
panggilanku
“datanglah ke taman. Aku menunggumu” ucap ku yang terakhir
sebelum menutup telfon itu.
Ku putuskan untuk duduk di kursi taman, menatap langit yang
makin lama makin menggelap. Hah, apa kau puas Lee Dongahe melihatku seperti
ini? Melihat aku tak bisa mendapatkan cintanya? Sebenarnya apa rencanamu
untuknya? Jika kau berniat hidup bersamanya, kenapa sampai saat ini kau tak
menjemputnya?
“ehm” suara deheman itu membuyarkan semua pikiran bodohku.
“kau sudah datang?” aku menjawabnya tergagap.
“aish, kau memikirkan apa? Sampai tak tau jika aku datang”
“ani. Ayo ikut aku” aku meninggalkannya masuk ke mobilku,
diikuti langkahnya.
“sebenarnya ada maslah apa?” dia bertanya padaku ketika kami
sudah berada di mobil.
“itu bukan urusanmu”
***
Aku mengibas-ngibaskan kakiku di sela-sela air.
Menendang-nendangnya dengan emosi. Rasanya aku ingin menumpahkan amarahku di
sini, melupakan semua masalah yang begitu mencekikku.
“jadi kau menyuruhku datang kesini hanya untuk melihatmu
bermain air?”
“ah, aku hanya ingin membuang semuanya Mi Ran. Aku lelah
memendam semua rasa sakit ini”
“kau, memanggilku karna kau punya masalah dengannya?” aku
hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.
“sebenarnya ada apa denganmu Kyu? Dulu setelah aku
menyakitimu kau bisa meninggalkanku, kenapa sekarang tak bisa?” dia menatapku
penuh arti.
“kau benar, ada apa denganku? Aku sendiri tak tau” aku
semakin menendang air-air itu.
“Kyu, apa kau benar-benar mencintainya?” dia berkata pelan,
tapi aku masih bisa mendengarnya.
“aku begitu mencintainya Kim Mi Ran. Bahkan terlalu
mencintainya hingga tak bisa meninggalkannya”
“meskipun sampai detik ini dia tak mencintaiku, meskipun
sampai detik ini hanya Donghae yang ada di pikirannya” lanjutku
“apa kita benar-benar tak bisa memulainya dari awal lagi?
aku ingin kita seperti dulu Kyu” dia semakin mendekatiku.
“aku sudah terlalu pusing dengan masalahku. Ku mohon jangan
menambahnya”
***
Ku buka mataku perlahan, rasanya kepalaku begitu berat,
mungkin karna aku terlalu banyak minum semalam. Mataku menerawang ke tiap sisi
tempat ini. Hei aku dimana? Aku mencoba berjalan ke luar, dan kulihat dia
tengah tidur di sofa.
“Kyu, kau sudah bangun?” dia membuka matanya tiba-tiba.
“ne. kenapa kau tidur di sini? Harusnya aku saja” aku
berjalan untuk duduk di sampingnya.
“mana mungkin aku tega melakukannya. Kau kan baru saja
sembuh” dia tersenyum padaku.
“kau mau sarapan apa? Biar ku masakkan”tawarnya.
“terserah kau saja”
Aku berjalan kesudut ruangan ini, kulihat ada banyak fotoku
dan dia yang masih dia bingkai dengan rapi.
“kau masih menyimpan foto ini?” aku sedikit berteriak karna
dia berada di ruangan yang berbeda denganku.
“foto yang mana?”
“yang kau letakkan di samping televisi”
“aku tak bisa membuangnya Kyu. Foto itu terlalu berarti
untukku”
“berarti?” aku berjalan mendekatinya.
“itu foto yang kita ambil saat kencan pertama kita Kyu, apa
kau lupa?”
“ani” aku menjawabnya singkat
“atau jangan-jangan kau sudah membuangnya?” dia membuatku
tercekat.
“…” aku terdiam, aku tak tau harus menjawab apa. Aku takut
melukai perasaannya lagi.
“kau sudah membuangnya ya? Tak perlu merasa bersalah seperti
itu, itu semua juga kesalahanku”
“…” lagi-lagi aku terdiam.
“kalau saja hari itu aku tak meniggalkanmu demi Siwon,
mungkin kita sekarang hidup bahagia”
“aku mohon berhentilah membahas semua itu” aku meninggalkannya
begitu saja.
*Han Min Rin Pov*
Rasanya benar-benar sepi. Semenjak kejadian malam itu, dia
tak pulang ke rumah. Aku tak tau dia menghabiskan malamnya di mana, aku tak tau
dia bersama siapa saat ini, aku juga tak tau apa yang akan di lakukannya nanti,
dan semua ketidak tau-an ku benar-benar membuatku terluka. Aku beranjak dari
ranjang Kyuhyun. Sudah 2 malam aku tidur di kamarnya, berharap dia kembali,
tapi sampai detik ini hal itu belum terjadi. Aku menghela nafas panjang, ada
suatu yang berbeda di hatiku, sesuatu yang bukan hanya rasa sakit, tapi juga
rasa penyesalan. Aku merasa sakit saat Kyuhyun membentakku, tapi tak bisa
kupungkiri jika aku menyesal karna membiarkannya pergi malam itu. Kulangkahkan
kakiku kedepan pintu, tiap waktu aku selalu berdiri di sini, menunggu
kedatangannya yang bahkan aku tak tau pasti kapan itu terjadi. TING TONG. Suara
bel rumah, aku langsung membukanya tanpa basa-basi.
“kau Han Min Rin?” seorang yeoja dengan suara yang begitu
kukenal tengah berdiri di depan pintu.
“ne, masuklah” dia langsung masuk dan duduk di kursi tamu.
“kau terlihat begitu kacau, menjijikkan” hah, apa-apaan ini?
Dia baru bertemu denganku dan berani mencomoohku?
“kau beraninya mengatakan hal itu padaku! Sebenarnya kau ini
siapa?”
“aku? Aku Kim Mi Ran, mantan Kyuhyun” deg. Rasanya aku
begitu hancur mendengarnya.
“Kyuhyun? Dia dimana sekarang?”
“apa kau punya hak untuk tau dimana dia? Kau tak punya hak
Han Min Rin”
“apa dia bersamamu?”
“ne. 2 hari ini dia bersamaku” aku menggenggam tanganku
kuat, aku mencoba mengatur emosiku.
“kenapa? kau mau marah? Kau tak punya malu untuk marah
padanya?” nadanya menantangku
“…” hening. Aku tak tau harus menjawab apa.
“sebagai seorang istri yang tak penah menyentuhnya atau
sekedar memikirkannya, apa kau masih pantas marah?” kata-katanya begitu tajam.
“sebagai seseorang yang tak pernah mendapat balasan atas
cintanya, juga sebagai seseorang yang terus mendapat cerita orang masu lalu
istrinya, apa dia tak boleh datang kemantan kekasihnya?”
“…” tanganku gemetar, aku menangis. Aku tau ini semua
salahku. Aku tau, aku tak pantas marah padanya.
“kau menangis sekarang? Menangis untuk apa?” dia memburuku
dengan semua kata-kata tajamnya.
“kau pikir 2 hari ini aku bahagia? Tidak Han Min Rin. Aku
sangat menderita. Aku sudah tak tahan melihat Kyuhyun seperti ini”
“kyuhyun…”
“dia jauh lebih kacau darimu. Setiap dia tidur hanya namamu
yang dia panggil,hanya kau” yeoja itu meninggikan suaranya.
“…” aku masih terdiam. Aku terlalu menyesal hingga tak tau
harus bicara apa.
“Kyuhyun begitu mencintaimu. Jadi aku hanya memberikan dua
pilihan untukmu” dia menghentikan ucapannya sebentar.
“kau tinggal pilih. Mencintainya seperti dia mencintaimu,
atau melepasnya dan membiarkannya bersamaku” lanjutnya yang terakhir sebelum
akhirnya meningglkanku.
***
Sinar mentari masuk kekamar Kyuhyun melalui cela jendela.
Aku masih terdiam disini, menatap foto yang terpajang rapi dinding, foto namja
yang begitu ku rindukan 3 hari ini. Pikiranku semakin kacau semenjak
kedatangan Mi Ran, aku semakin menyesal
dan kehilangan Kyuhyun. Aku melangkahkan kaki ku gontai, berjalan meraih
ponselku yang sejak 30 menit lalu bergetar.
“yeobseyo” aku menjawabnya malas.
“Han Mn Rin, kau kah itu?” suara namja yang seperti ku
kenal.
“ne. ini siapa?”
“nae, Lee Hyuk Jae”
“oh”
“kau dimana? Bisa bertemu sekarang?”
“ne. Tunggu aku di kafe dekat taman 15 menit lagi”
Aku merapikan diriku, setelah itu langsung pergi ke kafe
dengan taxi.
***
Aku berjalan memasuki sebuah kafe, kulihat EunHyuk sudah
duduk di meja dekat kaca.
“jeongmal mianhae. Aku terlambat”
“gwenchana, aku juga baru sampai. Kau mau pesan apa?”
tawarnya
“apa saja”
“aku begitu merindukanmu Min Rin”
“benarkah? Lalu kenapa kau pergi hari itu?” suaraku
bergetar.
“kau tau, semenjak kau pergi semua tak berjalan lancar” aku
mulai menangis sambil memukul lengannya.
“ada apa? Ceritakan padaku Min Rin” dia mengusap kepalaku,
meraihku dalam dekapannya.
“semenjak kau pergi aku semakin kesepian, umma meninggal,
dan aku harus menikah dengan namja lain” aku semakin mengeratkan pelukanku,
berharap rasa sakit ini sedikit berkurang.
“apalagi? Ceritakan semua padaku”
“aku takut hyungmu marah hyuk jae, aku takut dia tak mau
menungguku lagi”
“jangan bicara seperti itu, dia pasti menunggumu”
“tapi aku sudah menghianatinya. Aku sudah menikah dengan Kyuhyun”
dia mengahapus air mataku,memberikan senyum terbaiknya padaku.
“untuk apa dia marah. Surat terakhirnya bilang jika kalian
akan hidup bersama di kehidupan selanjutnya. Dia tak mengatakan jika dia
melarangmu untuk bahagia dengan namja lain di kehidupan sekarang. Ketahuilah
Min Rin, yang dia inginkan adalah kau hidup dengan wajar. Bukan mengisolasi
hidupmu sendiri”
“tapi aku sudah menghianatinya”
“kau tak menghianatinya. Ayo lah, jika aku saja tak marah
karna kau menikah, apalagi hyungku yang jauh lebih baik dariku”
“…”aku terdiam, memikirkan semua yang dikatakan EunHyuk.
“ceritakan padaku bagaimana hubunganmu dengan Kyuhyun” dia
melepaskan pelukan kami. Menatap ku dengan raut wajah yang begitu ramah.
“kami tak punya hubungan apa-apa. Aku menikahinya karna itu
permintaan terakhir umma, setelah menikahpun aku tak pernah membiarkannya
menyentuhku. Aku juga tak terlalu tau banyak tentang dia karna kami tak parnah
berbicara secara langsung” aku menghela nafasku panjang, penyesalan itu datang
lagi.
“Min Rin, kau menyiksanya”
“aku tau..” lagi-lagi aku menghela nafasku panjang
“kau tau tapi kau masih melakukannya?” EunHyuk sedikit
meninggikan suaranya, mungkin dia juga kesal dengan perlakuanku.
“aku baru menyadarinya malam itu. Malam dimana dia marah
padaku. Malam terakhir aku melihatnya sebelum dia pergi dan tak pulang”
“kau marah padanya?” aku terdiam sebentar. Memastikan apa
yang kurasakan pada Kyuhyun saat ini.
“awalnya aku sedikit terluka karna dia tak pulang ke
rumah,tapi sekarang rasa terluka itu berubah menjadi penyesalan” nada suaraku
semakin pelan. Namja itu tersenyum lagi padaku.
“kau mencintainya Min Rin”
“kau gila? Tak mungkin. Selamanya aku hanya mencintai
Donghae”
“apanya yag tak mungkin? Kalian tinggal dalam satu rumah,
dia juga memberimu perhatian, jadi mudah saja bagimu untuk mencintainya”
“…” senyap. Aku masih terdiam.
“aku dan hyungku tak masalah jika kau mencintainya” namja
itu menggenggam tanganku. Mencoba meyakinkanku.
***
Aku masuk ke dalam kamar Kyuhyun, pikiranku semakin kalut.
Kulihat jam sudah menunjuk pukul 00.00 tapi aku masih belum ingin tidur, aku
masih memikirkan apa yang dikatakan EunHyuk dan Mi Ran.
“Donghae.. benarkah aku mencintainya?”
“aku bingung dengan perasaanku sendiri” aku mulai menangis,
mataku terus menatap langit yang semakin gelap.
“aku takut kehilangannya. Aku tak mau dia kembali pada Mi
Ran, itu terlalu sakit Donghae” aku mungkin dianggap gila karna bicara sendiri,
tapi aku yakin Donghae di atas sana mendengarnya.
“…” aku terdiam untuk waktu yang lama, memikirkan baik-baik
perasaanku saat ini.
“ijinkan aku untuk
mencintainya Lee Donghae” lirihku.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku memasuki sebuah rumah yang sudah lama kutinggalkan.
Masih sama seperti dulu, rumah ini selalu sepi. Kedua mataku menatap lekat sebuah
pintu yang tertutup rapat, pintu yang menjadi saksi bisu pertengkaranku dan dia
malam itu. Aku masih terdiam di tempat ini, rasanya ada sebagian hatiku yang
menuntunku untuk masuk, tapi sebagian lagi yang masih terluka menahanku.
Mungkin malam ini belum saatnya aku menemuinya,
aku harus menahan rasa rinduku padanya. Mungkin dia masih butuh waktu untuk
sendiri. Aku berjalan ke kamarku, aku terlalu terkejut dan tak percaya dengan
apa yang ku lihat. Yeoja itu, dia tengah tidur disini, di ranjangku. Aku
menutup pintuku lagi, perasaanku masih belum stabil untuk bertemu dengannya.
Aku tak mau membentaknya lagi, rasanya begitu terluka ketika harus melihatnya
menangis karna diriku. Aku berjalan meninggalkan kamarku, memilih untuk
merebahkan diriku di sofa.
*Han Min Rin Pov*
Aku bangun lebih pagi dari yang kuduga. Mataku bengkak,
kurasa aku terlalu banyak menangis semalam. Aku melangkahkan kakiku keluar dari
kamar Kyuhyun, tapi langkahku tertahan ketika aku melihat sosoknya yang tengah
terlelap di atas sofa. Ku beranikan diriku untuk mendekatinya. Rasa rindu ini
menuntunku untuk menatap wajahnya dari jarak yang begitu dekat. Aku mengusap
rambutnya, menyentuh wajahnya untuk memastikan apakah ini nyata. Kyuhyun, dia
benar-benar pulang. Aku meneteskan beberapa butir air mata kebahagiaan, Tuhan
apa seperti ini rasanya jatuh cinta lagi?
“Min Rin?” dia terbangun, membuatku menyesal karna
mendekatinya.
“apa aku mengganggu tidurmu?”
“ani. Duduklah disini” tanpa basa-basi aku langsung duduk di
sampingnya. Cukup lama kami bertahan dalam keheningan.
“apa kau baik-baik saja? Matamu bengkak”
“ne. hanya kurang tidur” jujur, aku sedikit canggung dengan
situasi ini
“…” hening, tak ada satu katapun yang keluar dari mulut
kami. Hingga akhirnya dia beranjak dari posisinya.
“Kyu..” aku menghentikan langkahnya
“mwo?”
“aku merindukanmu. Jangan pergi lagi, jangan temui Mi Ran
lagi. Itu menyakitiku” namja itu berjalan mendekatiku.
“saranghae” dia hanya membisikkan satu kata untukku, tapi
satu kata itu begitu berharga. Satu kata yang berhasil membuat jantungku
berdetak lebih kencang.
“nado saranghae” jawabku dengan berbisik pula.
“mulai detik ini, aku
tak akan pernah meninggalkan mu Cho Min Rin”
“…” aku terdiam. Masih terpaku.
Dia semakin mendekatkan wajahnya ke arahku, menghapus jarak
antara kami. Untuk waktu yang cukup lama, dan aku tak menolaknya.
***
Hidupku jauh lebih berarti semenjak hari itu. Aku bisa
tersenyum lagi, aku bisa tertawa, dan aku bisa mencintai. Aku menjalani
hari-hari yang bahagia dengannya. Aku sudah tak canggung lagi untuk bicara dengannya.
Sekarang kami tidur dalam satu kamar. Jika dulu dia yang selalu menyiapkan
sarapan untukku, sekarang aku yang harus menyiapkannya. Aku mengerjakan tugas
rumah saat dia kerja, dan satu hal yang benar-benar membuatku merasa hidup,
ketika aku menanti kepulangannya. Tuhan, terimaksih untuk semuanya.
*Cho kyuhyun Pov*
2 bulan itu, aku merasa seperti hidup di langit. Bahagia.
Itu satu kata yang menggambarkan kehidupanku dan Min Rin saat itu. Kami
menjalani hidup layaknya pasangan yang lain. Dia mencintaiku, dan aku juga
mencintainya. Jujur itu hidup yang begitu kunantikan. Hingga berjam-jam yang
lalu, hal itu kembali membawaku ke bumi, menyadarkan ku jika selama ini
nyawanya diambang kematian. Aku berjalan ke sebuah ruangan putih, pikiranku
kacau. Aku tak sanggup melihatnya seperti ini, terbaring lemas di atas ranjang
rumah sakit.
“Kyuhyun..” dia memanggilku begitu pelan, membuatku berjalan
mendekatinya.
“aku disini”
“apa yang dokter katakan? Kanker ku makin parah?”
“tidak. Kau hanya perlu istirahat. Tidurlah chagi” lagi-lagi
aku harus berbohong padanya. Ya, bagaimana mungkin aku mengatakan yang
sebenarnya pada Min Rin. Aku tak akan sanggup mengatakan jika hidupnya tak akan
lama lagi, jika keberuntungan sudah tak memihak padanya lagi.
“jangan bohongi aku Kyu” dia menggenggam tangan ku lembut.
Memberikan senyumnya diantara bibir pucatnya.
“kau ingin terus bersamakukan? Setidaknya di kehidupan ini”
aku mencoba menahan tangisku.
“ne. Aku ingin bahagia dengan mu. Ada apa sebenarnya?”
“lakukan cemoterapi, kumohon” aku sedikit ragu untuk
mengatakannya. Tapi hanya ini jalan satu-satunya.
*Han Min Rin Pov*
“lakukan cemoterapi, kumohon” ucapanku Kyuhyun yang terakhir
membuatku tercekat. Aku menggeleng perlahan.
“kau ingin cepat-cepat bertemu Donghae?”
“mungkin dulu aku menolaknya untuk mempercepat matiku. Tapi
sekarang aku menolaknya karna kau Kyu, setelah cemoterapi nanti aku akan
semakin jelek, rambutku akan rontok. Aku takut setelah itu kau akan pergi
meninggalkanku” aku menangis, aku terlalu takut untuk membayangkan hal itu.
“percayalah padaku itu tak akan pernah terjadi. Aku tak akan
pernah meninggalkanmu”dia mengeratkan genggaman tanganku
“kau mau melakukannya?”
“aku akan melakukannya untukmu”
***
Waktu terus berlalu, aku yakin kanker ini semakin menggerogoti
tubuhku. Cemoterapi yang kujalani tak banyak membantuku. Aku kehilangan banyak
rambutku, bahkan tak ada satu helaipun yang tersisa, tapi semua terasa sia-sia.
Sebentar lagi aku akan mati, tinggal menunggu waktu saja. Aku menatap Kyuhyun
yang masih tidur di sofa rumah sakit. Sudah seminggu aku terbaring di sini, dan
tak ada tanda-tanda yang menunjukkan aku akan pulang. Aku merasa semakin lemah.
Rasanya sebagian diriku takut kehilangan Kyuhyun, sebagian lagi merindukan
Donghae.
“chagi? Kau tak tidur?” namja itu berjalan mendekatiku, dia
terlihat kacau.
“…” aku tak menjawabnya. Hanya menangis melihatnya.
“ada apa? Ada yang sakit?” wajah lelahnya tampak cemas.
“aku hanya takut, aku takut meninggalkanmu” tangisku semakin
menjadi
“sudah tidurlah. Sudah tiga hari kau tak tidur. Itu tak baik
untuk kesehatanmu”
“jika besok harinya, berjanjilah jika kau tak kan menangis”
“jangan katakana hal aneh. Tidurlah”
***
Pagi ini aku semakin lemah, kurasa separuh tenaga ku sudah
hilang entah kemana. Mataku menatap namja yang sejak tadi memperhatikanku dari
jarak yang begitu dekat.
“Kyu, kau belum makan kan? Belilah makanan aku tak mau
melihatmu sakit”
“aku tak mau. Bagaimana jika kau pergi saat aku tak ada?”
dia menolakku begitu keras.
“aku pernah
merasakannya Kyu, aku tau rasanya sakit saat tak bisa melihat kepergian orang
yang kita cintai” aku mengatur nafasku. Mengumpulkan kekuatanku untuk
meneruskan ucapanku.
“pergilah. Aku tak akan pergi jika kau tak ada” aku
meyakinnya, dan akhirnya dia mau.
*Cho Kyuhyun Pov*
Aku membuka pintu itu lagi, ku dapati Min Rin tengah
terbaring lemas di sana. Dia semakin pucat, tapi dia tetap tersenyum padaku.
“Kyu, ini waktunya. Dia sudah menjemputku”
“tidak. Ini tak boleh terjadi” aku mencoba menahan tangisku.
“kita baru saja merasa bahagia chagi. Kau tak boleh secepat
ini meninggalkanku” suaraku bergetar. Kulihat dari sudut mataku, dia tengah
menangis.
“tak bisakah kau memintanya untuk pergi? Tak bisakah kau
memintanya untuk membiarkanmu bersamaku?”
“Kyu.. aku mencintaimu. Tapi aku jauh lebih mencintainya.
Jangan memintaku untuk memilih diantara kalian berdua. Itu akan melukaimu,
karna aku pasti memilihnya” dia semakin menangis
“aku akan merebutmu darinya di kehidupan selanjutnya” aku
menahan tangisku.
“aku akan menunggunya” lirihnya. Tangan yeoja itu semakin
dingin, nafasnya tak karuan,wajahnya kian memutih, dan kini dia benar-benar tak
ada. Dia sudah pergi.
Aku tak bisa lagi
membendungnya. Tangis yang sedari tadi ku tahan, kini meleleh membasahi pipiku.
Terimakasih Cho Min rin, kau sudah membiarkan ku hadir dalam hidupmu. Kau sudah
membiarkanku mencintaimu. Selamanya, kau akan menjadi memory terindah dalam
hidupku.
-THE END-